BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah Obamacare atau the Patient Protection and Affordable Care Act hingga kini masih
menjadi isu yang diperdebatkan dalam politik domestik Amerika Serikat (AS). Kelompok konservatif merupakan kelompok yang sejak awal secara konsisten menentang kebijakan healthcare. Kelompok tersebut mendorong dan mendukung upaya-upaya untuk mencabut kebijakan healthcare di AS. Partai Republik sebagai representasi dari kelompok konservatif terus berusaha untuk menggagalkan Obamacare meskipun Undang-Undang (UU) tersebut telah disahkan pada 2010. Mereka menganggap pemberian subsidi kesehatan melalui Obamacare bukanlah kebijakan yang tepat. Partai Republik menjadi organisasi politik di tingkat nasional yang paling berpengaruh bagi para pendukung konservatisme di AS karena sebagian besar pemimpin politik kelompok konservatif cenderung bergabung ke dalam Partai Republik. Beberapa kelompok kepentingan beraliran konservatif seperti Senate Conservatives Fund, Heritage Foundation, FreedomWorks, dan Council for National Policy bekerjasama dengan beberapa anggota Kongres dari Partai Republik untuk mengagalkan Obamacare. Kelompok-kelompok kepentingan tersebut berupaya melobi para anggota Kongres untuk tidak memberikan dukungan bagi rancangan anggaran yang memberikan pendanaan bagi Obamacare. Sejak tahun 2011 hingga Maret 2014, Partai Republik yang berada di House of Representatives (HoR) telah melakukan voting untuk mengubah Obamacare sebanyak 54 kali (O’Keefe, 2014). Upaya-upaya tersebut belum berhasil karena terus ditentang oleh Partai Demokrat. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Partai Republik di Kongres untuk menggagalkan Obamacare adalah dengan tidak memberikan alokasi pendanaan bagi UU tersebut dalam pembuatan anggaran untuk tahun fiskal 2014. Partai Republik menolak untuk menyetujui rancangan UU anggaran tahun fiskal 2014 dan mengancam akan menerapkan government shutdown (GS) jika Obamacare tetap didanai. Strategi ini pun pada akhirnya gagal karena Obamacare tidak dihapuskan. Kesepakatan akhir antara Kongres dan Presiden dalam pembuatan anggaran tahun fiskal 2014 justru tidak memasukkan revisi yang signifikan bagi Obamacare.
1
B.
Pertanyaan penelitian
Mengapa kelompok konservatif terus berupaya menggagalkan penerapan Obamacare? Bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan penerapan Obamacare?
C.
Literatur Reviu Terdapat beberapa tema penting terkait perlawanan kelompok konservatif terhadap
kebijakan Obamacare dalam beberapa literatur yang digunakan penulis untuk membuat literatur reviu. Pertama, perdebatan antara pandangan liberalisme dan konservatisme dalam isu healthcare. Kedua, kelompok kepentingan memberikan pengaruh yang besar dalam pembuatan kebijakan di AS.
a.
Perdebatan pandangan liberalisme dan konservatisme dalam isu healthcare Perdebatan seputar Obamacare merupakan representasi dari perdebatan antara
pandangan liberalisme dan konservatisme yang terus terjadi dalam politik domestik AS. Dalam buku American Public Policy: An Introduction, Clarke Cochran et al. (1982, p. 12) menjelaskan bagaimana pandangan konservatisme dan liberalisme telah mendominasi pembuatan dan evaluasi kebijakan di AS. Keduanya memiliki prinsip dasar yang berbeda yang digunakan dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan. Perdebatan antara dua pandangan tersebut dalam isu healthcare telah terjadi sejak program sosial tersebut mulai diperkenalkan hingga saat ini. Noam Schimmel
dalam
tulisannya yang berjudul The Place of Human Rights in American Efforts to Expand and Universalize Healthcare (2013, pp. 1-29) berusaha menjelaskan bagaimana isu Hak Asasi Manusia (HAM) berusaha digunakan sebagai prinsip untuk mempertahankan program heatlhcare pada masa pemerintahan Presiden Franklin Delano Roosevelt, Harry Truman, dan Lyndon Baines Johnson hingga pasca masa pemerintahan Ronald Reagan. Schimmel menjelaskan secara sistematis dan cukup komprehensif tentang bagaimana perdebatan seputar kebijakan healthcare terjadi sejak awal diperkenalkannya kebijakan tersebut hingga saat ini. Kelompok konservatif merupakan kelompok yang sejak awal secara konsisten menentang kebijakan healthcare. Kelompok tersebut mendorong dan mendukung upayaupaya untuk mencabut kebijakan healthcare di AS. Kelompok konservatif menilai pemberian bantuan seperti healthcare akan meningkatkan pengeluaran negara, memunculkan potensi kecurangan, menimbulkan ketergantungan yang semakin besar, dan membuat masyarakat 2
malas untuk bekerja. Sedangkan kelompok liberal merupakan kelompok yang mendukung kebijakan healthcare. Kelompok liberal melihat bantuan sosial seperti healthcare sebagai sesuatu yang memang dibutuhkan untuk membantu orang yang membutuhkan. Selain itu, pemberian bantuan dinilai dapat membuat angka kemiskinan menurun (Dresang & Gosling 2004, pp. 446-449). Schimmel (2013) menyebutkan bahwa perlawanan kelompok konservatif terhadap program healthcare memengaruhi pandangan masyarakat AS terhadap program sosial tersebut. Sebagian masyarakat menilai upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan kepada semua warga negara sebagai kebijakan yang meniru kebijakan partai berideologi sosialis. Banyak kelompok konservatif di AS yang menilai kebijakan healthcare sebagai serangan atas ideologi kapitalis. Berbagai kelompok seperti pengusaha, penjamin asuransi, dan rumah sakit menentang kebijakan reformasi healthcare yang digagas Truman. Perlawanan oleh berbagai kelompok seperti inilah yang dipandang Schimmel terjadi pada masa pemerintahan Johnson, Bill Clinton, maupun Barack Obama. Penerapan Obamacare merupakan pencapaian yang dinilai Schimmel dapat memberikan dampak positif bagi puluhan juta masyarakat AS yang belum memiliki jaminan kesehatan serta bagi masyarakat AS secara keseluruhan yang kini mendapatkan perlindungan. Ketika Obamacare diimplementasikan secara penuh, hal ini dinilai akan berdampak pada berkurangnya keterbelakangan ekonomi secara signifikan dan peningkatan di bidang kesehatan, harapan hidup, serta kualitas kehidupan dan kesejahteraan secara keseluruhan, baik bagi individu maupun masyarakat AS secara kolektif. Jika Schimmel menilai Obamacare sebagai kebijakan yang akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat AS, Michael Tanner dalam tulisannya yang berjudul Obamacare: What We Know Now (2014, pp. 1-52) justru menilai bahwa Obamacare merupakan UU yang gagal. Penilaian ini didasarkan pada bagaimana implementasi Obamacare selama empat tahun sejak disahkan dan diubahnya beberapa ketentuan yang paling signifikan dalam UU tersebut. Tanner menilai bahwa kegagalan besar dalam UU tersebut adalah dalam hal meningkatnya pengeluaran AS di bidang kesehatan. Kegagalan untuk mengontrol pengeluaran atau biaya dinilai memberikan beban bagi pengeluaran, pajak, dan hutang pemerintah AS. Pemerintah AS akan menanggung biaya yang lebih besar karena penerapan UU tersebut. Selain itu, Tanner juga menyebutkan bahwa masyarakat AS akan menghadapi kenaikan premi sebagai akibat dari penerapan UU tersebut. Dampak lainnya adalah Obamacare akan membebani para pengusaha sehingga akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta meningkatnya pajak yang harus dibayarkan 3
para pengusaha sehingga akan mengurangi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Banyaknya tuntutan yang ditujukan terhadap beberapa ketentuan dalam Obamacare juga dinilai Tanner sebagai indikator kegagalan UU tersebut. Jika diambil kesimpulan, pemikiran Schimmel cenderung merepresentasikan pemikiran kelompok liberal sedangkan pemikiran Tanner cenderung merepresentasikan pemikiran kelompok konservatif.
b.
Pengaruh kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan di AS. Kelompok-kelompok kepentingan memiliki pengaruh yang besar dalam pembuatan
kebijakan di AS karena mereka menjadi sumber utama bagi munculnya tuntutan-tuntutan tindakan kebijakan terhadap pejabat-pejabat pemerintah. Kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, yaitu menyatakan tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatifalternatif tindakan kebijakan. Kelompok kepentingan juga memberikan informasi yang bersifat teknis kepada para pejabat publik mengenai sifat dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari usul-usul kebijakan yang diajukan. Kelompok kepentingan berupaya memengaruhi sistem politik dengan membentuk opini publik, melawan atau mendukung para kandidat yang akan maju ke dalam pemerintahan, serta memengaruhi keputusan pemerintah. Dalam buku karangan G. Mackenzie yang berjudul American Government: Politics and Public Policy (1986, p. 99) disebutkan bahwa kelompok kepentingan menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk memengaruhi kebijakan publik, misalnya dengan melakukan lobi dan publisitas. Melakukan lobi berarti melakukan kontak langsung dengan pejabat publik. Target para pelobi tidak hanya terdiri dari para legislator, namun juga meliputi staf legislatif, birokrat di cabang eksekutif, political appointees, dan kepala eksekutif beserta para stafnya. Tujuan utama para pelobi adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan kelompok yang mereka wakili. Sementara tujuan utama publisitas adalah untuk menunjukkan terdapatnya permasalahan sosial atau ekonomi yang signifikan yang membutuhkan perhatian dan solusi dari pemerintah. Permasalahan yang diakui sebagai suatu masalah merupakan langkah yang penting dalam proses memengaruhi kebijakan publik. Wilson (2003, p. 117) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang membuat kelompok kepentingan memiliki peran yang sangat penting dalam politik AS. Pertama, semakin terpecahnya masyarakat, maka semakin besar pula variasi kepentingan yang akan muncul. Kedua, sistem konstitusional AS yang terdesentralisasi berkontribusi terhadap 4
jumlah kelompok kepentingan. Semakin besarnya kesempatan untuk memengaruhi kebijakan, maka semakin banyak pula kelompok kepentingan yang berusaha untuk memengaruhi kebijakan. Ketiga, kelemahan partai politik di AS memengaruhi jumlah dan kekuatan kelompok kepentingan. Ketika partai politik kuat, kelompok kepentingan akan berusaha memengaruhi kebijakan pemerintah melalui partai tersebut. Sementara jika partai politik lemah, kelompok kepentingan akan langsung berusaha untuk memengaruhi kebijakan di dalam pemerintahan. Wrabley Jr. (2000, p. 456) menyatakan bahwa beberapa ilmuwan mengelompokkan kelompok kepentingan berdasarkan jenis kepentingan yang mereka representasikan seperti kepentingan ekonomi atau sosial, apakah mereka terbuka bagi semua orang untuk keanggotaan atau dibatasi, atau apakah mereka mencari keuntungan atau tidak. Sebagian besar kelompok kepentingan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kelompok masyarakat dan think tank. Kelompok masyarakat mengklaim bahwa mereka merepresentasikan kepentingan masyarakat umum dan tidak membatasi keanggotaannya. Think tank merupakan kelompok berorientasi riset tersendiri yang menganalisis isu kebijakan publik dan menganjurkan alternatif-alternatif kebijakan. Wrabley Jr. (2000, p. 456) juga menjelaskan bahwa beberapa kelompok masyarakat dan think tank secara eksplisit menyatakan kecenderungan politik dan komitmen ideologis mereka, seperti Americans for Democratic Action bagi kelompok liberal, American Conservative Union bagi kelompok konservatif, dan Cato Institute bagi kelompok libertarian. Beberapa kelompok kepentingan menyatakan bahwa kepentingan mereka merupakan representasi dari kepentingan publik, namun sebagian besar dapat diletakkan dalam spektrum ideologis, misalnya Public Citizen dan Common Cause yang dianggap sebagai kelompok kepentingan berideologi liberal dan Citizens for a Sound Economy dan American for Tax Reform yang dianggap sebagai kelompok kepentingan beraliran konservatif. Gabriel Almond (disebutkan dalam Wiseman, 1966, pp. 138-13) membagi kelompok kepentingan ke dalam empat tipe, yaitu kelompok kepentingan anomik, non-asosiasional, institusional, dan asosiasional. 1.
Kelompok kepentingan anomik merupakan kelompok kepentingan yang umumnya
muncul dari adanya huru-hara. Sebagai konsekuensinya, tindakan mereka cenderung keras. Kelompok ini dicirikan dengan kurangnya pengorganisasian secara formal, ketiadaan kepemimpinan yang jelas, koordinasi tindakan yang temporer dan longgar, dan merupakan kumpulan orang-orang yang secara spontan memiliki perhatian yang sama terhadap isu tertentu. Sebagai konsekuensinya, kelompok ini memiliki kesulitan yang besar untuk 5
membentuk tujuan jangka panjang. Keuntungan utama dari kelompok ini adalah adanya fleksibilitas yang besar dan kemampuan yang hebat untuk membangkitkan kekuatan publik dalam isu tertentu. 2.
Kelompok kepentingan non-asosiasional merupakan kelompok kepentingan yang
terdiri dari orang-orang yang memiliki kesamaan kelas, etnis, ras, agama, budaya, atau gender. Meskipun mereka memiliki kekurangan dalam hal pengorganisasian politik, hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak dapat menjadi kekuatan politik yang diorganisasikan dengan kuat. 3.
Kelompok kepentingan asosiasional merupakan kelompok kepentingan yang sering
menjadi cabang politik dari kelompok yang telah ada, misalnya asosiasi para profesional atau para ahli. Kelompok ini dicirikan dengan adanya pengorganisasian secara formal sebagai upaya mereka untuk memengaruhi kebijakan publik dan mengartikulasikan kepentingan mereka dalam jangka panjang. 4.
Kelompok kepentingan institusional merupakan kelompok kepentingan yang dicirikan
dengan struktur yang baik, keanggotaan yang tetap, tujuan yang jelas, dan pengetahuan dalam bidang pemerintahan. Mereka berupaya untuk membela kepentingannya dalam kebijakan pemerintah. Mereka merupakan bagian dari pemerintahan, departemen, atau agensi. Mereka memiliki perhatian tertentu yang ingin dituju dan tujuan yang ingin dicapai. Mereka cenderung memengaruhi pemerintah melalui cara internal.
Dari berbagai literatur di atas dapat disimpulkan bahwa isu healthcare merupakan isu yang kompleks karena melibatkan perdebatan antara pandangan konservatif dan liberal dalam budaya politik AS. Perdebatan antara dua pandangan tersebut terjadi sejak kebijakan healthcare mulai diperkenalkan hingga saat ini. Riset ini akan menegaskan kembali hal tersebut dengan menganalisis beberapa faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare. Riset ini juga akan menegaskan bahwa kelompok kepentingan memiliki peran yang besar untuk membuat suatu isu menjadi perhatian atau prioritas dalam politik dan pemerintahan AS. Kelompok konservatif memiliki peran besar dalam mengkampanyekan perlawanan terhadap kebijakan healthcare di AS. Perbedaan riset ini dengan riset-riset sebelumnya yang juga membahas tentang perlawanan kelompok konservatif terhadap kebijakan healthcare adalah riset ini akan berusaha menganalisis faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan menjelaskan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Sehingga akan diperoleh gambaran seberapa kuat argumen yang 6
digunakan oleh kelompok konservatif serta konsistensi mereka untuk melawan penerapan Obamacare. Analisis tentang faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare menjadi penting dan menarik karena pertarungan antara kelompok kepentingan pembela dan penentang Obamacare tidak hanya menyangkut masalah pertarungan politik, namun juga menyangkut masalah pertarungan ideologi 1 . Dalam sistem politik modern, ideologi dapat berfungsi untuk menyatukan atau mengumpulkan individu-individu dan kelompok-kelompok yang memiliki pandangan dan kepentingan bersama dalan suatu masalah maupun untuk memecah-belah masyarakat. Ideologi dapat meningkatkan kerjasama politik maupun konflik politik (Political Ideology, 2012, p. 165). Paradoks ini menjelaskan bagaimana pertarungan politik dapat berawal dari pertarungan atau perbedaan ideologi.
D.
Kerangka konseptual Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang faktor yang mendasari perlawanan
kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare serta bagaimana upaya kelompok tersebut untuk mengagalkan Obamacare, penulis akan menggunakan konsep government shutdown, the power of purse, kelompok kepentingan, dan konservatisme.
a.
Government shutdown Government shutdown (GS) merupakan penutupan sementara kantor-kantor
pemerintah non-esensial karena pemerintah belum menyepakati rancangan anggaran untuk tahun fiskal yang baru. Layanan pemerintah non-esensial yang ditutup seperti objek wisata, museum, taman kota, perpustakaan, audit pajak, atau visa. Sementara layanan esensial seperti pengaturan lalu lintas udara, polisi, tentara, atau pengadilan tetap berfungsi seperti biasa pada masa penerapan GS. GS cenderung terjadi ketika presiden dan satu atau dua lembaga di Kongres, yaitu Senat atau HoR, tidak dapat menyelesaikan ketidaksepakatan atas alokasi anggaran sebelum siklus anggaran yang ada berakhir. Ketika dua lembaga tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka proses legislasi pun macet. Pemerintah tidak bisa mencairkan 1
Ideologi dalam pembahasan ini diartikan sebagai sistem kepercayaan yang terdiri dari seperangkat pemikiran, perilaku, atau nilai yang secara relatif saling berkaitan atau konsisten tentang politik dan pemerintahan serta kebijakan publik yang dibuat untuk mengimplementasikan nilai-nilai atau mencapai tujuan (Political Ideology, p. 166).
7
dana untuk membiayai pengeluaran rutin tanpa UU Anggaran yang baru. Situasi ini mendorong pemerintah untuk menutup sementara pemerintahan. Dye (2005, pp. 170-174) menjelaskan bahwa agar dapat disahkan menjadi UU, rancangan anggaran harus disetujui oleh HoR dan Senat kemudian ditandatangani oleh presiden. Kesepakatan antara Kongres dan presiden tersebut harus tercapai sebelum 1 Oktober karena pada tanggal tersebutlah dimulai tahun fiskal yang baru. Namun Kongres jarang dapat menepati batas waktutersebut sehingga pemerintahan biasanya memulai tahun fiskal tanpa anggaran yang telah disepakati Kongres dan presiden. Kongres mengadopsi continuing resolution yang memberikan kewenangan bagi badan-badan pemerintah untuk tetap menjalankan pengeluaran dalam kurun waktu tertentu melalui UU anggaran sementara. Namun tambahan waktu yang diberikan bagi Kongres dan presiden untuk menyepakati rancangan anggaran dapat berakhir tanpa adanya kesepakatan yang dihasilkan. Ketiadaan kesepakatan dalam hal anggaran inilah yang dapat mendorong diterapkannya GS. Penerapan GS pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama terjadi pada 1-16 Oktober 2013. Kebijakan ini diambil karena pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Kongres, gagal menyepakati UU anggaran 2013-2014. Tanpa UU anggaran yang baru, pemerintah tidak bisa mencairkan dana untuk membiayai pengeluaran rutin. Hal ini berdampak pada penutupan layanan pemerintah seperti objek wisata, museum, taman kota, perpustakaan, audit pajak, visa, serta cutinya para pegawai federal.
b.
The power of purse The power of the purse merupakan kekuasaan untuk mengesahkan dan menyediakan
pendanaan bagi jalannya pemerintahan. Kekuasaan ini merupakan salah satu kekuasaan terbesar yang diberikan Konstitusi AS kepada Kongres. Kekuasaan terbesar lainnya adalah kewenangan untuk membuat UU. Kongres dapat menggunakan kewenangan iniuntuk mengontrol tindakan eksekutif dengan tidak memberikan dana untuk suatu program atau menetapkan ketentuan dalam penggunaan dana (Thurber 2009, p. 10). Dalam sistem pemerintahan federal seperti di AS, the power of purse diberikan kepada Kongres seperti yang tertera dalam Konstitusi AS pada Article I, Section 9, Clause 7 yang mengatur tentang the Appropriations Clause dan Article I, Section 8, Clause 1 yang mengatur tentang the Taxing and Spending Clause. Proses dan politik pembuatan anggaran di AS berkisar pada dua institusi pemerintahan yang utama, yaitu presiden dan Kongres. Presiden dapat mengajukan rencana anggaran bagi pemerintahan federal namun Kongres-lah yang mengambil keputusan terakhir dalam hal pengeluaran. Hal ini dapat menciptakan 8
persaingan di antara presiden dan Kongres serta konflik seputar prioritas pengeluaran (Thurber 2009, p. 10). Gilmour (1990, p. 19) menyatakan bahwa the power of purse merupakan satu bentuk political power yang dimiliki oleh Kongres AS. Political power tersebut memberikan kekuatan bagi Kongres untuk membentuk dan mengontrol keputusan penting dalam kebijakan publik yang diadopsi atau diimplementasikan oleh pemerintah. The power of purse memainkan peran yang penting dalam hubungan antara Kongres dan presiden serta menjadi alat utama yang digunakan Kongres untuk membatasi kekuasaan eksekutif. Penggunaan kekuasaan ini berusaha diterapkan anggota Partai Republik yang menguasai HoR dengan cara tidak mendanai Obamacare. Karena sulit untuk mencabut UU tersebut, mereka memanfaatkan the power of purse yang mereka miliki untuk tidak memberikan pendanaan bagi Obamacare.
c.
Kelompok kepentingan Barry Rubin (2000, pp. 26-27) mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai
kumpulan individu atau kumpulan organisasi yang diorganisasikan dan berusaha untuk memengaruhi kebijakan publik. Sementara Dresang dan Gosling (2004, pp. 180-181) mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai organisasi yang berusaha memengaruhi kebijakan publik dan pengimplementasian kebijakan tersebut. Dari kedua definisi di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa kelompok kepentingan merupakan perkumpulan individu yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan cara memengaruhi kebijakan publik. Dresang dan Gosling (2004, p. 192) menjelaskan bahwa terdapat beberapa upaya yang dilakukan kelompok kepentingan untuk memengaruhi kebijakan publik. Pertama, menyediakan informasi tentang area kebijakan yang menjadi perhatian mereka. Hal ini merupakan kegiatan paling utama dan dasar bagi kelompok kepentingan. Kedua, mendukung atau menganjurkan kebijakan yang dibutuhkan oleh para anggota kelompok kepentingan. Ketiga, menggerakkan para pemilih dan kontributor untuk mendukung posisi yang dianjurkan oleh kelompok kepentingan. Keempat, memberikan feedback bagi anggota kelompok kepentingan tentang apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dan mengapa pemerintah melakukannya. Mackenzie (1986, p.99) menyebutkan bahwa kelompok kepentingan menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk memengaruhi kebijakan publik, misalnya dengan 9
melakukan lobi dan publisitas. Melakukan lobi berarti melakukan kontak langsung dengan pejabat publik. Target para pelobi tidak hanya terdiri dari para legislator, namun juga meliputi staf legislatif, birokrat di cabang eksekutif, political appointees, dan kepala eksekutif beserta para stafnya. Tujuan utama para pelobi adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan kelompok yang mereka wakili. Wasserman (2004, p. 221) menyebutkan bahwa lobi dilakukan ketika individu atau kelompok kepentingan menekan pemerintah untuk bertindak sesuai kepentingan mereka. Kelompok kepentingan saat ini mempekerjakan para pelobi yang merupakan staf profesional atau dari perusahaan konsultan di Kongres untuk mendukung kepentingan mereka. Para pelobi juga termasuk para mantan anggota Kongres atau dari cabang eksekutif yang ahli dalam bidang tertentu, atau yang berhubungan secara pribadi dengan para pembuat kebijakan. Berdasarkan UU reformasi pelobian tahun 1995, para pelobi harus melaporkan siapa yang membayar mereka, seberapa besar mereka dibayar, dan dalam isu apa mereka bekerja. Lobi secara langsung biasanya dilakukakan dalam komite Kongres dan birokrasi eksekutif. Para pelobi memberikan informasi tentang industri atau asosiasi mereka kepada komite dan birokrasi. Sedangkan lobi secara tidak langsung dilakukan melalui kampanye untuk mendapatkan dukungan pemilih. Cara tidak langsung lainnya adalah dengan mendorong kelompok kepentingan lainnya untuk bergabung dengan mereka dalam kampanye di tingkat akar rumput. Mereka akan membentuk koalisi untuk melakukan kampanye. Esensi dari pelobian di tingkat akar rumput adalah agar para konstituen menghubungi anggota Kongres yang merepresentasikan mereka (Wasserman, 2004, p. 223). Sementara tujuan utama publisitas adalah untuk menunjukkan terdapatnya permasalahan sosial atau ekonomi yang signifikan yang membutuhkan perhatian dan solusi dari pemerintah. Permasalahan yang diakui sebagai suatu masalah merupakan langkah yang penting dalam proses memengaruhi kebijakan publik. Para ahli politik menyebutnya sebagai fungsi agenda setting. Tantangan pertama yang utama bagi berbagai kelompok kepentingan adalah untuk mendapatkan perhatian dalam agenda publik dan dipertimbangkan secara aktif oleh para pejabat publik sehingga tindakan kebijakan bisa diambil (Mackenzie, 1986, p. 104). Kelompok-kelompok kepentingan beraliran konservatif di AS merupakan kelompok kepentingan yang secara konsisten menentang kebijakan healthcare sejak kebijakan tersebut pertama kali diperkenalkan. Beberapa kelompok kepentingan seperti Senate Conservatives Fund, Heritage Foundation, FreedomWorks, dan Council for National Policy bekerjasama dengan beberapa anggota Kongres dari Partai Republik untuk menggunakan strategi GS 10
sebagai upaya untuk mengagalkan Obamacare. Kelompok-kelompok kepentingan tersebut berupaya melobi para anggota Kongres untuk tidak memberikan dukungan bagi rancangan anggaran yang memberikan pendanaan bagi Obamacare.
d.
Konservatisme Istilah konservatisme diterapkan bagi orang-orang yang percaya pada kebebasan
ekonomi dan peran utama free enterprise dalam masyarakat AS; peran negara yang terbatas atau limited government; serta pertahanan nasional yang kuat dan fokus pada perlindungan dan perlawanan terhadap terorisme (Quinn, 2014). Basis konservatisme adalah menginginkan sedikit campur tangan pemerintah serta kebebasan individu yang lebih besar. Konservatisme diartikan sebagai cara memahami kehidupan, masyarakat, dan pemerintahan. Para pendiri konservatisme sangat dipengaruhi oleh pemikiran beberapa filsuf seperti Adam Smith dengan konsep spontaneous order, Charles Montesquieu dengan konsep separation of powers, dan khususnya John Locke dengan konsep natural rights (Levin, 2009, p. 2). Levin (2009, p. 1) menyatakan bahwa tidak ada rumus pasti yang dapat mendefinisikan konservatisme. Saat ini terdapat banyak pendapat yang bersaing dan mengklaim sebagai konservatisme yang sebenarnya (true conservatism), seperti neoconservatism yang menekankan pada keamanan negara yang kuat, paleo-conservatism yang menekankan pada melindungi kebudayaan, social conservatism yang menekankan pada keyakinan dan nilai-nilai, dan libertarianism yang menekankan pada individualisme. Ide dan doktrin konservatisme muncul pertama kali pada akhir abad 18 dan pada awal abad 19. Konservatisme di AS muncul sebagai gerakan intelektual pada 1950’an dan menjadi gerakan politik pada 1960’an dan 1970’an. Pada 1960’an dan 1970’an, konservatif menjadi semakin berpengaruh dalam politik AS yang ditandai dengan munculnya organisasiorganisasi konservatif, pembentukan sumber-sumber pendanaan, dan munculnya gerakan pemuda konservatif di level universitas. Konservatisme menjadi gerakan yang kuat di AS pada saat Ronald Reagan terpilih menjadi presiden pada 1980’an. Pengertian konservatisme dan liberalisme dapat memiliki perbedaan dalam konteks yang berbeda, seperti dalam konteks ekonomi, sosial, dan politik. Dalam konteks politik, pandangan konservatif bersaing dengan liberal dalam membentuk serta memengaruhi politik domestik AS. Perdebatan antara keduanya muncul dalam beberapa isu, seperti isu healthcare, kesejahteraan, aborsi, affirmative action, hukuman mati, ekonomi, pendidikan, energi, gun control, imigrasi, perkawinan sejenis, pajak, dll. Kelompok liberal disebut sebagai kelompok ‘kiri’ atau ‘sayap kiri’ sedangkan kelompok konservatif disebut sebagai kelompok ‘kanan’ 11
atau ‘sayap kanan’. Dalam peta politik AS, Partai Demokrat pada umumnya menjunjung nilai-nilai atau prinsip-prinsip liberal sedangkan Partai Republik pada umumnya menjunjung nilai-nilai atau prinsip-prinsip konservatif. Kelompok konservatif tidak setuju dengan pemberian subsidi kesehatan seperti yang diterapkan dalam Obamacare. Mereka menganggap Obamacare sebagai bentuk pelanggaran atas ideologi kapitalisme. Subsidi kesehatan yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin dianggap sebagai campur tangan pemerintah yang merusak tatanan. Subsidi sosial bagi masyarakat miskin dinilai tidak akan bermanfaat karena bantuan tersebut justru akan mengurangi motivasi mereka untuk mengubah nasib dengan kerja keras mereka sendiri. Subsidi juga dinilai cenderung akan membuat masyarakat miskin menjadi malas, terutama jika subsidi tersebut diperoleh dari pajak yang diambil dari masyarakat yang berpenghasilan besar (Siregar, 2013, pp. 70-73).
Keempat konsep tersebut relevan untuk menjawab pertanyaan tentang faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan bagaimana upaya kelompok tersebut untuk mengagalkan Obamacare. Konsep GS digunakan untuk menjelaskan salah satu strategi yang digunakan oleh kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Konsep the power of purse digunakan untuk menjelaskan wewenang yang diberikan oleh Konstitusi kepada Kongres sehingga Kongres memiliki kekuasaan untuk menentukan anggaran pemerintahan. Dengan adanya wewenang ini, anggota Kongres dapat menyetujui atau menolak untuk memberikan pendanaan bagi suatu program pemerintah. Kekuasaan ini dimanfaatkan oleh anggota Partai Republik di Kongres untuk tidak mendanai Obamacare. Konsep kelompok kepentingan digunakan untuk menjelaskan bagaimana peran kelompok kepentingan dalam memengaruhi pembuatan kebijakan di AS karena kelompok kepentingan di AS memiliki peran yang besar dalam menentukan kebijakan pemerintah. Sementara konsep konservatisme digunakan untuk menjelaskan pandangan politik yang melandasi penolakan terhadap Obamacare.
E.
Argumentasi utama Perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dilandasi oleh dua
faktor. Pertama, faktor utama yang bersifat ideologis yaitu pandangan bahwa keterlibatan negara atau pemerintah yang begitu besar dalam program Obamacare berlawanan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang dianut oleh kelompok konservatif. Kedua, faktor pendorong lainnya yang bersifat pragmatis yaitu penerapan Obamacare 12
dikhawatirkan akan meningkatkan pengeluaran negara dan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara. Kelompok konservatif berusaha melakukan berbagai upaya untuk mengagalkan Obamacare. Upaya-upaya tersebut seperti melobi para anggota Partai Republik di Kongres untuk menggunakan the power of purse yang mereka miliki dengan tidak mendanai Obamacare sehingga berdampak pada penerapan GS serta melakukan kampanye untuk melawan Obamacare. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menunjukkan konsistensi mereka dalam melawan penerapan Obamare.
F.
Organisasi penulisan Tesis ini akan terdiri dari empat bab. Setelah Bab Pendahuluan ini, Bab Kedua akan
menjelaskan tentang Obamacare dan mengapa kelompok konservatif terus melakukan perlawanan terhadap Obamacare. Hal ini penting dibahas untuk menganalisis berbagai faktor yang mendasari perlawanan kelompok tersebut. Penerapan Obamacare dinilai bertentangan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang dianut oleh kelompok konservatisme. Faktor-faktor lainnya seperti kekhawatiran akan meningkatnya pengeluaran negara dan pajak yang harus dibayarkan juga perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa kuat argumen yang digunakan oleh kelompok konservatif untuk melawan penerapan Obamacare. Bab Ketiga akan membahasperan kelompok kepentingan dalam politik domestik AS dan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Hal ini penting dibahas karena berkaitan dengan konsistensi kelompok kepentingan tersebut dalam melawan Obamacare. Lobi dan kampanye merupakan beberapa upaya yang terus dilakukan untuk mengagalkan Obamacare. Penerapan strategi GS merupakan salah satu upaya kontroversial yang dilakukan dengan melobi beberapa anggota Partai Republik di Kongres. Bab Keempat, Penutup, akan mengakhiri tesis ini dengan memberikan sejumlah kesimpulan dan inferens yang bisa diambil dari pembahasan kasus yang diteliti. Kesimpulan sementara atas pertanyaan penelitian menunjukkan bahwa kelompok konservatif terus melakukan perlawanan terhadap Obamacare karena penerapan Obamacare dinilai bertentangan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang mereka anut. Kelompok konservatif berusaha melakukan upaya lobi, publikasi, maupun kampanye untuk melawan penerapan Obamacare. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menunjukkan konsistensi mereka dalam melawan Obamacare.
13