BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Fungsi sosial dan komunikatif wacana direalisasikan oleh bahasa. Sebagai hal yang dibentuk dan membentuk proses sosial, bahasa mengandung aspek dialogis (Martin & White, 2005; White & Sano, 2006) yang dapat mempertahankan atau memproduksi kembali hubungan antar partisipan teks.Aspek dialogis tersebut dapat diidentifikasi dengan piranti appraisal yang digunakan penutur. Appraisal digunakan bukan hanya untuk mengungkapkan perasaan dan sikap penutur, namun juga untuk berinteraksi dengan partisipan di luar teks yang masih terkait dalam konteks komunikatif yang sedang berlangsung. Dengan fungsi sosial dan komunikatifnya, piranti appraisal dapat digunakan untuk mewujudkan solidaritas dan keberpihakan terhadap audiens teks. Interaksi tersebut dikonstruksikan oleh penutur di dalam teks dan terkadang bersifat implied dan jarang terobservasi oleh pembaca.Di dalam tiga metafungsi LSF, appraisal termasuk ke dalam metafungsi interpersonal pada konteks situasi semantik wacana. Subsistem Attitude berhubungan dengan pengungkapan perasaan, penilaian terhadap karakter atau perilaku manusia, dan penilaian terhadap sesuatu; secara implisit maupun eksplisit. Penilaian tersebut dapat berasal dari penulis itu sendiri atau dapat diatributkan kepada sumber lain.Sourcing dan posisi yang diambil penutur/penulis ketika menghadapi teks dan audiensnya, disebut Engagement. 1
2
Subsistem Engagementmencakup gagasan dialogism dan heteroglossia yang disampaikan oleh Bahktin (1981) dan Voloshinov (1995) dalam Martin dan White (2005): setiap tuturan, baik lisan maupun tertulis, bersifat dialogis. Hal ini berarti tuturan selalu dipengaruhi dan merujuk kepada wacana yang terdahulu, dan secara bersamaan mengantisipasi respon dari pembaca/pendengar. Kemudian dalam Graduation, tingkat evaluasi dan posisi penutur dapat dibuat lebih atau kurang intens, diperkuat atau diperlemah (more or less amplified). Sejauh ini, penelitian mengenai kerangka teori appraisal yang digunakan untuk mewujudkan solidaritas dan merangkul audiens yang dituju dihubungkan dengan subsistem Engagementdan Graduation (Martin & White, 2005; White, 1998; White, 2002; White & Sano, 2006). Sebagai contoh:“I understand that they will put out a statement later this morning.” Klausa tersebut mengkonstruksikan gagasannya sebagai proposisi yang masih terbuka terhadap alternatif lain dengan menggunakan kategori Ekspansi Dialogis pada Engagement, tepatnya sub-kategori Entertain. Sumber ujaran mengatributkan proposisinya dengan sifat subjektif menggunakan proses mental. Maka “interpersonal cost” yang harus dibayar oleh lawan bicara atau sumber lain adalah rendah, karena alternatif mereka akan diakui sebagai proposisi yang valid di dalam konteks komunikatif yang sedang berlangsung (Hong, 2012; Martin & White, 2005). Menggunakan Ekspansi Dialogis, penutur cenderung dapat menunjukkan ketulusan, toleransi, dan keakraban terhadap lawan bicara atau audiens yang dituju.
3
Sebaliknya, pada kategori Kontraksi Dialogis, penutur menghalangi timbulnya alternatif dialogis tertentu. Sebagai contoh: “The fact is that these two families have suffered an appalling tragedy.” Meskipun klausa diatas juga mengakui keragaman heteroglossic pada konteks komunikatif yang berlangsung, penutur menggunakan sikap authorial yang menolak keragaman tersebut.Maka “interpersonal cost” yang harus dibayar oleh lawan bicara atau sumber lain adalah tinggi untuk mengajukan posisi yang berkontradiksi. Kemudian, ruang dialogis untuk alternatif lain pada interaksi dialogis selanjutnya menjadi sempit (Martin & White, 2005). Dengan menggunakan Kontraksi Dialogis, penutur cenderung dapat menunjukkan niat dan motifnya untuk mengajak audiens untuk sependapat dengannya. Telah dipaparkan bahwa fungsi sosial dan komunikatif wacana mengandung aspek dialogis yang dapat diidentifikasi melalui piranti appraisal di dalam teks. Selain Engagement,solidaritas dan keberpihakan juga dapat diwujudkan melalui subsistem lain, yaitu Attitude dan Graduation. Kedua subsistem tersebut juga dapat mengidentifikasi sikap penutur dalam menghadapi suatu wacana. Sebagai piranti untuk menjembatani evaluasi penutur, subsistem Attitude mampu memberi penilaian positif dan negatif; tingkat penilaian tersebut juga dapat dinaikkan dan diturunkan menggunakan subsistem Graduation. Salah satu yang menjadi fokus penelitian ini adalah jenis-jenis Attitude yang digunakan untuk merealisasikan solidaritas, tingkat amplifikasi Attitude tersebut, dan distribusinya di dalam teks. Sebagian besar dari penelitian mengenai teori appraisal menggunakan data dari karya sastra fiksi yang implikasinya sulit untuk didapatkan di dunia nyata, dan
4
belum dapat menjelaskan alasan piranti appraisal digunakan (Hidayani, 2006; Sutrisno, 2013; Umam, 2014). Definisi Engagement yang digunakan mengakibatkan semua tuturan langsung dalam karya sastra dimasukkan ke dalam kategori heterogloss projection. Penelitian-penelitian tersebut tidak memaparkan penggunaan heteroglossic voices tersebut secara detail. Definisi Engagement yang dihubungkan dengan solidaritas, keberpihakan, dan audiens yang dituju akan digunakan di dalam penelitian ini. Lebih jauh, penelitian lain menggunakan wacana media. Piranti appraisal yang ada di dalam teks merupakan cerminan ideologi yang dianut oleh penulis, yang kemudian menjadi ideologi teks (Ertyas, 2011; Muftihah, 2011; Prasetyo, 2011). Ideologi
tersebut
dipraktikkan
dan
kemudian
diidentifikasi
oleh
peneliti
menggunakan kerangka teori appraisal. Kerangka teori Engagement yang digunakan Ertyas dan Prasetyo juga menggolongkan tuturan heterogloss berdasarkan proyeksi, modalitas, dan konsesi. Namun, sumber heterogloss seperti “surely,” “some people…declare…,” dan “perhaps” digolongkan sebagai monogloss, meskipun unitunit linguistik seperti ini memiliki sifat dialogis.Ketika membahas genre, penelitian Ertyas belum menghubungkannya dengan penggunaan piranti appraisal dan prosodi di dalam teks. Di lain sisi, penelitian Suherman (2008) membandingkan penggunaan appraisal dalam berita kriminal pada harian Meteor dan Suara Merdeka.Namun, penelitiannya belum menjelaskan faktor yang mengakibatkan perbedaan pada dua surat kabar tersebut.
5
Beberapa penelitian juga berfokus pada wacana media dan terjemahannya (Bánhegyi, 2012; Hong, 2012). Ada sebuah hubungan langsung, antara politik, media, dan penerjemahan pada teks yang melibatkan partisipan transnasional. Schäffner (2010) dan Schäffnerdan Bassnet (2010) berargumen bahwa reportase media tentang kejadian politik selalu disajikan dalam bentuk rekontekstualisasi, dan setiap rekonstektualisasi mengandung transformasi. Lebih jauh lagi, ideologi yang dominan selalu diproduksi kembali oleh media dan hal tersebut dapat dibuktikan melalui pengamatan terhadap struktur tekstualnya (Fairclough, 1995; van Dijk, 1985, 1988). Artinya, dalam proses produksi, penyampaian, dan interpretasi dari sebuah teks, peran sejumlah partisipan yang tidak terlihat secara langsung akan mempengaruhi seluruh kegiatan dan struktur teks tersebut, baik dengan sengaja maupun tidak. Penelitian Hong (2012) hanya memanfaatkan Engagement framework. Hal ini menyebabkan belum ditemukannya faktor penyebab perbedaan antara pemosisian penutur di bahasa sumber (Inggris) dan bahasa sasaran (Mandarin). Terlebih lagi, datanya diambil dari artikel media yang sering menghilangkan dan memparafrase lokusi. Sebaliknya, penelitian Bánhegyi (2012) memperkenalkan model analisis terjemahan yang dapat mengidentifikasi dan menginterpretasi manipulasi politik yang dilakukan media. Namun, model tersebut hanya mendeskripsikan apa yang terjadi di tataran makro dan belum dapat memberikan indikator yang jelas di tataran mikro. Beberapa penelitian juga hanya menggunakan subsistem Attitude dan Graduation, tidak mengikutsertakan Engagement (Dhiah, 2011; Pusparini, 2014; Sono, 2006; Umam; 2014).
6
Penelitian lain yang menghubungkan kerangka teori appraisal dan penerjemahan belum berhasil membuat definisi yang jelas mengenai pergeseran makna dan perubahan makna pada terjemahan piranti appraisal (Sutrisno, 2013). Di samping itu, penelitian-penelitian lain belum dapat memberikan alasan piranti appraisal tertentu dan teknik penerjemahan tertentu dipilih dibanding yang lain (Sutrisno, 2013; Umam, 2014). Bahasa evaluasi dan sikap dapat luput dari perhatian penerjemah. Sebagai hasilnya, latar belakang dialogis dan kedudukan partisipan teks yang direalisasikan piranti appraisal dapat berubah di dalam teks terjemahan. Sebagai contoh: ST: “The recalling of an ambassador is a sign that the Australian Government was very displeased and dismayed at the failure of the Indonesian Government to heed our pleas for clemency...” TT: “Pemanggilan Duta Besar ini adalah tanda bahwa Pemerintah Australia sangat kecewa dan terkejut atas keputusan Pemerintah Indonesia yang tidak mengindahkan permohonan grasi kami...” Pada potongan teks di atas, kata “dismayed” diterjemahkan menjadi “terkejut.” Kata dismay menurut teori appraisal termasuk ke dalam Affect karena menggambarkan perasaan penuturnya. Lebih jauh lagi, kata tersebut masuk ke dalam sub-kategori Dissatisfaction: Displeasure, yang digunakan untuk mengevaluasi perasaan kecewa penutur. Kemudian, “terkejut” dalam bahasa Indonesia juga termasuk ke dalam Affectnamun dengan kategori Insecurity: Surprise, yang hanya mengevalusi perasaan penutur yang tidak menduga sesuatu akan terjadi. Hal ini merupakan contoh
7
keberpihakan yang direalisasikan dengan penggunaan appraisal. Contoh terjemahan tersebut juga tidak mengindahkan posisi atau sikap penutur terhadap wacana yang dihadapi, yang kemudian mempengaruhi kualitas terjemahannya. Contoh di atas merupakan potongan transkrip konferensi pers dengan yang saat itu menjabatsebagai Perdana Menteri(Tony Abbott) dan Menteri Luar Negeri (Julie Bishop) Australia. Konferensi pers diselenggarakan sehubungan dengan eksekusi dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, oleh pemerintah Indonesia. Sebelumnya, kedua warga Australia tersebut terjerat hukum Indonesia karena penyelundupan narkotika dan terancam dieksekusi mati. Di tengah kasus tersebut, Australia berusaha menyelamatkan kedua warga negaranya dengan berdiplomasi dengan Indonesia. Bahasa dibentuk dan membentuk proses sosial; juga mempertahankan hubungan kekuasaan dan memproduksinya kembali. Dalam hal ini, bahasa menjadi medium dialog dan kontrol antara Australia dan Indonesia. Berdasarkan ketertarikan peneliti, perumusan masalah, dan gap penelitian yang ada, penelitian ini berfokus pada piranti appraisal serta hubungannya dengan nilai solidaritas dan keberpihakan yang dieksploitasi oleh penutur dan penerjemah untuk meminimalisir perselisihan menyangkut eksekusi dua warga negara Australia di Indonesia. Fokus penelitian ini juga terletak pada terjemahanbahasa evaluasi tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Sejumlah penelitian menggunakan sumber data yang tidak berasal dari penutur asli. Sebagai contoh yaitu artikel berita yang sering menghilangkan dan memparafrase sejumlah lokusi. Maka, penelitian ini menggunakan transkrip
8
konferensi pers yang masih memiliki lokusi yang lengkap dari sumbernya. Kemudian, belum ada penelitian yang membuat definisi yang jelas antara pergeseran makna dan perubahan makna pada terjemahan piranti appraisal. Alasan piranti appraisal tertentu dan teknik penerjemahan tertentu dipilih juga belum dieksplor. Di samping itu, penelitian-penelitian terdahulu meninggalkan pemosisian penutur dan audiens dengan tujuan tertentu menggunakan subsistem Attitude, Graduation dan Engagement, dan bagaimana pemosisian tersebut dipertahankan, digeser, diubah, dihilangkan, atau ditambah di dalam terjemahan; serta dampaknya pada kualitas teks terjemahan.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rasional dan gappenelitian yang telah diungkapkan, pertanyaan penelitian dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. Teknik penerjemahan apa sajakah yang digunakan pada piranti appraisal dan bagaimana dampaknya pada kualitas terjemahan? 2. Bagaimanakah piranti appraisal dimanfaatkan untuk mewujudkan solidaritas dan keberpihakandi dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia? 3. Bagaimanakah posisi partisipan teks ditunjukkan melalui piranti appraisal di dalam teks bahasa Inggris dan terjemahan Bahasa Indonesia-nya?
9
Tujuan Penelitian Memperhatikan masalah dan gap penelitian yang ada, selanjutnya penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis teknik penerjemahan yang digunakan pada piranti appraisal dan dampaknya pada kualitas terjemahan. 2. Mengidentifikasi piranti appraisal yang digunakan untuk mewujudkan solidaritas dan keberpihakandi dalam teks konferensi pers dan media releaseberbahasa Inggris dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. 3. Menjelaskan posisi partisipan di dalam teks sumber melalui piranti appraisal dan menjelaskan apabila posisi tersebut dipertahankan, digeser, diubah, dihilangkan, atau ditambah di dalam terjemahan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini menampilkan gambaran mengenai nilai solidaritas dan keberpihakanyang direalisasikan dengan penggunaan piranti appraisal. Hal ini perlu dilihat dengan pemahaman bahwa teks disusun dalam konteks dialogis untuk memenuhi tujuan tertentu. Implikasi penelitian ini lebih ditekankan pada perbedaan piranti appraisal yang dapat digunakan untuk menunjukkan nilai solidaritas dan keberpihakan. Di samping itu, belum terdapat perbedaan yang jelas antara pergeseran makna dan perubahan makna pada terjemahan piranti appraisal. Maka penelitian ini berkontribusi menambah indikator untuk menggolongkan pemosisian penutur ke dalam kategori dipertahankan, digeser, diubah, dihilangkan, atau ditambah di dalam
10
teks terjemahan, yang kemudian berimplikasi pada kualitas terjemahan. Kemudian, penelitian ini juga menjelaskan hubungan antara teknik penerjemahan tertentu dan aspek akurasi dan keberterimaan terjemahan.
Batasan Penelitian Penelitian
ini
mendeskripsikan
penggunaan
piranti
appraisal
untuk
mewujudkan nilai solidaritas dan keberpihakan pada transkrip konferensi pers Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Australia. Teks sumber didapat dari situs web pemerintah Australia dan terjemahannya dari situs web Kedutaan Besar Australia
untuk
Indonesia.
Hasil
penelitian
tidak
dimaksudkan
untuk
menggeneralisasikan pengaplikasian ekspresi solidaritas dan keberpihakan pada unit linguistiktertentu. Potensi retoris dari unit kognitif tersebut dapat bervariasi karena pengaruh perbedaan teks, register, genre, domain wacana. Penelitian ini difokuskan bukan pada satuan kognitifnya, namun pada piranti appraisal yang dipilih untuk mengkonstruksikan posisi penutur dalam teks. Akhirnya, penelitian ini hanya membahas dua aspek kualitas terjemahan yang meliputi akurasi dan keberterimaan karena datanya bukan merupakan teks yang utuh, melainkan ada di level kata, frasa, dan klausa.