BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan suatu ikatan sosial yang menyatukan orang dalam satu
bentuk
ketergantungan
khusus
untuk
tujuan
membentuk
dan
mempertahankan keluarga (Biresaw, 2014). Pernikahan dapat terjadi pada usia anak atau remaja, yang disebut dengan istilah pernikahan dini. Pernikahan dini menurut United Nations Children’s Fund merupakan pernikahan sebelum usia 18 tahun, baik formal maupun informal (informal unions) (UNICEF, 2014). Alridhwany&Al-jawadi pada tahun 2014 menambahkan bahwa bila salah satu atau kedua pasangan
belum berusia 18 tahun, hal tersebut dikatakan sebagai
pernikahan dini. Pengertian yang sama juga disampaikan oleh United Nations Population Fund/UNFPA (2006) yang mendefinisikan bahwa pernikahan dini (early marriage) merupakan pernikahan apapun yang dilaksanakan sebelum usia 18 tahun, sebelum seorang perempuan siap secara fisik, fisiologis dan psikologis untuk menanggung tanggung jawab pernikahan dan pengasuhan anak. Pernikahan dini ini disebut pula dengan istilah pernikahan anak (child marriage) atau pernikahan remaja (Kole&Anuchitra, 2014; UNFPA, 2006; UNICEF, 2014). Meskipun definisi-definisi di atas memberikan batasan usia kurang dari 18 tahun sebagai pernikahan dini, namun batasan usia pernikahan legal di Indonesia sedikit berbeda. Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke atas, dan Indonesia masih di luar itu (BKKBN, 2012). Usia ideal untuk menikah menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
1
Nasional (BKKBN) adalah 20-24 tahun untuk wanita, dan minimal 25 tahun untuk pria, namun masih banyak penduduk yang menikah sebelum usia tersebut (BKKBN, 2015). Pernikahan usia dini merupakan praktik yang masih umum terjadi di beberapa negara di dunia. Data dari UNICEF menunjukkan bahwa lebih dari 700 juta wanita (atau 1 di antara 3 wanita) di dunia menikah pada usia anak-anak atau remaja (UNICEF, 2014). Di negara Irak, prevalensi pernikahan dini adalah sebesar 15,7%, dimana jumlah ini hampir terdistribusi merata di kalangan Muslim dan Kristiani (Al-Ridwany&Al-Jawadi, 2014). Sedangkan di Malawi, prevalensi pernikahan dini sangat tinggi khususnya pada perempuan, yakni 59,9% daripada pada laki-laki (13,7%) (Adebowale&Martins, 2013). Di Asia Selatan, hampir separuh dari jumlah perempuan menikah sebelum usia 18 tahun; satu di antara lima wanita bahkan menikah sebelum usia 15 tahun. Angka ini merupakan angka tertinggi di dunia, diikuti oleh Afrika Barat–Tengah dan Afrika Timur–Selatan, yakni 41% perempuan (Afrika Barat-Tengah) dan 38% perempuan (Afrika TimurSelatan) menikah pada usia anak-anak (UNICEF, 2014). Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37) dan tertinggi kedua di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) setelah Kamboja (BKKBN, 2012). Pada tahun 2002, proporsi wanita yang menikah di bawah usia 15 tahun di Indonesia sebesar 2,8%. Jumlah ini sedikit mengalami penurunan pada tahun 2013, dimana di antara perempuan usia 10-54 tahun, 2,6% menikah pertama kali pada umur kurang dari 15 tahun.
Sedangkan jumlah perempuan yang menikah pada umur 15-19 tahun sebesar 23,9% (Kemenkes, 2013). Banyak faktor yang menempatkan anak-anak perempuan berisiko mengalami pernikahan dini. Penelitian yang dilakukan oleh Rafidah et al. (2009) di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah menyimpulkan bahwa rendahnya persepsi mengenai pernikahan, rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya status ekonomi keluarga merupakan faktor-faktor yang berkorelasi kuat dengan pernikahan usia dini. Disamping itu, rendahnya tingkat pendidikan perempuan, status pekerjaan dan keputusan orang tua menjadi penentu pernikahan usia dini. BKKBN (2012) menyebutkan bahwa penyebab pernikahan dini di Indonesia terutama adalah pernikahan yang telah diatur (perjodohan) dan kehamilan di luar nikah. Pernikahan pada usia dini berkaitan erat dengan rendahnya outcome kesehatan pada perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Santhya et al. (2010) menyebutkan bahwa perempuan yang menikah pada usia 18 tahun ke atas lebih cenderung menolak terhadap adanya pemukulan istri, lebih menggunakan kontrasepsi untuk menunda kehamilan pertama dan lebih cenderung melahirkan di fasilitas kesehatan. Mereka juga kemungkinan lebih rendah dalam mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual dalam perkawinan mereka, atau mengalami keguguran atau kematian janin dibandingkan perempuan yang menikah lebih muda. Perempuan yang menikah muda cenderung akan meninggalkan pendidikan formal dan lebih cepat hamil (BKKBN, 2012; UNICEF, 2014). Kematian maternal pada perempuan usia 15-19 tahun cukup tinggi, yakni 70.000 kematian
per tahun di seluruh dunia. Sedangkan bayi yang lahir dari ibu berusia kurang dari 18 tahun juga memiliki risiko kematian di tahun pertamanya sebesar 60% lebih besar dari bayi yang lahir dari ibu berusia lebih dari 19 tahun. Jika bayi tersebut mampu bertahan hidup, mereka juga cenderung menderita bayi berat lahir rendah, nutrisi rendah, dan keterlambatan perkembangan fisik (UNICEF, 2014). Bagi remaja perempuan yang telah menikah usia dini, secara psikologis dan pengetahuan juga masih mengalami permasalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Sabi (2012) di Maluku menyimpulkan bahwa secara psikologis remaja perempuan remaja yang telah menikah mengalami tekanan psikologis, ketidakmampuan mekanisme koping, ketidakmampuan merawat anak dan harga diri rendah. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Gyesaw&Ankomah (2013) mengenai pengalaman kehamilan dan melahirkan perempuan remaja di Ghana menyimpulkan bahwa meskipun kehamilan pada remaja dapat diterima secara umum, namun diperlukan pendidikan mengenai teknik-teknik pengasuhan anak (parenting techniques) yang seharusnya diajarkan dalam program pendidikan seksual sehingga mereka siap untuk menjadi ibu. Oleh karena itu, para orang tua baru khususnya yang menikah pada usia dini perlu untuk mendapatkan pengetahuan mengenai pengasuhan anak sehingga ketika mereka memiliki kepercayaan diri untuk dapat mengasuh anak (parenting self efficacy). Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut selama ini belum banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Saleh et al. (2010) mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, kemampuan praktek dan percaya diri ibu dalam
menstimulasi tumbuh kembang bayi 0-6 bulan di Kabupaten Maros menunjukkan hasil bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan praktek dan kepercayaan diri ibu dalam pemberian ASI dan menstimulasi bayi. Penelitian ini menggunakan pendekatan modelling yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pada saat ibu memasuki trimester ketiga kehamilan, pada minggu kedua postpartum dan pada saat bayi berusia tiga bulan. Namun, subjek penelitian tersebut tidak dibatasi berdasarkan usia ibu, apakah ibu menikah pada usia dini atau tidak. Penelitian-penelitian lain mengenai pengetahuan dan sikap ibu dalam merawat anak juga belum banyak ditemukan, khususnya pada responden yang menikah usia dini. Selama ini, penelitian mengenai pengetahuan dan sikap ibu dikaitkan dengan perawatan BBLR (bayi berat lahir rendah) seperti yang dilakukan oleh Rahmayanti (2010) atau pengetahuan dan sikap mengenai pemberian ASI seperti penelitian Emilda (2011). Hasil-hasil penelitian mengenai pengetahuan tentang perawatan anak dan parenting self-efficacy (PSE) serta perilaku parenting masih bervariasi. (P. Coleman&Karraker
(1998)
menyatakan
bahwa
dengan
meningkatnya
pengetahuan akan berpengaruh terhadap interaksi orangtua-anak yang lebih efektif. Rasa percaya diri tersebut penting supaya ibu dapat mengaplikasikan pengetahuan pengasuhan anak yang dimilikinya secara lebih efektif. Demikian pula, rasa percaya diri tanpa adanya pengetahuan tidak memiliki hubungan positif dengan interaksi orangtua-anak. Conrad, et al., 1992 dan Hess, et al., 2004 cit. Grimes (2012) menunjukkan bahwa terdapat efek langsung antara PSE dan
pengetahuan parenting terhadap perilaku parenting. Namun penelitian Grimes (2012) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pengetahuan tentang parenting dan PSE terhadap perilaku parenting. Sedangkan di Indonesia sendiri, belum ditemukan penelitian mengenai interaksi antara pengetahuan parenting, PSE dengan perilaku parenting. Kabupaten Temanggung merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan jumlah pernikahan usia dini yang cukup tinggi. Pada tahun 2013 tercatat ada 240 perempuan berusia kurang dari 16 tahun yang menikah dan 2.419 perempuan yang menikah usia 16-19 tahun, atau sekitar 37,19% dari total perempuan yang menikah di tahun 2013 (BKKBN Temanggung, 2014). Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 1.300 perempuan. Kabupaten Temanggung sendiri secara geografis terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal, Semarang, Magelang dan Wonosobo. Wilayah kabupaten ini termasuk dataran tinggi yang dibatasi oleh dua buah gunung, yaitu Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani dengan sebagian besar wilayah adalah lahan pertanian, perkebunan dan hutan. Adapun jumlah penduduk pada tahun 2012 tercatat sebanyak 733.418 orang yang terdiri dari 367.807 laki-laki dan 365.611 perempuan dengan kepadatan 842 orang per km2. Keseluruhan jumlah penduduk tersebut tersebar pada 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Temanggung (www.temanggungkab.go.id).
Salah satu kecamatan yang memiliki angka pernikahan dini tinggi adalah kecamatan Gemawang. Sebanyak 39 perempuan usia <16 tahun, dan 150 perempuan usia 16-19 tahun menikah pada tahun 2013 di kecamatan ini (BKKBN Temanggung, 2014). Data per Juli 2014 menunjukkan terdapat 86 perempuan berusia kurang dari 19 tahun yang sudah menikah dan tinggal di kecamatan tersebut. Adapun jumlah tertinggi adalah di Desa Ngadisepi dimana terdapat 22 perempuan berusia kurang dari 19 tahun yang sudah menikah. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa responden (tokoh masyarakat dan orang tua pasangan yang menikah usia dini) didapatkan beberapa data mengenai hal-hal yang mendorong terjadinya pernikahan dini. Beberapa faktor itu diantaranya remaja telah hamil akibat hubungan seksual pranikah, tingkat sosial ekonomi orang tua yang rendah, tingkat pendidikan remaja yang rendah, dan faktor adat atau kepercayaan. Beberapa orang tua mengatakan bahwa bila anak perempuan mereka telah dilamar, maka lamaran tersebut harus diterima karena bila ditolak dikhawatirkan anaknya tidak mendapatkan jodoh lagi. Para remaja yang telah menikah di usia dini seringkali tidak merencanakan kehamilannya dengan baik sehingga persiapan yang dilakukan untuk pengasuhan anak juga tidak banyak dilakukan. Dari hasil studi literatur ditemukan bahwa masih sangat sedikit penelitian mengenai pendidikan kesehatan pada perempuan yang telah menikah di usia dini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan riset mengenai pendidikan kesehatan tentang perawatan anak pada para perempuan tersebut. Melalui
pendidikan kesehatan dengan teknik ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan parenting self-efficacy pada ibu yang menikah usia dini.
B. Perumusan Masalah Pernikahan pada usia kurang dari 18 tahun masih cukup tinggi persentasenya di Indonesia yang menempati urutan kedua di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Meskipun beberapa remaja maupun orang tua memiliki persepsi yang positif terhadap pernikahan usia dini, namun pernikahan dini menimbulkan banyak efek negatif khususnya pada perempuan. Pernikahan usia dini berkorelasi dengan kehamilan usia dini yang merupakan kehamilan berisiko tinggi, dapat menimbulkan fistula pada ibu dan tingginya risiko kematian maternal akibat kehamilan dan persalinan. Secara psikologis, perempuan remaja yang telah menikah seringkali mengalami rasa tertekan, ketidakmampuan koping, rasa tidak mampu dalam merawat anak, dan harga diri rendah. Sedangkan pada bayi lebih berisiko mengalami keguguran, berat bayi lahir rendah, dan risiko kematian yang lebih tinggi. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan parenting self efficacy ibu yang menikah usia dini. Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti adalah apakah pendidikan kesehatan mengenai perawatan anak berpengaruh terhadap parenting self efficacy, tingkat pengetahuan dan sikap mengenai perawatan anak.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan anak terhadap parenting self efficacy, pengetahuan dan sikap ibu mengenai perawatan anak pada ibu yang menikah usia dini di Kecamatan Gemawang, Temanggung Jawa Tengah. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbedaan pengetahuan tentang perawatan anak pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. b. Mengetahui perbedaan sikap tentang perawatan anak pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. c. Mengetahui perbedaan parenting self efficacy ibu yang menikah usia dini pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. d. Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, jenis kelamin bayi, dan dukungan keluarga dengan parenting self-efficacy
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Melalui penelitian ini, peneliti dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru dalam pelaksanaan penelitian dengan intervensi keperawatan yaitu pendidikan kesehatan. 2. Bagi perempuan yang menikah usia dini
Peneliti berharap hasil akhir dari penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya perempuan yang menikah usia dini di Kecamatan Gemawang agar dapat memberikan informasi pengetahuan baru sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka dalam perawatan anak. 3. Bagi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pengaruh pendidikan kesehatan mengenai perawatan anak terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan parenting self-efficacy ibu yang menikah usia dini. 4. Bagi tenaga kesehatan Hasil penelitian dapat memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan, khususnya perawat mengenai pendidikan kesehatan pada perempuan yang menikah usia dini, sehingga perawat diharapkan dapat meningkatkan peran dan fungsinya sebagai edukator, konselor dan advokator untuk meningkatkan kehidupan perempuan yang menikah usia dini.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini dijabarkan dalam tabel 1 berikut ini:
Tabel 1 Daftar beberapa penelitian yang sejenis berdasarkan nama peneliti, tahun, judul, metode dan hasil penelitian No. 1.
Peneliti, Judul Tahun Saleh et Pengaruh Pendidikan al. (2010) Kesehatan dengan Pendekatan Modelling terhadap Pengetahuan, Kemampuan Praktek dan Percaya Diri Ibu Dalam Menstimulasi Tumbuh Kembang Bayi 0-6 Bulan di Kabupaten Maros
Tujuan
Metode
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Mengidentifikasi efektivitas pemberian pendidikan kesehatan dengan pendekatan modelling pada para ibu terhadap pengetahuan, sikap, kemampuan praktek dan kepercayaan diri ibu
Quasi eksperiment pre-post control group design
Pendidikan kesehatan dengan pendekatan modelling yang dilakukan perawat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan praktek, kepercayaan diri ibu dalam pemberian ASI dan menstimulasi bayi, yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan tumbuh tumbuh kembang bayi
Metode penelitian dan intervensi
Subjek penelitian, tahapan penelitian dan materi pendidikan kesehatan
2.
Sanders & The Relationship Woolley between Maternal (2005) Self- efficacy and Parenting Practices: Implications for Parenting Training
Mengetahui hubungan antara maternal selfefficacy, praktik disiplin disfungsional dan masalah pada anak.
Quantitative method, survey
Pada keseluruhan subjek, pengukuran maternal self-efficacy merupakan prediktor terhadap cara pendisiplinan ibu yang diterapkan pada anak. Diperlukan strategi untuk pengasuhan anak (parenting) yang diperlukan ibu untuk pengasuhan anak dalam konteks yang lebih luas.
Variabel penelitian (maternal self efficacy)
Subjek dan metode penelitian.
3.
Kole & Anuchitra
Mengkaji pengetahuan dan sikap, juga untuk
True experimental
Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan pada kelompok eksperimen
Intervensi dan metode
Materi pendidikan
A Study to Evaluate the Effectiveness of
No.
4
Peneliti, Tahun (2014)
Bloomfiel d& Kendall (2005)
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Planned Teaching Programme on Impact of Early Marriage, Pregnancy Among Adolescent Girls in Selected Rural High School of Belgaum, Karnataka
mengimplementasikan dan mengetahui efektivitas program pengajaran terencana mengenai dampak pernikahan dini dan kehamilan pada remaja perempuan. Untuk mengkorelasikan, mencari asosiasi antara pengetahuan dan sikap dengan variabel demografi mengenai dampak pernikahan dini dan kehamilan pada remaja perempuan
study: pretest post-test control group design
setelah pelaksanaan program pengajaran terencana mengenai dampak pernikahan dini dan kehamilan. Skor rata-rata tingkat pengetahuan pada kelompok eksperimen adalah 33.03±1.86 dan ratarata skor tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol adalah 23.86±3.44. skor sikap rata-rata pada kelompok eksperimen adalah 37.93±4.78. hal ini mengindikasikan bahwa penegtahuan remaja perempuan mengenai dampak pernikahan dini dan kehamilan berkorelasi positif dengan sikapnya (r=0.386, p>0.05).
Testing a Parenting Programme Evaluation Tool as a Pre- and Post-course Measure of Parenting Selfefficacy
Mengukur perubahan dalam parenting selfefficacy setelah orang tua mengikuti program parenting dan untuk mengetahui apakah perubahan tersebut akan tetap ada selama follow up beberapa waktu.
Pre-test/ post-test design
Parenting self-efficacy meningkat pada akhir program parenting. Peningkatan ini juga tetap ada (bertahan) setelah dilakukan follow up selama empat bulan.
Persamaan
Perbedaan kesehatan dan subjek penelitian
Metode penelitian, variabel (parenting self-efficacy)
Subjek penelitian, metode, dan intervensi