BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bambu merupakan anggota dari famili Graminae, subfamili Bambuscideae dan suku Bambuseae. Bambu memiliki sifat seperti pohon dan dapat dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan dunia seperti Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Di dunia tercatat lebih dari 75 genera dan 1250 spesies bambu (Sharma, 1987 dalam Prayitno, 2012). Di Indonesia terdapat 48 jenis bambu yang potensial, tetapi yang diproses untuk aneka kegunaan komersial baru 9 jenis (Kasmudjo, 2010b). Bambu adalah salah satu tanaman berkayu dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Bambu membutuhkan waktu 3-5 tahun untuk mencapai pertumbuhan maksimum/dewasa, jika dibandingkan dengan pohon maka butuh waktu 20-120 tahun untuk mencapai kondisi yang sama pada kayu keras (hardwood) (Anon, 2012 dalam Bakar et al., 2013). Oleh karena itu, bambu dikenal sebagai material yang ramah lingkungan dan sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Hal yang paling penting dari bambu adalah batangnya yang memiliki sifat seperti kayu. Bambu merupakan material yang unik dikarenakan kekuatannya yang luar biasa, memiliki sifat regeneratif, dan nilai estetika/keindahan yang alami. Bambu secara tradisional digunakan untuk pembuatan jembatan sederhana, perancah, bambu belah, anyaman bambu, dan unsur tambahan dan dekoratif pada bangunan (Bakar et al., 2013). Produk-produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan bambu
1
2
mencapai lebih dari 60 macam. Produk tersebut dapat menggunakan bambu bulat, bambu belahan dan iratan. Fungsi kemasan dan seni sangat menonjol dalam pengolahan/pembuatan produk bambu (Kasmudjo, 2010b). Salah satu jenis bambu yang
umum
digunakan
masyarakat
Indonesia
adalah
bambu
petung
(Dendrocalamus asper). Pemanfaatan bambu petung di masyarakat sangat luas, seperti bahan bangunan, keranjang, mebel, kerajinan, alat pancing, bahan bakar (kayu bakar), sayuran (rebung) dan alat musik (Nuriyatin, 2000). Pemanfaatan bambu petung untuk mebel dan kerajinan tidak terlepas dari nilai/unsur keindahan bambu sebagai bahan alam. Namun, pemanfaatan nilai keindahan dari bambu masih belum optimal dan belum memiliki nilai tambah yang tinggi dikarenakan produkproduk yang diolah dari bambu memiliki batasan pada dimensi bambu yang bulat dan berongga. Untuk mengatasi permasalahan akibat keterbatasan bentuk dan dimensi tersebut, bambu dapat diolah dengan teknologi perekatan/laminasi sehingga dapat memiliki dimensi tebal, lebar dan panjang seperti papan dan penggunaannya semakin luas. Aplikasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan penggunaan, salah satunya untuk tujuan dekoratif. Pada penelitian ini, bambu petung akan diolah dalam aplikasi teknologi perekatan berupa overlay decorative adhesion technology untuk memanfaatkan nilai estetika/keindahan alami bambu yang selama ini sangat ditonjolkan dalam pengolahan bambu di masyarakat, yakni berupakayu lapis overlay. Kayu lapis adalah suatu susunan bersilangan tegak lurus dari lembaran venir yang diikat dengan perekat, kecuali konstruksi khusus dan jumlah venirnya ganjil (Anonim,
3
1974 dalam Prayitno, 2012a). Pada penelitian ini, kayu lapis yang dibuat berupa kayu lapis overlay yang terdiri atas dua lapis yang disusun bersilangan tegak lurus dimana kenampakan bambu petung ditonjolkan sebagai lapisan luar atau tepi (face) berupa iratan dan untuk bagian intinya (core) dari kayu sengon. Sengon merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh di dunia (fastgrowing species). Sebarannya di Indonesia cukup luas yakni tersebar di seluruh pulau Jawa, Maluku dan Papua. Kayu sengon (Albizia falcataria Backer) merupakan pohon yang banyak dibudidayakan dalam skala besar pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dan maupun dalam skala kecil pada hutan rakyat. Sengon dapat dipanen pada umur yang relatif singkat yaitu 5-7 tahun setelah tanam (Siregar, 2011). Oleh karena itu, ketersediaan kayu sengon yang cukup banyak membuat kayu ini juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagian besar penggunaan kayu Sengon di masyarakat masih sederhana untuk menghasilkan peti kemas, palet, bahan bangunan serta mebel (Supriadi, 2006). Kayu sengon memiliki sifat dengan kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V serta berat jenis 0,33 (Iskandar, 2006). Jika dibandingkan dengan bambu petung, maka kayu sengon memiliki kualitas yang lebih rendah dan kombinasi keduanya cocok untuk aplikasi kayu lapis overlay. Berat jenis bambu petung sebesar 0,7 (Anonim, 1995). Pada produk-produk perekatan, maka keberhasilan dalam perekatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor bahan direkat. Sifatsifat yang terdapat pada bambu sebagai bahan direkat dipengaruhi oleh struktur anatominya. Seperti halnya tanaman monokotil lain, anatomi batang bambu
4
tersusun selain oleh parenkim sebagai jaringan dasar juga oleh ikatan pembuluh yang tertanam dalam parenkim (Liese, 1998). Pada arah longitudinal dan radial bambu terdapat variasi sifat anatomi yang mempengaruhi sifat fisika dan sifat perekatannya. Jumlah ikatan pembuluh dalam batang bambu meningkat dari pangkal ke ujung, meningkatnya jumlah ikatan mempengaruhi kerapatannya. Penyebaran ikatan pembuluh mempunyai pola yang tidak merata baik pada bagian luar, tengah maupun dalam dan distribusi ikatan akan semakin rapat susunannya ke arah luar dengan adanya pengurangan ukuran ikatan (Nuriyatin, 2000). Penelitian mengenai pengaruh anatomi bambu terhadap sifat perekatannya perlu dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki bambu sehingga hasilnya dapat dipergunakan terutama dalam memanfaatkan bambu secara optimal. Penelitian sifat perekatan kayu lapis dari iratan bambu petung dan kayu sengon, pada dasarnya merupakan upaya untuk mengetahui sifat perekatannya sehingga aplikasi teknologi laminasi ini didukung fakta yang valid. Daya dukung data yang valid dan menjanjikan dapat merekomendasikan
penggunaan
kayu
menjadi pertimbangan untuk
lapis
tersebut
sebagai
upaya
mengoptimalkan penggunaan bambu baik dari segi teknologi maupun ekonomi.
5
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
a. Mengetahui pengaruh interaksi posisi longitudinal dan radial iratan bambu petung terhadap sifat perekatannya dengan kayu sengon. b. Mengetahui pengaruh posisi longitudinal iratan bambu petung terhadap sifat perekatan dengan kayu sengon. c. Mengetahui pengaruh posisi radial iratan bambu petung terhadap sifat perekatannya dengan kayu sengon.
2. Mengetahui kombinasi iratan bambu petung-kayu sengon mana yang akan menghasilkan sifat kayu lapis yang paling baik.
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan nilai tambah dalam penggunaan iratan bambu pada aplikasi teknologi laminasi untuk tujuan dekoratif . 2. Meningkatkan efisiensi penggunaan bambu petung dalam pembuatan kayu lapis. 3. Sebagai acuan pemanfaatan bambu petung dan kayu sengon dalam aplikasi teknologi laminasi.