1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah Penelitian Basic Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur darurat yang digunakan untuk menjaga oksigenasi darah
dan perfusi jaringan
yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi jantung, pada pasien yang mengalami henti
jantung (cardiac arrest) (Smith dan Grose, 2011).
Prosedur ini merupakan prosedur yang sangat penting dikuasai oleh mahasiswa
kesehatan
karena
merupakan
rangkaian
dari
rantai
penyelamatan hidup yang dapat meningkatkan kesempatan hidup pasien yang mengalami cardiac arrest. Resusitasi yang berkualitas dapat mengoptimalkan return of spontaneus circulation (Lee, 2012), tetapi banyak mahasiswa kedokteran tidak prosedur
ini
percaya diri dalam melakukan
(Wu, 2006). Prosedur ini
juga menuntut perawat untuk
mampu berespon secara cepat dan efisien dalam menghadapi pasien dengan cardiac arest, tetapi beradasarkan hasil penelitian Husebo (2012) performa perawat dalam melakukan CPR masih buruk. Keterampilan Basic CPR merupakan salah satu keterampilan yang harus
dikuasai
oleh
mahasiswa
keperawatan
untuk
mendukung
kompetensi perawat yaitu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kegawatdaruratan
berdasarkan pada kurikulum nasional D III
keperawatan tahun 2006 dan juga berdasarkan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang perawat . Keterampilan ini juga mendukung kompetensi perawat ahli madya yaitu melaksanakan prosedur bantuan hidup dasar pada situasi gawat darurat/bencana (PPNI, 2012). Keterampilan klinik prosedural
bervariasi tingkat kesulitannya dari
yang mudah sampai dengan keterampilan yang sangat kompleks. Keterampilan prosedural dengan satu
yang simpel memungkinkan dapat dilakukan
kali latihan saja, tetapi keterampilan prosedural yang
2
kompleks tidak bisa dilatih hanya dengan satu kali latihan saja, tetapi harus sering dilatihkan
(Ormrod,2004).
Basic cardiopulmonary
resuscitation (CPR) merupakan salah satu keterampilan yang kompleks. Tindakan basic CPR bukan merupakan satu jenis keterampilan tunggal semata, melainkan suatu keterampilan yang berkesinambungan tidak terputus antara pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam memberikan pertolongan (Subagjo et al, 2011). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa
prosedur
CPR
tidak
hanya
mengandalkan
keterampilan saja tetapi merupakan gabungan antara pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (psychomotor skill) yang harus dikuasai oleh mahasiswa kesehatan (Nori, 2011). Persiapan yang dilakukan agar mahasiswa dapat melaksanakan Psychomotor skill basic CPR dalam pendidikan keperawatan diperoleh melalui
proses
pembelajaran
keterampilan
klinik
di
laboratorium.
Laboratorium keterampilan klinik adalah fasilitas pelayanan pendidikan kesehatan yang mempunyai berbagai keuntungan untuk mahasiswa kedokteran
dan
staff,
diantaranya
yaitu
laboratorium
merupakan
lingkungan yang aman dan terlindungi bagi mahasiswa yang akan berlatih keterampilan klinik sebelum langsung melakukan tindakan terhadap pasien sesungguhnya (Al-Elq,2007). Pembelajaran di laboratorium merupakan tahapan pembelajaran setelah proses pembelajaran teori, dan juga sebagai bentuk dari proses belajar mengajar untuk menyampaikan keterampilan kepada peserta didik sesuai
dengan
kompetensi
yang
diharapkan.
Pembelajaran
di
laboratorium merupakan tahapan proses pembelajaran yang penting untuk mempersiapkan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran praktik di klinik atau di lapangan. Pembelajaran di laboratorium juga mempersiapkan mahasiswa agar dapat merawat pasien dengan aman pada saat pembelajaran di klinik sebenarnya (Tuoriniemi dan Schott-Baer, 2008).
3
Menurut Suryadi tahun 2008 tujuan belajar dalam suasana di laboratorium
adalah
membantu
memudahkan
tercapainya
tujuan
pendidikan terutama kognisi, menggunakan berbagai macam indera dan stimuli sehingga dapat membantu penyusunan pengetahuan para pembelajar dan melatih keterampilan atau sikap untuk tugas masa depan, latihan berbagai segmen pelatihan yang merupakan bagian dari keterampilan
yang
harus
dikuasai.
Kelebihan
pembelajaran
di
laboratorium adalah dapat memperluas atau memperkaya informasi verbal maupun tertulis, memungkinkan tingkat pencapaian kompetensi kognitif yang lebih tinggi, memungkinkan pencapaian kombinasi keterampilan tertentu dan memungkinkan pencapaian tujuan ranah attitude/sikap/moral. Kurikulum
yang digunakan di Akademi Keperawatan (AKPER)
Kabupaten Sumedang untuk mendukung keterampilan basic CPR dijabarkan dalam bentuk mata kuliah Keperawan Gawat Darurat, dengan salah satu topik pembelajarann yaitu konsep dasar basic CPR. Topik pembelajaran
tersebut
termasuk
dalam
salah
satu
tujuan
pembelajarannya adalah agar mahasiswa mampu melaksanakan basic CPR yang kemudian dikembangkan dalam bentuk pembelajaran di kelas dalam bentuk ceramah, serta pembelajaran di laboratorium dalam bentuk skill lab. Adapun penempatan mata kuliah ini adalah pada tahun ketiga (tahun terakhir) dengan alasan bahwa seluruh mahasiswa hampir telah terpapar oleh mata kuliah pra syarat untuk dapat mengikuti mata kuliah ini. Akan tetapi, tingkat kelulusan mahasiswa dalam mata kuliah ini dari tahun ke tahun selalu menempati posisi terbawah baik itu teori maupun praktik. Padahal proses pembelajaran mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya yang juga terdapat skill lab di dalamnya mendapat perlakuan yang sama. Sehingga mungkin ada faktor lain yang menyebabkan mengapa mata kuliah ini selalu didapatkan mahasiswa dengan tingkat kelulusan yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam pencapaian keterampilan klinik menurut Ker dan Bradley (2007) dalam
4
Dent
dan Harden (2009) adalah memastikan adanya
maksud
dari
kegiatan pembelajaran yang dilakukan (peningkatan kualitas, latihan, penelitian dan peraturan),
proses pembelajaran menyerupai pada
keadaan yang sebenarnya (reality fidelity), dan peserta didik (individu, tim, organisasi). Proses belajar mengajar keterampilan klinik basic CPR di laboratorium AKPER
Kabupaten Sumedang sudah
memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam pencapaiannya. Meskipun sudah memperhatikan faktor-faktor tersebut diatas, tetapi terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya misalnya ketika mendemonstrasikan keterampilan basic CPR, dilakukan bersama-sama dengan menjelaskan langkah-langkah dan alasan prosedur tersebut, sehingga waktu demonstrasi tidak sesuai dengan waktu yang sebenarnya dibutuhkan dalam melakukan tindakan basic CPR. Sementara itu berdasarkan teori bahwa pembelajaran di laboratorium harus di mulai dengan
demonstrasi
oleh
instruktur
sesuai
dengan
waktu
yang
sebenarnya, baru pada tahap selanjutnya demonstrasi dilakukan bertahap dengan penjelasan yang sesuai dengan kebutuhan (Dent &Harden, 2009). Padahal langkah tersebut sangat penting untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tahap knows how sebagai dasar agar mencapai tahap shows how. Sehingga hal itu mungkin menjadi penyebab masih banyaknya mahasiswa yang merasa kesulitan untuk menguasai keterampilan basic CPR. Adapun
alasan
mahasiswa
merasa
kesulitan
melakukan
keterampilan basic CPR , diantaranya adalah karena tahap–tahapannya terlalu banyak, keterampilan yang harus dikuasai tidak hanya satu jenis dan kurang percaya diri dalam melakukan tindakan tersebut. Sehingga kelululusan untuk keterampilan ini di institusi kami sangat rendah. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Nori (2011) bahwa terdapat pengetahuan, keterampilan dan
percaya diri yang rendah pada
mahasiswa kesehatan dalam melakukan basic CPR.
5
Kekurangan lainnya dalam proses pembelajaran laboratorium di institusi kami salah satunya adalah hanya fokus pada psychomotor skill saja, belum mencakup aspek kognitif padahal laboratorium hendaknya dalam
pembelajaran di
tujuan pembelajarannya
mencakup
pencapaian kognitf, afektif dan psikomotor, sehingga dapat meningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar (Reynolds, et al, 2000). Sesuai dengan kurikulum yang digunakan di AKPER Kabupaten Sumedang mengacu kepada kurikulum
yang
Nasional D III Keperawatan tahun 2006,
bahwa mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat di tempatkan di semester 6 sebanyak 2 SKS (1 SKS teori dan 1 SKS laboratorium). Salah satu topik yang dibahas dalam mata kuliah ini adalah keterampilan klinik basic CPR. Keterampilan ini dilakukan pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung. Sehingga salah dasar pengetahuan yang harus dimiliki mahasiswa agar dapat melaksanakan basic CPR dengan baik, selain harus mengetahui prosedur pelaksanaan basic CPR juga harus mengetahui indikasi dilakukannya basic CPR. Tetapi pada kenyataan pemberian materi tersebut dilakukan secara terpisah dan bahkan disampaikan oleh dosen pengampu yang berbeda pula.padahal secara teori
pencapaian kognitif yang berhubungan dengan bagaimana
melakukan sesuatu (procedural knowledge) sangat penting dalam proses pembelajaran keterampilan prosedural (psychomotor skill), sehingga seharusnya metode pembelajaran di laboratorium harus diawali dengan penjelasan procedural knowledge (Bruning et al, 2004). Procedural knowledge yang dikuasai oleh peserta didik adalah dasar untuk melewati tahap pembelajaran keterampilan dari mulai tahap kognitif, asosiatif dan otomatis. Pembelajaran di laboratorium membantu peserta didik untuk mencapai keterampilan sampai pada tahap otomatis melalui tahap kognitif dan asosiatif. Ketika mahasiswa mampu mencapai tahap asosiatif berarti mahasiswa sudah memperoleh pencapaian pada tahap
kognitif. Selama ini pembelajaran di laboratorium AKPER
Sumedang seakan-akan terpisah atau ada batas antara pembelajaran di
6
kelas dengan di laboratorium, padahal secara teori seharusnya ada kesinambungan antara teori dengan praktik laboratorium keterampilan. Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara pengetahuan prosedural dengan keterampilan
klinik
resusitasi
jantung
paru
(RJP)
mahasiswa
keperawatan.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Apakah pengetahuan mengenai prosedur suatu tindakan menentukan pencapaian keterampilan klinik mahasiswa keperawatan?”
C. Tujuan Penelitian Mengetahui
hubungan antara pengetahuan prosedural dengan
keterampilan klinik resusitasi jantung paru (RJP) mahasiswa keperawatan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Manfaat akademis dari hasil penelitian ini yaitu diharapkan dapat menambah
informasi
dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
khususnya pengembangan teori pembelajaran keterampilan di laboratorium. 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan proses belajar mengajar di
laboratorium
sehingga
diharapkan
dapat
meningkatkan
kompetensi mahasiswa b. Mengembangkan
strategi
pembelajaran
yang
tepat
di
laboratorium agar lebih optimal untuk menjaga keselamatan pasien pada saat di rawat oleh mahasiswa pada proses pembelajaran di klinik pada tahap selanjutnya.
7
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya tentang proses belajar mengajar di laboratorium adalah sebagai berikut: Fakta dalam pendidikan kedokteran berdasarkan hasil penelitian Junger et al (2005) bahwa keterampilan jarang atau minimal dilatihkan pada peserta didik tetapi sangat penting untuk dikuasai adalah keterampilan
komunikasi
dan
penelitiannya yang berjudul
keterampilan
teknik
klinis,
dalam
Effect of basic clinical skills training on
objective structured clinical examination performance. Hal tersebut mendasari penulis untuk meneliti tentang keterampilan teknik klinis, tidak meneliti
tentang
keterampilan
komunikasi
karena
sudah
diteliti
sebelumnya oleh Silvi (2010) bahwa tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara ujian tulisan mahasiswa kedokteran dengan hasil ujian performa keterampilan
komunikasi, dalam tesisnya yang berjudul
hubungan hasil ujian tulis dan ujian praktik keterampilan komunikasi pada mahasiswa kedokteran tahun pertama di FK Unjani. Procedural knowledge juga pernah diteliti yaitu mengenai hubungan antara procedural knowledge dan declarative knowledge yang hasilnya menyatakan adanya hubungan antara procedural knowledge dengan declarative
knowledge,
yaitu
procedural
knowledge
dibentuk
dari
declarative knowledge. Kemudian Lund et al (2012) juga pernah meneliti bahwa
terdapat
keterampilan
hubungan
prosedural
di
yang
signifikan
laboratorium
antara
dengan
hasil
evaluasi
hasil
evaluasi
keterampilan prosedural di klinik yang sesungguhnya. Hubungannya yaitu semakin terampil mahasiswa di laboratorium, maka mahasiwa tersebut juga akan lebih terampil ketika berhadapan langsung dengan pasien sesungguhnya di klinik. Pencapaian pengetahuan mahasiwa selama mengikuti pendidikan di kelas
juga
telah
dilakukan
penelitian
dengan
membandingkan
pengetahuan yang dicapai oleh mahasiswa dengan menggunakan
8
kurikulum konvensional dengan mahasiswa yang menggunakan kurikulum terintegrasi oleh
Veken
et al (2009), hasilnya bahwa pengetahuan
mahasiswa dengan menggunakan kurikulum terintegrasi lebih baik daripada pengetahuan mahasiswa dengan menggunakan kurikulum tidak terintegrasi.
Sementara
itu
penelitian
yang
berhubungan
dengan
keterampilan teknik prosedural masih jarang diteliti. Sehingga dalam penelitian ini dihubungakan antara procedural knowledge dengan psychomotor skill, karena penelitian seperti ini belum ada, dan ketrampilan teknik procedural yang akan diteliti yaitu keterampilan basic CPR, karena keterampilan ini merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dikuasai oleh tenaga kesehatan, tetapi banyak diantara mereka yang tidak percaya diri dalam melakukan tindakan tersebut (Kovacks,1997)dalam penelitiannya yang berjudul Procedural skill ini medicine: linking theory to practice Serta penelitian yang berjudul Procedural skills: What’s taught in medicalschool, what ought to be? Tahun 2007 oleh SR Turner et al, tentang evaluasi procedural skill yang disampaikan kepada mahasiswa secara adekuat dan keterampilan yang jarang diberikan kepada mahasiswa menyimpulkan bahwa proses pembelajaran di laboratorium merupakan proses yang kompleks tidak hanya menyampaikan skill tetapi juga kognitif. Penelitian tentang keterampilan CPR juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah simulasi basic CPR dibandingkan pengetahuan kelompok control sebelum dan sesudah presentasi studi kasus basic CPR ( Scherer, 2007). Penelitian selanjutnya juga menyimpulkan bahwa keterampilan basic CPR pada mahasiswa tidak ada peningkatan keterampilan antara mahasiswa yang melakukan simulasi sendiri, dengan mahasiswa yang melihat kelompok pertama yang
melakukan simulasi (Husebo et al, 2012).
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa hasil observasi pada perawat di
9
rumah sakit dalam melakukan basic CPR pada pasien dengan cardiac arrest sangat buruk (Abella, 2005).