Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian Senyawa kompleks oktahedral yang mengandung ion logam pusat transisi seri pertama dengan konfigurasi d4–d7 dapat berada dalam dua keadaan elektronik berbeda,
spin rendah (Low Spin = LS) atau spin tinggi (High Spin = HS)
bergantung pada kekuatan medan ligan yang mengelilinginya. Dalam medan ligan sedang (intermediate), perbedaan energi di antara keadaan spin rendah dan spin tinggi cukup kecil sehingga adanya gangguan dari luar seperti temperatur, tekanan atau penyinaran dapat menyebabkan perubahan keadaan spin rendah menjadi spin tinggi atau sebaliknya (LS ↔ HS). Fenomena perubahan keadaan spin ini dikenal sebagai transisi spin (Spin Transition = ST) atau penyeberangan spin (Spin Crossover = SC) (Gütlich dkk., 2000). Senyawa kompleks yang dapat menunjukkan fenomena transisi spin disebut sebagai kompleks ST.
Sebagian besar penelitian transisi spin yang telah
dipublikasikan berkembang dari kompleks ST dengan temperatur transisi rendah sampai ke temperatur ruang (König dkk., 1985; Gallois dkk., 1990; Lavrenova dkk., 1995; Floquet dkk., 2003). Sangat sedikit kompleks ST dengan temperatur transisi di atas temperatur ruang yang dilaporkan (Garcia dkk.,
2002).
Ini
disebabkan sebagian besar kompleks ST mengalami dekomposisi pada temperatur tinggi sehingga karakter transisi spinnya tidak dapat diamati dan dimanfaatkan. Oleh sebab itu yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah upaya apa yang harus dilakukan untuk bisa mengamati kompleks ST dengan karakter transisi spin di atas temperatur ruang tanpa menyebabkan kompleks tersebut terdekomposisi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menurunkan temperatur transisi kompleks ST tersebut. Medan magnetik dapat menurunkan energi kompleks ST keadaan spin tinggi.
Oleh karena itu medan magnetik dapat menurunkan
temperatur transisi dari spin rendah ke spin tinggi. Seperti yang dilaporkan oleh Bousseksou, transisi spin kompleks [Fe(phen)2(NCS)2] mengalami pergeseran ke arah temperatur lebih rendah sebesar 2 K dalam medan magnetik eksternal sebesar
1
32 Tesla (Gütlich dan Goodwin,
2004).
Medan magnetik eksternal dapat
menurunkan temperatur transisi tetapi penurunannya kurang signifikan. Oleh sebab itu pada penelitian ini dikembangkan upaya menurunkan temperatur transisi melalui pengaruh medan magnetik internal. Medan magnetik internal dipilih karena medan magnetik internal diharapkan dapat memberikan pengaruh lebih besar dibanding medan magnetik eksternal. Selain itu medan magnetik internal dapat diperoleh dengan mudah dari senyawa kompleks pengarah magnetik yang dapat digabungkan dengan kompleks ST. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perlu diuji: 1. Apakah kompleks ST dapat digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik untuk menghasilkan senyawa baru? 2. Apakah dalam senyawa baru tersebut transisi spin kompleks ST masih bisa diamati? 3. Apakah temperatur transisi kompleks ST dalam senyawa baru tersebut berubah menjadi lebih rendah dan seberapa besar perubahannya? 4. Bila kompleks ST dalam senyawa baru tidak menunjukkan transisi spin, faktor apa penyebabnya?
Kompleks ST merupakan kompleks kation yang pasti dapat digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik yang merupakan kompleks anion. Penggabungan ini diharapkan menghasilkan senyawa baru yang stoikiometris. Dalam senyawa baru transisi spin kompleks ST bisa diamati dengan perubahan temperatur transisi menjadi lebih rendah. Besarnya perubahan temperatur transisi kompleks ST ke arah temperatur lebih rendah dapat diamati secara signifikan. Perubahan kerangka molekul kompleks ST dapat menyebabkan perubahan medan ligan di sekitar ion logam pusat sehingga karakter transisi spin tidak dapat dipertahankan. Sejauh ini belum ada publikasi penggabungan kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik untuk menurunkan temperatur transisi spin kompleks ST di bawah pengaruh medan magnetik internal dari kompleks pengarah magnetik. Tetapi konsep penggabungan kompleks kation dengan kompleks pengarah magnetik menjadi senyawa baru telah berkembang sejak akhir abad 20. Sebagian besar penggabungan dua kompleks tersebut bertujuan untuk meningkatkan
2
temperatur Curie kompleks pengarah magnetik (Decurtins dkk., 1994, ClementeLeon dkk., 1997,
Coronado dkk., 2001, Clemente-Leon dkk., 2006). Namun,
ada penggabungan yang menghasilkan kompleks ST dari kompleks yang semula tidak memiliki karakter transisi spin.
Seperti yang dilaporkan oleh Sieber,
kompleks kobalt(II) dengan ligan 2,2’-bipiridin pada keadaan spin tinggi ketika digabungkan dengan kompleks litium(I)-kromium(III) oksalat menghasilkan senyawa baru dengan karakter transisi spin. Temperatur transisinya diamati pada 161 K (Sieber dkk., 2000).
Salah satu kompleks yang dapat berfungsi sebagai pengarah magnetik adalah kompleks oksalat dengan berbagai ion logam transisi. Kompleks oksalat dengan dua ion logam transisi dikenal sebagai kompleks oksalat bimetalik.
Dalam
kompleks tersebut, ion oksalat merupakan ligan jembatan yang dapat bertindak sebagai
mediator
dihubungkannya.
interaksi
magnetik
di
antara
ion-ion
logam
yang
Pada penelitian ini dipilih kompleks bimetalik mangan(II)-
kromium(III) oksalat karena kompleks ini pada temperatur ruang bersifat paramagnetik dan pada temperatur rendah
menjadi feromagnetik yang dapat
menghasilkan medan magnetik internal (Decurtins dkk., 1994; Pellaux dkk., 1997; Coronado dkk., 2001). Selain itu kompleks ini memiliki struktur yang terdiri atas lapisan-lapisan magnetik yang dibentuk oleh jaringan mangan(II)kromium(III) oksalat dengan stoikiometri [MnCr(ox)3]nn-.
Di antara lapisan-
lapisan magnetik tersebut terdapat rongga yang dapat ditempati oleh kompleks ST. Oleh karena itu berdasarkan sifat magnetik dan strukturnya,
kompleks
mangan(II)-kromium(III) oksalat ini sangat tepat digunakan sebagai kompleks pengarah magnetik untuk digabungkan dengan kompleks ST.
Kompleks ST dapat dibentuk oleh berbagai ion logam transisi seri pertama dengan konfigurasi d4-d7,
dan yang dipilih pada penelitian ini adalah kompleks ST
besi(II) karena transisi spin besi(II) menghasilkan perubahan sifat magnetik yang jelas dari diamagnetik pada keadaan spin rendah menjadi paramagnetik pada keadaan spin tinggi.
Dengan demikian pengaruh medan magnetik terhadap
transisi spin besi(II) dapat diamati dengan jelas. Pada penelitian ini kompleks ST besi(II) yang dipilih adalah kompleks besi(II) dengan ligan 4-amino-1,2,4-triazol
3
(NH2trz).
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan kompleks ST ini
menunjukkan transisi spin pada temperatur ruang (Lavrenova dkk., 1995; Kahn dan Martinez, 1998). Dengan demikian temperatur transisi spin kompleks ST ini mudah diukur karena berada dalam rentang temperatur pengukuran kebanyakan instrumen magnetometer. Demikian juga diharapkan pada saat kompleks ST ini digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik temperatur transisinya masih dalam rentang temperatur yang mudah diukur. Karakter transisi spin besi(II) ditentukan oleh sifat ligan dan dipengaruhi oleh anion dan molekul air yang tergabung dalam kompleks ST (van Koningsbruggen dkk., 1997, Garcia dkk., 1997, Gütlich dan Goodwin, 2004). Oleh sebab itu pada penelitian ini perlu diuji apakah pengaruh medan magnetik internal sama terhadap kompleks ST besi(II) dengan ligan dan anion berbeda. Untuk itu perlu dilakukan kajian awal transisi spin besi(II) dalam kompleks ST dengan beragam ligan dan anion. Untuk variasi ligan, selain ligan NH2trz dipilih ligan 2,(2’-piridil)kuinolin (pq). Struktur ligan pq terdiri atas dua cincin piridin dan satu benzena yang terikat sebagai cabang pada salah satu cincin piridin. Cincin piridin yang mengikat gugus benzena dinamai sebagai kuinolin. Adapun struktur ligan NH2trz terdiri atas satu cincin beranggota dua atom karbon dan tiga atom nitrogen dengan satu gugus amino sebagai cabang pada salah satu atom nitrogen.
Gugus cabang
benzena yang ruah pada ligan pq menimbulkan efek sterik yang menyebabkan jarak ikatan ligan pq terhadap ion logam pusat lebih panjang daripada jarak ikatan ligan NH2trz terhadap ion logam pusat. Oleh karena itu kompleks besi(II) dengan ligan pq lebih mudah mengalami transisi ke keadaan spin tinggi sehingga temperatur transisi spin kompleks ST besi(II) dengan ligan pq lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks ST besi(II) dengan ligan NH2trz. Seperti yang dilaporkan oleh Onggo,
kompleks besi(II) dengan ligan pq dan anion
perklorat menunjukkan transisi spin dengan temperatur transisi pada 150 K (Onggo dkk., 1990).
4
Untuk variasi anion dipilih anion klorida, tetrafluoroborat dan perklorat. Ukuran anion perklorat lebih besar daripada ukuran anion tetrafluoroborat dan ukuran anion tetrafluoroborat lebih besar daripada ukuran anion klorida. Ukuran anion lebih besar menyebabkan volume kompleks lebih besar sehingga mudah mengalami transisi ke keadaan spin tinggi (Haasnoot, 2000). Oleh karena itu diharapkan temperatur transisi kompleks ST besi(II) dengan anion perklorat lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks dengan anion tetrafluoroborat dan kompleks dengan anion klorida.
Pemilihan variasi ligan dan anion tersebut diharapkan cukup mewakili untuk mendapatkan kajian pengaruh jenis ligan dan ukuran anion terhadap temperatur transisi spin kompleks ST besi(II).
I.2 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalahnya, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan informasi fenomena transisi spin kompleks ST besi(II) dengan beragam ligan dan anion. 2. Menentukan kriteria pembentukan senyawa gabungan kompleks ST besi(II) dengan pengarah magnetik mangan(II)-kromium(III) oksalat. 3. Memperkaya jumlah dan jenis senyawa hasil penggabungan dua kompleks berbeda. 4. Mendapatkan pola transisi spin besi(II) dalam medan magnetik internal yang berasal dari mangan(II)-kromium(III) oksalat sebagai solusi penurunan temperatur transisi.
I.3 Pelaksanaan Penelitian Secara Garis Besar
Pada penelitian ini dilakukan sintesis berbagai senyawa kompleks yang meliputi kompleks ST besi(II) dengan ligan NH2trz dan pq, kompleks pengarah magnetik mangan(II)-kromium(III) oksalat dan penggabungan masing-masing kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik.
5
Sintesis kompleks ST besi(II) dengan ligan NH2trz dilakukan melalui reaksi garam besi(II) dengan ligan NH2trz dengan rasio mol 1:3 dalam pelarut metanol yang telah dideoksigenasi di bawah atmosfer gas N2 pada temperatur ruang. Prosedur yang sama dilakukan pada sintesis kompleks ST besi(II) dengan ligan pq tetapi dengan rasio mol 1:5. Sintesis kompleks mangan(II)-kromium(III) oksalat dilakukan melalui reaksi kompleks kromium(III) oksalat dengan garam mangan(II) dan anion tetrabutilamonium dengan rasio mol 1:1:1 dalam pelarut air. Untuk mendapatkan senyawa baru dilakukan penggabungan masing-masing kompleks ST besi(II) dengan kompleks mangan(II)-kromium(III) oksalat dalam pelarut campuran metanol-air.
Senyawa yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektroskopi serapan atom, analisis unsur C,
H,
N,
analisis termogravimetri,
difraksi sinar-X dan
spektroskopi inframerah. Karakterisasi ini dilakukan untuk menentukan rumus kimia, sistem kristal dan struktur senyawa. Untuk menentukan karakter transisi spinnya dilakukan pengukuran sifat magnetik dengan neraca suseptibilitas magnetik dan magnetometer MPMS-7.
Hasil pengukuran sifat magnetik menunjukkan transisi spin terjadi pada kompleks besi(II) dengan ligan NH2trz dan pq dengan berbagai anion yang teridiri atas klorida, tetrafluoborat dan perklorat. Temperatur transisi untuk kompleks besi(II) dengan ligan NH2trz teramati di atas temperatur 270 K,
sedangkan untuk
kompleks besi(II) dengan ligand pq teramati pada temperatur di bawah 170 K. Kompleks pengarah magnetik mangan(II)-kromium(III) oksalat menunjukkan sifat paramagnetik pada temperatur ruang dengan nilai momen magnetik 7,1 BM. Penggabungan kompleks ST besi(II) dengan kompleks mangan(II)-kromium(III) oksalat menghasilkan 4 senyawa baru.
Dari ke empat senyawa tersebut,
gabungan senyawa kompleks ST besi(II) dengan ligan NH2trz menunjukkan transisi spin dengan temperatur transisi kira-kira19–48 K lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks ST sebelum digabungkan. Sedangkan gabungan senyawa kompleks besi(II) dengan ligan pq tidak menunjukkan transisi spin melainkan spin tinggi normal.
6
Berdasarkan kajian tersebut dapat dirumuskan model penggabungan kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik yang dapat menurunkan temperatur transisi. Model ini diharapkan dapat diterapkan untuk identifikasi kompleks ST dengan temperatur transisi tinggi sehingga membuka peluang terciptanya senyawa ST dengan berbagai variasi temperatur transisi. Ini memungkinkan aplikasi yang lebih luas senyawa ST dalam elektronika molekular.
I.4 Sistematika Disertasi
Keseluruhan kegiatan dan hasil penelitian diungkapkan secara rinci dalam disertasi yang secara garis besar terdiri atas lima bab. Bab I memuat mengenai latar belakang dan masalah penelitian,
tujuan serta garis besar pelaksanaan
penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka terkait dengan penelitian ini. Bab III mengungkapkan secara rinci metode penelitian. Selanjutnya keseluruhan hasil penelitian dan pembahasannya disajikan pada Bab IV dan kesimpulannya dimuat dalam Bab V.
7