1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Bahasa diungkapkan dalam kata-kata, dalam setiap kata terdapat makna
sesuai yang dikehendaki untuk menunjukan suatu maksud tertentu. Begitu banyaknya maksud, keinginan dan kebutuhan manusia menjadikan kata-kata terus berkembang tercipta dari kesepakatan untuk menentukan maksud tersebut. Bahasa merupakan satu-satunya cara yang paling mudah dimengerti untuk mengungkapkan suatu keinginan ataupun untuk menunjukan suatu hal yang berbentuk benda maupun pemikiran dari seseorang kepada orang lain. Bahasa adalah bentuk pengungkapan simbol yang disepakati bersama-sama oleh sekelompok orang atau masyarakat. Dengan berkembangnya bahasa, banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti bahasa. Ilmu yang membahas dan meneliti bahasa ini disebut Linguistik. Linguistik secara umum membahas berbagai komponen bahasa, di antaranya sintaksis dan morfologi yang terdapat di semua jenis bahasa di dunia. Didalam bahasa Arab, sintaksis (an-nachw) dan morfologi (ash-sharf) keduanya merupakan komponen inti dari pembahasan gramatika bahasa Arab1. Pada awal munculnya pembahasan gramatika Arab, pengembangan kaidah-kaidah
1
Padanan istilah sintaksis dalam kajian bahasa arab adalah an-nachwu, sedangkan morfologi adalah ash-sharf. Lihat (ad-Dahdah, 1992:197)
2
sintaksis Arab (an-nachw) berdasarkan pada beberapa metode, di antaranya adalah konsep al-qiya>s. Padanan istilah al-qiya>s dalam kajian linguistik umum adalah konsep analogi (Al-Khuli, 1982:14). Konsep ini pada awalnya adalah metode pengembangan kajian fiqh, merupakan salah satu pilar utama dalam kaidah
ushu>lul fiqh. Konsep ini kemudian diaplikasikan dalam kajian gramatika pada bahasa Arab. Konsep al-qiya>s dalam bahasa Arab sebetulnya telah diterapkan pada awal munculnya kajian gramatika Arab pertama kali. Namun demikian, istilah al-qiya>s (analogi) itu sendiri baru dipakai dan dikenalkan oleh Abdullah ibn Abi Ishaq alChadramy (w.118 H), salah satu tokoh utama linguistik Arab aliran Basrah (AlMakarimy, 2006:25), yaitu pada generasi ketiga aliran Basrah (aliran pertama dalam sejarah linguistik Arab). Menurut Muhammad Hasan Abdul Aziz (1995:11), konsep analogi merupakan cara termudah untuk mengembangkan bahasa, yaitu dengan menyesuaikan kalimat atau kata yang baru dengan kalimat atau kata bahasa Arab lama yang dianggap benar dan dipercaya validitas nya untuk membentuk suatu kaidah bahasa baik dalam pembentukan kata atau pun kalimat dengan cara ta‟bir atau pengungkapan makna. Mengutip pendapat Dr. Doukoure Massire bahwa analogi merupakan suatu kegiatan pikiran jernih manusia dalam usahanya untuk mengungkapkan segala hal yang terbersit dalam benak dan perasaannya mengenai sesuatu makna yang baru
3
dan terus berkembang sejalan dengan waktu sehingga semakin membuat sulit akal pikiran manusia untuk memberikan nama baru pada makna-makna tersebut. Pada akhirnya intuisi manusia mengambil jalan mudah dalam upaya penamaan makna-makna tersebut dengan cara membentuk suatu kata atau kalimat dari kata-kata dan kalimat-kalimat yang pernah diketahui dan didengar sebelumnya. Kegiatan inilah yang dimaksud dengan analogi, sehingga menjadikan analogi sebuah metode atau konsep yang penting dalam penelitian bahasa dan perkembangannya. Konsep analogi ini banyak membantu pengembangan kata dalam suatu bahasa sehingga pengguna bahasa tersebut mampu mengucapkan kata ataupun kalimat yang belum diketahui dan belum di dengar sebelumnya (Massire, 2012:3). Dalam sejarah linguistik umum, istilah analogi ini telah muncul sejak masa Yunani kuno. Analogi merupakan suatu konsep bahasa yang dianut dan dipercaya oleh Plato (429-347 S.M) dan Aristoteles (384-322 S.M) yang berpendapat bahwa bahasa itu tercipta dengan keteraturan sehingga bisa membentuk kaidah-kaidah tata bahasa yang teratur. Konsep analogi Plato dan Aristoteles ini mendapat bantahan dari kelompok yang berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa bahasa itu tidak teratur. Pendapat ini terkenal dengan istilah anomali. Perbedaan antara analogi dan anomali ini menjadi pokok bahasan dalam studi kebahasaan pada masa Yunani kuno tersebut (Chaer, 2003:333-334). Konsep analogi juga dikembangkan oleh De Saussure yang dikenal sebagai bapak linguistik modern. Dalam karyanya „Course de
4
Linguistique‟ yang ditulis dan diterbitkan oleh muridnya Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915, De Saussure membahas analogi dalam satu bab khusus yang berkaitan dengan konsep strukturalnya. Sebagaimana diketahui, bahwa kajian keilmuan tentang bahasa atau kajian linguistik bersifat dinamis yang artinya terus berkembang sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang terus mencari kebenaran. Baik dari sisi linguistik umum maupun yang terjadi dalam kajian linguistik bahasa tertentu seperti bahasa Arab. Dalam kajian bahasa Arab, khususnya dalam kajian ushu>lu-l-lughah bahasa Arab telah terjadi perkembangan yang sangat signifikan dan terus berkembang sampai saat ini. Tidak terkecuali kajian mengenai konsep al-qiya>s, sejak awal munculnya istilah ini telah terjadi pengembangan konsep dan perubahan definisi seperti yang digagas pada masa Ibn Jinni. Pemikiran Ibn Jinni membawa perubahan yang mendasar pada konsep al-qiya>s serta penerapannya dalam kajian bahasa Arab. Oleh karenanya, penelitian ini akan memfokuskan penelitiannya terhadap pemikiran Ibn Jinni dalam konsep al-qiya>s yang menggagas perubahan pada konsep al-qiya>s. Maka, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan historis dan literature research/library research. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang di atas, penelitian
ini adalah untuk membahas konsep al-qiya>s dalam kajian linguistik Arab, khususnya menurut Ibn Jinni yang merupakan salah satu tokoh ahli bahasa Arab
5
dan dikenal sebagai tokoh yang mendalami kajian bahasa terutama konsep al-
qiya>s. Maka rumusan permasalahan yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimana konsep al-qiya>s menurut Ibn Jinni ? 2. Bagaimana penerapan konsep al-qiya>s Ibn Jinni dalam kajian dialektologi Arab? 3. Bagaimana penerapan konsep al-qiya>s Ibn Jinni dalam kajian gramatika Arab? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah, yaitu : 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan konsep al-qiya>s menurut Ibn Jinni. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan penerapan konsep al-qiya>s Ibn Jinni dalam kajian dialektologi Arab. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan penerapan konsep al-qiya>s Ibn Jinni dalam kajian gramatika Arab. 1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan hasil yang akan dicapai dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan karya-karya yang telah ada sebelumnya karena peneliti mengambil dari berbagai referensi yang berbeda untuk mendapatkan data dan pemahaman yang utuh serta hal baru yang dapat disumbangkan dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam perkembangan ilmu
6
linguistik. Secara praktis fungsional, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam memberikan informasi dan pemahaman lebih utuh mengenai konsep al-qiya>s dan perkembangannya terutama konsep al-
qiya>s berdasarkan hasil pemikiran Ibn Jinni serta penerapannya dalam linguistik Arab dengan aspek-aspek kajiannya. 1.5. Tinjauan Pustaka Menurut Mahsun (2007:42) tinjauan pustaka adalah uraian-uraian sistematis tentang hasil penelitian yang didapat dari penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan objek penelitian yang sedang dibahas atau yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa karya klasik yang membahas tentang konsep al-qiya>s dalam bahasa Arab sebagai bagian dari kajian ushu>lu-l-lughah di antaranya adalah beberapa buku berikut ini: Pertama, al-Qiya>s fi-l-Lughah al-‘Arabiyyah, karya Muhammad Hasan Abdul Aziz. Hasil penelitiannya terutama adalah mengenai etimologi al-qiya>s atau analogi dan kemudian beberapa perbedaan pemikiran di kalangan para ahli bahasa Arab tentang al-qiya>s, dilanjutkan dengan pembahasan al-qiya>s (analogi) menurut para linguis modern dari Barat, di antaranya menurut De Saussure dan para ahli bahasa modern lainnya. Selanjutnya dibahas juga bentuk al-qiya>s (analogi) yang merupakan hasil kesepakatan lembaga bahasa (majma‟ lughah) khususnya yang ada di Mesir. Kedua, al-Qiya>s fi-l-Lughah al-‘Arabiyyah karangan Muhammad AlChudhri Husain. Pembahasan al-qiya>s dalam buku ini diawali dengan keutamaan
7
bahasa Arab dan pentingnya menjaga bahasa Arab. Selanjutnya membahas tentang beberapa jenis definisi dari al-qiya>s. Kemudian pembahasan dilanjutkan mengenai beberapa sebab perbedaan para ahli bahasa Arab mengenai al-qiya>s, yaitu diantaranya disebabkan berbedanya pemikiran para ahli terhadap definisi al-
qiya>s, perbedaan mengenai kefasihan penutur asli bahasa Arab dan sifat dapat dipercayanya. Buku ini juga membahas sumber-sumber yang dijadikan dasar dan landasan al-qiya>s. Hasil penelitian yang dituliskan dalam buku ini hanya sedikit memaparkan pemikiran Ibn Jinni dalam al-qiya>s, salah satunya adalah pemikiran Ibn Jinni mengenai pentingnya mendahulukan as-sima’ daripada al-qiya>s sebagai konsep yang digunakan dalam menentukan hukum atau kaidah jika keduanya bertentangan. Ketiga, adalah buku karangan „Ali Abu Al-Makarimy yaitu buku Ushu>lu-
Tafki>r an-Nachwi>. Didalam buku tersebut dibahas mengenai analogi dalam bahasa Arab sejak awal munculnya konsep ini dan perubahan yang terjadi dalam konsep ini, selain itu juga dipaparkan perbedaan antara ushu>l an-nachwi dan ushu>l
tafkir an-nachwi. Selain tiga buku tersebut diatas, masih ada beberapa buku lain yang membahas mengenai konsep analogi dalam linguistik Arab namun belum diketahui oleh peneliti. Dari ketiga buku yang telah peneliti cermati diatas, ternyata konsep analogi Ibn Jinni tidak banyak dibahas terutama aplikasi dari pemikirannya, namun hanya sekilas atau sebatas pelengkap dalam pemaparan al-
qiya>s.
8
Peneliti juga membaca beberapa literatur dan karya yang berkaitan secara langsung dengan pandangan dan pemikiran Ibn Jinni dalam konsep-konsep linguistik Arab, terutama yang berkaitan dengan konsep al-qiya>s. Di antara karya literatur tersebut adalah buku yang ditulis oleh Shalih As-Samara>iy dengan judul “Ibn Jinni An-Nachwi>” yang isinya membahas mengenai riwayat hidup Ibn Jinni dan pemikirannya dalam kajian ilmu nachwu yang memanfaatkan ilmu kalam, ilmu manthiq, ilmu ushu>lu-l-fiqh dan ilmu musthala>hu-l-hadits. Selain itu, terdapat makalah yang ditulis oleh Sulaiman Salim „Ali Baqisya‟ pada tahun 2010 dengan judul “Ibn Jinni wa Juhudihi al-Lughawiyyah wa anNachwiyyah” dengan hasil penelitiannya yang tidak jauh berbeda dengan apa yang ditulis oleh As-Samara>iy diatas yaitu mengenai riwayat hidup Ibn Jinni, karya-karya hasil tulisannya dan pemikirannya dalam kajian linguistik Arab terutama dalam nachwu, tetapi konsep al-qiya>s yang dibahas dalam makalah ini tidak mendalam dan cenderung hanya memberikan definisi mengenai konsep al-
qiya>s secara umum. Oleh sebab itu, penelitian ini kami nilai layak untuk ditindak lanjuti menjadi sebuah penelitian karya ilmiah dengan bertujuan mengupas lebih dalam dan detail kajian keilmuan mengenai konsep analogi versi Ibn Jinni yang disebutkan oleh Ali Abu-l-Maka>rimy sebagai pembaharuan dalam konsep al-qiya>s yang diterapkan pada kajian linguistik Arab dan terus berkembang sampai saat ini.
9
1.6. Landasan Teori Menurut Kridalaksana (2008:240) teori adalah seperangkat hipotesis yang dipergunakan untuk menjelaskan data bahasa baik yang bersifat lahiriah seperti bunyi, kata atau struktur kalimat maupun yang bersifat batiniah seperti simbol dan makna. Dalam penelitian ilmiah, peneliti membutuh teori-teori yang berkaitan dengan objek kajian yang sedang diteliti. Teori merupakan unsur sentral yang selalu memberi pencerahan terhadap upaya perumusan masalah termasuk jawaban tentatif terhadap masalah (Mahsun, 2007:17). Penelitian ini mengkhususkan objek formalnya pada konsep al-qiya>s hasil pemikiran Ibn Jinni seorang ahli bahasa Arab. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai penerapan konsep al-qiya>s menurut Ibn Jinni tersebut dalam gramatika bahasa Arab dan untuk mengetahui aplikasi konsep al-qiya>s ini dalam dialektologi Arab sebagai bagian dari kajian linguistik. Maka, teori yang akan dipakai sebagai sandaran dalam melakukan penelitian ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan Sintaksis dan Morfologi. Selain itu, dikarenakan yang menjadi objek penelitian adalah konsep analogi yang merupakan bagian dari pokok utama atau asas dasar dari bahasa Arab (ushu>lu-llughah), maka akan lebih baik bila peneliti memakai teori-teori kajian lingustik Arab dengan tetap menyandarkan teori-teori tersebut kepada teori linguistik umum yang sesuai. Dengan tujuan supaya teori tersebut dapat digunakan sebagai kerangka penelitian, sehingga kesimpulan sementara (hipotesa) dapat dihasilkan yang kemudian mampu membimbing pikiran peneliti untuk mencapai hasil sesuai harapan.
10
1.6.1. Sintaksis Kridalaksana (2008:223) memberikan pengertian mengenai sintaksis adalah: 1) pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa; 2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap bagian dari gramatika, bagian lain adalah morfologi); 3) cabang linguistik yang mempelajari hal tersebut (hubungan antara kata dengan kata atau dengan satuan lainnya yang lebih besar). Jika melihat pada asal katanya, sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri dari kata sun yang berarti „dengan‟ dan kata tattein yang berarti „menempatkan‟. Jadi secara etimologi istilah sintaksis itu adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Oleh karena itu, sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsurunsur lain sebagai suatu satuan ujaran (Chaer, 2007: 206). Veerhar (2010:11,161) menyebutkan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas mengenai susunan kata-kata di dalam kalimat. Sebagaimana halnya morfologi yang menyangkut struktur „internal‟ kata, maka sintaksis berurusan dengan struktur antar-kata itu, atau struktur „eksternal‟. Selain itu, sintaksis merupakan tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan, sintaksis berurusan dengan tatabahasa di antara kata-kata di dalam tuturan. Crystal (1980) mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidahkaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa sedangkan Paul Roberts mendefinisikan sintaksis sebagai
11
bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat (Ba‟dulu, 2005: 43). Dalam pembahasan sintaksis, biasanya yang dijadikan pokok kajian adalah: 1) struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu seperti masalah modus, aspek dan yang lainnya; 2) satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Dalam kajian bahasa Arab, sintaksi Arab biasa disebut dengan istilah llm nachwu. Para ahli terdahulu mufakat bahwa definisi nya adalah suatu ilmu yang membahas pengetahuan mengenai penetapan akhir suatu kata dalam struktur kalimat (penetapan charakat) baik dalam kondisi i‟rab maupun mabni. Definisi tersebut menurut Musthafa (1992:1) terlalu sempit sehingga banyak pembahasan yang seharusnya menjadi pembahasan nachwu tidak terkaji disebabkan fokus pembahasannya yang hanya pada penetapan charakat akhir dalam suatu kalimat, seperti pembahasan mengenai itsbat, nafyu, ta‟kid, taqdim dan ta-khir. Oleh karena itu, menurutnya definisi ilm nachw seharusnya adalah: ،ًّاٌدٍّخ ِغ اٌدٚ ، اٌدٍّخٝٗ اٌىٍّخ ف١ٍْ ػٛت اْ رى١د٠ بْ ٌىً ِب١ثٚ ،َف اٌىال١ٌْ رأٛٔلب . ِؼٕب٘بّٜىٓ أْ رإد٠ٚ رٕغك اٌؼجبسحٝحز “aturan-aturan dalam penyusunan kalimat (ucapan) dan penjelasan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kata ketika posisinya dalam suatu kalimat, dan yang berhubungan dengan kalimat
12
dalam klausa sehingga tertata dengan baik sesuai yang dimaksud dan dapat diketahui serta difahami maknanya”. 1.6.2. Morfologi Menurut
Kridalaksana,
morfologi
adalah
bidang
linguistik
yang
mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya dan merupakan bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 2008:159). Sedangkan yang dimaksud dengan morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relative stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil seperti kata „pensil‟ atau imbuhan „di-„ dan sebagainya (Kridalaksana, 2008:158). Veerhar memberikan definisi yang sedikit berbeda bahwa morfologi merupakan cabang lingustik yang mempelajari dan mengidentifikasik satuansatuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Veerhar, 2010:97). Sedangkan Chaer memberikan definisi morfologi cabang linguistik yang menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya serta cara pembentukannya. Morfologi dan sintaksis dalam peristilahan tata bahasa tradisional biasanya berada dalam satu bidang yaitu gramatika atau dikenal dengan tata bahasa (Chaer, 2007:15). Menurut Crystal (1980:232-233) morfologi merupakan cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata dimana fokus utamanya adalah morfem. Bauer juga menegaskan bahwa morfologi membahas struktur internal bentuk kata (Bauer, 1983:33). Sejalan dengan definisi tersebut sebagaimana disebutkan oleh
13
Rusmadji bahan kajian dari morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya dan prosesnya (Rusmadji, 1993:2). Menurut para ahli bahasa, morfologi bisa dibagi kedalam dua kategori atau dua jenis, yaitu morfologi infleksional dan morfologi leksikal atau derivasional. Morfologi infleksional (inflectional morphology) lebih memfokuskan kajiannya pada telaah infleksi kata, sedangkan morfologi leksikal/derivasional (lexical or derivational morphology) lebih memfokuskan pada telaah pembentukan kata. Selain itu, kaitannya dengan pembagian linguistik umum dan linguistik khusus, maka morfologi juga terbagi kepada morfologi umum dan morfologi khusus dimana morfologi umum berlaku pada semua jenis bahasa sedangkan morfologi khusus hanya berlaku pada bahasa tertentu saja. Menurut O‟Grady dan Debrovolsky, teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan pada bahasa-bahasa secara alamiah dan ilmiah, sedangkan morfologi khusus memiliki fungsi ganda yaitu pertama, kaidah-kaidah dalam morfologi khusus berurusan dengan pembentukan kata baru dan yang kedua, kaidah-kaidah tersebut mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari mengenai struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya (O‟Grady dan Debrovolsky, 1989:89-90). Dalam kajian linguistik Arab, morfologi biasa disebut dengan ilm sharf atau Sharaf ()ػٍُ اٌصشف. Menurut El-Dahdah definisi dari morfologi Arab adalah bidang ilmu yang mempelajari bentuk kata dan transformasinya kedalam beberapa
14
bentuk lainnya sesuai dengan makna yang dikandungnya. (El-Dahdah, 1992:3). Morfologi
Arab
ini
termasuk
jenis
morfologi
khusus
yang
memang
pembahasannya terkait dengan pembentukan kata dalam bahasa Arab dan derivasinya serta sebagai bentuk perwakilan pengetahuan yang sebenarnya sudah ada tapi tidak terumuskan dan tidak terbentuk sebagai teori yang dibakukan. Jika didalam morfologi umum satuan terkecil dalam pembahasannya adalah morfem, maka dalam morfologi Arab satuan terkecil atau morfem itu disebut al-charf ()اٌحشف. 1.6.3. Ushu>lu-l-Lughah Al - ‘Arabiyah Terminologi dari ushu>lu-l-lughah al-„Arabiyah pada awal munculnya adalah kaidah-kaidah hasil kesimpulan para ahli bahasa Arab yang umum dipakai dikalangan masyarakat Arab. Maka etimologi yang dimaksud dengan ushu>l disini adalah „al-qawa>id‟ yaitu kaidah-kaidah umum yang ditentukan berdasarkan pada konsep as-sima>’ dan al-qiya>s, sehingga istilah al-ushu>l yang banyak digunakan oleh para ahli bahasa Arab terdahulu maksudnya adalah kaidah asasi atau kaidah utama (Khalifah, 1982:13-14). Oleh karena itu, perlu untuk kita memperjelas maksud dari istilah al-ushu>l dalam kajian bahasa Arab ini. Dr. Salim Shaleh (2009:43-44) memberikan dua jenis terminologi dari al-ushu>l yang dimaksud dalam linguistik Arab, yaitu: 1. Al-ushu>l yang dimaksud adalah kaidah asasi atau kaidah utama dalam pembahasan sintaksis Arab (ilm nachwu), oleh karenanya kita bisa
15
menyebutnya dengan al-ushu>l an-nachwiyyah ats-tsa>bitah (kaidah umum/utama sintaksis Arab yang tetap/baku). 2. Al-ushu>l adalah pokok dasar metodologis yang menjadi landasan dalam penetapan kaidah-kaidah sintaksis. Definisi inilah yang sebenarnya yang dimaksud dengan al-ushu>l al-lughawiyyah al-„Arabiyyah atau al-ushu>l an-nachwy. Kajian ini membutuhkan kemampuan yang inovatif dalam mempersiapkan landasan teori dalam penelitiannya. Menurut alMaka>rimy (2007:18) jika dilihat awal munculnya kajian ini, dimulai dari masanya Ibn Siraj (w. 316 H) dalam buku karangannya „al-Ushu>l fi an-
Nachwy al-Kabi>r wa ash-Shagi>r’ kemudian dikembangkan lagi oleh azZujaji (w. 337 H) dalam buku karangannya „al-Idha>ch‟ dan kemudian al-Fa>risi (w. 377 H) menyampaikan pengetahuannya mengenai ilmu ini kepada Ibn Jinni (w. 392 H) yang ditangannya kajian ini lebih matang sebagaimana tertulis dalam bukunya „al-Khasha>ish‟, kajian ini lebih dikembangkan lagi oleh Ibn Al-Anbary (w. 577 H) dalam bukunya „al-
Ighra>b
fi
jadali-l-I’ra>b’dan
‘Lam’u
al-Adilah
fi
ushu>l
an-
Nachwi’selanjutnya kajian ini disempurnakan oleh Jala>luddin AsSuyu>thi (w.911 H) yang menjelaskan pokok-pokok pembahasan yang penting dalam kajian ini pada bukunya „al-Mazhar fi ‘ulumu-l-Lughah
wa anwa<’uha’, ‘al-Asybah wa an-Nadza
h fi Ilmi Ushu>l an-Nachwi’.2.
2
Lihat, Ibn Al-Anbary (1294 H:169), As-Suyuthi (1326 H:44)
16
Akan tetapi, bukan berarti bahwa pada masa-masa awal munculnya kajian gramatika Arab hal ini tidak ada. Pada dasarnya, kajian mengenai al-ushu>l sebagaimana dimaksud pada poin kedua diatas sebenarnya telah ada dan berjalan pada masa awal muncul kajian gramatika Arab. Namun pada waktu itu hal tersebut belum menjadi sebuah kajian ilmiah yang kompleks dan komprehensif sebagaimana pada masa Ibn Jinni dan setelahnya. Ibn Al-Anbary (1971:80) yang muncul setelah masa Ibn Jinni memberikan definisi mengenai al-Ushu>l ini sebagai berikut:
يٛ وّب أْ أص،ٌٗٛفصٚ ٗػٚب فشِٕٙ رفشػذٝ اٌزٛ أدٌخ إٌحٛي إٌحٛ"أص "ٍٗ١ رفصٚ ٗب خٍّزٕٙػذ ػٕٛ رٝاٌفمٗ اٌز “al-ushu>l an-nachwy merupakan pedoman (dalil) gramatika Arab yang dijelaskan didalamnya bagian-bagian yang furu‟ (turunan/cabang) dari ushul-nya (pokok/dasar/utama) sebagaimana ushu>lul fiqh yang menjadi dasar munculnya berbagai macam bentuknya”
Kemudian Ibn Al-Anbary menjelaskan dalil atau pedoman yang dimaksud dalam pengertian diatas yaitu term atau istilah ilmiah yang terdiri atas pengetahuan ilmiah hasil penelitian dan pemikiran yang dalam dan dapat dipertanggung jawabkan dengan benar terhadap sesuatu yang belum diketahui kepastiannya yang terdapat pada kebiasaan tertentu dan bersifat penting serta dibutuhkan.
17
Sedangkan As-Suyuthi mendefinisikan al-ushu>l an-nachwy sebagai suatu ilmu yang membahas dalil-dalil gramatika Arab yang umum, baik dari segi tandatanda atau indikasinya, metode penentuan dalil tersebut serta kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang ahli atau seorang penentu kebijakan dalam menetapkan dalil-dalil tersebut (Shalih, 2009:148/ As-Suyuthi, 1976:27). Dari beberapa definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan al-ushu>l an-nachwy adalah dalil atau pedoman gramatika Arab yang secara isi permasalahanya terbatas dan tertentu, dimana muncul kemudian istilah ilmiah lainnya seperti ushu>l tafkir an-nachwy yang mana didefinisikan sebagai pemikiran-pemikiran para ahli bahasa Arab yang menjadi landasan gramatika Arab dan memiliki skala pembahasan dan penelitian yang lebih luas dan lebih komplek daripada ushu>l an-nachwy sebagaimana dimaksud diatas. 1.7. Metode Penelitian Salah satu ciri penelitian ilmiah yaitu adanya suatu metode yang dipakai dalam penelitian tersebut. Maka keberadaan metode dalam penelitian ini mutlak adanya sesuai dengan sistem dan aturan tertentu. Menurut Sudaryanto metode adalah cara yang harus dilaksanakan, berkaitan erat dengan teknik yang merupakan cara untuk melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9), sedangkan Kridalaksana menyebutkan bahwa metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisis dan menjelaskan suatu masalah yang dijadikan objek dalam penelitian (Kridalaksana, 2008:153).
18
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian mengenai pemikiran seorang tokoh. Oleh karenanya penelitian ini secara metodologis menggunakan pendekatan historis, dimana dalam pendekatan tersebut terdapat jenis penelitian biografis, yaitu penelitian terhadap kehidupan seorang tokoh dan pemikirannya dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat dan watak serta pengaruh dari pemikiran dan ide-ide nya terhadap perkembangan keilmuan dan bentuk dari corak pemikirannya (Nazir, 1988:62). Senada dengan hal tersebut Furchan (2005:15) berpendapat bahwa studi tokoh merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif yang dapat berbentuk studi kasus, multi kasus, multi situ, penelitian historis, penelitian kepustakaan, penelitian ekologi, penelitian fenomenologis ataupun penelitian masa depan sehingga kaidah-kaidah yang dibangun dalam penelitian-penelitian tersebut mengikuti kaidah yang terdapat pada penelitian kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisa data pada sumber-sumber yang diperoleh dari berbagai buku dan tulisan
lainnya
yang
berkaitan
dengan
penelitian
ini
dan
kemudian
diinterpretasikan dengan mengandalkan teori-teori yang ada secara jelas dan mendalam demi untuk menghasilkan tesis dan anti tesis (Soejono, 1999:14)3. Sebagaimana Moleong mengatakan bahwa istilah deskriptif merupakan suatu karakteristik dari sebuah penelitian yang merupakan jenis penelitian
3
Menurut Soejono, penelitian deskriptif kualitatif secara khusus memiliki tujuan untuk: 1) memecahkan permasalahan actual yang dihadapi sekarang ini dan; 2) mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis (1999:25).
19
kualitatif disebabkan uraian data dan hasil analisanya bersifat mendeskripsikan, lebih menekankan proses daripada hasil yang bersifat sementara dan hasil penelitian yang dapat dirundingkan (Moleong, 2004:8). Penelitian ini memiliki tiga tahapan pelaksanaan penelitian yang harus dilalui yaitu, penyediaan data, analisis data dan penyajian/perumusan hasil analisis. Ketiga tahapan ini memiliki metode dan teknik yang berbeda satu dengan lainnya. 1.7.1. Pengumpulan Data Tahapan ini merupakan tahapan dasar dan awal yang harus dilakulan dalam penelitian. Penelitian ini adalah penelitian dengan model „library research‟ sehingga data yang digunakan adalah data yang bersumber dari buku dan tulisan yang sesuai atau berkaitan dengan objek penelitian. Maka, metode penyediaan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode simak, yaitu peneliti membaca dan menelaah serta menyimak sumber-sumber data baik dari buku hasil karya tokoh yang dijadikan objek penelitian maupun tulisan lainnya yang relevan dengan fokus penelitian. Pemakaian metode ini tidak hanya berkaitan dengan bahasa lisan, tetapi juga berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam tulisan. Metode ini sangat relevan untuk pengambilan dan penyediaan data dalam penelitian ini, data-data yang dimaksud adalah pemikiran Ibn Jinni dalam linguistik Arab terutama yang berhubungan dengan konsep analogi yang diambil dan dikumpulkan oleh peneliti dengan memakai teknik dokumentasi yang didalamnya termasuk teknik pustaka dan teknik catat. Teknik pustaka tersebut merupakan penggunaan dan pemanfaatan sumbersumber tertulis dalam literatur-literatur untuk memperoleh data. Sedangkan teknik
20
catat merupakan salah satu teknik lanjutan dalam metode simak yang digunakan untuk mencatat data-data yang terdapat dalam literatur-literatur yang dijadikan sumber pada penelitian ini. Adapun sumber-sumber tersebut dapat dikategorikan kedalam sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah personal document, yaitu buku karya Ibn Jinni berjudul al-Khasha>ish yang merupakan karya monumentalnya. Menurut Arief Furqan (1992:23) personal document bisa dijadikan sumber primer yaitu dokumen pribadi atau hasil karya pribadi yang berupa buku ataupun suatu hasil tulisan dari kata-kata dan pemikiran mereka sendiri. Sedangkan sumber sekundernya mencakup kepustakaan yang berwujud buku-buku, karya tulis penunjang, jurnal dan karya ilmiah lainnya yang ditulis atau diterbitkan, baik dalam kajian atau studi yang sesuai maupun selain bidang yang dikaji yang dapat membantu peneliti serta berkaitan dengan fokus kajian ini, salah satunya adalah buku-buku yang dijadikan tinjauan pustaka diatas dan beberapa buku lainnya. 1.7.2. Analisis Data Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis data deskriptif yaitu suatu kegiatan dan usaha untuk mengumpulkan serta menyusun data yang kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut (Surachman, 1990:139). Sebagaimana halnya menurut Moleong bahwa analisis data deskriptif merupakan metode untuk menganalisis data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar dan bukan dalam bentuk angka-angka dikarenakan adanya penerapan metode kualitatif dan semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunco terhadap hasil penelitian (2004:6).
21
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini teknik telaah referensi dan teknik analisis isi (content analysis) yang merupakan suatu teknik dengan memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang benar dari sebuah dokumen, sedangkan Hostli berpendapat bahwa content analysis adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui suatu usaha untuk menentukan karakteristik pesan dalam dokumen dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 2004:165). Kemudian data yang diperoleh dikategorikan dengan memilih dan memilah data yang sesuai dengan penelitian dari berbagai sumber yang kemudian dideskripsikan secara informal agar mudah difahami dan dimengerti oleh pembaca sebagai syarat dalam teknik analisis isi yaitu objektif, sistematis dan general (Muhajir, 1996:69). 1.7.3. Penyajian Data Menurut Hadi, penyajian data hasil analisis harus diusahakan memenuhi tiga aspek berikut: a) descriptive adequecy; b) explanatory adequecy; c) exhaustic adequecy (Hadi, 2003:76). Maka penyajian data hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan metode informal yaitu metode yang merumuskan hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa termasuk penggunaan terminologi yang sederhana dan bersifat praktis (Mahsun, 2005:224). 1.8. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang disusun secara sistematis untuk mendapakan kesempurnaan dalam merepresentasikan hasil
22
penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Setiap bab dalam penelitian ini dikembangkan ke dalam beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan luasnya tema pada setiap pokok bahasan. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua mencakup sejarah singkat tentang konsep al-qiya>s (analogi) dalam kajian linguistik umum, pengertian konsep analogi dalam kajian bahasa Arab beserta pembagian atau jenisnya, sejarah singkat Ibn Jinni sebagai salah satu tokoh linguistik Arab serta pemikirannya mengenai kajian bahasa Arab terutama yang bersangkutan dengan ushu>l lughah. Bab ketiga mendeskripsikan definisi dan pengertian konsep al-qiya>s menurut Ibn Jinni, jenis-jenis al-qiya>s dalam bahasa Arab menurut Ibn Jinni serta aplikasi dari pemikiran Ibn Jinni tentang konsep al-qiya>s pada kajian linguistik Arab dan kajian gramatika Arab. Bab keempat merupakan bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini serta saran dari peneliti untuk pengembangan penelitian ini sehingga bisa lebih baik dan komprehensif, serta saran untuk para peneliti lainnya supaya lebih bersemangat dalam pengembangan kajian bahasa Arab.