1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam melaksanakan suatu usaha membutuhkan
antarapengusaha
dengan
terdapat hubungan yang saling
pekerja,
dalam
hal
ini
pengusaha
membutuhkan pekerja untuk membantu atau melaksanakan pekerjaan dan melakukan segala sesuatu yang terkait dengan usaha dari pengusaha sedangkan pekerja membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan dengan melaksanakan pekerjaan tersebut, pekerja dapat memperole upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengusaha dan buruh adalah teman seperjuangan dalam proses produksi yang berarti bahwa baik pekerja maupun pengusaha wajib bekerja sama serta membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan produksi.1 Agar usaha dari pengusaha dapat berjalan lancar dan dapat berkembang sehingga bisa memberikan keuntungan yang maksimal kepada pengusaha sedangkan pekerja mendapatkan upah yang dapat meningkatkan kesejahteraannya, diperlukan adanya hubungan kerja sama yang baik dan saling mendukung antara pengusaha dan pekerja.
1
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 27
1
Universitas Sumatera Utara
2
Menurut Imam Soepomo, bahwa pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan,dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.2Perjanjian kerja tersebut memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14. Dalam perkembangan selanjutnya tidak ada yang bisa memastikan bahwa usaha dari pemilik usaha/pemberi kerja akan dapat bertahan seterusnya karena dalam dunia usaha terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha, antara lain keadaan ekonomi baik makro maupun mikro , konflik antara pemilik perusahaan dan perusahaan mengalami permasalahan keuangan yang dapat mengakibatkan perusahaan pailit. Pengertian kepailitan disebutkan dalam Undang – undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya dalam tesis ini disebut UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1 yaitu : Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang – undang ini.
2
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-13, Djambatan, Jakarta, 2003,
hal. 70
Universitas Sumatera Utara
3
Pernyataan pailit ini dinyatakan berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum dan berlaku sejak saat putusan tersebut diucapkan sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 1 angka 7 junctoPasal 24. Menurut Pasal 29 UUK dan PKPU, suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor. Akibat hukum terhadap perjanjian kerja antara debitor pailit dengan pekerja diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 39 yaitu : (1) Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang – undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya. (2) Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit Penjelasan Pasal 39 tersebut adalah sebagai berikut : Ayat (1) : Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang – perundangan di bidang ketenagakerjaan. Ayat (2) : Yang dimaksud dengan “upah” adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atas jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
4
Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemutusan hubungan kerja pada saat debitordinyatakan pailit dapat berasal dari inisiatif pekerja ataupun dari kurator yang mengurus harta debitor pailit.3 Dalam Pasal 165 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).4 Berdasarkan ketentuan di atas, pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran upah yang belum dibayarkan oleh pemberi kerja dan upah yang belum dibayarkan tersebut merupakan hutang harta pailit yang pembayarannya dilaksanakan setelah dilakukan pemberesan/penjualan harta pailit. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Pasal 95 ayat (4) bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak – hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Selain pekerja, ada pihak lain yang berhak terhadap harta pailit, antara lain kreditur yang piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan. Putusan pernyataan pailit oleh Hakim tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan,hipotek atau hak agunan 3
Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 118 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007, Hal. 183 4
Universitas Sumatera Utara
5
atas kebendaan lainnya dan hak retensi sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 dan 61 UUK dan PKPU. 5 Pasal 21 Undang – undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang selanjutnya dalam tesis ini disebut Undang-undang Hak Tanggungan, memberikan jaminan terhadap hak dari pemegang Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 tersebut apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang–undangHak Tanggungan. Dengan demikian objek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada kreditur – kreditur lain dari pemegang Hak Tanggungan.6 UUK dan PKPU Pasal 55 menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan ataskebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak terjadi kepailitan. Dengan demikian setiap kreditur pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah olah tidak terjadi kepailitan. Hak kreditur untuk melaksanakan eksekusi atas haknya dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 5
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 113 Sutan Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999, hal 162. 6
Universitas Sumatera Utara
6
(sembilan pupuh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Jangka waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi, sebagaiman diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 57 ayat (1). Pasal 138 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa : Kreditur yang piutangnya dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemudian tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta diberikan hak – hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya. Berdasarkan
Undang
–
Undang
nomor
13
tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan, Undang-undang Hak Tanggungan dan UUK dan PKPU terhadap harta pailit, terdapat 2 (dua) pihak yang mempunyai kedudukan didahulukan untuk mendapatkan pelunasan piutangnya yaitu pekerja dan kreditur pemegangHak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Permasalahan timbul dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Untuk selanjutnya dalam tesis ini hanya akan dibahas tentang Hak Pekerja dan Hak pemegang Hak Tanggungan terhadap boedel pailit. Bahwa dengan adanya pengaturan didahulukan oleh Undang-undang untuk mendapatkan pembayaran dari hasil penjualan boedel pailit terhadap hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena
Universitas Sumatera Utara
7
masing-masing pihak merasa mempunyai hak untuk mendapat pembayaran piutang lebih dahulu dan keduanya sama-sama dinyatakan oleh Undang-undang mempunyai hak
didahulukan
yaitu
Undang-undang
nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan, Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Mengingat jumlahnya yang banyak, pekerja selalu mengadakan penekanan terhadap pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan agar haknya dapat dibayarkan lebih dahulu dengan melakukan demonstrasi yang dapat mengganggu kelancaran operasional pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan. Sebagian besar pemegang Hak Tanggungan adalah Bank yang akan sangat dirugikan apabila operasionalnya terganggu sebagai akibat adanya demonstrasi dimaksud seperti pada saat demonstrasi berlangsung di kantor Bank, maka nasabah dari Bank tersebut tidak dapat datang ke Bank untuk melakukan transaksi, merusak image Bank karena
Bank
dianggap
tidak
peduli
terhadap
nasib
pekerja,
munculnya
ketidaknyamanan terhadap nasabah untuk bertransaksi dengan Bank yang bersangkutan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa demonstrasi berikut ini : 1.
Demonstrasi yang dilakukan oleh ratusan aktivis dari Aliansi Perjuangan Buruh (APB) Mojokerto di Bank Nasional Indonesia (BNI) 1946 Cabang Mojokerto pada tanggal 1 Mei 2012 yang meminta agar BNI membayar pesangon pekerja PT Karya Kompos Bagas (KKB) karena KKB sudah dinyatakan pailit, pada
Universitas Sumatera Utara
8
tanggal 29 Februari 2012 dan aset KKB sudah dijual oleh BNI. Pekerja meminta BNI yang telah menjual aset KKB bertanggung jawab karena pekerja KKB tidak mendapatkan haknya (pesangon). Demonstrasi juga dilakukan di Kantor Wali Kota Mojokerto dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mojokerto. 7 2.
Ratusan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 25 Juni 2009 menuntut kejelasan nasib mereka sehubungan dengan perusahaan tempat mereka bekerja yaitu PT Metalindo Perwita yang mempunyai pekerja sekitar 650 orang, telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya atas permohonan kreditur PT Metalindo Perwita yaitu CV Pratama Multi Perkasa yang memiliki piutang Rp. 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta Rupiah). Selain itu, PT Metalindo Perwita juga berutang kepada Bank OCB senilai Rp. 40.000.000.000,00(empat puluh milyar Rupiah) dan PT Nachindo Tape Industry senilai Rp. 29.000.000,00 (dua puluh sembilan juta Rupiah).8
3.
Ratusan buruh PT Robby Rajasa Jaya (RRJ) di Tangerang berunjuk rasa di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Tangerang pada tanggal 9 Maret 2012, menuntut agar pihak perusahaan tempat mereka bekerja membayarkan pesangon kepada buruh. RRJ tutup akibat pailit karena tidak mampu membayar upah buruh dan
7
Beritajatim.com, Di Mojokerto Buruh Demo Bank BNI,http://www.beritajatim.com/ detailnews.php/8/Peristiwa/2012-05-01/134157/Di_Mojokerto,_Buruh_Demo_Bank_BNI_46_, diakses tgl. 26 Januari 2013 8 Kompas.com, Buruh Metalindo Demo PN Surabaya, http://properti.kompas.com/index.php/ read/2009/06/25/12145435/buruh.metalindo.demo.pn.surabaya diakses tanggal 25 Januari 2013
Universitas Sumatera Utara
9
hutang kepada Bank serta minimnya order terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. 9 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan hak pekerja apabila pemberi kerja/pengusaha dinyatakan pailit? ;
2.
Bagaimana pengaturan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan apabila debitordinyatakan pailit? ;
3.
Dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan, hutang kepada siapakah yang harus dibayarkan terlebuh dahulu? ;
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui hak-hak pekerja yang harus dibayarkan apabila pemberi kerja/pengusaha dinyatakan pailit;
2.
Untuk mengetahui kedudukan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal debitor dinyatakan pailit;
3.
Untuk mengetahui piutang siapa yang harus didahulukan pembayarannya dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan. 9
Radar Tangerang, Buruh Garmen Demo Disnaker, http://satelitnews.co.id/?p=685, diakses tanggal 26 Januari 2013
Universitas Sumatera Utara
10
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan tersebut dan dengan tercapainya tujuan penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Secara
teoritis,
penelitian
ini
untuk
memberikan
masukan
terhadap
pengembangan Hukum Ketenagakerjaan, Hak Tanggungan dan Hukum Kepailitan ; 2.
Secara praktis, peneilitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan, sehingga azas keadilan dan kepastian hukum dapat dicapai.
E. Keaslian Penulisan Berdasarkan informasi dan penulusuran yang dilakukan terhadap hasil – hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebelumnya di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara atau oleh orang lain, belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dengan judul “Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Terhadap Boedel Pailit yang SudahDibebani Hak Tanggungan”. Dengan demikian penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Menurut M. Solly Lubis, landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau
butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis
yang mungkin disetujui
Universitas Sumatera Utara
11
ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalampenulisan.10 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto teori adalah suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.11 Pentingnya kerangka teori dalam suatu penelitian menurut Ronny Hanitjio disebabkan karena adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatankegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.12 Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kerangka teori merupakan kerangka pemikiran berupa teori, konsep, azas-azas, pendapatpendapat dari ilmuwan yang dinilai relevan dengan permasalahan yang diteliti yang dapat membuat jelas permasalahan dan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diteliti. Bahwa
tujuan
(rechtgerechtigheid),
hukum
kemanfaatan
adalah
untuk
(rechtsutiliteit)
mewujudkan dan
kepastian
keadilan hukum
(rechtszekerheid).13Tujuan hukum menurut van Apeldoornadalah untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian dan keadilan hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan 10
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Hukum dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998, hal. 3 12 Ronny Hanitjio, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 41. 13 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 85 11
Universitas Sumatera Utara
12
perimbangan antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.14 Menurut W. Friedman, untuk mewujudkan keadilan, suatu Undang-undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi tersebut.15 Mengenai keadilan, Aristoteles berpendapat bahwa keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan.Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional.Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilahyang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkanketika kita mengatakan bahwa semua warga negara adalah sama di depan hukum.Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuaidengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.16 Bahwa terhadap harta benda debitor yang telah dinyatakan pailit terdapat beberapa pihak yang berhak untuk mendapatkan pembayaran didahulukan dari pihak lainnya antara lainpekerja yang dinyatakan berhak oleh Pasal 95 ayat (4) Undangundang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upah dan hak-hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
14
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 57 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Krisis atas Teori-teori Hukum, diterjemahkan dari buktu aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7 16 Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam, http://www.badilag.net/data/artikel/wacana-hukum-islam/teori-keadilan-prespektif-filsafat-hukumislam.pdf diakses tanggal 8 Desember 2011. 15
Universitas Sumatera Utara
13
Selain pekerja, kreditur pemegang Hak Tanggungan juga dinyatakan berhak untuk mendapatkan pembayaran yang didahulukan sebagaimana dinyatakan dalam : a.
Pasal 21 Undang-undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
b.
Pasal 55 UUK dan PKPU menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Berdasarkan Undang – Undang tersebut di atas, pekerjadan
kreditur
pemegang Hak Tanggungan memiliki hak didahulukan untuk mendapatkan pembayaran atas hasil penjualan/lelang asetdebitor pailit. Permasalahan timbul apabila aset/harta benda tidak cukup untuk membayar kewajiban/hutangnya kepada pekerjadan
kreditur
pemegang
Hak
Tanggungan
atau
untuk
membayar
hutang/kewajiban kepada salah satu saja (pekerja atau kreditur pemegang Hak Tanggungan),
hutang/kewajiban
kepada
siapa
yang
harus
didahulukan
pembayarannya?.
Universitas Sumatera Utara
14
Adanya
Undang-undang
atau
ketentuan
yang
saling
bertentangan
menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga tujuan dari dibentuknya Undangundang atau ketentuan tersebut yaitu untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh anggota mansyarakat tidak terwujud, karena itu diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi atas Undang-undang atau ketentuan yang saling bertentangan tersebut. Pemikiran harmonisasi bermula dari Rudolf Stammler yang mengemukakan bahwakonsep dan prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup “harmonisasi” antaramaksud, tujuan dan kepentingan individu dengan maksud, tujuan dan kepentingan masyarakat umum. Dengan kata lain, hukum akan tercipta baik apabila terdapat keselarasan antara maksud, tujuan dan kepentingan penguasa (pemerintah) dengan masyarakat.Di sisi lain, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia , memberikan pengertian harmonisasi hukum sebagai kegiatan
ilmiah
untuk
menuju
proses
perharmonisasian
(penyelarasan/kesesuaian/keseimbangan) hukum tertulis yang mengacu pada nilainilai filosofis, sosiologis, ekonomis dan yuridis.17 Dalam hal ini diperlukan campur tangan Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan sebagai akibat adanya beberapa peraturan perundang – undangan yang saling bertentangan dalam pelaksanaannya. 2.
Konsepsi
17
Erwin, Harmonisasi Hukum dan Program Legislasi dalam Perda, Bangka Pos Cetak, http://cetak.bangkapos.com/opini/read/216.html diakses tanggal 22 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
15
Yang dimaksud dengan konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal–hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.18Definisi operasional ini penting
guna menghindari
perbedaan
pengertian atau penafsiran dari suatu istilah yang dipergunakan. Dalam penelitian ini diperlukan untuk mendefinisikan konsep sebagai berikut: a.
Pekerja, adalah : Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain;19
b.
Pengusaha, adalah :20 1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; 2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ; 3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia ; c.
Kepailitan, adalah : Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;21
18
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 3. 20 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 5. 19
Universitas Sumatera Utara
16
d.
Boedel pailit, adalah : Harta kekayaan seseorang atau badan yang telah dinyatakan pailit dan dikuasai oleh Kurator ;
e.
Kreditur, adalah : Orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan;22
f.
Debitor, adalah : Orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan;23
g.
Hak Tanggungan, adalah : Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur - kreditur lain.24
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka penelitian
bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta di lapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan.25 21
UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1. UUK dan PKPUPasal 1 angka 2. 23 UUK dan PKPUPasal 1 angka 3 24 Undang – undang Hak Tanggungan, Pasal 1 angka 1. 25 Winarto Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1978, hal. 132. 22
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam penelitian ini akan dikaji dan dijelaskan serta dianalisa teori hukum yang bersifat umum, peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berlaku dan berhubungan dengan hak-hak pekerja terhadap pengusaha baik perseorangan maupun perusahaan yang sudah dinyatakan pailit, kepailitan dan hakhak kreditur terhadap agunan yang sudah diikat dengan Hak Tanggungan dalam hal perusahaan/pengusaha dinyatakan pailit. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian atas aturan perundang-undangan baik ditinjau dari sudut hirarki perundang-undangan (vertikal), maupun hubungan harmoni diantara perundang-undangan (horizontal).26 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji memberikan pengertian tentang penelitian hukum normatif yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.27 2.
Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan dengan studi pustaka
terhadap bahan hukum-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier : a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat,
berupa peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, antara lain : 1) Undang-Undang Dasar 1945 ; 26 Fokky Fuad, Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum, http://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum diakses tgl.14 Januari 2012. 27 Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tunjauan Singkat,Jakarta, Raja Grafindo, 2010, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
18
2) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 3) Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ; 4) Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; 5) Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah; 6) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; 7) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 18/PUU-VI/2008 tanggal 23 Oktober 2008; b.
Bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan jurnal ilmiah dari kalangan hukum yang terkait dengan masalah penelitian. c.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedi, majalah dan sebagainya.
3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis ini yang dilakukan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang disebutkan diatas.
Universitas Sumatera Utara
19
Untuk mendukung data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini dilakukan wawancara dengan Kurator, Balai Harta Peninggalan, Departemen Tenaga Kerja dan Bank. 4.
Analisis data Seluruh data dan bahan hukum yang diperoleh, dianalisa secara kualitatif
dengan mempelajari seluruh data dan bahan hukum dengan memberikan telaah yang berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang dikuasai.28 Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan
sehingga
menghasilkan
klasifikasi
yang
selaras
dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.29 Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
28
Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal. 183. 29 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 106.
Universitas Sumatera Utara