1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya dibidang material melalui kegiatan pengkreditan. Bank harus mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik, dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dalam bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk menciptakan peranan tersebut. Kebutuhan dana yang diperlukan dari suatu Bank atau biasa disebut kredit, dikaitkan dengan adanya jaminan dari penerima kredit kepada Bank, hal tersebut demi pengamanan pemberian dana kredit yang telah diterima oleh debitur. Dana pengkreditan sangat penting, maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui lembaga hak jaminan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Dalam pelaksanaannya, tidak semua pengembalian kredit yang disalurkan kepada masyarakat dapat berjalan lancar sebagaimana mestinya. Adakalanya, bank karena suatu sebab tertentu harus menghadapi risiko kerugian yang timbul sebagai akibat kegagalan dari debitur dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit.
2
Suatu kredit digolongkan sebagai kredit bermasalah ketika kredit tersebut termaksud dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet dilihat berdasarkan prospek usaha, kinerja (performance), dan kemampuan membayar yang dimiliki oleh debitur. Penggolongan kualitas kredit ini didasarkan pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, sebagaimana yang kemudina beberapa kali diubah melalui PBI Nomor 8/2/PBI/2006 , PBI Nomor 9/6/PBI/2007, PBI Nomor 11/2/PBI/2009 dan terakhir kali diubah melalui PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Bank mempunyai beberapa alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dapat dilakukan berdasarkan kemampuan dan itikad baik dari debitur. Alternatif penyelesaian tersebut dapat dikelompokkan dua kelompok yaitu penyelesaian secara kompromi (compromised settlement) dan penyelesaian secara non kompromi (non compromised settlement). Contoh dari alternatif compromised
settlement
yang
dapat
dilakukan
oleh
bank
adalah
restrukturisasi kredit (restructuring) atau penjadwalan kembali (rescheduling) untuk debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar. Bank juga dapat melakukan pembaharuan utang (novasi) maupun pengalihan utang debitur kepada pihak ketiga (subrogasi) untuk debitur yang masih bersifat kooperatif dalam menyelesaikan kreditnya. Bank juga akan mempertimbangkan alternatif penyelesaian dengan menerima penyerahan secara sukarela atas agunan milik debitur sebagai pemenuhan atau pembayaran hutangnya. Dalam dunia perbankan, penyerahan agunan debitur
3
tersebut dikenal dengan istilah Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Apabila debitur sudah tidak mempunyai kemampuan membayar dan tidak kooperatif kepada bank untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya, maka bank akan menempuh upaya noncompromised settlement dengan melakukan proses hukum berupa eksekusi terhadap agunan yang diberikan oleh debitur. Upaya ini pada dasarnya merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh bank, mengingat prosesnya memerlukan biaya penanganan yang cukup besar dan waktu penyelesaian yang relatif lama. Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu, terhadap kreditur-kreditur lain. Jika cidera janji kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, disambut baik oleh pelaku usaha perbankan di Indonesia. Lembaga Hak Tanggungan dinilai dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang jaminan hak atas tanah dan bangunan yang sebelumnya menggunakan lembaga Hipotik.
4
Kehadiran Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kemudahan baik pada kreditur maupun debitur. Hal ini dapat dilihat dari cirri-ciri yang melekat pada Hak Tanggungan yaitu:1 1. Memberi
kedudukan
yang
diutamakan
atau
mendahulu
kepada
pemegangnya (Droit de preferent). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan. 2. Selalu mengikuti obyek Hak Tanggungan yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (Droit de suite), ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Hak Tanggungan. 3. Memenuhi Asas Spesialis dan Asas Publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Konsep ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dikenal sebagai Parate Eksekusi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Dengan konsep parate eksekusi, pemegang Hak Tanggungan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak Tanggungan, dan tidak perlu juga meminta penetapan 1
Kashadi Purwahadi Patrick, 2001, Hukum Jaminan Edisi Revisi Undang-Undang Hak Tanggungan, FH-Undip, Semarang, hlm. 53.
5
pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan menjadi jaminan utang debitur dalam hal debitur cidera janji.2 Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Konsep ini merupakan terobosan atas proses eksekusi yang ada sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan, dimana eksekusi atas grosse akta hipotik hanya dapat dilakukan melalui eksekusi di Pengadilan Negeri yang memakan waktu lama dan biaya eksekusi yang relatif lebih besar dibanding dengan parate eksekusi Hak Tanggungan.3 Namun demikian, dalam prakteknya segala kemudahan dan kelebihan parate eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut tidak selamanya dimanfaatkan oleh bank sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Banyak faktor permasalahan yang menyebabkan proses parate eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya. Faktor permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, antara lain adalah ketidaksesuaian substansi hukum Undang-Undang Hak Tanggungan yang mengatur tentang parate eksekusi Hak Tanggungan itu sendiri, tindakan dan paradigma dari aparat penegak hukum, serta budaya hukum yang ada pada masyarakat termaksud juga paradigma debitur sebagai pihak tereksekusi Hak Tanggungan. Konsistensi terhadap parate eksekusi Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan masih perlu 2
Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, hlm. 46. 3 Ibid.
6
dipertanyakan kembali mengingat dalam Penjelasan Umum Angka 9 dari Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur cidera janji. Parate eksekusi yang dilakukan oleh bank didasarkan Pasal 11 ayat (2) huruf e
Undang-Undang Hak Tanggungan, Parate
eksekusi
dapat
dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan Akta APHT sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Kartor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan inilah yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Hak Tanggungan. APHT yang telah didaftarkan di Kantor Pertanahan dan telah memperoleh sertifikat Hak Tanggungan tersebut maka kreditur dapat melakukan penjualan secara lelang jika debitur wanprestasi. Pelaksanaan Parate eksekusi oleh bank terdapat masalah-masalah baru yang terjadi diantara bank sebagai kreditur dan debitur. Masalah-masalah tersebut antara lain yang akan dibahas adalah terkait apabila dalam
7
pelaksanaan lelang tidak ada pembeli dan terkait dengan adanya gugatan, perlawanan atau bantahan dari debitur maupun pihak ketiga pada saat pelaksanaan proses parate eksekusi. PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk didirikan di Bandung pada 5 Februari 1958, yang awalnya bernama Bank Pensiunan Militer (BAPEMIL) dengan status usaha sebagai badan perkumpulan yang menerima simpanan dan memberikan jaminan kepada para anggotanya. Pada tahun 1986, para anggota BAPEMIL membentuk PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan izin usaha sebagai Bank Tabungn.Pada tahun 1993 status Bank Tabungan Pensiunan Nasional menjadi Bank Umum.4 Dalam usahanya, Bank Tabungan Pensiunan Nasional memberi layanan kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan kredit. Untuk menunjang dana Bank Tabungan Pensiunan Nasional menawarkan beberapa produk dan jasa yang salah satunya adalah Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM ini merupakan fasilitas kredit untuk pengembangan usaha kecil, micro, dan menengah dengan persyaratan yang mudah sehingga banyak digunakan oleh masyarakat menengah kebawah. Fasilitas kredit ini diberikan dengan nama Mitra Usaha Rakyat atau MUR. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank dalam rangka penyelesaian kredit macet. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas ruang lingkup penelitian 4
http://www.btpn.com/tentang-kami/sekilas-btpn/ diakses pada tanggal 1 Februari 2014 Pukul 23.00 WIB.
8
dalam pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dengan kredit MUR tersebut. Pembatasan ini dilakukan agar penulis dapat lebih fokus dalam melakukan analisis yang dilakukan. Selanjutnya penulis menuliskannya dalam benuk tesis yang berjudul : “Hambatan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet di PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana upaya PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dengan tidak terjualnya objek jaminan lelang parate eksekusi Hak Tanggungan? 2. Bagaimana upaya PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dalam menghadapi perlawanan atau bantahan dari debitur atau pihak ketiga pada saat pelaksanaan proses parate eksekusi jaminan Hak Tanggungan? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran dan informasi tentang keaslian penelitian yang penulis lakukan, ditemukan adanya beberapa penelitian yang mengkaji kredit macet di bank dari berbagai prespektif oleh para penulis dan beberapa penelitian tersebut yaitu : 1. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta Sebagai Perlindungan Hukkum terhadap
9
Kreditur Pemegang Hak,5 yang ditulis oleh Erma Yuni Mastuti, tahun 2009 dengan permasalahan : Bagaimanakah penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi Hak Tanggungan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta sebagai perlindungan hukum terhadap kreditor pemegang Hak Tanggungan dan pembeli lelang? Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan dimana persamaannya adalah sama-sama membahas tentang parate eksekusi hak tanggungan tetapi perbedaannya parate eksekusi yang akan dibahas dan diteliti penulis adalah parate eksekusi yang dilakukan oleh Bank tabungan Pensiunan Nasional Jakarta. Kesimpulan dari tesis ini menyatakan bahwa penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi Hak Tanggungan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV dapat memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan dan pembeli lelang. 2. Parate Eksekusi Jaminan Fidusia Pada Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Aur Kuning Bukit Tinggi,6 yang ditulis oleh Doly Fitratul Islamy, tahun 2010 dengan permasalahan :
5 Erma Yuni Mastuti, 2009, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta Sebagai Perlindungan Hukkum terhadap Kreditur Pemegang Hak. 6 Doly Fitratul Islamy. 2010. Parate Eksekusi Jaminan Fidusia Pada Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Aur Kuning Bukit Tinggi.
10
a.
Apa yang menjadi alasan dipilihnya parate eksekusi dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia pada BRI KCP Aur Kuning Bukit Tinggi?
b.
Bagaimanakah pelaksanaan parate eksekusi jaminan fidusia pada BRI KCP Aur Kuning Bukit Tinggi? Pada penelitian ini terdapat pesamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang akan penulis lakukan dimana persamannya sama-sama membahas tentang parate eksekusi namun perbedaannya terdapat pada jaminan yang diteliti merupakan jaminan fidusia bukan jaminan hak tanggungan dan lokasi penelitian pada Bank BRI KCP Bukit tinggi, sedangkan peneliti melakukan penelitian di Bank Tabungan Pensiunan Nasional di Jakarta. Kesimpulan dari tesis ini adalah pertama, parate eksekusi jaminan fidusia terhadap debitur yang kreditnya macet pada BRI KCP Aur Kuning dilakukan secara penjualan dibawah tangan berdasarkan persetujuan antara debitur dan kreditur, alasan dipilihnya parate eksekusi terhadap jaminan fidusia secara penjualan dibawah tangan adalah dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dapat memperoleh harga yang tinggi, biayan ringan dan nama baik debitur dapat terjaga. Kedua, parate eksekusi jaminan fidusia secara penjualan dibawah tangan yang dilakukan oleh BRI KCP Aur Kuning dilakukan setelah adanya kesepakatan antara kreditur dan debitur, dan pelaksanaan penjualan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada debitur.
11
3.
Penyelesaian Kredit Macet melalui Penjualan Benda Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Pesero) Tbk Cabang Yogyakarta,7 yang ditulis oleh Tulus Lestari Hanantariningsih, tahun 2013 dengan permasalahan : a.
Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet dalam perjanjian kredit konsumtif antara kreditur dan debitur pada Bank Mandiri Cabang Yogyakarta?
b.
Bagaimanakah penyelesaian kredit macet melalui penjualan benda jaminan hak tanggungan yang objeknya masih dihuni oleh debitur atau pihak ketiga melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta? Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan dimana persamaannya adalah dengan membahas penyelesaian kredit macet objek jaminan Hak Tanggungan tetapi terdapat perbedaan yang inti yaitu pada penelitiannya dilakukan di Bank Mandiri (Pesero) Tbk, Cabang Yogyakarta dan melalui penjualan benda jaminan hak Tanggungan. Kesimpulan dari tesis ini adalah pertama faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet dalam perjanjian kredit konsumtif dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor interal dari pihak bank dan faktor eksternal dari pihak debitur. Kedua, proses penyelesaian kredit macet melalui penjualan benda jaminan yang objeknya masih dihuni 7
Tulus Lestari Hanantariningsih, 2013, Penyelesaian Kredit Macet melalui Penjualan Benda Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Mandiri (Pesero) Tbk Cabang Yogyakarta, Program Study Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
12
oleh debitur atau pihak ketiga diselesaikan dengan klausula sebagai berikut: a. Melalui perundingan kembali atau negosiasi, b. Kreditur sebagai pihak penjual tidak bertanggung jawab atas penguasaan tanah dan bangunan obyek Hak Tanggungan dan sebelum lelang kreditur telah menetapkan harga limit dengan menghitung risiko yang akan ditanggung oleh pemenang lelang, c. Apabila penyelesaian kredit macet melalui negosiasi tidak berhasil, maka dilakukan parate eksekusi Hak Tanggungan dengan melaksanakan lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dengan tidak terjualnya objek jaminan lelang parate eksekusi Hak Tanggungan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dalam menghadapi perlawanan atau bantahan dari debitur atau pihak ketiga pada saat pelaksanaan proses parate eksekusi Hak Tanggungan. E. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan dari segi : 1. Dari segi Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum,
13
yang berkaitan dengan pelaksanaan parate eksekusi jaminan Hak Tanggungan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan saran dan masukan bagi para para pihak yaitu kreditur dalam hal ini bank dan debitur dalam hal ini nasabah maupun pihak ketiga yang terkait dengan proses eksekusi Hak Tanggungan.