BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah, dimana sistem ini memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan tersebut juga menyentuh kepada sistem dan prosedur penyelenggaraan pelayanan publik yang mana dahulu sifatnya sentralistis menjadi desentralisasi. Perubahan ini menuntut pemerintah lebih terbuka, professional, serta efisien. Perubahan ini telah mengarah kepada paradigma baru yaitu good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik. ”Tata pemerintahan yang baik (terjemahan dari good governance) merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil society dan usahawan (business) yang berada di sektor swasta. Ketiga komponen itu memiliki tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan derajat tersebut tidak sebanding maka terjadi pembiasan dari tata kelola pemerintahan yang baik”.1
1
Menurut Tascherau dan Campos yang dikutip Thoha dalam Sulistiyani Ambar Teguh, Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia (Yogyakarta:Gava Media,2011) hal.22
1
Salah satu prinsip yang terdapat dalam pelaksanaan good governance adalah prinsip
efektivitas.
Efektivitas
merupakan
prinsip
yang
penting
dalam
penyelenggaraan good governance karena merupakan suatu tolak ukur pencapaian penerapan good governance itu sendiri. Karena pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Mengingat pengembangan good governance memiliki kompleksitas yang tinggi maka diperlukan sebuah langkah strategis untuk memulai pembaharuan praktik good governance. Pelayanan publik merupakan sektor yang dinilai lebih utama dalam mewujudkan nilai-nilai good governance secara nyata. “Nilai-nilai seperti efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas dan transparansi dapat diterjemahkan lebih mudah dalam penyelenggaraan layanan publik. Mengembangkan sistem layanan publik dapat dilakukan secara relative lebih mudah dari pada melembagakan nilai-nilai tersebut dalam keseluruhan aspek pemerintahan”2. Pemilihan reformasi pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dinilai strategis karena pelayanan publik dianggap penting oleh semua sektor dari semua unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Untuk lebih menjamin terselenggaranya pelayanan publik secara efektif, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Dimana pemerintah khususnya pemerintah daerah membuka peluang bagi pemanfaatan teknologi informasi modern secara lebih
2
Agus Dwiyanto, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 2008) hal. 3
2
optimal. Dan juga Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik semakin menegaskan pentingnya menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pelayanan publik haruslah berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, professional, partisipatif, tidak diskriminatif, terbuka, akuntabel, tepat waktu, cepat, mudah, dan terjangkau. Kemajuan teknologi informasi dianggap sebagai salah satu jalan keluar dalam upaya
peningkatan
kualitas
pelayanan
dari
pemerintah.
Dengan
adanya
perkembangan teknologi informasi, sesuai dengan tujuan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik, menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Juga mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik, sehingga tercipta penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu perwujudan dari semua kegiatan pemerintah tersebut dengan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi secara optimal di berbagai instansi ataupun lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah demi terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik disebut e-government. Sejalan dengan diimplementasikannya e-government di Indonesia, maka salah satu sektor yang tak luput dari itu adalah pengadaan barang/jasa publik yang kini dilakukan secara elektronik. Sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik ini disebut juga e-procurement. Penerapan ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
3
Penerapan e-Procurement pada Pemerintah Kabupaten Toraja Utara diawali dari Peraturan Bupati (Perbup) Toraja Utara Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik Kabupaten Toraja Utara, dan Perbup Toraja Utara Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Sistem Pengadaan Secara Elektronik di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Toraja Utara. Kedua Perbup diatas merupakan pedoman bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menjalankan e-Procurement. Kemudian untuk menjalankan secara teknis aplikasi e-Procurement maka melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 40/I/2013, dibentuklah Tim Pengelola Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Toraja Utara. Masalah-masalah umum dalam proses pengadaan barang/jasa di Kabupaten Toraja Utara yang sebelumnya dilakukan secara manual sama dengan seluruh daerah di Indonesia bahwa kurang transparannya pengadaan barang/jasa publik padahal Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi public telah menberikan jalan untuk membuka informasi kepada publik, sehingga mengindikasikan adanya praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Dan juga Kabupaten Toraja Utara baru mengadobsi sistem e-procurement ini pada tahun 2013. Penerapan e-procurement di Kabupaten Toraja Utara yang tergolong baru menarik penulis untuk mengukur seberapa efektif penerapan sistem ini dalam membangun pelayanan publik yang baik. Untuk itu diangkatlah judul “Efektivitas Pengadaan Barang/Jasa Berbasis Elektronik di Kabupaten Toraja Utara”
4
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dipaparkan bahwa pentingnya implementasi pengadaan barang/jasa secara elektronik di sektor publik demi menghindari
kemungkinan
terjadinya
penyalagunaan
wewenang
dalam
hal
pengadaan barang dan jasa dan memperbaiki kualitas pelayanan publik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana Efektivitas dari proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik di kabupaten Toraja Utara. I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelayanan publik dalam proses pengadaan barang/jasa secara elektronik di Kabupaten Toraja Utara. I.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menunjang
perkembangan
ilmu
administrasi negara khususnya dalam hal pelayanan publik disektor pengadaan barang dan jasa secara elektronik 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada Pemerintah Kabupaten Toraja Utara mengenai proses pengadaan barang/jasa secara elektronik di LPSE Kab. Toraja Utara.
5