BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setelah adanya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Gubernur, Bupati, dan Walikota yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat, melalui proses pemilihan umum Kepala Daerah yang kemudian dikenal dengan istilah Pemilukada. Mekanisme pemilihan umum Kepala Daerah secara langsung seperti yang dimuat dalam UU No 32 tahun 2004 diharapkan menjadi jembatan antara rakyat dengan pemerintahannya, rakyat dapat leluasa ikut berpartisipasi politik dalam hal pemilihan umum Kepala Daerah. Berkaitan dengan ini, tingkat partisipasi politik masyarakat saat ini nyatanya masih belum sesuai dengan harapan. Di tengah kesempatan dalam mendapatkan hak pilih dalam Pemilukada, sebagian kalangan masyarakat menanggapinya dengan skeptis, pesimistis, bahkan kemudian bersikap apatis untuk tidak memilih dalam Pemilukada. Dengan demikian para pemilih yang memutuskan untuk tidak memilih dalam Pemilukada yang lebih dikenal dengan kalangan golongan putih (golput), secara langsung maupun tidak langsung telah menunjukan bahwa di Indonesia, tingkat partisipasi politik yang ada masih belum berjalan maksimal.
Ali Irawan, 2012,
Kajian Tentang Partisipasi Politik Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam PemilihanUmum Kepala Daerah Kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | upi.edu | digilib.upi.edu | repository.upi.edu
2
Seperti halnya yang terjadi pada Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya yang dilangsungkan pada tanggal 9 Januari 2011, banyak masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang tidak menggunakan hak pilih mereka untuk memilih pimpinan daerahnya,
dalam
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/132457
:
2011)
disebutkan sebagai berikut: “Dari jumlah hak pilih Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 1.278.364 orang, pada pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah, diketahui 434.331 yang tidak menggunakan haknya atau golput. Sedangkan jumlah yang menggunakan hak pilih yaitu 844.033 orang, di antaranya 28.209 tidak sah, suara sah sebanyak 815.824 suara, sedangkan pemenang dalam pemilihan itu pasangan Uu Ruzhanul Ulum-Ade Sugianto meraih 263.099 suara. Jumlah suara golput jauh lebih besar dibandingkan dengan suara pemenang”. Banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Tasikmalaya memang sangat disayangkan oleh berbagai pihak, salah satunya adalah pemerhati politik yang juga dosen perguruan tinggi di Tasikmalaya yaitu Dadi Abdulhadi dalam (http://www.pikiran-rakyat.com/node/132457 : 2011) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan warga Tasikmalaya tidak menggunakan hak pilihnya. “Hasil kajian Dadi, diantaranya sosialisasi oleh penyelenggara pemilihan di tingkat kecamatan dan desa minim. “Namun, masalah lain yaitu masyarakat juga sudah jenuh, karena seringnya pemilihan umum, mereka sudah apatis, karena tidak ada perubahan kearah perbaikan”. Partisipasi politik merupakan suatu keharusan bagi warga negara sebagai pemilik kedaulatan. Oleh karena itu apabila tidak adanya partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik maka kehidupan demokrasi akan terhambat dalam perkembangannya. Darmawan (2008:1) mengemukakan bahwa ”tidak ada orang yang tidak terlibat dengan politik dan berpolitik adalah penentuan sikap politik
3
terhadap situasi yang sedang berkembang”. Oleh karena itu Aristoteles Darmawan (2008:2) menyebutkan bahwa ”manusia sebagai mahluk politik (zoon politicon or man is by nature a political animal)”. Partisipasi politik merupakan bagian penting dari proses demokrasi dan merupakan ciri khas adanya modernisasi politik, Budiardjo (2009:367) mengemukakan bahwa yang dinamakan partisipasi politik adalah: “Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”. Dalam pengertian ini partisipasi politik bukanlah semata-mata kegiatan individu saja, tetapi juga dapat dilakukan secara berkelompok atau organisasi sesuai dengan kondisinya. Tetapi ada suatu titik fokus tertentu bahwa partisipasi politik itu bertujuan untuk memilih pimpinan negara dan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam rangka pembentukan kebijakan umum dalam setuktur pemerintahan. Sebagai masyarakat yang baik tentunya masyarakat Indonesia ikut serta dalam kehidupan berpolitik, terutama keikutsertaan mereka dalam memilih Kepala Daerah secara langsung. Pemilukada secara langsung membuat semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam menentukan Kepala Pemerintahan mereka, meskipun ada sebagian masyarakat yang berpikiran bahwa sistem Pemilukada yang rumit membuat masyarakat menjadi bingung, selain itu mereka juga menganggap bahwa Pemilukada memakan waktu yang lama dan biaya yang
4
cukup besar, apalagi masyarakat yang kurang mendapatkan informasi baik dari sosialisasi pemerintahan maupun media masa. Begitu juga halnya dengan masyarakat Indonesia yang jauh dari pusat pemerintahan, salah satunya adalah masyarakat adat. Masyarakat adat yang hidup dalam sebuah lingkungan adat yang sangat dipatuhinya hidup dalam kelompok yang memisahkan diri secara formal dari tatanan budaya pada umumnya diusahakan untuk ikut dalam kehidupan berpolitik yang berbeda dengan kehidupan mereka sebelumnya. Darwis (2008:102) menyimpulkan pendapat Ter Haar tentang pengertian masyarakat adat, yaitu: “Masyarakat adat adalah kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, dan mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan untuk selama-lamanya”. Dalam Undang-Undang (UU) No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air penjelasan pasal 6 ayat (3) dikemukakan bahwa masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal atau atas dasar keturunan. Masyarakat adat yang sangat kental dalam mempertahankan tradisi-tradisi nya sekarang dituntut untuk bisa aktif dalam kegiatan politik berupa pemilihan umum Kepala Daerah. Kekhasan budaya masyarakat adat yang dikenal dominan
5
dengan kearifan budaya lokalnya sangat menarik untuk di kaji ketika dikaitkan dengan kondisi politik yang terjadi sekarang ini. Seperti halnya yang terjadi di salah satu daerah di Kabupaten Tasikmalaya yang masih kental dengan kebudayaan aslinya. Daerah yang dimaksud adalah Kampung Naga. Masyarakat adat Kampung Naga memiliki jumlah warga sekitar 306 orang dengan jumlah laki-laki 153 orang dan jumlah perempuan 153 orang, dengan 105 kepala keluarga, seperti bisa kita lihat dari tabel dibawah ini: Tabel 1.1 Jumlah penduduk masyarakat adat Kampung Naga JENIS KELAMIN
JUMLAH
Laki-laki
153
Perempuan
153
Jumlah
306
Sumber: Arsip Desa Neglasari Kec.Salawu Kab. Tasikmalaya.
Dari jumlah masyarakat sebanyak 306 untuk pendidikannya masyarakat adat Kampung Naga mayoritas lulusan SD/MI, dari data tersebut memang untuk pendidikan masyarakat disana bisa dikatakan masih rendah, meskipun ada sebagian masyarakat yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi, dengan pendidikan yang bisa dibilang masih rendah maka masyarakat adat Kampung Naga dalam segi mata pencaharian tidat banyak yang bekerja di kepegawaian, hampir kebanyakan masyarakat disana mata pencahariannya adalah buruh tani ataupun pengrajin, tetapi peneliti sangat kagum terhadap kehidupan masyarakat Kampung Naga meskipun hidup sederhana tetapi
6
mereka hidup dengan aman, nyaman, dan tentram, ini yang menjadikan masyarakat adat Kampung Naga menjadi masyarakat adat yang sangat dibanggakan oleh pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga menjadi salah satu daerah yang memiliki magnet yang cukup kuat bagi kajian partisipasi politik peneliti, hal tersebut dikarenakan masyarakat disana masih menjaga tradisi-tradisi dan kebudayaannya, meskipun arus modernisasi semakin menyeret daerah-daerah yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, ditambah
struktur pemerintah dan adat istiadat yang selalu
beriringan dengan baik membuat Kampung Naga menjadi lebih istimewa dan unik. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji partisipasi politik masyarakat adat Kampung Naga dengan judul “Kajian Tentang Partisipasi Politik Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Tasikmalaya”. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi perhatian penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk partisipasi politik masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya? 2. Kendala apa saja yang dihadapi masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya? 3. Bagaimana cara masyarakat adat dalam menghadapi kendala-kendala yang muncul dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya?
7
4. Bagaiamana harapan masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya? C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi masalah sebagai berikut: 1. Masyarakat adat Kampung Naga dalam hal ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kampung Naga itu sendiri. 2. Partisipasi politik dalam hal ini adalah keikut sertaan masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya. 3. Pemilihan umum Kepala Daerah dalam hal ini adalah Pemilukada pada tanggal 9 Januari 2011. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran secara aktual dan faktual mengenai partisipasi politik masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Tasikmalaya pada tanggal 9 Januari 2011. 2. Tujuan Khusus Adapun secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk partisipasi politik masyarakat Adat Kampung naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya. 2. Untuk mengungkapkan kendala apa saja yang dihadapi masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya.
8
3. Untuk mengetahui cara masyarakat adat Kampung Naga dalam menghadapi kendala-kendala yang muncul dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya. 4. Untuk menggambarkan harapan masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya. E. Manfaat Penelitian a. Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan pada umumnya dan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan yang berhubungan dengan partisipasi politik masyarakat adat dalam Pemilukada. b. Praktis 1. Bagi masyarakat adat Kampung Naga Penelitian ini akan sangat berguna dalam memberikan informasi bagi masyarakat adat Kampung Naga tentang Pemilukada Kabupaten Tasikmalaya. 2. Bagi KPUD Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi juga sebagai masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan terutama Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dalam sosialisasi tentang Pemilukada. 3. Bagi Jurusan PKn Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah hasanah keilmuan khususnya rumpun ilmu politik yang dapat digunakan oleh dosen jurusan PKn sebagai bahan ajar.
9
F. Definisi Operasional Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah-istilah, maka peneliti membatasi pengertian dari setiap istilah tersebut sebagai berikut: 1. Partisipasi Politik Budiardjo (2009:367) mengemukakan bahwa yang dinamakan partisipasi politik adalah: “Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”. Dalam pengertian ini partisipasi politik bukanlah semata-mata kegiatan individu saja, tetapi juga dapat dilakukan secara berkelompok atau organisasi sesuai dengan kondisinya. Tetapi ada suatu titik fokus tertentu bahwa partisipasi politik itu bertujuan untuk memilih pimpinan negara dan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam rangka pembentukan kebijakan umum dalam setuktur pemerintahan. 2. Masyarakat Adat Darwis (2008:102) menyimpulkan pendapat Ter Haar tentang pengertian masyarakat adat, yaitu: “Masyarakat adat adalah kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, dan mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan untuk selama-lamanya”.
10
Dalam Undang-Undang (UU) No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air penjelasan pasal 6 ayat (3) dikemukakan bahwa masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal atau atas dasar keturunan. 3. Pemilukada Prihatmoko (2005:71) mendefinisikan Pilkada sebagai “pemilihan umum Kepala Daerah yang melibatkan, mendorong dan membuka akses partisipasi seluruh warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih dan terbuka kemungkinan sebagai calon, serta pengawal proses pelaksanaan”. Pemilukada adalah keleluasaan yang diberikan oleh negara kepada rakyat, khususnya rakyat di daerah untuk memilih Kepala Daerah secara langsung sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dan sebagai pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis berdasarkan peraturan yang ada sehingga proses demokrasi di daerah dapat terlaksana. G. Sistematika Penulisan Bab I : Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, sistematika penulisan. Bab II : Merupakan pengembangan dari landasan teoritis yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.
11
Bab III : Merupakan bab yang mengkaji tentang metodelogi penelitian yang yang digunakan oleh peneliti. Bab IV : Merupakan bab yang mengkaji tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang telah ditemukan. Bab V : Merupakan bab terakhir yang merupakan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.