BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Semenjak dikeluarkannya UU Pemerintah Daerah nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU. No 32 tahun 2004, Pemerintah daerah terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang strategis karena tingkat kualitas pelayanan publik memiliki implikasi yang luas bagi kehidupan masyarakat1. Pemerintah di dalam menyelenggarakan pelayanan publik masih banyak dijumpai kekurangan sehingga jika dilihat dari segi kualitas masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih munculnya berbagai keluhan masyarakat melalui media massa. Jika kondisi ini tidak direspon oleh pemerintah maka akan dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah sendiri. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Maka diperlukan
perbaikan pelayanan publik agar menumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebaliknya jika kinerja pelayanan publik buruk maka masyarakat menjadi kurang percaya terhadap pemerintah. Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan
1
Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. “Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia”. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.
1
publik diharapkan dapat memperbaiki citra pemerintah di masyarakat. Oleh karena itu, dengan kualitas pelayanan yang baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat dapat dibangun kembali sehingga legitimasi pemerintah akan menjadi kuat2. Rendahnya kualitas pelayanan publik mengakibatkan mayarakat sebagai pengguna jasa harus membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian waktu, dan ketidakpastian biaya membuat masyarakat menjadi malas jika harus berhubungan dengan birokrasi. Pelayanan publik di Indonesia sering identik dengan pelayanan yang mahal. Bahkan bermunculan opini bahwa pelayanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin dan membebani masyarakat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pelayanan publik umumnya masih belum mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih sangat dipengaruhi oleh hubungan pertemanan, kesamaan etnis hingga agama. Kedua,tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan.Ketidakpastian ini yang menjadi penyebab munculnya KKN,sebab pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penylenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan
2
Agustino, Leo. 2005. Politik dan Otonomi Daerah. Serang: Untirta Press
2
Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Hal ini merupakan konsekuensi dari ketidak pastian tersebut3. Selama ini banyak keluhan yang terdengar bahwa kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor publik belum mampu menunjukan produktivitas dan efisiensi. Bahkan sebagai abdi masyarakat seringkali pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai sektor publik belum diaksanakan sebagaimana mestinya dan bahkan tugas-tugas pokok yang merupakan tanggung jawab sering terabaikan, sehingga menimbulkan gejala tidak efisien dan tidak efektifnya organisasi publik di tengah-tengah masyarakat yang tidak puas atas kinerja yang dilakukan pegawai pemerintah tersebut dalam memberikan pelayanan. Rendahnya kinerja birokrasi publik sangat dipengaruhi oleh budaya paternalism yang masih kuat, yang cenderung mendorong pejabat birokrasi lebih berorientasi pada kekuasaan dari pada pelayanan, menempatkan dirinya sebagai penguasa, dan memperlakukan para pengguna jasa sebagai objek pelayanan yang membutuhkan bantuannya. Disamping itu rendahnya kinerja juga disebabkan oleh sistem pembagian kekuasaan yang cenderung memusat pada pimpinan. Struktur birokrasi yang hierarkis mendorong adanya pemusatan kekuasaan dan wewenang pada atasan sehingga pejabat birokrasi yang langsung berhubungan dengan pengguna jasa sering tidak memiliki wewenang untuk merespon dinamika yang berkembang dalam pelayanan. Tidak adanya sistem insentif yang tepat, yang 3
Dwiyanto, Agus dan Kusumasari. 2003. “Reformasi Pelayanan Publik: apa yang harus dilakukan? . Policy Brief No 11/PB/2003. Yogakarta : Pusat Studi kebijakan dan Kependudukan UGM
3
mampu mendorong para pejabat birokrasi untuk efisien, responsif, dan professional juga menjadi salah satu faktor yang membentuk kinerja birokrasi buruk. Hal tersebut menunjukan masih rendahnya disiplin pegawai dalam menaati aturan main, etika dan norma-norma yang berlaku dalam lingkup tugasnya sebagai pelayanan dan bagi masyarakat. Hampir semua elemen masyarakat beranggapan bahwa sistem dan mekanisme kerja organisasi birokrasi di nilai masih jauh dari tuntutan reformasi birokrasi yang diharapkan terciptanya tata pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih. Tuntutan untuk perbaikan kinerja pada pemangku jabatan dalam struktur pelayanan publik merupakan suatu keharusan, karena terdapat fakta bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih sangat buruk. Hal tersebut membuat wacana mereformasi birokrasi terus berkembang untuk menjawab keresahan dan kegelisahan dari masyarakat terhadap kinerja birokrat di Indonesia. Namun, masih banyak pihak yang meragukan keberhasilan reformasi birokrasi di Indonesia. Masih banyak masyarakat maupun aparat birokrasi itu sendiri yang acuh pada keberhasilan reformasi birokrasi melihat sudah mengakarnya patologi dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dalam kesepakatan internasional, dokumen keimigrasian seperti paspor adalah dokumen yang wajib dimiliki oleh setiap individu manakala akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Relasi yang terbangun antara pemohon paspor dan penyelenggara pelayanan pembuatan paspor menjadi tidak berimbang, karena dokumen ini hanya bisa diterbitkan oleh negara asal individu
4
tersebut. Sehingga situasi masalah ini menyebabkan daya tawar pemohon paspor menjadi kurang mendapat tempat yang menguntungkan. Alhasil, relasi yang terbangun antara pemohon paspor dan penyelenggara pelayanan pembuatan paspor menjadi tidak berimbang. Hal tersebut memunculkan dominasi birokrasi, kemunculan ini karena masyarakat selaku pengguna layanan hanya dihadapkan dengan lembaga tunggal penyedia layanan (single service provider). Sehingga meskipun kinerja pelayanan lembaga tersebut kurang memuaskan, tetapi masyarakat tidak memiliki pilihan yang lain selain harus mengakses pelayanan dari lembaga yang dimaksud. Oleh karenanya, instansi penyedia jasa layanan publik khususnya yang dikelola secara sentralistik oleh pemerintah tidak menghadapi kekhawatiran akan ditinggalkan oleh pengguna layanannya termasuk dalam hal ini lembaga penyelenggara pelayanan pembuatan paspor. Untuk menjawab keraguan terhadap reformasi birokrasi, maka peneliti akan memfokuskan pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta sebagai institusi pemerintah yang telah melakukan reformasi birokrasi. Kantor Imigrasi sebagai kepanjangan tangan dari Departemen Hukum dan HAM RI yang secara langsung berhadapan dengan pemohon paspor seringkali mendapat sorotan atas kinerja penyelenggaraan pelayanannya. Oleh karenanya, terdapat tuntutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke arah yang lebih konstruktif dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan warga negara. Reformasi yang dilakukan Kantor Imigrasi kelas 1 Yogyakarta merupakan implementasi dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 5
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang menyatakan bahwa Pembuatan dokumen keimigrasian termasuk kedalam kelompok kategori pelayanan administratif. Pelayanan administratif tersebut selanjutnya didefinisikan sebagai pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Hal ini tentunya dilakukan dengan perencanaan yang sistematik dan terkalkulasi. Oleh karenanya, diperlukan suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan terhadap kualitas pelayanan yang prima, sehingga didapat faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan. Untuk memaksimalkan Kinerjanya, Kantor Imigrasi kelas 1 Yogyakarta merancang desain reformasi birokrasi secara komprehensif. Desain ini diperlukan agar fokus-fokus kebijakan bisa saling bersinergi satu dengan yang lain. Hal ini penting dalam reformasi birokrasi harus dilakukan secara menyeluruh sehingga bisa tercapai tujuan dari dilakukannya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang professional. Birokrasi dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan. diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat dan pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian pelayanan.
6
Dalam desain kebijakan reformasi birokrasi Kantor Imigrasi, penataan organisasi harus dengan membenahi struktur birokrasi di dalamnya. Struktur hierarki birokrasi yang gemuk dan melebar merupakan salah satu yang dikeluhkan oleh masyarakat. karena dengan struktur yag gemuk membuat kinerja birokrasi berbelit-belit sehingga tidak efisien. Untuk itulah penataan organisasi harus dilakukan untuk menata kembali struktur birokrasi kantor Imigrasi. Perubahan harus dapat memberikan motivasi kepada organisasi dan individu yang ada dalam kantor Imigrasi agar lebih professional dalam memberikan komitmennya terhadap perencanaan strategis. Komitmen ini harus berakhir dengan tercapainya tujuan strategis yang telah ditetapkan organisasi dengan efisien, efektif, dan memuaskan. Reformasi birokrasi merupakan solusi untuk membenahi birokrasi agar menjadi akuntabel dan prefesional dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu cara dalam reformasi birokrasi ialah dengan melaksanakan penyusunan standar operasional prosedur (SOP) administrasi pemerintahan. Tujuan dari penyusunan SOP adalah untuk
menyempurnakan
proses
penyelenggaraan
pemerintah
agar
mampu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Bagi kantor imigrasi, Kinerja pegawai dapat diukur dari SOP dan volume target kerja setiap tahun yang harus dicapai oleh pegawai. Idealnya dengan adanya reformasi birokrasi yang baik di lingkungan internal kantor Imigrasi, pegawai dapat terpacu untuk bekerja maksimal sesuai dengan SOP dan Volume target kerja yang ada.
7
B. Rumusan Masalah Untuk Mengoptimalkan kinerja pelayanan di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta agar berjalan sesuai harapan masyarakat. maka pertanyaan yang di jawab diajukan untuk penelitian ini adalah: Bagaimanakah desain reformasi birokrasi dalam meningkatkan pelayanan publik di kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta?
C.Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk: 1. Mengetahui
bagaimana
desain
kebijakan
reformasi
birokrasi
dalam
peningkatan pelayanan. 2. Melihat apa saja faktor penunjang dan penghambat keberhasilan reformasi birokrasi di Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta. D. Kerangka Teori D.1 Pelayanan Publik Pengertian pelayanan publik sebagaimana yang diuraikan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik adalah sebagai berikut: Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
8
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan asas-asas pelayanan publik sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 diantaranya: 1. Transparansi, yakni bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Azas ini pada prinsipnya merupakan respon terhadap proses demokratisasi sehingga penyelenggaraan pelayanan publik tidak terlepas dari pengendalian dan pengawasan masyarakat. 2. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akuntabilitas merupakan aspek penting dalam pelayanan publik. Akan tetapi, di Indonesia proses pertanggungjawaban ini tidak ditujukan kepada masyarakat selaku pemegang kedaulatan yang sesungguhnya melainkan ditujukan kepada atasan atau pimpinan organisasi pemerintah. Hal ini menyebabkan orientasi akuntabilitas pelayanan publik saat ini masih kabur dan cenderung rentan untuk disalah gunakan. 3. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Kemampuan keuangan pemerintah hendaknya dibuka secara transparan kepadamasyarakat sehingga terbentuk pemahaman yang benar mengenai hal tersebut. Olehkarenanya, aspek alokasi anggaran pemerintah juga menjadi titik kritis dalam meninjau keseriusan pemerintah mendorong peningkatan pelayanan secara nyatakepada masyarakat. 9
4. Partisipatif, yakni mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Sedianya, pelayanan tidak menciptakan ketergantungan melainkan mendorong masyarakat untuk lebih mandiri. Oleh karenanya, pemerintah harussecara cermat menformulasi kebijakan pelayanan sehingga apabila sebuahpelayanan dinilai tidak lagi harus ditangani oleh pemerintah maka dapat diselenggarakan secara mandiri oleh masyarakat bekerjasama dengan sektor privat. 5. Kesamaan, Hak yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras,agama, golongan, gender dan status ekonomi. Hal inilah yang hendaknya ditegaskan dalam pelayanan publik. Sebab, tidak jarang praktik-praktik kolusi seperti mendahulukan calo atau kerabat petugas pelayanan menjadi fenomena yang empiris di lapangan. Pada sisi inilah komitmen terhadap persamaan hak seringkali diabaikan bahkan terjadi tindakan-tindakan yang diskriminatif sehingga memicu kekecewaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah. 6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, yakni pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Asas ini hendaknya dikomunikasikan dari awal proses interkasi antara petugas layanan dan pengguna layanan sehingga kedepannya tidak terjadi salah paham atau perbedaan persepsi yang mengakibatkan semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pelayanan publik. Hal lainnya yang penting diperhatikan dalam pelayanan publik sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 10
63/KEP/M.PAN/7/2003 di antaranya adalah prinsip, standar, pola penyelenggaraan, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pengaduan dan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik4. Di Indonesia yang sedang mengalami masa perbaikan pelayanan publik, isu pelayanan publik menjadi sebuah pokok kajian yang mendapat perhatian dari banyak kalangan termasuk dibahas di level pembentukan Undang-Undang. Pada bulan Juni 2009 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bertujuan untuk mewujudkan sistem penyelanggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta mewujudkan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini menunjukkan upaya serius oleh pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
4 5
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
11
Gagasan Denhardt & Denhardt
tentang Pelayanan Publik Baru (PPB)
menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel6 . Karena bagi paradigma ini; 1. nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik adalah merupakan landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. 2. nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah atau pelayan publik dalam memberikan pelayanannya kepada publik secara lebih adil, merata, jujur, dan bertanggungjawab. Menurut paradigma New Public Service (NPS), menjalankan administrasi pemerintahan tidaklah sama dengan organisasi bisnis. Administrasi negara harus digerakkan sebagaimana menggerakkan pemerintahan yang demokratis. Misi organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa tapi juga menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai pemenuhan hak dan kewajiban publik. Paradigma NPS memperlakukan publik pengguna layanan publik sebagai warga negara bukan sebagai pelanggan. Administrasi negara tidak sekedar bagaimana memuaskan pelanggan tapi juga bagaimana memberikan hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan publik. Paradigma NPS memandang penting keterlibatan banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik. Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan publik dan bagaimana kepentingan publik 6
Denhardt Janet V. and Denhardt, Robert B. 2007. The New Public Service Sevice;Serving not Steering. Expanded edition, New York: M.E.
12
diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan publik harus dirumuskan dan diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Dengan adanya New Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta juga dalam kehidupan masyarakat layaknya. Mewujudkan standar pelayanan publik yang partisipatif, kesamaan hak, keterbukaan dan akuntabel sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang no 25 tahun 2009 memerlukan pernyataan kedua pihak baik lembaga pemeringtahan maupun warga negara. Artinya untuk dapat melaksanakan stándar pelayanan publik tersebut, para provider and user, harus membuat kesepakatan secara demokratis atau dengan sistem (citizen charter), yang berorientasi visi dan misi pelayanan, standar yang berlakukan (mulai dari jadwal, lamanya pelayanan, ruang pelayanan, alur pelayanan, hak dan kewajiban D.2 Reformasi Birokrasi Di Indonesia upaya untuk menerapkan pelayanan berkualitas dilakukan melalui pelayanan prima. Konsep ini dijabarkan dalam berbagai sistem seperti pelayanan satu atap dan pelayanan satu pintu. Perubahan kebijakan dan peraturan perundangundangan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah tidak terlepas dari upaya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan publik. Perubahan tersebut juga didasari pada pergeseran paradigma yang berisikan perubahan perilaku penyelenggara pelayanan yang sentralistis ke desentralistis dalam
13
upaya meningkatkan efektifitas dan efisien pelayanan. Sehingga instansi pelayanan publik mempunyai keharusan untuk melakaukan reformasi birokrasi pelayanan publik agar dapat tercapainya pelayanan prima kepada masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tak mungkin terelakan. Birokrasi adalah bentuk organisasi kekuasaan yang sepenuhnya diserahkan kepada para pejabat resmi atau aparat pemerintahan yang memiliki kemampuan secara teknis melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya bagi bekerjanya sistem administrasi pemerintah7. Karena itu Negara harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa publik yang diperlukan oleh rakyat. Negara secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya, bahkan jika perlu Negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan
dan
perubahan
pemerintahan
terutama
mendasar
menyangkut
terhadap
aspek-aspek
sistem
penyelenggaraan
kelembagaan
(organisasi),
ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang
7
Ambar Teguh Sulistiyani, Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Gaya Media, Yogyakarta, 2004
14
atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)8.
Menurut Miftah Thoha (2008), ia mengatakan bahwa ada beberapa factor yang bisa mendorong terjadinya reformasi birokrasi9, yaitu : a. Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaharuan. Adanya kebutuan melakukan perubahan dan pembaharuan aparatur Negara dan pemerintah itu sangat tergantung dari kebutuhan dari pimpinan nasioanal kita. Jika pimpinan politik nasional merasa butuh untuk dilakukan perubahan, pasti perubahan itu akan terwujud. Kebutuhan itu didukung oleh kebjakan politik yang strategis dan dijadikan suatu program nasional dengan dukungan seluruh komponen rakyat. b. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional. Perubahan lingkungan strategis nasional Indonesia adalah, terjadi krisis ekonomi/moneter dan perubahan system politik nasional. Dua kejadian ini yang perlu dijadikan dorongan dan rencana adanya perubahan dan pembaruan aparatur. c. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global. Perubahan lingkungan strategis global tidak berdiri sendiri, ia memperhatikan factor perubahan global. Perubahan global antara lain system desentralisasi dan demokrasi yang sedang banyak dipakai oleh negara negara yang menginginkan
8
9
Frinces, Z. Heflin, 2008, Manajemen Reformasi, Birokrasi, Mida Pustaka, Yogyakarta Thoha, Miftah. 2008. Reformasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Prenada Media Group
15
juga terjadinya kepemerintahan yang baik. Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang mulai diterapkan dalam pemerintahan yang elektronik. d. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan. Perubahan global sangat erat kaitannya dengan paradigm tata kelola pemerintah yang baik. Desentralisasi, otonomi, demokrasi, akuntabilitas publik, transparansi, dan ditegakkannya hukum merupakan dorongan-dorongan yang kuat terhadap lahirnya perubahan dalam lahirnya manajemen pemerintah. Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan
16
secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
D.2.1. Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu10. Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, serta mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta harus memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik.
Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) dibangun di lingkungan Direktorat Jendral Imigrasi. Sistem Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia dilaksanakan bertujuan untuk memberikan pelayanan publik yang berkesinambungan seiring perkembangan Teknologi Informasi yang menuntut peningkatan kualitas pelayanan publik dalam hal memberiak jaminan kepastian dan kemudahan pelayanan penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia.
D.2.2. Tata Kelembagaan (Struktur Organisasi Publik)
Reformasi kelembagaan atau struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan salah satu yang berpengaruh terhada kinerja organisasi publik. Struktur organisasi 10
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen, Edisi I. Yogyakarta: ANDI. Hlm :2
17
sangat penting karena mencakup kedudukan, beban tugas, fungsi di dalam organisasi. Hal ini sangat penting karena berhubungan dengan tugas kerja dalam organisasi. Ketika struktur itu jelas maka organisasi tersebut dapat melaksanakan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan langkah yang tepat untuk menentukan desain organisasi agar tujuan organisasi publik dapat tercapai. Hal ini dikarenakan struktur organisasi sangat menentukan suatu organisasi publik.
Untuk mewujudkan desain organisasi yang tepat diperlukan serangkaian tindakan efisiensi yang meliputi penghematan struktur organisasi, penyederhanaan prosedur, dan peningkatan profesionalitas aparatur negara menuju peningkatan pelayanan publik. Penataan kelembagaan organisasi publik harus diarahkan pada kelembagaan yang mampu merespon terhadap kebutuhan masyarakat. Menurut Tamin (2004), kebijakan organisasi publik diarahkan pada reformasi kelembagaan agar dapat memberikan pelayanan baik memerlukan11 :
1. Visi dan misi organisasi jelas Dengan visi misi yang jelas, akan dapat disusun organisasi yang benar-benar
sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan terutama mampu
menyeimbangkan antara kemampuan sumber daya organisasi dengan kebutuhan nyata masyarkat. 2. Organisasi flat atau datar
11
Tamin, Feisal. 2004 “Reformasi Birokrasi; Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara”.Bandung : Belantika
18
Dengan organisasi yang berbentuk flat atau datar berarti struktur organisasi tidak perlu terdiri dari banyak tingkatan atau hirarki. Organisasi cukup memiliki satu layer di bawah pucuk pimpinan. Dengan bentuk oranisasi seperti itu maka proses dalam organisasi akan dapat dilakukan dengan cepat karena penghematan dalam struktur organisasi maka waktu yang diperlukan akan tereduksi. 3. Organisasi Ramping atau tidak banyak pembidangan Dengan
organisasi
yang
berbentuk
ramping,
maka
jumlah
pembidangan secara horizontal dapat ditekan seminimal mungkin sesuai dengan beban dan sifat tugasnya sehingga span of controlnya berada pada posisi ideal. 4. Organisasi Jejaring (Network Organization) Dalam era globalisasi dewasa ini, harus ditumbuhkan organisasi jejaring, karena organisasi seperti inilah yang mampu melakukan aktifitas organisasi secara cepat dan efisien. Organisasi yang tidak memanfaatkan networking,cepat atau lambat akan ditinggalkan pelanggan karena kalah bersaing. 5. Streategi organisasi pembelajar (Learning Organization) Dalam suasana perubahan yang sangat cepat, diperlukan organisasi yang mampu mentransformasikan dirinya untukmenjawab tantangan – tantangan dan kesepakatan yang timbul akibat perubahan yang timbul akibat perubahan tersebut.Proses transformasi atau belajar dari setiap 19
unsure dalam organisasi tersebut dikenal sebagai“organisasi pembelajar”. Pada akhirnya yang cepat belajar akan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi. 6. Organisasi banyak diisi jabatan-jabatan professional Hal ini terkait dengan bentuk organisasi
yang flat dengan layer
struktural yang minimal, maka sejalan itu organisasi lebih banyak diiisi oleh
pejabat-pejabat
professional
atau
fungsional
yang
bekerja
berdasarkam kompetisi professional di bidang tertentu sesuai dengan core business organisasi bersangkutan. 7. Organisasi bervariasi Organisasi terbuka untuk struktur yang berbeda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain sesuai dengan kondisi dan prioritas misi masing-masing lembaga tersebut. Untuk itu pendekatan uniformitas yang kaku tidak tepat digunakan dalam penataan kelembagaan.
Dengan demikian keberhasilan organisasi publik dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsi salah satunya ditentukan oleh struktur organisasi. karena struktur organisasi akan menentukan pola perilaku individu dalam pencapaian tujuan. Oleh karena itu, struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang perlu diperbaharui.
Karena
struktur
birokrasi
memungkinkan
birokrat
dapat
mengembangkan potensi dan inovasi agar lebih responsif terhadap perubahan.
20
D.2.3. Aspek Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan asset utama dan mempunyai peran yang strategis bagi kelangsungan Organisasi Publik 12. Manusia merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Terdapat dua elemen yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia yaitu pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh pegawai, karena kedua elemen ini berhubungan dengan perencanaan karir pekerja, peningkatan dan pengembangan kualitas aparaturnya agar memiliki kecakapan dan keterampilan dan keahlian yang diperlukan untuk bekal melaksanakan tugas dibidang masing-masing13.
Pengembangan kualitas aparatur menjadi hal yang sangat strategis dan menentukan. Pengembangan kualitas aparatur tersebut dilaksanakan melalui sistem pendidikan dan latihan. Hal tersebut merupakan suatu usaha yang dilakukan agar aparatur menjadi dapat berfikir logis, rasional dan bertanggung jawab. Sehingga fungsi pelayanan dapat terlasana dengan baik.
Manfaat sumber daya manusia dalam suatu organisasi memegang peran penting. Fasilitas yang canggih dan lengkap belum menjadi jaminan keberhasilan suatu lembaga, tanpa diimbangi kualitas dan staf atau karyawan yang akan memanfaatkan fasilitas itu. Setiap individu yang masuk dalam organisasi membawa karakteristiknya
12
Susanto. 1997. “Budaya Perusahaan”. Jakarta: Elex Media Komputindo, hlm: 13 Irianto, Yusuf. 2001.”Tema-tema pokok Manajeen Sumber Daya Manusia”. Jawa Timur: Insan Cendikia, hlm:92 13
21
seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan dan pengalaman, komponen karakteristik ini kemudian membentuk perilaku pegawai 14. Karena organisasi hanya merupakan satu wadah untuk mencapai tujuan dan munusialah yang akan membawa organisasi tersebut mencapai tujuannya.
Dalam organisasi pemerintah, sumber daya manusia sering disebut sebagai aparatur yang melaksanakan tugas-tugas kelembagaan. Sehingga keberadaan sumber daya manusia sangat penting sebagai unsur fisiologis15. Unsur fisiologis itu adalah:
a. Karyawan dipandang sebagai investasi jika dikembangkan dan dikelola secara efektif akan memberikan imbalan bagi organisasi dalam bentuk produktifitas yang lebih besar. b. Manajer membuat berbagai kebijakan, program, dan praktek yang meluaskan baik bagi kebutuhan ekonomi maupun kepuasan pribadi karyawan. c. Manajer menciptakan lingkungan kerja yang didalamnya para karyawan didorong untuk mengembangkan dan menggunakan keahlian serta kemampuannya semaksimal mungkin. d. Program dan praktek personalia diciptakan agar terdapat keseimbangan antara kebutuhan organisas dengan kebutuhan karyawan. Organisasi selalu
14 15
Thoha, Miftah. 2001. “Perilaku Organisasi: konsep dasar dan Aplikasinya”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Simamora, Henry. 1996 “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Yogyakarta: Penerbitan STIE YKPN
22
berusaha mencapai tujuan dengan menggunakan manusia secara efektif dan efisien.
Untuk itu diperlukan pola pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumberdaya aparatur dalam suatu organisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan teknis, teoritis konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan adalah pengembangan sumber daya menusia yang hasilnya akan mendukung dalam sistem organisasi tersebut. Sehingga pengembangan sumberdaya manusia merupakan komponen yang perlu diperbaharui dalam membentuk birokrasi publik. Pembaharuan disini meliputi perencanaan kebutuhan sumber daya manusia, sistem rekrutan, penempatan, kompensasi dan melakukan evaluasi terhadap kinerja pegawai dan peningkatan kinerja pegawai melalui pendidikan dan pelatihan serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
E. Metode Penelitian E.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif biasa digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik fenomena16. Hal ini digunakan karena mampu memberikan analisa yang lebih
16
Anselm, Strauss & Juliet Corbin (2003). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : PustakaPelajar
23
mendalam dan detail dalam menjelaskan Desain Reformasi Birokrasi Dalam Peningkatkan Kinerja di Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta. Metode penelitian kualitatif tidak hanya melihat realitas perosoalan dari permukaan semata, melainkan lebih mendalam dengan mengikut sertakan peneliti menjadi bagian dari realitas tersebut untuk melihat bagaimana reformasi birokrasi yang ada. Sedangkan pendekatan studi kasus berupaya untuk menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, proses, atau kasus-kasus yang dibatasi oleh waktu dan aktivitas dengan cara mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data17. Kondisi ini akan sangat membantu peneliti yang berusaha melihat Desain Reformasi Birokrasi Dalam Peningkatkan Kinerja di
Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta. E.2 Teknik Pengumpulan Data Pada Penelitian kualitatif teknik pengumpulan data sangat diperlukan guna mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan teknik mengumpulkan data, baik primer maupun sekunder. Memperoleh sumber data primer peneliti lakukan dengan cara observasi lapangan yang menjadi tempat penelitian, dan wawancara langsung dengan narasumber yang terlibat dalam persoalan yang akan diteliti yang berada di kantor
Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta. Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa
17
Creswell W. Jhon. 2010. Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
24
narasumber yang disebut sebagai informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian18. Yang bertindak sebagai informan adalah pihak-pihak yang menangani langsung pelayanan di Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta serta pengunjung sebagai penerima layanan, yaitu dua Pegawai kantor Imigrasi dan dua pemohon pelayanan pembuatan paspor perseorangan. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh, yaitu Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta beralamat di Jl. Solo km.10 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan mengungkap fakta yang diteliti. Data tangan pertama biasanya diperoleh melalui observasi yang bersifat langsung sehingga akurasinya lebih tinggi. Untuk mendukung data primer peneliti memperoleh
sumber data sekunder
melalui pengumpulan litertarur disertai dengan dokumen-dokumen yang terkait dalam desain reformasi birokrasi. Selain itu penulis studi literatur yang didapat dari buku, jurnal, skripsi, tesis maupun media online dalam pengumpulan data yang berkaitan dengan desain reformasi birokrasi dalam peningkatan kinerja. E.3 Analisa Data Analisa data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis
18
Moleong.J. Lexy. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm: 3
25
catatan singkat sepanjang penelitian. Dalam analisis data penulis memadukan data primer dan data sekunder. Tahapan yang akan digunakan dimulai dengan tahap pertama yaitu: melakukan pengumpulan data dan membuat transkrip data dengan cara mendengarkan berulangulang hasil rekaman yang kemudian menyusun hasil wawancara dalam bentuk verbatim. Selanjutnya pada tahap kedua peneliti membaca transkrip data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan makna data yang signifikan dan memberikan garis bawah pada pernyataan-pernyataan penting partisipan. Tahap ketiga adalah menentukan kategori. Kategori merupakan proses dimana peneliti harus mampu mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori. Selanjutnya kategori yang sudah ada peneliti kelompokkan kedalam sub tema, dimana sub tema yang muncul peneliti kelompokkan lagi menjadi tema-tema yang potensial. Tahap keempat adalah menulis laporan. Dalam penulisan laporan, peneliti menuliskan setiap frasa, kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga dapat mendeskripsikan data dan hasil analisa. F. Sistematika Penulisan Penulis dalam tulisan Desain Reformasi Birokrasi Dalam Peningkatkan Pelayanan, (Studi kasus : Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta) Terbagi dalam 5 bab yaitu:
26
BAB I, berupa pendahuluan yang didalamnya memuat, seperti: latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori yang memaparkan teori tentang Reformasi birokrasi, Pelayanan Publik dan Metodelogi penelitian yang akan peneliti gunakan. BAB II, merupakan bab yang membahas gambaran umum dari Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta mengenai Profil, sejarah, tugas dan fungsi, visi dan misi, kode etik hingga struktur kelembagaan. BAB III, merupakan bab yang berisikan Jenis-Jenis Layanan yang ada di kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta baik untuk Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. Selain itu terdapat prosedur, komponen biaya pelayanan serta indeks kepuasan masyarakat. Bab IV, merupakan bab yang berisikan bagaimana gambaran Dimensi reformasi birokrasi dalam meningkatkan pelayanan di Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta mulai dari Sistem, tata kelembagaan hingga aspek sumber daya manusia. Dan juga terdapat faktor pendukung dan penghambat reformasi birokrasi di Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta. BAB V, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan beserta saran rekomendasi terkait hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dan saran peneliti diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta serta bisa dijadikan bahan evaluasi agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
27