BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak diterbitkan paket Undang-Undang tentang keuangan pemerintah, UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, telah membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah. Perubahan pada aspek pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang tersebut pada dasarnya bertumpu pada upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang secara keseluruhan diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Peraturan pemerintah ini bersifat omnibus regulation, yang merupakan satu kasatuan pengaturan yang mengakomodir sekaligus mensingkronkan seluruh pengaturan yang menyentuh aspek pengelolaan keuangan daerah yang diamanatkan Undang-Undang sebagaimana telah dikemukakan di atas. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang selama ini dijadikan pedoman dalam pengelolaan keuangan daerah.
Dalam kaitan ini apabila mencermati substansi materi antara kedua Peraturan Pemerintah dimaksud, masih memiliki landasan filosofis yang mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas. Sedangkan perbedaan yang sangat menonjol yakni mempertegas dan memperjelas lingkup pengelolaan keuangan daerah dan adanya
desentralisasi
dalam
proses
penatausahaan,
akuntasi,
pelaporan,
dan
pertanggunggjawaban keuangan daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 ini masih bersifat umum, maka dalam diaplikasikan secara mudah sesuai dengan yang diamanatkan dalam pasal 155, telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Hal mendasar yang melatar belakangi perubahan peraturan perundangundangan tersebut adalah keinginan untuk mengelola keuangan negara dan keuangan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut tentunya dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama yakni transparansi, akuntabilitas, dan pertisipatif. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang baik diperlukan penatausahaan pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien dan lebih efektif. Salah satu unsur dalam pengelolaan keuangan daerah yang lebih efektif dan lebih efisien adalah perlu adanya suatu sistem atau prosedur yang harus diatur dengan baik, sehingga dalam proses pengelolaan keuangan benar-benar terarah dan dapat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam melakukan suatu aktivitas untuk mencapai suatu tujuan, baik aktivitas apa saja, harus melalui suatu proses dan proses-proses tersebut akan membentuk suatu prosedur. Sistem dan prosedur merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimana prosedur merupakan bagian dari sistem tersebut.
Pelaksanaan proses pencairan gaji berdasarkan Keputusan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 telah berjalan selama 5 tahun anggaran, yakni tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2007. Dalam pelaksanaan terjadi hambatan yang disebabkan oleh sistem birokrasi yang diatur dalam Kepmendagri tersebut, dimana proses pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan dokumen lain terkait pencairan dana, ditujukan langsung kepada kepala bagian keuangan sebagai ordonateur yang mendapat pendelegasian wewenang dari kepala daerah, dimana proses verifikasi SPP sampai penerbitan SPMU atau Surat Perintah Membayar Uang serta realisasi anggaran semuanya terpusat pada bagian keuangan. Di dalam sistem pencairan yang terpusat pada bagian keuangan tersebut, muncul isu dikalangan publik yakni proses pencairan dana kepada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan kepada pihak ketiga tidak tepat waktu dikarenakan pembuatan dokumen dan prosedurnya belum dikuasai benar. Persoalan tersebut menimbulkan keresahan pada pihak SKPD dan pihak kontraktor dan mempunyai kesan bahwa proses realisasi keuangan yang dilakukan oleh bagian keuangan banyak menyita waktu, dimana lebih dari seminggu. Dengan melihat kelemahan yang terjadi dalam proses pencairan berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut, terbitlah Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang merupakan penyederhanaan proses penatausahaan pengelolaan Keuangan Daerah. Namun dalam pelaksanaannya masih terjadi kesalahan penyajiannya karena prosedurnya berbelit belit, maka terbitlah Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam pelaksanaan pencairan gaji pegawai menggunakan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Pelaksanaan sistem pencairannya dimulai dengan
penyederhanaan pendelegasian kekuasaan pengelolaan
Keuangan Daerah sampai pada tingkat manajemen terendah pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Melalui penyederhanaan seluruh proses dan dokumen administrasi pelaksanaan dan penatausahaan Keuangan Daerah yang dimaksud diharapkan dapat memperpendek jalur birokrasi, mempercepat proses pembayaran, mempertegas adanya pemisahan tanggungjawab antara yang memerintahkan, yang menerima dan yang melakukan pembayaran. Prosedur pencairan gaji yang dilaksanakan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata menurut Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 di mulai dari penerimaan Surat Penyediaan Dana (SPD) dari Bendahara Umum Daerah. Berdasarkan SPD tersebut tiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) membuat SPP (Surat Permintaan Pembayaran).SPP memuat tentang jumlah anggaran pembayaran gaji yang dilampiri dengan pembayaran gaji induk, daftar gaji, kekurangan gaji, dan SK PNS. Selanjutnya akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS) Gaji yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran untuk pembelanjaan gaji pegawai. Namun dalam pelaksanaanya prosedur pencairan pencairan gaji pegawai berdasarkan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 mengalami permasalahan yaitu proses pencairan gaji pegawai tidak tepat waktu dikarenakan pembuatan dokumen yang tidak sesuai, sehingga waktu pencairan gaji pegawai lebih dari seminggu. Berdasarkan latar belakang di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “ Prosedur Pencairan Gaji Pegawai Pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata”
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas maka permasalahan pokok yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Apakah prosedur Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
pencairan
gaji pegawai pada Badan
Kabupaten Lembata sudah sesuai dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan mengapa terjadi keterlambatan dalam pencairan gaji pegawai.
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui prosedur pencairan gaji pegawai pada Badan
Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata sesuai / tidak dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan faktor penyebab keterlambatan dalam pencairan gaji pegawai.
D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata dalam pengambilan kebijakan dalam prosedur pencairan gaji pegawai serta untuk mengetahui penerapan prosedur pencairan gaji berdasarkan Permendagri No. 59 tahun 2007 2. Sebagai bahan untuk peneliti lain yang mengadakan penelitian lanjutan berkaitan dengan prosedur serta masalah-masalah terlambatnya pencairan gaji pegawai