BAB I
PENDAHULUAN
A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah Sudah lama sekali Gereja-gereja dalam lingkup Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (selanjutnya disingkat GKJ) merindukan disusunnya sebuah sejarah Gereja dalam konteks Sejarah Gereja Kristen Jawa. Nampaknya kerinduan tersebut akan sedikit terobati, sebab pada tahun 2003 yang lalu sudah dibentuk tim khusus yang ditugasi untuk menyusun sejarah GKJ. Sebagai kerja kolektif, apalagi untuk kepentingan Sinode, maka dugaan penulis, Sejarah GKJ yang akan ditulis, tidak jauh berbeda dengan penulisan sejarah Gereja pada umumnya, yaitu cenderung bersifat elitis dan institusional.
Memang tidak bisa dipersalahkan jika ada
seorang sejarawan yang
menulis suatu cerita sejarah dari prespektif institusinya. Hal itu terkait dengan subyektivitas
sang sejarawan
dan untuk tujuan apa sejarah tersebut ditulis.
Diakui atau tidak, sejarah, dalam banyak segi
memang bersifat subyektif. 1
Bahkan menurut L. Strauss dan A.R. Louch, ‘subyektivitas seorang sejarawan tidak hanya tidak dapat disingkirkan, melainkan merupakan suatu faktor yang pantas dicita-citakan untuk membangkitkan kembali masa silam’. 2 Maksudnya, 1
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah,, Jakarta, UI Press, Cet.5, 1986, p.27. F.R. Ankersmit, Refleksi tentang Sejarah, Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah, Jakarta, Gramedia, 1987, p. 335.
2
1
imajinasi seorang sejarawan --- yang sudah barang tentu bersifat subyektif --justru sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah (cerita) sejarah agar kehidupan yang ada di masa silam, yang kini hanya bisa dikenali lewat jejak-jejak yang ditinggalkannya, bisa ditampilkan kembali menjadi sebuah (cerita) sejarah yang hidup.
Tetapi persoalannya di sini adalah, jika setiap usaha penyusunan sejarah lebih banyak memberi tekanan pada segi institusinya, tanpa ada suatu keinginan untuk menggali lebih dalam lagi berkaitan dengan pemikiran, perasaan, pergumulan atau jerih juang yang dilakukan oleh para pelaku sejarah, maka usaha penulisan sejarah yang demikian, menurut hemat penulis, kurang dapat memberi kontribusi positif bagi kehidupan manusia
yang hidup di jaman
sesudahnya. Padahal, jika suatu sejarah ditulis dengan memberi tekanan pada segi pelakunya, yang mana lewat pemikiran-pemikirannya atau jerih juangnya mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, maka keyakinan penulis, model penulisan sejarah yang demikian akan jauh lebih bermanfaat ketimbang sejarah institusi.
Bertitik tolak dari persoalan tersebut di atas, maka penulis merasa tertantang untuk menulis sebuah karya ilmiah berupa penulisan sejarah Gereja dari prespektif pelakunya, yaitu sebuah sejarah yang menggambarkan pergumulan sekaligus perjuangan dari seorang tokoh Gereja ( dalam hal ini tokoh GKJ ) dalam menanggapi sapaan Allah di dunia ini berkaitan dengan realitas sosial,
2
politik, budaya, ekonomi dan keagamaan yang di hadapinya. Demi mewujudkan harapan yang besar ini, maka penulis akan menelusuri jejak-jejak pemikiran yang ditinggalkan oleh seorang pelaku sejarah, yang mana lewat pemikiran dan jerih juangnya, telah membawa GKJ ke arah kemajuan tertentu. Adapun pelaku sejarah yang dimaksud adalah tokoh GKJ yang bernama Pendeta Basoeki Probowinoto.
Penulis memilih topik ini, antara lain; karena pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto agar Gereja mengubah titik berat pelayanan Pekabaran Injil dari yang dilakukan oleh tenaga yang dibayar kepada pelayanan Pekabaran Injil oleh para anggota jemaat, sebagaimana yang ia sampaikan dalam “Nota Probowinoto”, itu bisa dikatakan sebagai sebuah pemikiran yang baru dan berani pada jamannya. Sebab dalam pemahaman GKJ, sebagaimana yang diwariskan oleh pendirinya, yaitu Zending Gereformeerd, 3 yang diperbolehkan untuk menjadi pelayan Pekabar Injil hanyalah orang yang memiliki jabatan Gerejawi sebagai pendeta. Tepatnya, pendeta utusan. 4
Di samping itu, pemikiran tersebut bertentangan dengan asas-asas Pekabaran Injil yang diputuskan oleh Persidangan Sinode Gereja-gereja Gereeformeerd di Midelburg, tahun 1896 dan bertentangan pula dengan Tata
3
Tidak semua Gereja dalam lingkup Sinode GKJ di dirikan oleh Zending. Ada GKJ yang lahir karena buah pelayanan kaum awam, buah pelayanan Gereja setempat, oleh Gereja setempat yang bekerja sama dengan Zending dan yang terakhir oleh pelayanan Zending. Lihat Hadi Purnomo dan M.Suprihadi Sastrosupono (ed), GKJ, Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa, TPK, Yogyakarta, 986, p.13. 4 Yang dimaksud dengan pendeta utusan di sini sama artinya dengan kata msionaris atau kata Belanda Zendeling , atau kata Indonesia Pekabar Injil, yaitu orang yang secara khusus diutus oleh Gereja Pengutus (Zending) untuk mengabarkan Injil di luar negeri, atau kepada bangsa-bangsa yang belum menjadi Kristen. Mengingat ke empat sebutan ini memiliki arti yang sama, maka sebutan yang akan digunakan dalam tesis ini adalah pendeta utusan.
3
Pekabaran Injil GKJ yang diputuskan oleh Persidangan Sinode GKJ di Salatiga, tanggal 5-6 Juli 1949. Dalam Tata Pekabaran Injil kedua sinode tersebut ditegaskan bahwa yang boleh mengabarkan Injil hanyalah mereka yang berjabatan Pendeta (pendeta utusan). 5 Dengan demikian pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto” boleh dikatakan sebagai sebuah pemikiran yang kontrofersial, sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam,
seraya bertanya;
“ Adakah sesuatu yang sedang dihadapi oleh
Pendeta Basoeki Probowinoto, yang menjadi latar belakang munculnya “Nota Probowinoto”,
sehingga
dia
memandang
perlu
untuk
menyampaikan
pemikirannya yang kontroversial itu ?”
2. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan penelitian historis akan dilakukan di sekitar persoalan yang secara rinci dirumuskan seperti berikut ini : a.
Pandangan teologis-misiologis macam apa yang ada di balik pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto sehingga dia berani mengatakan agar Gereja mengalihkan titik berat pelayanan Pekabaran Injil dari tenaga yang dibayar kepada pelayanan Pekabaran Injil oleh para anggota jemaat ?
b.
Selain
pandangan
teologis-misiologis
tertentu,
seperti
yang
sudah
dipertanyakan dalam butir a, adakah faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab munculnya “Nota Probowinoto”, misalnya karena faktor budaya
5
Jika ingin melihat asas-asas Pekabaran Injil selengkapnya, lihat Artikel 116, Akta Sinode Midelburg, 1896 dan Tata Pekabaran Injil GKJ tahun 1949.
4
atau karena adanya perubahan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia ? c.
Seberapa besar pengaruh pandangan teologis-misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto” terhadap perubahan strategi Pekabaran Injil dan implementasinya bagi pertumbuhan Gereja-gereja di lingkungan GKJ ?
3. Batasan Masalah. Mengingat Pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto sangat banyak dan luas, maka penelitian ini dibatasi : a. Unit penelitian adalah sejarah pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto yang berhubungan dengan perkembangan teologi misi di GKJ. b. Fokus penelitian adalah mencari faktor penyebab munculnya pandangan teologis misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto” dan pengaruhnya bagi perubahan strategi Pekabaran Injil di GKJ. c. Rentang waktu Penelitian adalah 72 tahun, yaitu
dari tahun 1917, tahun
kelahiran Pendeta Basoeki Probowinoto sampai tahun 1989, tahun wafatnya Pendeta Basoeki Probowinoto. Adapun pembagian waktu ditentukan sebagai berikut : Periode tahun 1917 – 1941, digunakan untuk menceritakan asal-usul keluarga dan latar belakang pendidikan Pendeta Basoeki Probowinoto, Periode tahun 1942 – 1955 untuk menceritakan masa pengabdian dan pelayanan hingga munculnya “Nota Probowinoto” dan periode 1955 – 1989, untuk menceritakan dampak munculnya “Nota Probowinoto”.
5
B. RUMUSAN JUDUL 1.
Judul Tesis
Berdasarkan Permasalahan tersebut di atas, maka tesis ini diberi judul : PANDANGAN TEOLOGIS-MISIOLOGIS PENDETA BASOEKI PROBOWINOTO DALAM NOTA PROBOWINOTO DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN STRATEGI PEKABARAN INJIL DI GEREJA-GEREJA KRISTEN JAWA ( Tinjauan Historis )
2. Alasan Pemilihan Judul. Ada dua alasan, mengapa judul ini yang dipilih : a. Dalam “Nota Probowinoto”, penulis melihat ada suatu pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto yang baru dan berani, yang sedikit banyak turut mempengaruhi kebijakan GKJ dalam menyusun sebuah strategi Pekabaran Injil yang baru.
b. Sejauh pengamatan penulis, penelitian historis, yang secara khusus meneliti kausalitas
pandangan Teologis-Misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto
dalam “Nota Probowinoto”, sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh orang lain, sehingga penelitian jenis ini bisa dikatakan masih orisinil dan pantas untuk dilakukan.
6
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Adapun tujuan penelitian ini secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Mendeskripsikan latar belakang kehidupan Pendeta Basoeki Probowinoto.
b.
Mendeskripsikan Probowinoto
c.
pandangan
teologis-misiologis
Pendeta
Basoeki
sebagaimana yang terdapat dalam “Nota Probowinoto”.
Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab munculnya “Nota Probowinoto”, berkaitan dengan kondisi sosial-politik yang sedang dihadapi oleh GKJ.
d.
Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan oleh “Nota Probowinoto” bagi usaha penyusunan sebuah strategi Pekabaran Injil yang baru di GKJ .
Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : a. Dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi Gereja-gereja di Indonesia pada umumnya dan GKJ khususnya, sehingga Gereja tidak a historis. Dengan memiliki kesadaran sejarah yang baru, diharapkan Gereja lebih dimampukan untuk mengahayati tugas dan panggilannya sebagai garam dan terang dunia. b. Dapat digunakan atau dikembangkan untuk penelitian sejarah Gereja yang sejenis dalam skala yang lebih luas dan mendalam.
C. HIPOTESIS Secara institusional-sinodal, GKJ resmi berkecimpung di dalam pelayanan Pekabaran Injil sejak tahun 1936, yaitu sejak persidangan sinode GKJ 6 di Purwokerto yang memutuskan untuk melayani Pekabaran Injil di antara kaum
7
transmigran di Lampung (Sumatra bagian Selatan ). Waktu itu di Jawa Tengah sendiri masih merupakan daerah Pekabaran Injil Zending-zending luar negeri, yaitu perkumpulan Salatiga Zending dan Zending Gereja-gereja Gereformeerd di Nederland (Gereformeerde Kerken in Nederland disingkat GKN). Adapun asas-asas dan metode Pekabaran Injil yang dilakukan oleh GKJ --- paling tidak sampai kurun waktu tahun 1955 ---
mengikuti asas-asas dan metode Pekabaran Injil yang
dilakukan oleh GKN. Salah satu butir asas-asas tersebut adalah yang memiliki kewenangan untuk mengabarkan Injil, hanyalah orang
yang memiliki jabatan
Gerejawi sebagai pendeta. Tepatnya, pendeta utusan. 7
Dalam pandangan Pendeta Basoeki Probowinoto, asas Pekabaran Injil semacam itu, selain tidak efektif juga tidak efisien. Tidak efektif, sebab hanya dilakukan oleh segelintir orang saja, yaitu pendeta utusan. Tidak efisien, sebab Gereja harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membiayai keperluan pendeta utusan dalam menjalankan tugas Pekabaran Injil. Oleh karena itu, demi
6
Waktu itu masih bernama Geredja Kristen Djawa Tengah Selatan (GKD). Lihat artikel 15, Akta Sinode GKD 1936. 7 Asas-asas Zending Gereformeerd berdasarkan Artikel 116, Akta Sinode Gereja-Gereja Gereformeerd di Midelburg, 1896 adalah sebagai berikut: 1) Tujuan Pekabaran Injil (PI) adalah kemualiaan (bukan pertamatama menyelamatkan jiwa yang menjadi pusat perhatian). 2) Yang menjalankan PI ialah Jemaat setempat (bukan kelompok para “sahabat zending”). 3) Utusan-utusan harus pelayan Firman yang berpendidikan akademis dan yang berhak npenuh sebagai pendeta juga dalam gereja induk (bukan tenaga zendeling yang pendidikannya lebih banyak bersifat praktis dan yang tidak melayankan sakramen di tanah air). 4) Usaha zending tidak pertama-tama diarahkan kepada orang-orang perorangan melainkan kepada bangsanya (sukunya) dan bermula pada pusat-pusat kehidupan bangsa itu. (Hal ini berarti bahwa usaha PI bertolak dari kota-kota, bertentangan dengan Jawa Timur, di mana agama Kristen berakar di desa-desa). 5) Selanjutnya, orang yang masuk Kristen secapat mungkin dikumpulkan menjadi jemaat yang setingkat dengan jemaat induk di Belanda, dan jemaat itu perlu sedapat mungkin dilayani oleh seorang pendeta yang setingkat dengan rekannya pendeta utusan Belanda. 6) Akhirnya; zending Gereformeerd mengadakan perbedaan tajam antara pelayan Firman (Pengabaran Injil), yang merupakan pelayanan utama, dan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan dan lain-lain, yang merupakan pelayanan penunjang (jadi membawa peradaban atau meningkatkan kesejahteraan orang tidak boleh menjadi pokok karya zending). Lihat Dr. Th. van den End, Ragi Carita 2, BPK, Jakarta, 1989, p.227.
8
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Pekabaran Injil, Pendeta Basoeki Probowinoto menyampaikan gagasannya agar Gereja menghubungkan potensi material finansial jemaat dengan tugas misionernya. 8 Dalam strategi kegerejaan, posisi Jemaat itu sebagai “uitval post” ( pos pangkal serbuan) dan sekaligus sebagai “centrum” atau pusat. 9 Dalam kaitannya dengan ini, sebenarnya Gereja tidak perlu lagi mengutus pendeta utusan untuk mengerjakan tugas misionernya sendiri. Akan jauh lebih berdaya guna jika Gereja memanfaatkan potensi yang ada, yaitu seluruh anggota Gereja untuk pekerjaan Pekabaran Injil. Itu sebabnya, di dalam “Nota Probowinoto”, Pendeta Basoeki Probowinoto mengatakan: “ Mempergunakan tenaga P.I. lain-lainnya secara effisien saya dasarkan atas pertimbangan: MENGALIHKAN TITIK BERAT PELAYANAN P.I. DARI TENAGA YANG DIBAYAR KEPADA PELAYAN P.I. OLEH PARA ANGGOTA JEMAAT. (Keterangan: menurut pendapat saja maka ada perbedaan dalam mempergunakan tenaga Pekabaran Indjil pada waktu dulu, di mana Indjil mulai dikabarkan dan pada waktu sekarang, di mana sudah berdiri Djemaat-2 Kristen). Pada waktu dulu pekabaran dilakukan oleh orang-orang yang dibajar, supaja seluruh tenaganja dapat dicurahkan untuk Pekabaran Indjil. Akan tetapi setelah Djemaat-2 berdiri adalah lebih sedjalan dengan djiwa kekristenan dan semangat Indjil, djika pekabaran berdjalan setjara “gendeng-ginendeng”. Di dalam praktijk ini sudah berdjalan, tinggal soal ini disistematisir dan diresmikan.” 10
Ada dugaan, bahwa pandangan teologis-misiologis Pendeta Basoeki Probowonito dalam “Nota Probowinoto” itu,
adalah kristalisasi
pandangan
teologis-misiologis GKJ pada umumnya, yang menempatkan awam dan pendeta pada kedudukan yang sama di dalam Gereja. Dalam pandangan GKJ, baik awam maupun pendeta, sama-sama mengemban amanat agung dari Tuhan Yesus Kristus
8
Basoeki Probowinoto, “Effisiensi Dalam Mempergunakan Tenaga dan Harta Benda Untuk Pekerjaan Pekabaran Injil di Jawa Tengah”, (Bahan Ceramah, tertanggal Salatiga, 2 Februari 1955) dalam Nico L. Kana & N. Daldjoeni (ed), Ikrar dan Ikhtiar dalam Hidup Pendeta Basoeki Probowinoto, BPK, Jakarta, 1987, Lampiran 3.1. p. 273-281 atau dalam Dr. Pradjarta DS, Sumber-sumber tentang Sejarah Gereja Kristen Jawa 1896 – 1980, Kampen, 1995, p. 153-156. 9 . Ibid 10 Ibid
9
untuk mengabarkan Injil. Oleh karena itu, pekerjaan Pekabaran Injil yang dilakukan oleh kaum awam, itu sudah sesuai dengan pandangan Gereja. Bukan sesuatu yang terkutuk, sebagaimana yang dipahami oleh Gereja-gereja Gereformeerd.
Selain itu, dari sudut pandang budaya (Jawa), “Nota Probwinoto” adalah kristalisasi perlawanan budaya dari orang-orang Kristen Jawa (GKJ) atas struktur Gereja Belanda (Barat), yang dipaksa tanam-cangkokkan
untuk GKJ. Struktur
Gereja Barat, yang menempatkan pendeta pada posisi lebih tinggi dari pada anggota Gereja biasa (awam), tidak sesuai dengan budaya Jawa. Dalam budaya Jawa, semua orang diberi tempat yang sama (flat) dalam sebuah masyarakat. 11 Maka dapat dikatakan di sini, bahwa melalui “Nota Probowinoto”, Pendeta Basoeki Probowinoto hendak mengatakan; bahwa struktur Gereja yang dibawa para pendeta utusan Belanda, sebenarnya tidak cocok jika diterapkan untuk GKJ.
Dugaan
yang
lain,
munculnya
“Nota
Probowinoto”
lebih
banyak
dilatarbelakangi oleh motif-motif politik tertentu. Di satu pihak, ketegangan hubungan antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Pemerintah Kerajaan Belanda, yang dipicu oleh sengketa Irian Barat pada tahun 1950-an, diprediksi oleh Pendeta Basoeki Probowinoto dapat mengakibatkan hubungan kerja sama di bidang Pekabaran Injil, sebagaimana yang diatur dalam Regionaal Akkoord, tidak dapat dilanjutkan kembali. Dalam situasi seperti ini, GKJ harus bisa membuat suatu langkah antisipatif agar pelayanan Pekabaran Injil tetap berjalan, walaupun tidak
11
Lihat pandangan dunia Jawa dalam Franz Magnis Suseno, SJ, Etika Jawa, Sebuah AnalisaFfalsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Gramedia, Jakarta, 1993, p.82-135.
10
lagi bekerja sama dengan pihak asing (Belanda). Sebagai langkah antisipatif, Pendeta Basoeki Probowonito menyarankan agar GKJ mengubah titik berat pelayanan Pekabaran Injil dari yang dilakukan oleh pendeta utusan (yang dibayar) kepada anggota Gereja (awam).
Di sisi lain, sebagai seorang nasionalis Kristen, yang sejak tahun 1945 memutuskan meninggalkan pelayanan di Gereja dan terjun ke kancah politik praktis, Pendeta Basoeki Probowinoto menolak jika Belanda kembali ke Indonesia. Walaupun itu hanya lewat kerja sama di bidang kegerejaan. Bagi Pendeta Basoeki Probowinoto, yang hidup dan bertindak pada
masa “nastionbuilding” dan
“Churchbuilding” 12 , perjuangan menegakkan kemerdekaan bangsa, sama artinya dengan perjuangan menegakkan kemandirian Gereja. Hal ini dia lakukan, supaya keberadaan Gereja-gereja di Indonesia pada umumnya dan GKJ khususnya, tidak dipandang sebagai kaki tangan Belanda atau
pembantu imperialis seperti yang
sering dituduhkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya dari kalangan umat Muslim, kepada orang-orang Kristen pada masa itu. 13 Dengan kata lain, “Nota Probowinoto” adalah cerminan sikap politis Pendeta Basoeki Probowinoto yang menolak kembalinya Belanda ke bumi Indonesia.
12
Lihat Prof.Dr.J.Verkuyl, Kenang-kenangan akan teman saya Pendeta Basoeki Probowinoto, dalam Nico L.Kana dan N. Daldjoeni (ed), Ikrar dan Ikhtiar Dalam Hidup Pendeta Basoeki Probowinoto, BPK, Jakarta, 1987, p.142. 13 Lihat Pdt. Basoeki Probowinoto, Strategi Baru (Makalah konsultasi Pekabaran Injil, tanggal 10 Desember 1962 di Jogjakarta ) Sikap seperti ini (menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa orang Kristen dan Gereja bukan kaki tangan Belanda) tidak hanya dilakukan oleh Pendeta Basoeki Probowinoto sendiri. Banyak di kalangan pemuda dan mahasiswa Kristen yang membentuk Laskar-laskar Kristen, yang perjuangan utamanya adalah pelayanan sosial / amal guna menghapuskan kecurigaan masyarakat terhadap kecenderungan pro-Belanda di kalangan orang Kristen. Sebagai contoh adalah Laskar Rakyat Kebaktian Republik Indonesia Sulawesi (KRIS), yang beranggotakan para mahasiswa Kristen asal Manado. KRIS didirikan pada tanggal 8 Oktober 1945. Lihat Kompas, edisi 3 Agustus 2005, p.15.
11
D. KERANGKA TEORI PENELITIAN. Pendirian teoritis terhadap metodologi sejarah, sebenarnya berhubungan erat dengan jenis sejarah yang hendak disusun. Apabila seorang sejarawan ingin menulis sejarah dalam bentuk deskriptif naratif, maka yang dilakukannya cukup dengan mengumpulkan data dan menyusunnya secara kronologis, sesuai dengan urutan peristiwa yang terjadi. 14 Tetapi apabila seorang sejarawan ingin menulis sejarah dalam bentuk analitis, maka terlebih dahulu dia harus menyaring fakta-fakta dari sumber-sumber sejarah, kemudian menganalisanya untuk menguraikan kausalitas, faktor-faktor kondisional dan determinan-determinan dari peristiwa-peristiwa sejarah. Implikasi metodologis dari penyusunan sejarah analitis ialah bahwa konsepkonsep, hipotese-hipotese dan teori-teori yang dipergunakan sebagai prinsip penyeleksian dan penginterpretasian harus dirumuskan secara eksplisit, sehingga lebih terbuka untuk penilaian secara obyektif.
Ada bermacam-macam jenis sejarah. Misalnya; filsafat sejarah, sejarah sosial, sejarah masyarakat, sejarah ekonomi, sejarah perusahaan, sejarah politik, sejarah pemikiran, sejarah kebudayaan dan sejarah etnik. Dari sekian banyak jenis sejarah, seorang sejarawan bisa menulisnya dalam bentuk kronologis maupun analitis. 15 Artinya, semua jenis sejarah bisa ditulis dalam bentuk kronologis maupun analitis. Hal ini tergantung dari minat si penulis itu sendiri.
14
Sartono Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif, Jakarta, Gramedia, 1982, p.69. 15 Taufik Abdulah dan Abdurrachman Surjomihardjo (Ed), Ilmu Sejarah dan Historiografi, Gramedia, Jakarta, 1985. bab 5-6.
12
Sehubungan dengan tesis yang diberi judul:
“ Pandangan Teologis
Misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto” dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Strategi Pekabaran Injil di GKJ (Tinjauan Historis)“, yang nampaknya bisa dikategorikan sebagai sejarah pemikiran, 16 penulis ingin menulis sejarah pemikiran dalam bentuk analitis.
Berkaitan dengan pemilihan jenis sejarah yang akan ditulis, maka sebagai kerangka teori akan disampaikan; 1) Obyek Penelitian, 2) Metode Penelitian 3) Metode Penulisan atau Eksplanasi Sejarah, 4) Pendekatan dan 5) Model sejarah.
1. Obyek Penelitian. Dalam ilmu sejarah, yang menjadi obyek penelitian adalah peristiwa masa lampau. 17 Tetapi peristiwa masa lampau itu sudah berlalu dan lenyap, yang ada tinggal sisa-sisanya saja atau ingatan-ingatan terhadap peristiwa masa lampau itu yang kadang-kadang diwujudkan dalam bentuk cerita, baik yang tertulis maupun lisan. Ini pun, belum tentu tepat sama dengan peristiwa masa lampau yang sebenarnya. Maka dari itu, dalam studi sejarah, seorang sejarawan hanya dapat menganalisa sisa-sisa peristiwa masa lampau kemudian berdasarkan bukti-bukti yang berhasil dikumpulkannya (fakta sejarah) disusunlah peristiwa masa lampau secara penuh sehingga dapat dipahami oleh manusia sekarang. 18
16
Menurut Kuntowijoyo, yang bisa dikategorikan Sejarah Pemikiran antara lain; pemikiran tentang politik, agama, ekonomi, sosial, filsafat, hukum, budaya, dan sebagainya. Lihat Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2003, p.190. 17 Ibid. 18 Ibid.
13
Ada bermacam-macam jenis sisa-sisa masa lampau atau peninggalan masa lampau yang dapat dijadikan sebagai obyek penelitian, yaitu : a. Sisa-sisa fisik yang berupa situs historis. Misalnya jalan, piramid, benteng, gedung, candi, perabotan rumah tangga, gerabah, senjata dan benda-benda sejenisnya. b. Peninggalan yang berupa cerita lisan. Misalnya; cerita rakyat, legenda, balada dan tradisi atau adat istiadat. c. Peninggalan dalam bentuk tulisan atau inskripsi. Peninggalan jenis ini bisa dibedakan menjadi dua. Pertama peninggalan pra sejarah, yaitu simbolsimbol atau gambar yang diukirkan di dinding gua, di batu, di pohon, di logam, dsb. Kedua, peninggalan modern, yaitu tulisan-tulisan yang menunjukkan perkembangan budaya manusia setelah manusia belajar tulismenulis, misalnya perkamen, buku-buku, notula-notula rapat, makalah, teks pidato, surat, surat kabar, memo, nota, dsb.
Sehubungan dengan penyusunan tesis ini, peninggalan masa lampau yang dijadikan obyek penelitian adalah 1) Biografi Pendeta Basoeki Probowinoto, 2) Karya-karya ilmiah Pendeta Basoeki Probowinoto, 3) Tulisan-tulisan orang lain yang berisi pendapat atau penilaian terhadap Pendeta Basoeki Probowinoto, 4) ingatan-ingatan yang ada hubungannya dengan kehidupan Pendeta Basoeki Probowinoto dan 5) dokumen, notula rapat, akta sidang dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan topik.
14
2. Metodologi Penelitian. a. Model Penelitian. Model penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun tesis ini adalah model penelitian sejarah. Dalam model ini dituntut suatu kesadaran, bahwa sesungguhnya sejarah tidak bisa di-rekonstruksi. 19 Kehidupan manusia di masa lampau tidak bisa ditampilkan kembali. Meskipun begitu, manusia yang hidup di masa lampau bisa diketahui, walaupun itu tidak sepenuhnya benar, karena hanya dikenali lewat benda-benda yang ditinggalkannya sebagaimana yang sudah disebutkan dalam obyek penelitian. Kehidupan manusia di masa lalu akan tampil kembali, jika seorang sejarawan (subyek) mampu mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan manusia itu (fakta historis yang dijadikan obyek penelitian), kemudian berimajinasi atau membayangkan seperti apakah bentuk kehidupan manusia di masa lalu tersebut (menjelaskan obyek). 20
Dari penjelasan singkat di atas, maka dapat disampaikan bahwa model penelitian sejarah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah suatu proses perjalanan rekreasi peneliti (penulis) yang sifatnya subyektif, yang berusaha menggambarkan kehidupan manusia di masa lampau (obyek yang diteliti, yaitu Pendeta Basoeki Probowinoto), melalui imajinasi dan interpretasi terhadap fakta-fakta sejarah atau jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan oleh Pendeta Basoeki Probowinoto dan orang-orang yang sejaman dengannya.
19 20
GJ. Renier, Metode dan Manfaat Sejarah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, p.113. Ibid.
15
b. Teknik Pengumpulan Data. Ada tiga teknik pengumpulan data yang akan ditempuh dalam penelitian ini, yaitu:
b.1. Heuristik. Yang dimaksud dengan Heuristik adalah proses pengumpulan data yang diperlukan untuk penyusunan sebuah cerita sejarah.
b.2. Otentisitas dan Kritik Sumber. Untuk mencari otentisitas data, maka yang akan dilakukan di sini adalah kritik sumber. Ada dua langkah kritik sumber. Pertama kritik eksternal, yaitu dengan bertanya; apakah jejak-jejak yang ditinggalkan dan yang saya yakini ini benar ? apakah yang diceritakan pada saya dan apa yang dituntutnya itu benar-benar ada ? dalam bentuk apa dia menulis ? Kedua, kritik internal, yaitu bertanya pada diri sendiri; apakah saya bisa mempercayai pesan yang disampaikan oleh jejak-jejak yang ditinggalkan oleh kehidupan masa lampau ? apakah ada manfaatnya untuk kehidupan sekarang ? apakah kemunculannya benar-benar ada atau masih tersamar ?
b.3. Pernyataan Resmi. Sehubungan dengan penyusunan tesis ini, maka secara resmi penulis menyatakan bahwa urutan berikut ini menunjukkan data yang dianggap paling tinggi otentisitasnya dan yang rendah otentisitasnya.:
16
b.3.1. Karya-karya ilmiah Pendeta Basoeki Probowinoto” (Sumber Primer), antara lain: 1) Makalah yang berjudul “Effisiensi Dalam Mempergunakan Tenaga dan Harta Benda Untuk Pekerjaan Pekabaran Injil di Jawa Tengah”. Makalah ini lebih dikenal dengan sebutan “Nota Probowinoto”, disampaikan dalam acara pertemuan para Misionaris di Semarang, tanggal 2 Februari 1955. 2) Teks pidato dalam acara pembukaan Konperensi Nasional II Pendeta / Awam Gereja Kristen di Sala, tanggal 5 Oktober 1959. 3) Makalah yang berjudul “Strategi Baru“. Makalah ini disampaikan dalam konsultasi Pekabaran Injil di Jogjakarta, tanggal 10 Desember 1962. 4) Nota; Pembangunan sebuah Christian Center, tertanggal Salatiga, 6 Maret 1958. 5) Essei
dengan Judul
“Politik “. Essei ini dimuat dalam
Madjalah Pedoman, Th. Ke I, No.2, 15 Desember 1945. 6) Naskah
Khotbah
dengan
judul
“Dipanggil
Kepada
Kemerdekaan”. Naskah ini disampaikan dalam resepsi pembukaan Konggres ke VIII PARKINDO, di Jogjakarta, tanggal 8 Februari 1962. 7) Naskah sambutan wakil Gereja-Gereja Kristen Jawa di Jawa Tengah pada peristiwa penyerahan Rumah Sakit Kristen di
17
Jebres oleh J.M. Menteri Kesehatan, kepada Yayasan Rumah Sakit-Rumah Sakit Kristen Jawa Tengah pada tanggal 29 Oktober 1955, di Surakarta. 8) Naskah sambutan dari Ketua-ketua DGI pada Musyawarah Nasional Kebudayaan Kristen, tanggal 23 September 1966, di Jogjakarta. 9) Essei dengan judul “Rotinya adalah Satu “. Essei ini dimuat dalam Majalah “ BAIT ALLAH”, Th.III, No.9-10. Majalah ini diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh “Persekutuan Bait Allah”, yang diasuh oleh Pendeta Basoeki Probowinoto, alamat; Jl, Jambewangi 2, Salatiga 50712.
b.3.2. Notula Rapat, Akta Sidang dan surat-surat yang ada hubungannya dengan Pendeta Basoeki Probowinoto ( Sumber Primer ) 1) Akta Sidang Sinode GKJ ke I – XXIII. 2) Nota Kaliurang, tertanggal Januari 1958. 3) Notulen Pertemuan para Deputat dengan para tenaga missioner Belanda, tertanggal Salatiga, 25 Februari 1958. 4) Notula Rapat antara Deputat Pekabaran Injil Sinode GKJ dengan Deputat Pekabaran Injil Kalsis dan para Pendeta utusan; tertanggal Solo, 11 Maret 1958. 5) Kumpulan Notula Rapat dan surat-surat dari tahun 1896 – 1980 yang diseleksi oleh Dr. Pradjarta DS dan disadur oleh Dr.Chr.
18
de Jonge, Kampen 1995.
b.3.3. Biografi Pendeta Basoeki Probowinoto ( Sumber Primer )
b.3.4. Tulisan-tulisan atau ingatan-ingatan orang lain yang berupa penilaian atau tanggapan pribadi terhadap Pendeta Basoeki Probowinoto ( Sumber sekunder ) 1) Tanggapan para pendeta utusan terhadap “Nota Probowinoto”. Tangapan ini disampaikan oleh R.P.S. Poerbowijoga dalam acara pertemuan para misionaris pada tanggal 31 Mei – 2 Juni 1955, di Semarang. 2) Surat yang disampaikan oleh S.Dwijoasmoro (Pendeta utusan Klasis Banyumas Utara) kepada Sidang Klasis Banyumas Utara di Purbolinggo; tertanggal Purwokerto, 15 Juli 1958, berisi tanggapan terhadap naskah kerja sama bentuk baru. 3) Tanggapan-tanggapan pribadi dari sahabat dan kolega yang dumuat dalam Nico L.Kana dan N.Daldjoeni, Ikrar dan Ikhtiar dalam Hidup Pendeta Basoeki Probowinoto, BPK, Jakarta, 1987. 4) Hasil wawancara dengan Retnowinarti dan Widayati (putri pertama dan
ke empat Pendeta Basoeki Probowinoto).
Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 4 Maret 2005, di rumah kediamannya masing-masing, di Salatiga.
19
c. Analisa Data. Sehubungan dengan penyusunan tesis ini,
yang mana tesis ini bisa
dikategorikan sebagai sejarah pemikiran, maka analisa data yang akan dilakukan mengacu pada prinsip-prinsip dalam analisa sejarah pemikiran. Adapun prinsipprinsip analisa sejarah pemikiran meliputi :
c.1. Analisa Teks. Analisa teks ini dilakukan, utamanya untuk mencari tahu; 1) dari mana dan tokoh siapa yang mempengarui pandangan teologis-misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto, 2) konsistensi, evolusi dan varian pandangan teologis misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto serta dengan cara bagaimana pandangan tersebut dikomunikasikan kepada pihak lain.
Adapun teks yang akan dianalisa, adalah teks yang dikenal dengan sebutan “Nota Probowinoto“. Sementara itu, teks-teks lain, yang ditulis sebelum dan sesudah “Nota Probowinoto”, akan digunakan sebagai bahan pembanding sekaligus untuk mengetahui konsisitensi pemikiran Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto” .
c.2. Analisa Konteks. Konteks yang akan dianalisa dalam penyusunan tesis ini meliputi; konteks sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah Gereja, konteks politik-ekonomi dan budaya.
20
3. Metode Penulisan. Metode penulisan yang akan digunakan adalah metode penulisan deskriptif analitis.
4. Pendekatan. Demi menghasilkan penulisan sejarah pemikiran yang berkualitas, maka dalam penyusunan Tesis ini, penulis akan menggunakan suatu pendekatan yang disebut pendekatan politis-ekonimis. Konsekuensi dari pemilihan pendekatan ini, maka hal-hal yang berkaitan dengan “Nota Probowinoto” akan didekati dari sudut pandang politik dan ekonomi.
5. Model Sejarah. Model yang akan digunakan dalam penulisan sejarah ini adalah model History of Event atau sejarah peristiwa. Model ini mengacu pada event khusus sebagai pedoman guna melihat hubungan kausalitas atas munculnya
“Nota
Probowinoto”.
E. SISTIMATIKA PENULISAN Bab I : Pendahuluan. Pada bagian ini berisi Permasalahan, Rumusan Judul,
Hipotesis,
Kerangka Teori Penelitian dan Sistimatika Penulisan.
21
Bab II : Pendeta Basoeki Probowinoto dan Peranannya di lingkungan GerejaGereja Kristen Jawa. Pada bagian ini berisi Biografi Pendeta Basoeki Probowinoto dan Peran Pendeta Basoeki Probowinoto di bidang kegerejaan, sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan penerbitan.
Bab III : Tinjauan Historis Atas Pandangan Teologis-Misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto dalam “Nota Probowinoto“ Pada bagian ini berisi analisa teks dan analisa konteks atas munculnya “Nota Probowinoto”.
Bab IV : Pengaruh Pandangan Teologis Misiologis Pendeta Basoeki Probowinoto Terhadap Penyusunan Strategi Pekabaran Injil yang Baru di GKJ Pada bagian berisi tanggapan-tanggapan atas “Nota Probowinoto” dan pengaruh “Nota Probowinoto” terhadap pelaksanaan Pekabaran Injil di GKJ.
Bab V : Penutup. Pada bagian ini berisi kesimpulan dan refleksi teologis.
*****
22