BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS memiliki suatu peran dan fungsi strategis, di antaranya sebagai penopang perkembangan fungsi ekologis (lingkungan) terutama bagi wilayah di sekitarnya. Karateristik DAS dikelompokkan menjadi dua kategori (Martopo, 1987), yaitu: (a) faktor lahan (ground factors), meliputi: topografi tanah, geologi, geomorfologi. Keempatnya berfungsi sebagai kontrol terhadap besar kecilnya infiltrasi, kapasitas penahan air, dan aliran air permukaan; (b) vegetasi dan tipe penggunaan lahan yang berfungsi sebagai penghambat, penyimpanan dan pengatur aliran permukaan dan infiltrasi. Pada dasarnya, suatu DAS terbagi tiga bagian, yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Sehubungan dengan itu, bagian hulu merupakan bagian penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air hujan (water catchment area) yang diarahkan sebagai kawasan untuk perlindungan terhadap fungsi hidrologi, juga berfungsi dalam memelihara keseimbangan ekologis yaitu sebagai sistem penunjang kehidupan. DAS sebagai suatu "ekosistem yang menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air, terdiri atas komponen-komponen dalam sistem ekologi yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan yang teratur dan mempunyai sifat tertentu, bergantung pada jumlah dan jenis komponen yang menyusunnya" (Asdak, 2007). Sehubungan dengan itu, pemanfaatan lahan bagian hulu DAS yang bersifat tak terkendali terhadap kegiatan pembangunan seperti konversi lahan bervegetasi atau berhutan dan aktivitas dalam mengubah lanskap, ternyata, tidak hanya akan memberikan dampak negatif di wilayah kegiatan tersebut berlangsung, namun juga dapat menimbulkan dampak di daerah hilir berupa banjir dan kekeringan. Asdak (2002) menjelaskan bahwa DAS hulu seringkali 1
menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Kerusakan DAS mengakibatkan gangguan kerja dan fungsi hidrologi DAS, maka yang harus dilakukan adalah: (1) rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang sesuai prinsip-prinsip konservasi tanah dan air; (2) perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan tindakan rehabilitasi dikemudian hari; (3) peningkatan atau pengembangan sumberdaya air. Lahan kritis suatu DAS cenderung semakin meningkat karena laju erosi dan sedimen yang terjadi, sehingga permukaan lahan terganggu unsur hara, bahan organik di daerah perakaran oleh aktivitas dan disertai kurangnya tindakan konservasi tanah. Masalah erosi lahan kritis DAS di dunia "rata-rata terbesar terjadi di Benua Asia yaitu sekitar 166 ton/km2/tahun, sebagai perbandingan adalah Benua Autralia besarnya erosi rata-rata 32 ton/km2/tahun, Benua Afrika 26 ton/km2/tahun" (Swaify, et al., 1983). Di Indonesia hasil penelitian masalah erosi khususnya yang dilakukan oleh "Van Dijk dan Vogelzang (1948) di DAS Cilutung 13,2 ton/km2/tahun dan di DAS daerah bagian Timur Jawa Tengah (Yogyakarta, Surakarta, dan sebagian Keresidenan Semarang dan Jepara-Rembang) rata-rata 25 sampai 30 ton/km2/tahun". Laju kerusakan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, sebagai gambaran bahwa: Dalam tahun 1984 DPS di Indonesia yang kritis mencapai 22 DPS, selang waktu 10 tahun, yaitu tahun 1994 mencapai 39 DPS yang kritis, selang waktu 11 tahun kemudian, yaitu tahun 2005 terdapat 62 DPS yang kritis" (Departemen PU, 1997). Dari seluruh DAS yang ada di Indonesia termasuk DAS Wuno. "Daerah Tangkapan Air (DTA) dari beberapa DAS yang bermuara ke sungai Palu terdapat lahan kritis seluas 43.943 ha" (Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, 1996). Salah satu 2
diantaranya adalah DAS Wuno yang mempunyai luas 20.272,97 ha atau 202.729,70 km2, merupakan DAS terluas ke tiga setelah DAS Miu dan DAS Gumbasa. Luas DAS Wuno yang ada, terdapat sekitar 13.359,57 ha lahannya yang kritis. Artinya, "terdapat 64% keberadaan lahannya rawan terhadap kejadian erosi permukaan, sehingga perlu konservasi" (Balai Pengelolaan DAS, 2006). Sehubungan dengan itu, Kanwil Pekerjaan Umum Provinsi Sulewesi-Tengah (2003) menyatakan besarnya erosi dan hasil sedimen seperti Tabel 1.1. Tabel 1.1. Erosi dan Hasil sedimen aktual dan potensial DAS Provinsi Sulawesi Tengah Erosi (ton/tahun) Aktual Potensial Tingkat 159,30 111.510,00 Sangat tinggi 1. Palu 97,58 27.327.830,25 Tinggi 42,55 1.424.574,00 Sedang Sangat tinggi 2. Sombe-lewara 97,58 744.009,38 Tinggi 42,55 127.650,00 Sedang Sangat tinggi 3. Kawatuna 97,58 376.883,44 Tinggi 42,55 61.697,50 Sedang Sangat tinggi 4. Paneki 97,58 912.326,25 Tinggi 42,55 155.307,50 Sedang Sangat tinggi 5. Wuno 97,58 1.536.806,25 Tinggi 42,55 234.025,00 Sedang 159,30 111.510,00 Sangat tinggi 6. Miu 97,58 6.910.749,38 Tinggi 42,55 68.080,00 Sedang Sangat tinggi 7. Gumbasa 97,58 12.213.950,63 Tinggi 42,55 199.985,00 Sedang Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Kantor Wilayah Prov.Sulewesi-Tengah 2003 No.
Nama DAS
Hasil Sedimen (ton/tahun) Aktual Potensial 4.621.741,51 4.714.664,99 5.775,23 613.617,87 12.085,57 389.268,03 33.778,35 679.139,82 22.676,58 872.628,80 2.982,73 2.181.120,76 2.150,61 2.793.106,25 -
Erosi permukaan DAS Wuno, menurut BPDAS Palu-Poso (2006) terjadi peningkatan erosi, yaitu mulai dari tahun 1992 sebesar 190,61 ton/ha/thn, tahun 1993 meningkat menjadi 201,05 ton/ha/thn, tahun 1994 meningkat menjadi 206,84 ton/ha/thn, tahun 2000 meningkat menjadi 227,63 ton/ha/thn, tahun 2005 meningkat menjadi 228,95 ton/ha/thn, dan tahun 2006 meningkat kembali menjadi 229,95 ton/ha/thn, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Erosi DAS Wuno Tahun 1992 – 2006 ton/ha/tahun Tahun
Komponen Erosi Permukaan
1992
1993
1994
2000
2005
2006
190,61
201,05
206,84
227,63
228,95
229,94
Sumber: BPDAS Palu-Poso Tahun 2006.
3
Penggunaan lahan DAS Wuno menurut Sub-BPDAS Palu-Poso, (2007) meliputi: (1) hutan, terdiri atas kategori: hutan lahan kering sekunder dan hutan produksi terbatas, kedua hutan tersebut didominasi jenis pohon pinus, rotan, damar (Agathis) pohon leda (Eucalyptus Deglupta), pohon mahoni, pohon kayu hitam (Ebony), seluas 16.210,61 ha atau sebesar 77,70 % dari total luas DAS; (2) Lahan Pertanian lahan kering campur semak, terdiri atas: kebun kelapa, kebun coklat, dan kebun campuran, seluas 738,55 ha atau 3,54% dari total luas DAS; (3) lahan sawah, terdiri atas: sawah tadah hujan dan sawah irigasi, seluas 2.242,78 ha atau sebesar 10,75 %. Perubahan luas tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) hutan lahan sekunder di DAS Wuno dari tahun 1993 seluas 16.613,26 ha, tahun 2005 seluas 16.317,01 ha dan tahun 2007 seluas 16.210,61 ha atau terjadi penurunan luas hutan lahan sekunder seluas 403,26 ha atau -1,93%. Sehubungan dengan itu, tipe pemanfaatan lahan untuk pertanian lahan kering campur semak, sawah meningkat. Pada Tahun 1993 sampai 2005 luas pertanian lahan kering campur semak meningkat 246,18 ha atau +1,18% dan sawah adalah 312,95 ha atau +1,50% dari total luas DAS Wuno (BP-DAS, 2007). Tabel 1.3 Tipe pemanfaatan lahan Tahun 1993 - 2007 LUAS Tipe Pemanfaatan Lahan
Hutan lahan kering sekunder Pertanian lahan kering campur semak Sawah
Tahun 1993 Hektar % (ha) 16.613,2 79,63 6
Tahun 2005 Hektar % (ha)
Tahun 2007 Hektar % (ha)
Perubahan Hektar % (ha)
16.317,01
78,21
16.210,61
77,70
-402,66
-1,93
492,37
2,36
665,53
3,19
738,55
3,54
+246,18
+1,18
1.929,83
9,25
2.132,21
10,22
2.242,78
10,75
+312,95
+1,50
Sumber: Sub BPDAS Palu-Poso Kanwil Departemen Kehutanan, Tahun 2007.
DAS Wuno bagian hulu, terdapat salah satu Sub-DAS yaitu sub-DAS Wenondi keterdapatan saat ini telah banyak mengalami perubahan tipe penutupan lahan. Tipe pemanfaatan lahan yang idealnya sebagai kawasan resapan air, telah banyak berubah fungsi menjadi peruntukan lain seperti pertanian lahan kering campur semak, semak/belukar dan
4
lain sebagainya. Kondisi ini membawa pengaruh yang cukup nyata bagi kemampuan tanah untuk melimpaskan air hujan ataupun memperbesar terjadinya erosi. Gangguan oleh perubahan tipe pemanfaatan lahan tersebut dapat terjadi di daerah yang kurang layak untuk pemukiman, dan sebagai akibatnya terjadi kecenderungan semakin meningkatnya proses erosi, dan pengendapan. Oleh karena itu, pengkajian dan upaya pengendaliannya perlu dilakukan agar kelestarian sumber daya alam bagi kehidupan dapat tercapai. Permasalahan erosi permukaan dan deposisi tidak akan terkendali dengan baik, apabila kebijakan pengelolaan DAS tidak searah dengan perbaikan wilayah berdasarkan tingkat sebaran spasial terjadinya erosi dan deposisi. Kajian dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana variasi sebaran keruangan erosi permukaan dan deposisi yang disebabkan oleh energi kinetik pukulan air hujan dan aliran permukaan sebagai akibat adanya curah hujan yang melebihi kapasitas infiltrasi tanah.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu
penelitian untuk mengkaji pengaruh tipe pemanfaatan lahan terhadap erosi dan deposisi serta sebaran spasialnya sebagai dasar dalam perumusan kesimpulan dan saran dalam penelitian. Salah satu metode yang digunakan untuk menduga besarnya nilai erosi dan deposisi yaitu melalui pendekatan model hidrologi terdistribusi, artinya memiliki parameter yang dapat mewakili variabilitas keruangan dan waktu (spatial and temporal). Penekanan dalam penelitian ini adalah keberadaan DAS sebagai hydrological subsystem komponen-komponennya terdiri atas: presipitasi, aliran permukaan, pengisian air atau water discharge, air tanah, evapotranspirasi, kelembapan dan salinitas. Model hidrologi yang mempunyai konsep pendekatan terdistribusi parameter DAS yang menggunakan variabel spasial adalah Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response Simulation (ANSWERS) yang telah diperkenalkan (Beasley dan Huggins, 1981). Dalam konteks ini, setiap elemen menghasilkan kontribusi aliran sesuai dengan karateristik parameter elemen. Selanjutnya, dapat digunakan untuk evaluasi strategi dalam mengendalikan erosi dan 5
deposisi dari setiap letak tata guna lahan yang sesuai dan telah memenuhi besaran parameter yang mewakili variabilitas keruangan dan waktu. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan, penelitian-penelitian sebelumnya dan kenyataan lapangan di daerah penelitian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Tipe Pemafaatan Lahan terhadap Erosi Permukaan dan Deposisi di Daerah Aliran Sungai Wuno Provinsi Sulawesi Tengah. B.
Perumusan Masalah Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian bidang geografi, dengan pengkhususan bidang
geografi fisik berbasis bentuklahan (geomofologi), air (hidrologi), tanah (ilmu tanah), dan vegetasi (biogeofisik). Perubahan tipe pemanfaatan lahan di daerah hulu DAS Wuno terutama di sub-DAS Wenondi terjadi dengan agak cepat. Pengurangan hutan lahan kering sekunder dan bertambahnya lahan pertanian kering campur semak, ladang dan semak/belukar sebagai indikasi bertambah merosotnya kualitas lahan, erosi permukaan dan deposisi. Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti mengajukan 3 (tiga) permasalahan pada penelitian ini yang dirumuskan sebagai berikut: 1.
bagaimana hubungan antara hujan (rainfall) dengan aliran permukaan (surface runoff) pada DAS Wuno, sebagai dasar untuk mengetahui besarnya erosi permukaan dan deposisi?
2.
seberapa besar pengaruh tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) terhadap erosi permukaan dan deposisi pada sub-sub-DAS Wuno?
3.
bagaimana bentuk pola sebaran spasial erosi permukaan dan deposisi pada suatu elemen sebagai pengaruh parameter tipe pemanfaatan lahan, curah hujan, limpasan permukaan, dan aliran permukaan?
6
C. Keaslian Penelitian 1.
Beda Penelitian terhadap Penelitian Serupa pada Skala Global Berbagai penelitian tentang pengaruh penggunaan lahan terhadap erosi permukaan
terdahulu pada umumnya terdapat perbedaan yang mendasar adalah tujuan penelitian, metode pengumpulan data, lokasi penelitian, dan hasil penelitian. Pada penelitian-penelitian terdahulu tentang erosi permukaan dan sedimen tidak dilakukan pengamatan yang simultan secara keruangan suatu elemen oleh faktor topografi, tipe pemanfaatan lahan melalui analisis model fisik terdistribusi. Penelitian erosi permukaan yang telah dilaksanakan antara lain oleh Suprapto (2012), Asdak (2007), Baruti (2004), Bersgma (1986), Bruijnzeel (1992), Fen-Li (2006), Fuller et al., (2003), Lihawa
(2009), Onori et al., (2006), Suratman (2002), Suripin (1998),
Wischmeier and Smith (1978), Ziegler et al., (2001), diperoleh bahwa faktor yang berpengaruh terhadap erosi pada suatu DAS sangat beragam antara DAS yang satu dengan DAS lainnya, yaitu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik DAS, dan tipe penggunaan lahan yang diterapkan pada DAS tersebut. Selanjutnya, ringkasan hasil – hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan di DAS Wuno Provinsi Sulawesi Tengah ditunjukkan pada Tabel 1.4. Berdasarkan pada telaah penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa penelitian erosi permukaan di Indonesia dan manca negara masih dilakukan secara terpisah dengan deposisi, sedangkan penelitian ini ingin mengungkapkan
apakah ada pengaruh tipe
pemanfaatan lahan terhadap erosi permukaan dan deposisi secara keruangan. 2.
Masalah Yang Belum Terpecahkan pada Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu lebih menekankan pada suatu kejadian proses saja.
Misalnya erosi permukaan tidak diteliti bersamaan pada tipe pemanfaatan lahan, sifat fisik 7
lahan lain yang sama pada suatu DAS, sebagai penyebab sedimen yang terjadi pada lokasi setiap sub-DAS melalui model terdistribusi. Oleh karena itu, masalah yang belum terpecahkan adalah tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) dapat mengakibatkan limpasan permukaan (overland flow), proses aliran permukaan (surface runoff), dan persebaran keruangan erosi permukaan, dan deposisi terjadi serta ikut memberikan sumbangan terjadinya pengendapan. Selanjutnya, lokasi penelitian dinyatakan seperti Gambar 1.1. D. Tujuan dan Mafaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Berdasarkan tinjauan pada latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengkaji: a.
hubungan curah hujan (rainfall) dengan aliran permukaan (surface runoff) dengan model ANSWERS pada DAS Wuno, sebagai dasar untuk mengetahui besarnya erosi permukaan dan deposisi;
b.
besarnya pengaruh tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) terhadap erosi permukaan (surface erosion) dan deposisi (deposition) pada sub-sub-DAS Wuno;
c.
pengaruh parameter tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) terhadap erosi permukaan dan deposisi di peta dalam pola sebaran spasial pada suatu elemen.
8
Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilaksanakan di DAS Wuno di Sulawesi Tengah Peneliti dan Tahun (1) Asdak (2007) Baruti (2004)
Bersgma (1986) Bruijnzeel (1992)
Fen-Li (2006), Pedosphere 16(4) Fuller et al., (2003)
Lihawa (2009) Disertasi
Daerah Penelitian (2) Citarum Jawa Barat, Indonesia Tancítaro Geopark, Central Mexico
Topik/Judul
Tujuan
Data Utama
(3) Hidrologi DAS dengan tanaman bambu dan kebun campuran Study of Soil Moisture in Relation to Soil Erosion in the Proposed Tancitaro Geopark
(4) Mengkaji implikasi DAS Citarum
(5) Curah hujan, lereng, vegetasi
Sebaran keruangan erosi rencana Determinasi tkt bahaya erosi Kelembapan tanah Hub.vegetasi dengan sifat hidrologi
Spanyol
Bahaya Erosi Hujan
DAS Kedung keris G.Kidul, Indonesia di Plato Loess, Cina.
Erosi Permukaan
Membuat peta yang menunjukkan besar kehilangan tanah Memprediksi erosi pada lahan berteras dan memprediksi sedimentasi
Foto udara pankhromatik (1:75000), Citra LandsatETM+7, Citra ASTER , Peta skala 1:50000 (Topografi,Tanah, Pengg.Lahan,Geolo gi & Geomorfologi) Toposekuen erosi,vegetasi, dan erodibilitas Curah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, dan data lingkungan.
Taiwan
Gorontalo, Indonesia
Effect of Vegetation Changes on Soil Erosion on the Loss Plateau. Tingkat Erosi untuk DAS di Pegunungan Taiwan
Mempelajari pengaruh perubahan vegetasi terhadap erosi tanah
Lereng, dan Pengelolaan lahan
Mengkaji tingkat erosi melalui pencatatan debit sedimen, curva sebaran sedimen, dan debit air.
Curah hujan, dan debit aliran
Pengaruh Kondisi Lingkungan DAS dan Penggunaan lahan Terhadap Hasil
Mengkaji penggunaan lahan terhadap hasil sedimen
Curah hujan, lereng, penggunaan lahan
9
Metode/ Analisis (6) Percobaan plot erosi
HasiL Penelitian (7) Aliran dan erosi permukaan meningkat dengan adanya pengurangan tanaman
Motode imbangan air (water balance) sederhana
Hasil erosinya lebih besar dari nilai rata-rata erosi. Terdapat hubungan erat antara besar erosi tanah dengan nilai kelembapan tanah
Deskriptif
Peta tingkat bahaya erosi
Pengukuran langsung dengan plot erosi batas alami (NBEP) Interpetasi foto udara
Erosi permukaan bervariasi sesuai kondisi topografi, material tanah dan batauan.
Percobaan langsung, prediksi kurva dan membangun model Percobaan plot erosi debit aliran sungai
Perkiraan erosi dari debit sedimen sebesar 5,1 mm/tahun dengan 68,3% erosi actual
Erosi dipercepat akibat pengrusakan vegetasi
Hasil sedimen bersama-sama dipengaruhi oleh debit, luas DAS, kerapatan sungai & persentase luas tanaman
Onori et al., (2006), Environ Geol (2006) 50
Suratman (2002) Disertasi
Suripin (1998) Disertasi
Southern Italy
DAS Oyo DI Yogyakarta, Indonesia DAS Wonogiri Jawa Tengah, Indonesia
Wischmeier and Smith (1978), USDA Agricultural Handbook. No. 537: Ziegler dkk, 2001, Geomorpholog y, No.41:
Eropa
Suprapto Dibyosaputro, (2012) Disertasi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
Thailand
Sedimen pada DAS Olo-Poho Soil Erosion Prediction at The Basin Scale Using The Revised Universal Soil Loss Equation
1. Memperkirakan hilangnya tanah potensial tahunan 2. Menguji tingkat kebenaran pendangkalan waduk
Erosivitas ( R ) dan Erodibilitas (K) tidak
persamaan umum kehilangan tanah yang direvisi (RUSLE). Deskriptif, foto udara,lapangan, dan morfometri longsoran
Erosi berhubungan proporsional langsung dengan panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S).
Studi Erosi Parit dan Longsoran Dengan Pendekatan Geomorfologi di DAS Oyo DIY The Effect of Land Use Alteration and Soil Conservation Measures on Sediment Yield With Reference to Reservoirs in Tropical Areas Predicting Rainfall Erosion Losess. A Guide for Conservation Planning
Mempelajari erosi parit dan Longsoran
Curah hujan, medan, lereng, tanah, struktur batuan, vegetasi
Mengetahui pengaruh penggunaan lahan dan konservasi terhadap Hasil Sedimen dan SDR
Lereng, tanah, debit dan morfometri DAS
Uji statistik (Step Wise Multiple Regression)
1. Hasil sedimen oleh debit, jaringan sungai; 2. SDR oleh bifurcation Ratio,gradient sungai, persentase hutan dan lahan.
Memprediksi rata-rata kehilangan tanah tahunan akibat proses terjadinya erosi pada suatu area tertentu
Erosivitas hujan Erodibilitas tanah Lereng Penggunaan lahan/ vegetasi
Memprediksi kehilangan tanah ratarata tahunan
Limpasan permukaan tipe Horton dipercepat dan erosi pada jalan setapak di daerah tangkapan hujan bagian hulu wilayah Pang Khum Experimental Watershed (PKEW) 1.mempelajari parameterparameter lahan dan hujan relevan sebagai faktorfaktor yang menjadi variabel bebas (prediktor) dan mempengaruhi terhadap perbedaan JLP
Indeks infiltrasi, Kedalaman tanah, dan Penanaman vegetasi
Universal Soil Loss Equation/USLE dengan rumus empiris A = RKLSCP Analisis langsung untuk memperoleh koefisien aliran permukaan dengan penutup lahan berbeda. Analisis statistik menggunakan softwere SPSS versi 17 sub program regresi linier ganda
Acceleration of Horton Overland Flow and Erosion by Footpaths in an Upland Agricultural Watershed in Northern Thailand Pola Persebaran Keruangan Erosi Permukaan sebagai Respon Lahan terahadap Hujan Di Daerah Aliran Sungai Secang, Kabupaten
10
Foto udara, peta tanah, hujan (tebal dan lama),
Agihan erosi parit dan longsoran
Koefisien aliran permukaan priode transisi (12-18)bulan lebih lama daripada saat permukaan terbuka
Hasil yang diperoleh: 1. parameter: kemiringan lereng, tanah, kerapatan penutup lahan bersama dengan intensitas hujan (VB) yang mengontrol terhadap JLP,JEP,WLP,dan WEP. 2. JLP, JEP, WLP, dan WEP sebagai
Amiruddin (2013) Disertasi
Sulawesi Tengah, Indonesia
Kulonprosgo, Daerah Istimewa Yogyakarta
dan JEP serta WLP dan WEP; 2. mempelajari parameter lahan yang berpengaruh terhadap perbedaan JLP dan JEP, serta WLP dan WEP sebagai respon lahan terhadap hujan; 3. mempelajari pola persebaran keruangan JLP dan JEP sebagai respon lahan terhadap hujan.
Pengaruh Tipe Pemanfaatan Lahan Terhadap Erosi Permukaan dan Deposisi Di Daerah Aliran Sungai Wuno, Provinsi Sulawesi Tengah
1. hubungan curah hujan (rainfall) dengan aliran (runoff) dengan model ANSWERS pada DAS Wuno, sebagai dasar untuk memprediksi erosi dan deposisi; 2. besarnya pengaruh tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) terhadap erosi permukaan (surface erosion) dan deposisi (deposition) pada sub-subDAS Wuno; 3. pola sebaran spasial erosi permukaan dan deposisi pada suatu elemen lahan sebagai pengaruh parameter tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) dalam bentuk peta.
11
untuk menghitung persamaan regresi linier ganda
Curah hujan, tipe pemanfaatan lahan, lereng, tanah, dan morfometri DAS
Prediksi Erosi permukaan, dan Deposisi dengan Model ANSWERS,
V.T dan intensitas hujan dan parameter lahan sebagai variabel bebas yang mengontrol JLP,JEP,WLP,dan WEP secara statistik. 3. Perbedaan nilai sisa hasil pengukuran lapangan dan prediksi untuk JLP=(-)0,003m),WLP.=()0,004menit),JEP.= (-)0,050m),dan WEP.= (-)0,12menit). 4.Terdapat dua pola persebaran JLP dan JEP, yaitu mengelompok pada bidang lereng yg rata dari puncak arah lereng bawah, limpasan permukaan yang sejajar dengan igir ada yang sempit dan lebar membentuk seperti bidang empat persegi panjang. Hasil yang diperoleh: 1.Ada hubungan curah hujan (rainfall) dengan aliran (runoff) yang signifikan dengan model ANSWERS di DAS Wuno, untuk memprediksi erosi dan deposisi. 2.Besar pengaruh Tipe pemanfaatan lahan pertanian lahan kering campur semak di atas 30%, terjadi erosi dan deposisi mulai tinggi hingga sangat tinggi. Sehubungan dengan itu, tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) hutan lahan kering sekunder di atas 65% dan semak/belukar serta sawah di atas 75% tidak terjadi erosi permukaan dan deposisi. 3.Hasil pemetaan dari keluaran model ANSWERS, diperoleh pola sebaran keruangan memencar: (a) erosi permukaan bertipe lembar; dan (b) deposisi bertipe basinal.
2.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua adalah:
a.
Manfaat bagi ilmu pengetahuan secara teoritis. Manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan adalah 1) beragam curah hujan (rainfall) dan karateristik bentuk lahan sangat diperlukan untuk dijadikan acuan utama melakukan kajian aliran permukaan (surface runoff), erosi permukaan (surface erosion) dan deposisi (deposition). 2) tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) sebagai dasar penetapan daerah yang efektif tererosi dan proyeksi daerah yang berpeluang terjadi deposisisi. 3) dengan mengetahui daerah-daerah efektif tererosi dan dijadikan acuan untuk menetapkan tempat-tempat
yang menjadi perhatian konservasi tanah dan aliran
permukaan di lapangan. b. Manfaat bagi pembangunan, sebagai berikut: 1)
hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan awal suatu wilayah untuk perencanaan pembangunan yang berlandaskan kondisi bentuklahan yang rentang erosi dan deposisi akibat pengaruh adanya perubahan tipe pemanfaatan lahan (land utilization type);
2)
menjadi referensi suatu kebijakan dalam mempertimbangkan perencanaan prosesproses satuan lahan yang pernah terjadi;
3)
bahan pembanding bagi pemerintahan lokal dalam kebijakan menurunkan suatu resiko akibat erosi dan deposisi di DAS Sulawesi Tengah, sehingga hasil pembangunan lestari dan keberlanjutan.
12
13
Gambar 1.1. Peta Daerah penelitian Provinsi Sulawesi Tengah
13