BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 612’ Lintang Selatan dan 106o48’ Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 tahun 1989, berupa daratan seluas 661,52 Km2, dan lautan seluas 6.977,5 Km2. Terdapat sekitar 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungai, saluran dan kanal yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber air bersih, usaha perikanan dan usaha-usaha lainnya. Di sebelah Utara Jakarta, membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang 35 Km2, yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat (Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi), sebelah Barat dengan Provinsi Banten (Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang), serta di sebelah Utara dengan Laut Jawa). Data bulan januari 2014 banjir di Jakarta menunjukkan Sebanyak 99 kelurahan di Jakarta masih terendam banjir dengan ketinggian air mulai dari 10 cm hingga 500 cm. Genangan air masih terdapat di 1.643 RT di 466 RW dan 35.759 keluarga dengan 119.397 jiwa terkena dampak banjir (Kompas.com. 12 januari 2014. http://megapolitan.kompas.com/read/2014. Diakses 15 September 2014.) Dari 5 kotatif semuanya mengalami banjir yang cukup parah. Adapun di
1
2
Jakarta Utara, banjir setinggi 20-100 cm masih terdapat di 24 kelurahan di 6 kecamatan. Sebanyak 729 jiwa terkena dampak banjir. Wilayah yang masih banjir adalah Kecamatan Penjaringan (Kapuk Muara, Penjagalan, Penjaringan, Kamal Muara, Pluit) dan Kecamatan Pademangan (Pademangan Barat dan Ancol), yang menjadi wilayah penelitian. Selain itu, Kecamatan Kelapa Gading (Pengangsaan Dua, Kelapa Gading Timur, Kelapa Gading Barat), Kecamatan Tanjung Priok (Tanjung Priok, Kebon Bawang, Warakas, Sunter Jaya, Sunter Agung, Papanggo), Kecamatan Koja (Rawa Badak Selatan, Rawa Badak Utara, Tugu Selatan, Tugu Utara), dan Kecamatan Cilincing (Sikupura, Semper Barat, Marunda, Semper Timur). Sebanyak tiga orang meninggal akibat banjir di Jakarta Utara. Mereka adalah Supoyo (44), warga Kelurahan Kebon Bawang, dan Rahmat (60), warga Pademangan Barat, akibat tersetrum listrik di rumahnya. Korban tewas lain adalah warga tanpa nama berusia 25 tahun. Ia meninggal akibat tersetrum listrik di kawasan
Kelapa
Gading
(Kompas.com.
12
januari
2014.
http://megapolitan.kompas.com/read/2014. Diakses 15 September 2014). Mengenai topografi, hidrologi dan klimatologi Kota Jakarta diuraikan sebagai berikut. Pada umumnya, kota-kota di seluruh Indonesia termasuk Jakarta, terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September, arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Pada bulan Desember sampai Maret, arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan.
3
Kondisi dataran rendah di Jakarta yang memiliki ketinggian 7 Diatas Permukaan Laut (DPL) sangat kritis dan rawan banjir, jika tidak ditunjang dengan iklim drainase dari sungai-sungai yang melewati Kota Jakarta dan berhulu di Teluk Jakarta. Sarana drainase dengan tingkat pemeliharaan sungai dan drainase kota di wilayah Provinsi DKI Jakarta masih belum optimal sehingga sebagian wilayah Jakarta rawan banjir / genangan. Banyaknya hunian yang berada pada lahan basah atau daerah parkir air menyebabkan kemampuan tanah menyerap air menjadi sangat berkurang. Kantung-kantung air yang berubah menjadi pemukiman, penyempitan alur sungai daerah hilir yang diperparah dengan sendimentasi sungai pada daerah yang relatif datar, menjadi faktor utama penyebab banjir. Selain itu hujan lokal dengan intensitas yang tinggi dan laut pasang merupakan faktor-faktor alam penyebab banjir yang sulit dihindarkan. Pemukiman di sepanjang daerah aliran sungai atau bantaran sungai telah menyebabkan terjadinya penyempitan alur sungai dan tidak optimalnya fungsi sungai sebagai pencegah banjir. Penertiban pemukiman yang berada di sepanjang bantaran sungai yang mendapat perlawanan dari warga setempat, jumlah penduduk miskin kota yang besar, menyebabkan sulitnya penataan daerah aliran sungai dan peningkatan kualitas air. Morfologi daerah dataran pantai dicirikan melalui kondisi permukaan tanahnya yang datar dengan ketinggian antara 0‐15 meter Di atas Permukaan Laut (DPL). Daerah dataran ini mempunyai lebar antara 7‐40 km yang meliputi tanggul pematang pantai, daerah rawa dan dataran delta. Dataran ini dikenal sebagai
4
Dataran Rendah Jakarta. Maka dari itu sebagian Wilayah Sungai Ciliwung berada pada Dataran Rendah yang apabila terjadi genangan air, surutnya memerlukan waktu yang relatif lama.Hal ini yang memerlukan penanganan agar genangan air tersebut cepat surut dengan waktu yang singkat. Berdasarkan letaknya Kota Jakarta termasuk dalam kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Kota delta Jakarta dialiri oleh 13 aliran sungai dan dipengaruhi oleh air pasang surut. Tiga belas sungai dan dua kanal yang melewati Jakarta sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Tiga belas sungai tersebut yaitu Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Sedangkan 2 (dua) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Peta sungai dan kanal yang melewati wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar di Lampiran 1. Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, bahwa daerah rawan banjir di Wilayah Sungai Ciliwung adalah: 1. Wilayah Jakarta Selatan, meliputi: Mampang, Tegal parang, Pejaten, Tebet, Bukit Duri, Kebun Baru. 2. Wilayah Jakarta Timur, Meliputi: Kampung Melayu, Bidaracina,Jatinegara, Cipinang Muara.
5
Kedalaman genangan di semua lokasi relatif sama, yaitu sekitar 0.5 m sampai 1.5 m, dengan lama genangan hingga mencapai 3 hari. Namun demikian, kondisi wilayah Selatan dan Timur Jakarta tersebut berbeda dengan wilayah Utara Jakarta khususnya wilayah Penjaringan. Wilayah Penjaringan ini merupakan wilayah pesisir. Banjir pada wilayah penjaringan ini adalah banjir yang terjadi dalam dua hal yakni: 1. Banjir yang terjadi karena curah hujan yang tinggi dari daerah aliran sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta seperti Sungai Ciliwung, dan 2. Banjir yang diakibatkan dari air laut pasang (rob). Kedua sifat banjir di atas memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Pertama, sifat banjir yang diakibatkan curah hujan tinggi tetapi wilayah tersebut tidak diikuti dengan pemicu banjir lainnya. Sifat banjir seperti ini menjadi sifat banjir hanya satu efek banjir seperti banjir di wilayah selatan dan Timur Jakarta. Sebaliknya, banjir berasal dari dua sumber banjir utama yakni meluapnya aliran sungai dan tidak tertampung oleh waduk yang tersedia kemudian disertai dengan air laut pasang (rob) yang biasanya terjadi pada wilayah utara dan barat Jakarta. Banjir dalam sifat kedua inilah yang sering terjadi di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Pertama, karena letak geografis wilayah penjaringan berada pada 1 sampai 0,5 meter di atas permukaan laut (Pemprov DKI, 2010). Di samping itu, sumber pemicu banjir di Jakarta yang tidak saja karena permukaan wilayah yang rendah, tetapi dipicu dengan penurunan permukaan tanah, Jakarta juga menghadapi persoalan naiknya permukaan air laut.
6
Berdasarkan penelitian Safwan Hadi dan timnya dari Pusat Studi Oseanografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, kenaikan permukaan air laut tahunan Jakarta rata-rata 0,57 cm. Kesimpulan ini berdasarkan data pengukuran sejak tahun 1925 hingga 2003 (Kompas.com, tanggal 16 Oktober 2013). Kenaikan permukaan air laut ini sebenarnya relatif rendah. Namun, bagi Jakarta yang mengalami penurunan permukaan tanah cukup signifikan, Menyebabkan akumulatif naiknya permukaan air laut terhadap posisi Jakarta menjadi tinggi. Penanggulangan masalah banjir yang dilakukan oleh BPBN maupun BPBD tidak dapat dilakukan hanya oleh BPBD,tetapi harus dilakukan secara terpadu dan komprehensif. Dalam rangka tugas terpadu dan komprehensif inilah, TNI berperan untuk turut serta menanggulangi dan membantu rakyat yang mengalami musibah banjir. Tugas TNI ini tidaklah bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pokok TNI dalam Undang-Undang TNI Tahun 2004 sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 12 yang menyatakan, “membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan” Atas dasar ketentuan ini, Koramil 02 Penjaringan memiliki tugas untuk membantu Kecamatan Penjaringan dalam penanggulangan banjir sebagai civic mission. Peran Koramil 02 Penjaringan dalam civic mission merupakan tugas yang harus dilakukan dan dinyatakan sebagai bagian dari tugas pokok TNI. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis mengambil judul tesis, “Peran Koramil Dalam Penanggulangan Banjir Guna Mendukung Ketahanan Wilayah (Studi Kasus Koramil 02 Penjaringan Jakarta Utara)”
7
1.2
Perumusan Masalah (Pertanyaan Penelitian) Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka disusunlah
beberapa pertanyaan penelitian yang digunakan sebagai indikator untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi : 1. Bagaimana peran Koramil 02 Penjaringan dalam penanggulangan bencana banjir di Wilayah Penjaringan? 2. Kendala apa yang dihadapi Koramil 02 di Wilayah Penjaringan? 3. Bagaimana strategi optimalisasi peran Koramil 02 Penjaringan dalam penanggulangan banjir guna mendukung ketahanan wilayah?
1.3.
Keaslian Penelitian
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan : 1. Muhlis, 2009, Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Program Studi Ketahanan Nasional, Jurusan Ketahanan Nasional, judul Peran Koramil Dalam Rangka Pembinaan Perlawanan Rakyat (Wanra) Guna Mewujudkan Ketahanan Wilayah (Studi Kasus Pancoran Mas dan Koramil Sawangan Kota Depok), Hasil penelitiannya adalah posisi dan potensi koramil sebagai pelaksana pembinaan perlawanan rakyat (wanra) masih sangat penting untuk saat ini, namun kegiatan dan program yang disusun oleh Mabes TNI tidak berjalan dengan mudah dan seragam, hal ini dikarenakan minimnya anggaran
pertahanan untuk mendukung kegiatan wanra. Peran koramil
dalam rangka pembinaan perlawanan rakyat (wanra) tetap dilakukan dengan terus membangun nasionalisme dan semangat bela negara melalui Babinsa
8
yang
bertugas
di
wilayah
masing-masing.
Pembinaan
pertahanan
kewilayahan oleh Koramil, sebagai ujung tombaknya di masyarakat, merupakan suatu usaha yang terus menerus dan selalu harus siap menghadapi perubahan baik dari dalam maupun dari luar yang dinamis. 2. Anak Agung Gede Suardhana, 2010, Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Program Studi Ketahanan Nasional, Jurusan Ketahanan Nasional, judul
Optimalisasi Peran Komando Kewilayahan Dalam Rangka
Penanggulangan Bencana Alam di Darat (Studi di Kodim 0502/JU Kodam Jaya), Hasil penelitian diperoleh postur Kowil Kodim 0502/JU perlu dioptimalkan peranannya, karena bila tidak dioptimalkan maka tidak akan efektif dalam melaksanakan tugas, karena merupakan bagian BPBD Provinsi
DKI Jaya/Kota Jakut, guna dapat
memberikan bantuan
penanggulangan bencana alam, Dengan optimalisasi kapasitas Komando Kewilayahan, maka akan dapat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana alam di darat, dalam rangka keanaman dan ketertiban daerahnya, khususnya untuk Kodim O502/JU yang bertanggung jawab di wilayah Jakarta Utara dan wilayah NKRI. Dari kedua penelitian di atas berbeda dengan penelitian penulis yang menfokuskan hal spesifik yakni penanggulangan banjir baik itu banjir bersifat musiman maupun banjir rob yang senantiasa melanda daerah Penjaringan dan Pademangan. Banjir rob tidak bersifat musiman tetapi sering terjadi, karenanya bagaimana koramil melakukan pemberdayaan
9
masyarakat bersifat intensif dan terus menerus sehingga bisa membantu masyarakat baik melakukan evakuasi dan/atau melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Studi kasus penelitian tesis ini adalah karya asli penulis di mana sepanjang pengamatan penulis terhadap berbagai tesis yang pernah ditulis dan disusun belum ada penelitian mengenai
“Peran Koramil Dalam
Penanggulangan Banjir Guna Mendukung Ketahanan Wilayah (Studi Kasus Koramil 02 Penjaringan Jakarta Utara)
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peran Koramil 02 Penjaringan dalam penanggulangan
bencana banjir di Wilayah Penjaringan. 2. Mengetahui Kendala yang dihadapi Koramil 02 di Wilayah
Penjaringan . 3. Mengetahui strategi optimalisasi peran Koramil 02 Penjaringan dalam
penanggulangan banjir guna mendukung ketahanan wilayah.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pemikiran bagi optimalisasi peran Koramil-02 Penjaringan dan instansi terkait lainnya dalam rangka manajemen penanggulangan banjir secara komprehensif dan konsisten guna mendukung ketahanan wilayah.