BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konsep teoritis bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Beberapa pemikiran mengenai hal itu, antara lain dari Anwar Qureshi (1946), Naem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan perbankan Islam dikemukakan ulama Pakistan, yakni Abdul A’la Al Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Maududi Uzair merupakan seorang perintis teori perbankan Islam dengan karyanya berjudul A Groudwork for interest Free Bank. Pemikiran yang sudah muncul sejak tahun 40an tersebut tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, Bank Syariah hanya menjadi diskursus teoritis. Belum ada langkah kongkrit yang memungkinkan implementasi praktis gagasan Bank Islam. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa Bank Syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di Negara-negara Islam1. Merespon gagasan teoritis Bank Islam tersebut, beberapa negara islam mencoba memperkenalkan prinsip profit and loss sharing dalam pengelolaan perbankan modern. Keuntungan akan didapat bank maupun nasabah secara adil
1
Adrian Sutedi, 2009, Perbankan Syariah, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 1
2
berdasarkan kesepakatan bersama setelah terjadi perputaran modal yang diperhitungkan sebagai kerugian dan keuntungan. Kerugian dan keuntungan yang didapat tersebut, akan ditanggung bersama-sama antara bank dan nasabahnya setelah diadakan perhitungan rugi dan laba dari hasil usaha yang dijalankan bank maupun nasabahnya. Perkembangan bank Islam di dunia islam, ternyata melibatkan pemerintah negara – negara islam atau negara berpenduduk Muslim, paling tidak elit dunia usaha yang dekat dengan pemerintah. Pada tahun 1978, misalnya, di mesir dibentuk Faisal Islamic Bank, sebuah bank umum komersial dengan aset sebesar 2 miliar dolar AS dan juga sebuah bank pembangunan, Islamic International Bank for Investment and Development. Dalam pembentukan bank Islam tersebut peranan pemerintah sangat besar, terutama dari segi permodalan, misalnya dari keluarga raja di Saudi Arabia.2 Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia (The World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) ini dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang anggota – anggotanya adalah negara – negara islam, termasuk indonesia. Ini adalah contoh dimana negara berperan instrumental dalam pembentukan bank pembangunan islam dengan modal yang cukup besar.3
2 3
Ibid. hlm 3 Ibid. hlm 4
3
Berdirinya IDB ini kemudian memicu berdirinya bank-bank islam diseluruh dunia, termasuk di kawasan Eropa. Di Timur Tengah, bank-bank islam bermunculan pada belahan kedua dasawarsa 70-an, misalnya Dubai Islamic Bank (1975) Kuwait Finance house (1977).4 Perbankan Syariah telah merambah dan diterima bukan saja di negara-negara muslim tetapi juga negara-negara non muslim. Negara yang sebagian penduduknya non muslim telah pula mengembangkan perbankan syariah. Kesempatan perkembangan pun ternyata cukup besar, ketika diadakan Islamic Banking Conference di Toronto, Kanada pada tanggal 25 Mei 1995, Don Blankarn, mantan ketua Special Commite on Banks and banking mengemukakan: “There is a huge opportunity for Islamic Banking and finance in Canada5”. Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan perbankan terjadi pada awal dasawarsa 80-an, dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983, yang menjelang tahun 2000, telah mengembangkan 70 cabang diseluruh Malaysia. BIMB sukses terutama berkat kerja sama dengan Lembaga Urusan dan Tabungan Haji6. Perkembangan perbankan syariah yang telah mendapat momentum sejak tahun 1970, dimana pembicaraan Bank Syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LKIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. 4
Adiwarman Karim, 2004, Bank Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm 14 Sutan Remy Sjahdeni, “Perbankan Syariah Suatu Alternative Kebutuhan Pembiayaan Masyarakat”, jurnal hukum bisnis, vol .20 agustus – september 2002 6 Adiwarman Karim, Op. cit hlm 16 5
4
Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat islam indonesia memiliki perbankan islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu, seiring munculnya kesadaran kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai hukum bunga bank dan hukum zakat, pajak dikalangan para ulama, cendikiawan dan intelektual muslim.7 Kemunculaan perbankan syariah diawali dengan disahkannya UndangUndang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menggantikan undangundang perbankan sebelumnya yakni Undang-undang Nomor.14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Dalam Pasal 13 huruf (c) ditegaskan bahwa bank dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi
yang
dilakukannya.
Bank
konvensional
mendasarkan
keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah mendasarkankan
7
Adrian Sutedi, Op. Cit, hlm 16
5
keuntungan dari imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing). Sejak diundangkannya Undang – Undang Nomor.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah sebagai landasan legal formal yang khusus mengatur berbagai hal mengenai perbankan syariah di indonesia, pertumbuhan industri ini berjalan lebih kencang. Hal ini terlihat dari indikator penyaluran pembiayaan yang ratarata tumbuh 36,7% per tahun dan penghimpunan dana dengan rata-rata mencapai 33,5% per tahun pada 2007-2008. Pertumbuhan aset untuk periode 2007-2008 mencapai rata-rata 36,2% per tahun, merupakan pencapaian yang lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan asset perbankan syariah regional (Asia Tenggara) yang hanya berkisar 30% per tahun untuk periode yang sama.8 Hal ini menunjukan bahwa masyarakat indonesia telah mengenal keberadaan Bank Syariah sebagai bagian dari Dual Banking System di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah selama satu tahun terakhir, sampai dengan bulan Oktober 2012 cukup menggembirakan. Perbankan syariah mampu tumbuh ± 37% sehingga total asetnya menjadi Rp174,09 triliun.9 Pembiayaan telah mencapai Rp135,58 triliun (40,06%) dan penghimpunan dana menjadi Rp134,45 triliun (32,06%). Strategi edukasi dan sosialisasi perbankan syariah yang ditempuh dilakukan bersama antara Bank Indonesia dengan seluruh perbankan baik untuk funding maupun financing telah mampu memperbesar market share
8
R. Eko A. Irianto, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2013”, Jurnal Otoritas Jasa Keuangan, hal 36, 2013, Jakarta 9 Ibid , hal 38
6
perbankan syariah menjadi ± 4,3%. Penghimpunan dana masyarakat terbesar dalam bentuk deposito yaitu Rp78,50 triliun (58,39%) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp40,84 triliun (30,38%) dan Giro sebesar Rp15,09 triliun (11,22%). Penyaluran dana masih didominasi piutang Murabahah sebesar Rp80,95 triliun atau 59,71% diikuti pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp25,21 triliun (18,59%) dan pembiayaan Mudharabah sebesar Rp11,44 triliun (8,44%), dan piutang Qardh sebesar Rp11,19 triliun (8,25%).10 Sebagaimana pencapaian pada tahun lalu, perbankan syariah tetap berkomitmen untuk menggerakkan sektor riil dan mengoptimalkan pencapaian tersebut. Pembiayaan sebagai upaya lembaga finansial dalam menggerakkan sektor riil telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Pembiayaan sebesar 80,85% dari total penyaluran dana perbankan syariah atau Rp135,58 triliun diinvestasikan ke dalam aktivitas pembiayaan, lalu Penempatan pada Bank Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS), giro dan Fasilitas Bank Indonesia (FASBI) sebesar Rp18,52 triliun (11,04%), kemudian penempatan pada Surat Berharga yang dimiliki sebesar Rp7,82 triliun (4,66%) serta penempatan pada Bank Lain sebesar Rp5,16 triliun (3,08%).11 Penghimpunan dana masyarakat meningkat ± 32% yang sebagian besar (58,39%) terhimpun dalam Deposito. Sedangkan dari sisi penyaluran dana meningkat ± 40% menjadi Rp135,58 triliun dimana piutang Murabahah paling mendominasi dengan portofolio sebesar 59,71%. Hal ini mengindikasikan bahwa
10 11
Ibid, hal 40 Ibid, hal 42
7
perbankan syariah masih didominasi oleh dana mahal dalam penghimpunan dan menyalurkannya dalam pricing (marjin dari piutang Murabahah) yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata suku bunga (rata-rata tahun 2012 sampai dengan September 2012 equivalent rate sebesar 14,31%). Atas hal tersebut perlu dikaji kembali faktor-faktor yang berpengaruh dalam menggeser struktur bisnis perbankan syariah sehingga menjadi lembaga keuangan yang efisien dan dapat memberikan kemanfaatan yang lebih besar.12 Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah, masyarakat masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil yang tinggi. Imbal hasil deposito berfluktuasi antara 5,74% sampai dengan 6,28% (equivalent rate), sedangkan imbal hasil tabungan sekitar 2,32% dan giro sekitar 0,88% (equivalent rate). Produk simpanan berjangka (deposito) lebih diminati dibandingkan produk tabungan.13 Pertumbuhan penghimpunan dana cukup baik diimbangi dengan pertumbuhan penyaluran dana kepada sektor riil baik berupa pembiayaan (Mudharabah dan Musyarakah), piutang (Murabahah, Istisna, dan Qardh), dan dalam bentuk pembiayaan Ijarah. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan dapat relatif terjaga yang tercermin dari FDR agregat perbankan syariah tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 100,84% meningkat lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 95,08%. Selain fungsi intermediasi, untuk memberikan pelayanan dengan 12
Cristine Novita Nababan, ”Pembiayaan Perbankan Syariah Naik 14, 3 % ” , HTTPS:// keuangan.kontan.co.id/news/pembiayaan-bankan-syariah-tumbuh-4341, diakses pada pukul 10.00 wib, 4 maret 2015 13 Hendra Gunawan, “Imbal Hasil Deposito Masih Sekitar 9 % ”, http://investasi .kontan.co.id/news/hasil-depositosyariah-masih-sekitar-9-1, diakses 13.45 wib pada 10 maret 2015
8
jangkauan yang lebih luas bagi masyarakat, akses jaringan perkantoran meningkat menjadi 2.188 (29,31%) dari 1.692 kantor pada tahun sebelumnya. Perluasan jaringan kantor tersebut telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah yang tercermin dari peningkatan jumlah total rekening (pembiayaan + DPK) yaitu sebesar 3,4 juta rekening dari 9 juta rekening menjadi 12,4 juta rekening pada oktober 2012.14 Selama periode tahun 2012, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (unit usaha syariah) sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah jaringan kantor meningkat. Meskipun dengan jumlah BUS (11 buah) maupun unit usaha syariah (24 buah) yang sama, namun pelayanan kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah menjadi semakin meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452 menjadi 508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK) telah bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama. Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah yang beroperasi sampai dengan bulan Oktober 2012 dibandingkan tahun sebelumnya meningkat dari 1.692 kantor menjadi 2.188 kantor15. Di tengah gencarnya penggunaan Dual Banking System di indonesia, merujuk pada Pasal 1 butir (7) Undang – Undang Nomor.21 Tahun 2008 Tentang Perb ankan Syariah, yang dimaksud Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
14
Setiawan Budi Utomo “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2013”, Jurnal Otoritas Jasa Keuangan, hal 96, 2013, Jakarta 15 Ibid, hal 162
9
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Bank Syariah tidak membatasi nasabahnya atau para pihak yang berhubungan hukum dengannya kepada individu muslim atau badan hukum yang dimiliki orang muslim saja, tetapi juga terbuka untuk siapa saja. Tidak ada batasan tersebut ditemukan dalam Undang - Undang Nomor. 21 Tahun tentang Perbankan Syariah tahun 2008. Produk-produk jasa Bank Syariah yang bisa ditawarkan kepada nasabah seperti al-Wakalah (Letter of Credit), al-Kafalah (Letter of Guarantee) dan al-Qard al-Hasan (Soft Loan). Pertumbuhan perbankan syariah yang pesat ini selain adanya potensi pasar yang mendapat sambutan cukup hangat dari masyarakat, juga tidak lepas dari dukungan Pemerintah, para ulama dan regulasi Bank Indonesia yang terus mengakomodasi kebutuhan regulasi industri dan membuka kesempatan lebih luas kepada perbankan dan investor untuk menjalankan kegiatan usaha bank syariah. Standar akuntansi bank syariah, sampai kepada berbagai pedoman seperti pedoman laporan bulanan, pedoman sistim pengaturan, saat ini secara umum Bank Indonesia merupakan bank sentral yang bisa dikatakan cukup produktif dalam menerbitkan regulasi bank syariah. Komitmen yang tinggi dari Bank Indonesia ini bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan bank syariah yang sehat dan patuh kepada prinsip syariah. Tinjauan inilah yang kemudian menjadi landasan tinjauan hukum materil perbankan syariah di Indonesia. Dimana pada dasarnya bank syariah terlahir dengan mengemban misi yang mencoba
10
menerapkan kebijakan keterkaitan antara sektor moneter dengan sektor riil yang didasari atas penyelenggaraan perekonomian nasional. Begitu juga halnya pemerintah, dalam menunjang segala macam kegiatan di dalam sektor pembangunan di segala bidang, sehingga pemerintah membuat program di sektor industri. Program tersebut dilakukan dengan pemberian pembiayaan, karena dengan ada pemberian pembiayaan dapat membantu para pengusaha di bidang industri, perdagangan, pertanian atau perhubungan untuk menunjang usahanya di berbagai hasil produksinya. Pengusaha seperti itu biasa di sebut dengan UMKM atau usaha mikro kecil dan menengah. Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adalah sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga” Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia antara lain: a. jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi;
b. menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja;
11
c. Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau
Pada tanggal 5 November 2007 presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan didukung oleh Inpres Nomor .5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan kredit usaha rakyat ini. Beberapa diantaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 135/PMK.05/2008 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 159/PMK.05/2011 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Jaminan KUR sebesar 70 % bisa ditutup oleh pemerintah melalui Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan Perusahaan Sarana Pembangunan Usaha dan 30 % ditutup oleh Bank Pelaksana.16 Dilihat dari sudut perkembangan perekonomian nasional dan internasional akan dapat diketahui betapa besar peranan penting yang berkaitan dengan kegiatan perbankan dalam menyalurkan pembiayaan pada sektor UMKM. Berbagai lembaga keuangan terutama perbankan syariah telah membantu memenuhi kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat.
16
Hal tersebut merupakan salah satu usaha
Arif, Rahman, “Realisasi KUR capai 17,6 trilyun”, http://obsessionnews.com/realisasi-kurcapai-rp-1716-trilyun/ , diakses pada pukul 9.55 wib, 10 maret 2015
12
perbankan syariah yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan dana. Salah satu contohnya Bank Syariah Mandiri yang merupakan bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana kredit usaha rakyat (KUR). Dana KUR sendiri berasal dari dana Bank Syariah Mandiri yang dihimpun dari masyarakat dan bukan dari dana pemerintah. Hal ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya yang saat ini masih membutuhkan dana lebih agar usahanya lebih produktif. Realitanya Rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Finance (NPF) dalam penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Syariah Mandiri (BSM) masih jadi duri dalam daging. Hingga 30 April lalu, NPF KUR di anak usaha Bank Mandiri ini masih bertengger di level 11%.17 Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian per 30 April 2014, total pembiayaan KUR yang disalurkan BSM mencapai Rp 3,65 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar 15,14% dibanding pembiayaan KUR di bulan April 2013 yang mencapai Rp 3,17 triliun. Kenaikan ini diikuti penambahan jumlah debitur KUR BSM dari 42.935 orang di bulan April 2013 menjadi 52.019 orang di bulan April 2014. Rata-rata pembiayaan kredit usaha rakyat Bank Syariah Mandiri mengalami penurunan dari Rp 74.000.000,- (tujuh puluh empat juta rupiah) per debitur di bulan April 2013 menjadi Rp 70.300.000,- (tujuh puluh juta tiga ratus ribu rupiah) per debitur di bulan April 2014. Sayangnya kenaikan pembiayaan kredit usaha rakyat Bank Syariah Mandiri juga diikuti melonjaknya rasio kredit bermasalah.
17
Aditya Himawan, “Pembiayaan bermasalah KUR BSM menyentuh 11%” ,http://keuangan.kontan.co.id/news/pembiayaan-bermasalah-kur-bsm-menyentuh-11 , diakses pada pukul 9.30 wib, 4 maret 2015
13
Padahal, di bulan April 2013, NPF KUR BSM masih 6,8%. Hal tersebut diatas menjadi pemicu bagi penulis untuk melakukan sebuah penelitian terkait penanganan pembiayaan KUR berrmasalah yang dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri di Yogyakarta. 18
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan didepan, maka yang menjadi perumusan masalah dalam usulan penelitian ini adalah: 1. Apa yang menjadi faktor penyebab Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat bermasalah yang menggunakan akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta? 2. Bagaimana
penyelesaian
Pembiayaan
Kredit
Usaha
Rakyat
bermasalah menggunakan akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta ? C. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Ichsan Kurniawan dengan judul ”Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah pada Unit Usaha Gama Multi Finance PT. Gama Multi Usaha Mandiri” Tesis 2011 Universitas Gadjah Mada19
18
Aditya Himawan, NPF KUR melejit di febuari, http://keuangan.kontan.co.id/news/npf-kurbsm-melejit-di-februari, diakses 9.40 wib, 4 maret 2015 19 Ichsan Kurniawan, 2011, ” Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah pada Unit Usaha Gama Multi Finance PT. Gama Multi Usaha Mandiri”, Tesis, Magister Hukum Kenotariatan , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
14
a. Rumusan masalah yang dikaji : 1.) Bagaimana Pelaksanaan pembiayaan akad murabahah pada unit usaha Gama Multi Finance PT. Gama Multi Usaha Mandiri? 2.) Bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian
perselisihan
pada
pembiayaan akad murabahah pada unit usaha Gama Multi Finance PT. Gama Multi Usaha Mandiri? b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1.) Bahwa pelaksanaan pembiayaan dengan akad murabahah pad agama multi finance bahwa beralihnya objek pinjaman dari barang menjadi uang sehingga akad tersebut menjadi akad fasid, sah bentuknya tetapi tidak sah sifatnya. 2.) Pengaturan penyelesaian perselisihan jika terjadi cidera janji dalam akad murabahah pada gama multi finance. Langkah yang diambil oleh gama multi finance yaitu : melalui cara persuasif dalam menyelesaikan sengketa , melalui musyawarah mufakat. Jika penyelesaian secara musyawarah mufakat tidak bisa tercapai sesuai pasal 8 akad murabahah yang diadakan oleh nasabah dan gama multi finance maka perselisihan tersebut dibawa ke pengadilan negeri namun sejauh ini berlum pernah ada kasus yang sampai ke pengadilan karena pertimbangan biaya dan waktu penyelesaian yang terbilang lama.
15
Berdasarkan penelitian terkait, penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu mengkaji bagaimana cara penyelesaian pembiayaan dengan akad murabahah. Perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini meengkaji dan menganalisa apa yang menjadi faktor penyebab pembiayaan bermasalah pada akad murabahah. 2. Penelitian oleh Erike Mirantiningrum Marpaung dengan Judul “Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta” Tesis
2008
Universitas Gadjah Mada.20 a. Rumusan masalah yang dikaji : 1.) Bagaimana pelaksanaan Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta – Saharjo? 2.) Risiko – Risiko apa yang dihadapi oleh Bank Mandiri Cabang JakartaSaharjo dalam pelaksanaan pembiayaan Murabahah? b. Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1.) pelaksanaan pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta – Saharjo dimulai dari permohonan pemberian pembiayaan yang diajukan calon nasabah dilanjutkan dengan analisis pembiayaan. Apabila disetujui maka dilakukan pengikatan akad pembiayaan Murabahah.
20
Erike Mirantiningrum Marpaung, 2008, “Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta” , Tesis, Magister Hukum Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
16
2.) risiko yang dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta-Saharjo adalah adanya Wanprestasi dari nasabah yang beritikad buruk, adanya kerugian akibat fluktuasi harga pasar, adanya force majeur. Apabila terjadi wanprestasi bank akan melakukan upaya penyelematan pembiayaan bermasalah jika tidak berhasil bank melakukan penyitaan terhadap barang jaminan nasabah. Berdasarkan penelitian terkait, penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu mengkaji apa faktor penyebab pembiayaan bermasalah, risiko yang dihadapi bank dalam pemberian pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah Mandiri dan perbedaan penelitian ini dari penelitian terdahulu cara seperti apa yang diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri dalam menyelesaikan kredit usaha rakyat yang bermasalah dengan akad murabahah, dengan demikian penelitian ini asli. D. Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, untuk mencapai data-data yang benar-benar diperlukan dan diharapkan, sehingga penelitian ini dapat dilakukan secara terarah. Adapun tujuan-tujuan dalam melaksanakan penelitian, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisa penyebab pembiayaan Kredit Usaha Rakyat bermasalah yang menggunakan akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta
17
2. Untuk mengetahui dan menganalisa strategi penyelesaian pembiayaan Kredit Usaha Rakyat bermasalah yang menggunakan Akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri. E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Praktis Sejalan dengan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas, hasil penelitian ini diharapkan akan berguna, terutama secara praktis bagi para praktisi perbankan dalam menangani dan menyelesaikan pembiayaan bermasalah khususnya pembiayaan kredit usaha rakyat dengan skema akad murabahah. 2. Kegunaan Teoritis Sedangkan secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi secara deskriptif pada kalangan akademisi, khususnya fakultas syariah dan fakultas hukum sebagai langkah awal untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam berkaitan dengan bidang bank syariah dalam konteksnya dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah.