1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan dalam praktik bisnis mengharuskan pengungkapan laporan keuangan yang benar-benar andal dan dapat dipercaya karena berkaitan dengan kepentingan para pengguna laporan untuk pengambilan keputusan. Disinilah peran akuntan sangat penting. Begitu besar tantangan dan tuntutan akuntan berkaitan dengan profesionalisme yang harus mereka miliki. Ini sangatlah penting mengingat begitu banyak kasus kejahatan korporat yang melibatkan akuntan yang tentu saja akan membuat publik ragu dengan kredibilitas yang dimiliki akuntan. Para kreditur dan masyarakat mulai mempertanyakan independensi akuntan sebagai penilai kewajaran laporan keuangan. Padahal secara aturan, auditor memiliki etika profesional yang wajib untuk ditaati untuk memupuk dan memelihara kepercayaan pihak pengguna laporan keuangan. Etika profesi haruslah mendapat tempat yang istimewa di kehidupan profesional auditor. Etika profesional adalah sistem yang tidak bisa ditawar-tawar guna menegakkan kepercayaan masyarakat yang belakangan ini mulai memudar karena kasus-kasus yang melibatkan akuntan. Berikut ini adalah rangkuman beberapa kasus etika yang melibatkan akuntan.
1
2
1. Kasus Enron Corp. dan KAP Arthur Anderson Contoh kasus yang sangat menggemparkan adalah kasus Enron Corp. dan KAP Arthur Anderson. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron Corp. dinyatakan pailit padahal sebelumnya hasil audit KAP Arthur Anderson menyatakan bahwa laporan keuangan Enron adalah wajar tanpa syarat. Belakangan diketahui bahwa Arthur merupakan konsultan bisnis dan auditor dari Enron Corp. Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, nilai investasi, dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum masalah ini terungkap dan muncul ke publik, KAP Anderson yang merupakan
klien
Enron
melakukan
manipulasi
laporan
keuangan
dan
menghancurkan dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut perusahaan mendapatkan laba bersih, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron. Kecurangan KAP Arthur Anderson sudah banyak melanggar prinsipprinsip etika profesi akuntan. Selain melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen tidak dapat menjaga
kepercayaan publik.
Sebagai KAP yang masuk kategori “The Big Five” seharusnya mampu berperilaku profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan tidak melakukan penyamaran data. Bukan hal itu saja, Arthur Andeson juga harusnya tidak melanggar prinsip standar teknis dengan
3
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional. Goodman (2012)
2. Penggelembungan jumlah piutang dan penjualan oleh PT. Great River Tbk.
Kasus PT. Great River Tbk. muncul setelah Bapepam dalam auditnya menemukan adanya indikasi penggelembungan jumlah piutang, penjualan dan aset pada laporan keuangan PT. Great River Tbk. yang mencapai angka ratusan milyar rupiah. Belakangan diketahui laporan keuangan PT. Great River Tbk. diaudit oleh akuntan publik JAS sebelum akhirnya di inspeksi oleh Bapepam. Atas temuan oleh Bapepam tersebut seketika muncul keraguan atas opini auditor sebelumnya dan masyarakat mulai mempertanyakan profesionalisme auditor. Akibat penggelembungan tersebut PT. Great River Tbk. mengalami masalah dalam arus kas dan kemampuan dalam membayar hutang.
Berdasarkan
investigasi yang dilakukan Bapepam menyatakan bahwa pihak auditor JAS yang telah memeriksa laporan keuangan PT. Great River Tbk turut menjadi tersangka dan pada tanggal 28 November 2006 Menteri Keuangan RI telah mencabut izin akuntan publik JAS selama dua tahun atas kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik yang telah terbukti dilakukan. Goodman (2012)
4
3. Pembekuan akuntan publik Petrus Mitra Winata. Sejak tanggal 15 Maret 2007 izin akuntan publik Petrus Mitra Winata dicabut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Petrus Mitra Winata melakukan audit atas Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya yang berakhir 31 Desember 2004. Petrus melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT. Muzatek Jaya, PT. Luhur Artha Kencana dan PT. Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Atas kasus tersebut izin Petrus dicabut dan selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. (hukumonline.com)
Terungkapnya kasus-kasus kejahatan yang melibatkan akuntan memberikan kesadaran tentang pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan sumber
daya
manusia
yang
cerdas
dan bermoral. Ungkapan
tersebut
mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.
Sikap
dan
tindakan
etis
akuntan publik akan menentukan maju mundurnya perusahaan serta posisinya di masyarakat pemakai jasa profesional. Berdasarkan hal-hal semacam inilah maka perlu dilakukanya penelitian mengenai etika dalam melakukan audit terutama
5
bagi mahasiswa akuntansi yang disiapkan terjun di dunia praktisi yang berguna untuk meminimalisir manipulasi laporan keuangan auditan yaitu dengan Analisis
Pengaruh
antara Dilema Intensitas Moral, Penilaian Etis dan Niat
Berperilaku Etis Mahasiswa Akuntansi di UNISNU Jepara.
1.2 Ruang Lingkup Masalah Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hanya dibatasi pada pembahasan pengaruh dilema intensitas moral dan penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dibahas adalah : apakah terdapat pengaruh antara dilema intensitas moral dan penilaian etis terhadap niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara dilema intensitas moral, penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
6
1.5 Kegunaan Penelitian
1. Pengembangan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
teori, terutama dalam bidang
akuntansi perilaku dan
etika
mengenai variable-variabel yang signifikan dalam menjelaskan pengaruh dilema intensitas moral dan penilaian etis terhadap niat berperilaku etis serta diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk riset-riset mendatang.
2. Pengembangan Praktik Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi UNISNU Jepara dan Fakultas Ekonomi pada khususnya dalam mendorong pemahaman intensitas moral dan penilaian etis yang membentuk perilaku etis dalam bidang akuntansi.
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami isi dari skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan bagian isi skripsi pada tahap paling awal. Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang
7
masalah, ruang lingkup masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini memuat tentang tinjauan pustaka yang membahas teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan yaitu
Landasan teori, Penelitian Terdahulu dan Kerangka
Pemikiran Teoritis. BAB III : METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian akan dijelaskan tentang jenis dan sumber
data,
populasi
dan
sampel
penelitian,
metode
pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode analisis data secara teknis yang dilakukan dalam penelitian ini. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang hasil penelitian berdasarkan hasil output pengolahan data dengan SPSS yang meliputi hasil analisis deskriptif dan regresi variablevariabel dalam penelitian yang menjelaskan pengaruh dilema intensitas mora, penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara. BAB V
: PENUTUP
8
Bab ini merupakan bagian penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran yang merupakan hasil pemikiran penulis dari analisis yang telah dilakukan mengenai penelitian dilema intensitas moral, penilaian etis dan niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dijelaskan secara sistematis mulai dari teori yang bersifat umum menuju teori yang bersifat khusus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.1.1 Intensitas Moral Intensitas moral adalah sebuah konstruk yang meliputi karakteristikkarakteristik yang merupakan perluasan dari isu-isu yang terkait dengan imperatif moral
dalam
sebuah situasi
atau
dengan kata
lain intensitas moral
merupakan penggambaran tingkat isu moral dalam suatu situasi, (Jones 1991, dalam Kurnia Dewi 2007).
Intensitas
moral
bersifat
multidimensi,
dan
komponen-komponen bagiannya merupakan karakteristik dari isu-isu moral. Ada enam komponen Intensitas Moral yang diajukan oleh Jones (1991) yang meliputi: besaran konsekuensi (the magnitude of consequences), probabilitas efek (probability of
effect), konsensus
sosial
(social
consensus),
kesegeraan
temporal (temporal immediacy), kedekatan (proximity), dan konsentrasi efek (concentration of effect). 1. Besaran Konsekuensi (the magnitude of consequences) Besaran konsekuensi adalah besaran jumlah keuntungan dan kerugian yang akan terjadi berkaitan dengan isu moral yang telah ada.
9
10
Contoh pada kasus auditor yang dipaksa berpendapat wajar pada laporan keuangan klien,
besaran konsekuensi dapat di deteksi dengan
mempertimbangkan berapa besar konsekuensi laporan tersebut akan merugikan pihak ketiga pemakai laporan keuangan. Contoh lain yang mampu menerangkan besaran konsekuensi misalnya sebuah tindakan moral yang berpotensi menyebabkan kematian umat manusia memiliki besaran konsekuensi yang lebih besar dari tindakan moral yang menyebabkan kematian seseorang.
2. Probabilitas Efek (probability of effect) Probabilitas efek adalah akibat efek yang ditimbulkan jika konsekuensi tersebut terjadi dan mengakibatkan hal buruk. Contoh dalam kasus auditor yang dipaksa klien untuk berpendapat wajar, probablitas muncul bersama kepercayaan para pengguna laporan yang percaya dengan pendapat auditor yang memaparkan kewajaran laporan tersebut. Contoh lain tingkat efek kemungkinan buruk apabila kita menjual senjata ke perampok adalah lebih besar daripada menjual senjata ke warga sipil yang taat pada hukum.
3. Konsensus Sosial (social consensus) Konsensus Sosial didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan sosial yang mempercayai dan sepaham bahwa suatu tindakan moral tersebut adalah tindakan yang baik atau jahat, etis atau tidak etis. Contoh pada
11
kasus pelanggaran standar profesional harusnya memiliki Konsensus sosial lebih besar dari pada kasus yang tidak ada standar sosial yang menyetujui etis atau tidak etis.
4. Kesegeraan Temporal (temporal immediacy) Kesegeraan temporal adalah tindakan moral yang mengacu pada lama waktu antara tindakan dan konsekuensi yang muncul. Kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang secara memiliki intensitas moral yang lebih kecil dibanding dengan yang datang secara tiba-tiba. Contoh mengeluarkan obat bius dipasaran akan membuat 1 persen dari pemakainya akan mengalami efek samping rasa gugup akut sesaat setelah mengkonsumsinya memiliki konsekuensi besaran yang lebih besar daripada melepaskan ke pasaran obat bius yang akan membuat 1 persen dari pemakainya akan mengalami efek samping berupa rasa gugup akut setelah mengkonsumsinya setelah 20 tahun.
5. Kedekatan (proximity) Kedekatan (proximity) adalah kedekatan agen moral baik secara kultural, sosial, fisik, dan psikologis dengan korban kejahatan suatu tindakan moral sehingga agen moral merasa menjadi bagian dari mereka.
12
6. Konsentrasi efek (concentration of effect). Konsentrasi efek adalah fungsi terbalik antara jumlah orang yang dipengaruhi dengan konsekuensi dari tindakan moral. Contoh dalam hal ini adalah mengenai laporan keuangan yang salah saji yang diungkapkan kepada satu investor memiliki konsentrasi efek yang lebih besar dari pada diungkapkan kepada banyak pihak/publik.
Dilema intensitas moral menurut Jones (1991) dalam Hidayat (2001) adalah tingkat dorongan seseorang untuk berperilaku sesuai moral pada situasi tertentu.
2.1.2 Penilaian Etis Vitel dan Hunt (1986) dalam Ahmed, Sofri dan Md Harashid (2013) mendefinisikan Penilaian etis (ethical judgement) sebagai keyakinan seseorang atas etis-tidaknya suatu alternatif . Alternatif yang dimaksud pada definisi ini mengacu pada alternatif keputusan yang akan diambil. Sedangkan menurut Spark dan Pan (2010), penilaian etis adalah tingkat evaluasi personal individu terhadap etis atau tidakya suatu tindakan. Sebagian masyarakat mendifinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan tindakan yang mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan dalam suatu tertentu. Terdapat dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis yaitu: standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat dan sifat egois yang tidak bisa dikendalikan.
13
2.1.3 Niat Berperilaku Etis & Perilaku etis
Niat Berperilaku Etis Niat
berperilaku
etis
didefinisikan
sebagai probalitas
subyektif
seseorang untuk memilih salah satu alternatif perilaku dan niat berperilaku etis (Fishbein dan Ajzen dalam Hidayat 2010) berperilaku
dengan
Keterkaitan erat antara niat
perilaku aktual dapat ditemukan pada teori tindakan
terencana (theory of planned behavior atau TPB). Menurut teori ini, ada tiga variabel yang akan menentukan niat berperilaku seseorang yang selanjutnya akan menentukan perilaku aktual. Ketiga variabel tersebut adalah sikap terhadap perilaku, norma subyektif dan persepsi atas kontrol perilaku.
Perilaku Etis Perilaku etis menurut Griffin dan Ebert (1998:119) dalam Hidayat 2010 adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menurut Sighapakdi (1999) dalam Su dan Wen Grace (2013) menyatakan bahwa niat berperilaku etis mempengaruhi perilaku etis seseorang.
14
Tahap – tahap pembuatan keputusan berperilaku etis menurut Rest (1986) dalam Linda, Garry, dan Scott (2006) adalah sebagai berikut :
Moral Issue Identification
Ethical Judgement
Ethical Intention
Ethical Behavior
Permasalahan moral
Penilaian etis
Niat berperilaku etis
Perilaku etis
Gambar 2.1 Tahap Pembuatan Perilaku Etis
Sumber : Journal of Management 2006 2.1.4 Etika Etika (ethics) secara bahasa berasal dari bahasa Yunani ethos , yang berarti “karakter”. Kata lain untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari bahasa latin mores , yang berarti kebiasaaan. Moralitas berpusat pada benar dan salah. Oleh karena itu etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana seseorang berperilaku dengan sesamanya.
2.1.5 Etika Umum Manusia senantiasa dihadapkan pada keputusan yang berkaitan dengan diri sendiri ataupun orang lain. Sering kali dilema etika muncul karena
sebuah
keputusan mungkin akan membawa kebaikan pada satu pihak tapi tidak membawa kebaikan bagi pihak lain. Dalam situasi seperti ini seseorang harus mengajukan
15
dua pertanyaan penting, yaitu; “ kebaikan apa yang saya cari ?’, dan “kewajiban apa yang harus saya lakukan dalam kondisi seperti ini?”. Etika umum berusaha menangani pertanyaan – pertanyaan seperti itu dengan mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud baik bagi seseorang dan apa yang baik bagi masyarakat. Etika secara umum dapat didefinisikan sebagai satu set prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki satu set nilai yang akan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun tidak, demikian juga dengan masing-masing kelompok dalam masyarakat. Masing-masing kelompok masyarakat ini akan mendefinisikan nilai atau prinsip moral yang ideal menurut mereka dengan banyak cara. Misalnya peraturan dan undangundang, doktrin, kode etik untuk kelompok profesional seperti akuntan, serta kode etik antar individu dalam sebuah organisasi.
2.1.6 Etika auditor Setiap profesi yang memberikan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Umumnya masyarakat sangat awam mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan oleh suatu profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang memiliki standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaannya. Jika masyarakat tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan layanan yang diberikan menjadi tidak efektif. Negara
kita
mempunyai badan yang mengatur kode etik yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia atau biasa disebut kode etik IAI, dengan tujuan sebagai panduan dan peraturan bagi seluruh anggota, baik berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
16
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Indonesia terdiri
dari empat
bagian yaitu:
1. Prinsip Etika, Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksaaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. Prinsip etika disahkan oleh kongres IAI dan berlaku bagi seluruh anggota IAI.
2. Aturan Etika, Aturan etika disahkan oleh rapat anggota himpunan dan hanya mengikat anggota himpuan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan
dari
anggota,
dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai penduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
17
4. Tanya Jawab Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interprestasinya. Dalam kompartemen akuntan publik, tanya dan jawab ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik.
Adapun prinsip etika profesi IAI dibagi menjadi delapan bagian yaitu : 1. Tanggung Jawab Profesi Dalam
melaksakan
tanggung-jawabnya
sebagai
profesional
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik Setiap
anggota
mempunyai
kewajiban
untuk
senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Tanggung-jawab
seorang akuntan
tidak
hanya
untuk
memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya
seorang akuntan harus mengikuti
dititik-beratkan pada kepentingan publik.
standar profesi
yang
18
3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan keprcayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung
jawab
profesionalnya
dengan
integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan
profesional.
Integritas
merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan
anggota. Prinpis obyektivitas mengharuskan anggota
bersifat adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan arau berada dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
19
kerja memperoleh manfaat mengharuskan
anggota
dari
jasa.
untuk
Kehati-hatian
memenuhi
profesional
tanggung-jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesionalnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada ia memiliki hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
20
7. Perilaku profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum
8. Standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang
dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati,
relevan. Sesuai
anggota
mempunyai
kewajiban untuk melaksankan penugasan dari penerimaan jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah
standar
yang
dikeluarkan
oleh
Ikatan Akuntan Indonesia,
International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi acuan resmi dalam melakukan audit yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang disusun oleh IAI. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 150 (PSA No. 01) membagi standar auditing menjadi 3 bagian utama yaitu :
21
1. Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam
semua
independensi
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan
harus
direncanakan
sebaik-baiknya
dan
jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
22
3. Standar Pelaporan 1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penyusunan
penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk
23
standar yang
lain. Materialitas dan resiko audit melandasi penerapan semua
standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Paragraf 4 SPAP SA Seksi 150 menjelaskan bahwa konsep materialitas bersifat bawaaan dalam pekerjaan auditor independen. Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan pendapat auditor independen atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar salah saji material. Misalnya, dalam perusahaan dengan jumlah debitur yang sedikit, dengan nilai piutang yang besar, secara individual piutang itu adalah lebih penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang mempunyai jumlah nilai piutang yang sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan nilai piutang yang relatif kecil.
Dalam
perusahaan
manufaktur
dan
perusahaan
dagang,
persediaan umumnya mempunyai arti penting, baik bagi posisi keuangan maupun hasil usaha perusahaan, sehingga secara relatif persediaan memerlukan perhatian auditor yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan dalam perusahaan jasa. Begitu pula, piutang umumnya memerlukan perhatian yang
lebih besar
dibandingkan dengan premi asuransi dibayar di muka. Sedangkan
paragraf
5 menjelaskan mengenai
risiko
audit.
Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit. Transaksi kas umumnya
lebih rentan
terhadap
kecurangan
jika
dibandingkan
dengan
transaksi persediaan, sehingga audit atas kas harus dilaksanakan secara lebih konklusif, tanpa harus menyebabkan penggunaan waktu yang lebih lama.
24
Transaksi dengan pihak
tidak terkait
biasanya
tidak
diperiksa
serinci
pemeriksaan terhadap transaksi antar bagian dalam perusahaan atau transaksi dengan pimpinan perusahaan dan karyawan, yang tingkat kepentingan pribadi dalam transaksi yang disebut terakhir ini sulit ditentukan. Selain itu apabila seorang auditor melakukan tindakan yang tidak etis, maka hal tersebut akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor, maka independensi sangat dibutuhkan dalam menjaga kredibilitas seorang auditor yang mana profesi ini tidak sama dengan profesi lainya. Dalam Jurnal Riset Akuntansi Indonesia tahun 2001 yang dipaparkan dalam PekBis jurnal (2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis auditor. Factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Faktor posisi atau kedudukan. Dalam kaitannya dengan posisi dan kedudukan, semakin tinggi posisi/ kedudukan di KAP ( dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga hal ini mengakibatkan pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.
Faktor imbalan yang diterima Faktor imbalan yang diterima bisa berupa gaji atau upah dan penghargaan atau insentif. Pada dasarnya seseorang bekerja ingin mendapatkan gaji atau upah sesuai dengan bobot pekerjaannya. Jumlah upah yang sesuai akan menimbulkan semangat kerja dan
ada
25
kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dengan kebutuhan yang tercukupi. Selain gaji atau upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang penghargaan materil maupun non materil. Penghargaan sesuai akan membuat si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya .
3.
Faktor pendidikan Semakin baik pendidikan akuntansi seorang auditor atau akuntan dalam hal ini adalah pendidikan formal, maka akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan.
4.
Faktor organisasional Faktor organisasional adalah perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, dan hubungan dengan rekan kerja. Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi. Bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998) dalam Mudrika (2009). Lingkungan kerja turut menjadi
faktor
yang
mempengaruhi
etika
individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang
26
baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.
Faktor lingkungan keluarga Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang searah
dengan
sikap dan
perilaku orang-orang
yang dianggapnya
penting dalam hal ini adalah anggota keluarga. Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula
6.
Faktor pengalaman hidup Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis .
7.
Faktor religiusitas Agama sebagai
suatu
sistem mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis.
27
8.
Faktor hukum Kasir (1998) dalam Mudrika (2009), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa terayomi. Sama halnya dengan sangsi yang dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota tidak mengulangi kesalahan yang sama diwaktu yang akan datang.
9.
Faktor emotional quotient EQ adalah bagaimana seseorang
itu pandai mengendalikan
perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah
hanya
cerdas dalam hal
intelektualnya saja,
tetapi
intelektualitas. Tanpa adanya EQ maka sangat mungkin seorang individu berperilaku yang tidak etis.
Dalam masalah independensi, auditor tidak dapat
bertindak untuk
kepentingan kliennya sebagaimana pengacara dengan kliennya. Meskipun dibayar oleh klien akuntan publik bekerja bagi kepentingan masyarakat umum. Auditor harus
independen dalam dari segala kewajiban dan pemilikan
kepentingan dalam perusahaan menghindari
yang
keadaan-keadaan yang
meragukan independensinya.
diauditnya. dapat
auditor
mengakibatkan
harus
pula
masyarakat
28
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Adapun hasil penelitian terdahulu dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 2.1
No 1
2
Nama peneliti Ni Wayan Kurnia Dewi (2007)
Rangkuman Penelitian Terdahulu Judul penelitian Hasil penelitian Analisis Pengaruh Intensitas Moral Terhadap Intensi Keperilakuan : Peranan Masalah Etika Persepsian Dalam Pengambilan Keputusan Etis Yang Terkait Dengan Sistem Informasi
etika khususnya yang terkait dengan masalah etika sistem informasi komputerisasian bersifat sangat spesifik sehingga untuk kondisi di Indonesia hasil penelitian ini beragam untuk berbagai situasi etis.
Alfiah Hasan Analisis Pengaruh Dilema Yahya(2010) Intensitas Moral, Penilaian Etis dan Niat Berperilaku Etis di Kalangan Akuntan Pendidik.
Dilema intensitas moral dan penilaian etis secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap niat berperilaku etis di kalangan akuntan pendidik.
Sampel dan metodologi Sampel adalah mahasiswa SI, S2 dan Profesi Akuntansi sebagai calon praktisi dan praktisi yang akan terjun ke dunia profesi akuntansi. Analisis dengan SEM dengan bantuan AMOS. Sampel adalah Akuntan pendidik yang ada di Surabaya. Analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif, Uji Manipulasi, Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Normalitas, Uji Asumsi klasik, Uji Hipotesis, Pembahasan.
29
3
Andri Perbedaan Persepsi Novius(2010) Intensitas Moral Mahasiswa Akuntansi Dalam Proses Pembuatan Keputusan Moral.
Intensitas Moral, dan sensitivitas moral tidak selalu berpengaruh terhadap pembuatan keputusan moral dalam situasi akuntansi tertentu
Sampel adalah Mahasiswa Akuntansi S1, S2, dan PPA. Analisis data menggunakan MANOVA
2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dijelaskan dalam model penelitian sebagai berikut.
PENILAIAN ETIS
NIAT BERPERILAKU ETIS
DILEMA INTENSITAS MORAL
Gambar 2.2 Model Penelitian
Shafer
et
al.
(2001) dalam Ahmed, Sofri, dan Md Harashid 2013
menemukan bahwa dilemma intensitas moral mempengaruhi penilaian etis. Dengan demikian, cukup dasar bahwa dorongan untuk berperilaku etis (dilemma intensitas moral) mempengaruhi keyakinan etis-tidaknya suatu alternatif (penilaian etis). Selain mempengaruhi penilaian etis, dilema intensitas moral juga
30
mempengaruhi niat berperilaku etis. Penilaian etis akan mempengaruhi niat berperilaku etis. Semakin tinggi keyakinan seseorang tentang etis-tidaknya suatu tindakan maka akan semakin tinggi pula niat berperilaku etisnya. 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka dalam penelitian ini penulis ingin menguji kebenaran dari hipotesis yaitu : 1. H1: Dilema intensitas moral berpengaruh postif terhadap penilaian etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara. 2. H2: Penilaian etis berpengaruh positif terhadap niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara. 3. H3: Dilema intensitas moral berpengaruh postif terhadap niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara. 4. H4: Penilaian etis memediasi hubungan antara dilema intensitas moral terhadap niat berperilaku etis mahasiswa akuntansi di UNISNU Jepara.
31
BAB III METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan metode survei dengan memberikan kuesioner kepada responden. Kuesioner diberikan kepada 63 responden dengan hasil 60 kuisioner yang memenuhi syarat untuk di uji.
3.1.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1. Variabel Penelitian Adapun variabel dari penelitian ini terdiri atas tiga macam variabel, yaitu variabel dependen, variabel independen dan variabel intervening. Variabel dependen
: Niat berperilaku etis
Variabel Independen : Dilema intensitas moral Variabel Intervening : Penilaian etis Sedangkan definisi Operasional dijelaskan sebagai berikut:
3.1.2 Definisi Operasional 3.1.2.1. Dilema Intensitas Moral Dilema intensitas moral adalah dorongan seseorang untuk memenuhi standar moral saat berhadapan dengan situasi tertentu. standar moral
saat
berhadapan dengan situasi tertentu. Dilema intensitas moral diukur dengan dua pertanyaan. Pernyataan pertama dengan skala likert dengan penggambaran
31
32
skala mulai sangat tidak mungkin sampai sangat mungkin. Nilai 1 untuk sangat tidak mungkin, nilai 2 untuk tidak mungkin, nilai 3 untuk netral, nilai 4 untuk mungkin, nilai 5 untuk sangat mungkin. Pertanyaan yang kedua juga dengan skala likert dengan penggambaran 1 untuk sangat tidak setuju, nilai 2 untuk tidak setuju, nilai 3 untuk netral, nilai 4 untuk setuju dan nilai 5 untuk sangat setuju. 3.1.2.2. Penilaian Etis Penilaian etis (ethical judgement) didefinisikan sebagai keyakinan seseorang atas etis-tidaknya suatu alternatif (Vitell, Singhapakdi, Thomas dalam Ahmed, Sofri dan Md Harashid (2013). Penilaian etis diukur dengan menggunakan skala likert melalui tiga item pernyataan yang diadopsi dari (Steenhaut
and
Kenhove
2006).
Penggambaran skala dalam
tiga
item
pertanyaan ini berbeda. Pernyataan pertama penggambaran skala mulai dari sangat tidak mungkin sampai sangat mungkin.
Nilai 1 untuk sangat tidak
mungkin, nilai 2 untuk tidak mungkin, nilai 3 untuk netral, nilai 4 untuk mungkin, nilai 5 untuk sangat mungkin. Pernyataan kedua penggambaran skala mulai dari sangat tidak dapat diterima sampai sangat dapat diterima. Nilai 1 untuk penilaian sangat tidak dapat diterima, nilai 2 untuk penilaian tidak dapat diterima, nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian dapat diterima dan nilai 5 untuk penilaian sangat dapat diterima. Terakhir pernyatan ketiga penggambaran skala mulai dari sangat tidak etis sampai sangat etis. Nilai 1 untuk penilaian sangat tidak etis, nilai 2 untuk penilaian tidak etis, nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian etis dan nilai 5 untuk penilaian sangat etis.
33
3.1.2.3. Niat Berperilaku Etis Niat berperilaku etis didefinisikan Fishbein dan Ajzen ( 2002) dalam Hidayat (2010) sebagai probalitas subyektif seseorang untuk memilih salah satu alternatif perilaku. Niat berperilaku
etis
memiliki
peran
penting
dalam
menentukan perilaku yang sesungguhnya. Untuk mengukur variabel niat berperilaku etis, responden akan diajukan dua item pertanyaan yang sama dengan skala penggambaran yang berbeda. Item pertanyaan ini diadaptasi dari
Steenhaut
and
Kenhove
(2006) dengan menggunakan skala Likert.
Pernyataan pertama penggambaran skala mulai sangat lemah sampai sangat kuat. Nilai 1 untuk penilaian sangat lemah, nilai 2 untuk penilaian lemah, nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian kuat dan nilai 5 untuk penilaian sangat kuat. Pernyataan kedua pengambaran skala mulai sangat tidak mungkin sampai sangat mungkin. Nilai 1 untuk penilaian sangat tidak mungkin, nilai 2 untuk penilaian tidak mungkin, nilai 3 untuk penilaian netral, nilai 4 untuk penilaian mungkin dan nilai 5 untuk penilaian sangat mungkin.
3.2 Jenis dan Sumber Data 3.2.1 Jenis Data Jenis data dalam penelitian
dibedakan atas data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif berasal dari responden mengenai pandangan mereka terhadap intensitas moral dan penialaian etis. Sedangkan data kuantitatif adalah
34
berupa data jumlah mahasiswa akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah Auditing dan Akuntansi Keperilakuan. 3.2.2 Sumber Data Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang berasal langsung dari responden seperti kuesioner. Sedangkan data sekunder adalah berupa kajian-kajian pustaka yang relevan dengan obyek penelitian.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi dan Sampel Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNISNU Jepara jurusan akuntansi. Sedangkan sampel yang digunakan adalah mahasiswa UNISNU Jepara jurusan akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah Auditing dan Akuntansi Keperilakuan. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil adalah 63 mahasiswa angkatan 2009 atau semester tujuh dengan pertimbangan mereka sudah mengambil mata kuliah Auditing 1, Auditing 2 dan Akuntansi Keperilakuan. 3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik
pengambilan
sampel dengan mempersepsikan bahwa responden bisa mewakili keadaan yang sebenarnya.
35
3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini melalui kuesioner secara langsung terhadap responden yang terlibat dalam penelitian ini.
3.5 Metode Pengolahan Data 3.5.1 Uji Validitas Uji validitas (validity) digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisoner. Suatu kuisoner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisoner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisoner tersebut (Imam Ghozali, 2006 : 45). Pengujian validitas dipergunakan dengan membandingkan nilai probabilitas hasil penelitian dengan batas signifikansi yaitu 5%. 3.5.2 Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas (reability) menunjukan akurasi dan ketepatan dari pengukurannya. Reabilitas dan ketepatan dari pengukurannya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi (accurately) dari pengukurannya. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari pengukur. Suatu variabel dinyatakan valid dengan melihat nilai chrobach alpha. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 15.0 for Windows. Variabel dinyatakan reliabel apabila nilai chrobach alpa diatas 0,6.
36
3.6 Metode Analisis Data Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian ini, maka data yang diperoleh disusun kembali, dikelompokkan dan diolah dengan menggunakan
analisis
faktor regresi linear dengan teknik analisis statistik. Adapun langkah-langkah analisa data yang akan dilakukan sebagai berikut : 1. Menyebarkan kuisoner kepada responden dengan terlebih dahulu diterangkan apa maksud dari kuesioner tersebut kepada responden. 2. Melakukan penomoran kuesioner. 3. Melakukan pemisahan data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Akuntansi Keperilakuan dan Auditing)
sedangkan
untuk
data yang tidak sesuai maka
dihilangkan. 4. Melakukan tabulasi data berdasarkan jawaban atas butir-butir pertanyaan kuisoner yang diberikan responden. 5. Melakukan analisis deskriptif. Analisis
ini
digunakan
untuk
memberikan gambaran mengenai responden dalam penelitian dan variabel-variabel
penelitian
yang menerangkan rata-rata (mean),
standard deviasi, dan frekuensi jawaban responden. 7. Melakukan uji validitas. Uji
validitas
berfungsi
untuk menguji
valid
tidaknya
suatu
instrumen penelitian yang digunakan, artinya mampu mengungkapkan apa yang akan diukur.
37
8. Melakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas berfungsi untuk mengetahui apakah instrumen penelitian itu mampu memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu terhadap jawaban responden. 9. Uji Asumsi Klasik. Dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolonieritas, uji heteroskedasitas dan uji autokorelasi 1. Uji Multikolonieritas. Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. 2. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residiual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. 3. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi.
38
Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW). 10. Uji Normalitas Data. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. 11. Uji Hipotesis Melakukan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel indepeden terhadap variabel dependen. Skema uji hipotesis dijelaskan pada gambar 3.1
39
b
a
PENILAIAN ETIS
DILEMA INTENSITAS MORAL
c
c’
NIAT BERPERILAKU ETIS
Gambar 3. 1 Skema Pengujian Hipotesis
Keterangan: a, b,c, c’
= Koefisien
a1- a2
= Alpha
c
= Pengaruh DIM terhadap NBE
c’
= Pengaruh DIM terhadap NBE melalui perantara PE
Model persamaan regresi : Y = α1 + cX ( 3.1 ) , Pengaruh DIM terhadap NBE Y = α2 + aX ( 3.2 ) , Pengaruh DIM terhadap PE Y = α3 + c’X + bM ( 3.3 ) , Pengaruh DIM terhadap NBE dengan perantara PE Variabel PE sebagai adalah sebagai variable intervening jika: 1. Persamaan regresi DIM terhadap NBE adalah signifikan (jalur c) 2. Persamaan regresi DIM terhadap PE adalah signifikan ( jalur a)
40
3. Persamaan regresi PE terhadap NBE adalah signifikan (jalur b) 4. Persamaan regresi DIM terhadap NBE dengan perantara PE tidak signifikan ( jalur c’)