BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan andal. Standar akuntansi menetapkan aturan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan sehingga memungkinkan pembaca untuk dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan yang berbeda. Standar tidak hanya harus dipahami pihak yang menyusun dan mengaudit laporan keuangan, namun juga harus dipahami oleh pembaca laporan keuangan. Pembaca perlu memahami asumsi dasar, karakteristik laporan keuangan agar dapat memahami makna angkaangka dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. PSAK saat ini telah mengadopsi penuh IFRS (International Financial Reporting Standard) dan telah di berlakukan di Indonesia pada januari 2012, dimana setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk menggunakan prinsip fair value dalam penyajian laporan keuangannya.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International
Accounting
Standard
Board
(IASB).
Standar
Akuntansi
Internasional (IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu International Accounting Standard Board (IASB), European Commision (EC), International Organization of Securities Commissions (IOSOC), dan International Federation of Accountants (IFAC). Prinsip yang digunakan dalam IFRS adalah fair value yaitu harga di pasar utama bagi aset atau kewajiban (yaitu pasar dengan volume terbesar dan tingkat aktifitas untuk aset atau kewajiban) atau, dalam hal tidak adanya pasar utama maka yang dipakai adalah pasar yang paling menguntungkan bagi aset atau kewajiban tersebut, hal inilah yang menyebabkan tidak sejalan dengan prinsip konservatisme akuntansi. Prinsip fair value lebih menekankan pada relevansi, hal ini berseberangan dengan prinsip konservatisme yang lebih menekankan pada reliabilitas. Hal ini dikarenakan konservatisme akuntansi dianggap kurang relevan dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan konservatisme akuntansi memiliki kualitas laba yang rendah (Helman, 2007) Standar akuntansi yang ada di Indonesia, yaitu PSAK telah dikonvergensikan ke dalam IFRS karena Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan program konvergensi PSAK ke IFRS pada Desember 2007. Hal ini sejalan dengan kesepakatan antara negara-negara yang tergabung dalam G20 dimana salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan satu set standar akuntansi yang berkualitas
2
yang berlaku secara internasional. Pengadopsian terhadap IFRS berdampak pada aspek-aspek pengukuran item pelaporan keuangan seperti laba bersih dan ekuitas (Jermakowixz, 2004) serta penelitian Daske dan Leuz (2008) menyatakan bahwa pengadopsian IFRS meningkatkan kualitas laporan keuangan. PSAK yang sebelumnya berkiblat pada Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), dalam konsep pengakuan dan pengukuran atas item-item dalam pelaporan keuangan lebih menekankan prinsip biaya historis. Dalam GAAP, pengakuan pendapatan hendaknya mempertimbangkan prinsip konservatisme yang mensyaratkan agar tidak mengakui pendapatan yang belum pasti atau masih berupa potensi, di satu sisinya dan mengakui biaya meskipun masih belum pasti atau masih berupa potensi, di sisi lainnya. Pengadopsian standar akuntansi internasional (IFRS) ke dalam standar akuntansi domestik (PSAK) bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi, sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aset, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Martani dkk, 2012). Pengadopsian IFRS dalam standar akuntansi domestik berdampak pada aspekaspek pengukuran item pelaporan keuangan seperti laba bersih dan ekuitas. Daske
3
dan Leuz (2008) menyatakan bahwa pengadopsian IFRS meningkatkan kualitas laporan keuangan. Petreski (2006) menyatakan, dengan mengadopsi IFRS akan berdampak terhadap laporan keuangan perusahaan yaitu: 1) laporan keuangan yang dihasilkan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi. 2) terdapat perbedaan pengukuran item-item dalam laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Misalnya: total aset dan nilai buku ekuitas akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi jika mengadopsi IAS. 3) manajemen laba akan semakin rendah, pengakuan kerugian akan semakin sering atau perusahaan lebih konservatis, dan memiliki nilai relevansi (value relevance) yang semakin tinggi. IFRS merupakan wujud adanya penolakan dan kritik terhadap prinsip konservatisme akuntansi karena prinsip fair value lebih menekankan pada relevansi. Hellman (2007) menyatakan bahwa kebutuhan konservatisme sering dikaitkan dengan keandalan pelaporan dari peristiwa masa lalu. Namun, tujuan dari standar akuntansi modern adalah mengutamakan orientasi masa depan, bertujuan untuk membantu para investor dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS). Hellman (2007), IFRS memperkenalkan prinsip baru yang disebut dengan prudence sebagai pengganti prinsip konservatisme, yang dimaksud dengan prudence dalam IFRS, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan adalah pendapatan boleh diakui meskipun masih berupa potensi, sepanjang memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dalam IFRS. 4
Givoly dan Hayn (2000) memberi bukti bahwa praktik konservatisme telah dijalankan sejak tahun 1950-an, dan ada kecenderungan intensitasnya semakin meningkat sebelum diterapkannya IFRS. Penelitian lain yang sejalan dengan prediksi Givoly dan Hayn adalah penelitian yang dilakukan Piots et al. (2010) yang membuktikan adanya perubahan konservatisme setelah adanya adopsi IFRS. Namun beberapa penelitian kontras dengan fenomena di atas. Beberapa penelitian tersebut diantaranya Zhang (2011) dan Gassen dan Sellhorn (2006) yang membuktikan bahwa konservatisme akuntansi meningkat setelah adanya adopsi IFRS di New Zealand dan Jerman. Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh Wardhani (2009). Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa konvergensi GAAP lokal dengan IFRS pada suatu negara akan berpengaruh secara positif terhadap tingkat konservatisme akuntansi. Meskipun demikian, faktor-faktor eksternal tidak dapat mengikat perusahaan secara sepenuhnya karena perusahaan tetap memiliki provisi untuk melakukan diskresi dalam proses pelaporan keuangan. Diskresi pada level perusahaan mencerminkan faktor-faktor internal perusahaan yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Faktor-faktor internal mencerminkan komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance (Wardhani, 2008).
5
Isu corporate governance dilatarbelakangi adanya konflik keagenan. Pandangan teori agensi dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Keterlibatan mekanisme good corporate governance dalam penelitian teori agensi memberikan gambaran bahwa konservatisme akuntansi yang berperan dalam laporan keuangan merupakan salah satu mekanisme tata kelola perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh Lafond dan Watts (2006), bahwa peranan konservatisme akuntansi adalah dapat mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan manipulasi dan overstatement terhadap laporan keuangan, terutama mengenai kinerja keuangan sehingga dapat meningkatkan arus kas dan nilai perusahaan. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme good corporate governance dengan tingkat konservatisme akuntansi. (Ahmed dan Duellman, 2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara praktik akuntansi yang konservatif dengan karakteristik dewan direksi. Secara keseluruhan penelitian ini menegaskan adanya bukti yang konsisten terhadap pendapat yang menyatakan bahwa konservatisme dalam akuntansi akan membantu perusahaan untuk mengurangi biaya agensi. Penelitian yang menghubungkan antara tingkat konservatisme dengan mekanisme good corporate governance juga dilakukan oleh Wardhani (2008) khususnya di Indonesia, yang membuktikan bahwa karakteristik yang berhubungan dengan keberadaan Komite Audit memiliki hubungan positif dengan tingkat konservatisme akrual, akan tetapi tidak dapat membuktikan pengaruh antara corporate governance yang berhubungan dengan
6
independensi komisaris dan kepemilikan manajerial terhadap tingkat konservatisme akrual. Penelitian lain yang menghubungkan antara tingkat konservatisme dengen pengadopsian IFRS dilakukan oleh Andre dan Filip (2012) yang membuktikan bahwa tingkat konservatisme akuntansi meningkat setelah adopsi IFRS khususnya untuk perusahaan yang memiliki tingkat yang tinggi di australia, demikian jugal dengan penelitian yang dilakukan Zang (2011), membuktikan bahwa peningkatan konservatisme akuntansi meningkat di selandia baru khususnya perusahaan yang mengadopsi IFRS sesuai dengan pemerintah dan konservatisme akuntansi menurun setelah adopsi IFRS untuk perusahaan yang mengadopsi IFRS secara sukarela. Gassen dan Sellhorn (2006), membuktikan bahwa ukuran, paparan internasional, penyebaran kepemilikan, dan IPO sebagai faktor pendorong dalam pengadopsian IFRS secara sukarela, penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kualitas laba, yaitu perusahaan setelah mengadopsi IFRS memiliki laba lebih persisten, kurang dapat diprediksi dan laba lebih konservatif. Artinya, perusahaan yang menggunakan IFRS memiliki kualitas
informasi akuntansi yang lebih baik. Dari beberapa hasil penelitian diatas mengenai konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS terdapat kontraversi (kontradiktif) yaitu Zhang (2011), Ahmed dan Duellman (2007), Gassen dan Sellhorn (2006), membuktikan bahwa terjadi peningkatan konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS, lain halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Hellman (2007), Andre dan Filip (2012), Kang, at all (2012), Givoly dan Hayn (2000), membuktikan bahwa telah terjadi 7
penurunan konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS. Berdasarkan latar belakang diatas, timbul suatu pertanyaan apakah konservatisme akuntansi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia meningkat atau menurun setelah mengadopsi IFRS, dan bagiamana pengaruh karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS. Penelitian ini meneliti karakteristik dewan sebagai salah satu dari mekanisme Good Corporate Governance yang di proksikan oleh proporsi komisaris independen, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit. Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisme dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan akuntabel sehingga tidak menyesatkan pemakainya. (Wardhani 2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Penelitian Zhang (2011), Andre dan Filip (2012), Kang, at all (2012), Gassen dan Sellhorn (2006), belum mengkaitkan karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme Good Corporate Governance yang di perkirakan akan mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi dalam laporan keuangan, sedangkankan Martani (2011), Sari dan Adharani (2009), dan Wardhani (2008) hanya menguji tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia tanpa membandingkan tingkat konservatisme akuntansi sebelum maupun sesudah adopsi IFRS di Indonesia.
8
1.2.
Permasalahan
Berdasarkar uraian pada latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah terdapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi yang diterapkan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah adopsi IFRS?
2.
Apakah karakteristik dewan (proporsi komisaris independen, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit) berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi di Indonesia setelah adopsi IFRS?
1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti : 1.
Perbedaan tingkat Konservatisme Akuntansi yang di terapkan oleh perusahaan manufatur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum dan sesudah adopsi IFRS di Indonesia.
2.
Pengaruh karakteristik dewan ( proporsi komisaris independen, Intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang
pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit) terhadap Konservatisme Akuntansi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI setelah adopsi IFRS.
9
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1.
Akademisi. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, berupa penambahan bangunan pengetahuan mengenai konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI baik sebelum maupun setelah adopsi IFRS dengan memberikan bukti empiris yang lebih komprehensif atas dampak adopsi IFRS dan hubungan konservatisme akuntansi dengan karakteristik dewan sebagai mekanismei corporate governance. Oleh karena itu, bagi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yaitu dengan memberikan bukti empiris mengenai: (i) Perbedaan tingkat konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian IFRS di Indonesia, khususnya pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. (ii) Pengaruh karakteristik dewan ( proporsi komisaris independen, Intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite
audit) sebagai salah satu mekanisme corporate governance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI terhadap konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS.
10
2.
Praktisi a. Sebagai bahan untuk menilai tingkat konservatisme akuntansi dalam laporan keuangan sebelum dan sesudah adopsi IFRS, dimana laporan keuangan adalah salah satu sumber informasi yang digunakan investor dalam keputusan investasi. b. Sebagai bahan untuk analisis pengaruh karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi Indonesia khususnya perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI setelah mengadopsi IFRS dan serta implikasinya bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi.
1.5. Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini terdi dari 5 bab sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Terediri dari landasan teori, penelitian terdahu dan pengembangan hipotesis.
11
BAB III
METODE PENELITIAN Terdiri dari jenis dan sumber data, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, definisi operasional dan pengukuran variabel, pengujian asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBEHASAN terdiri dari deskripsi data penelitian, hasil analisis data, dan pembahasan dari hasil penelitian ini
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN terdiri simpulan dari seluruh penelitian dan saran saran yang di kemukakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang dan implikasi dari penelitian ini
12