1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan tersebut diimplementasikan melalui kegiatan pembangunan ekonomi yang secara rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang 1945.1 Karakteristik perekonomian menurut Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 adalah usaha bersama dengan orientasi kekeluargaan dimana cabang produksi yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah dikuasai Negara. Sistem perekonomian Indonesia berupaya menghindarkan diri dari sistem free fight liberalism yang mengeksploitasi manusia, maupun dominasi perekonomian oleh Negara, serta persaingan curang dalam berusaha dengan melakukan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja.2 Perekonomian Indonesia di dasarkan pada asas demokrasi ekonomi, dimana demokrasi ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan
1
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 30. 2 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004 hlm. 1.
2
pemasaran barang dan/ atau jasa. Partisipasi warga negara sebagai wujud dari pengembangan dunia usaha dalam pembangunan harus dihindarkan dari terjadinya pemusatan ekonomi dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat, sehingga perlu diciptakan iklim yang kondusif guna mendorong kesempatan tersebut. Hal ini berarti harus ada persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha.3 Salah satu usaha untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha yaitu dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-Undang Persaingan Usaha). Substansi Undang-Undang Persaingan Usaha ini mengatur tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, menjabarkan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak persaingan usaha melalui monopoli, monopsoni, kartel, oligopoli, oligopsoni, persekongkolan, serta menjabarkan suatu komisi independen yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Selain itu, Undang-Undang Persaingan Usaha juga mengatur sanksi dan prosedur penegakan hukum.Tujuan dari Undang-undang bukan hanya untuk melindungi konsumen atau pelaku usaha, tetapi dalam jangka panjang justru memelihara persaingan itu sendiri. Undang-Undang
3
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 7.
3
Persaingan Usaha diharapkan memberikan level playing field yang relatif sama bagi semua pelaku usaha.4 Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Persaingan Usaha yang dimaksud pelaku usaha adalah setiap perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Dari beberapa bentuk badan usaha di Indonesia, bentuk badan usaha yang berupa badan hukum Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang paling sering dipilih untuk melakukan suatu kegiatan usaha. Sehingga sering dikatakan bahwa PT merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Dominasi PT tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di Amerika Serikat dan Negara-negara lain.5 Bentuk Badan Hukum PT lebih dipilih sebagai bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk badan usaha yang lainnya disebabkan PT merupakan asosiasi modal, dan PT merupakan subjek hukum yang mandiri. Sebagai asosiasi modal, pemegang saham PT memiliki kemudahan untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain. PT sebagai subjek hukum yang mandiri berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur bahwa pertanggungjawaban 4
Ningrum Natasya Sirait, Op.cit, hlm. 10 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha dalam Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 5, Jakarta, 2011,hlm. 9 5
4
pemegang saham PT hanya terbatas pada nilai saham yang dimiliki dalam PT. Secara ekonomis, unsur pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham PT tersebut merupakan faktor yang penting sebagai pendorong bagi kesediaan para calon penanam modal untuk menanamkan modalnya dalam PT. Keterbatasan tanggung jawab pada PT disebabkan oleh adanya Doktrin Corporate Separate Legal Entity yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang menciptakannya, sehingga perseroan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan tersebut. Ada pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan tersebut. Pemegang saham PT itu dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum. Adanya kepemilikan saham oleh badan hukum ini dapat membentuk sebuah PT menjadi holding company (kelompok usaha). Menurut Munir Fuady mengartikan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.6 Perusahaan holding company ini tersusun atas perusahaan induk dan anak perusahaan yang merupakan badan hukum mandiri yang saling terkait. Konstruksi perusahaan induk dengan anak perusahaan dalam UUPT menggunakan prinsip hukum
6
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 84
5
mengenai kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan untuk bertindak sebagai subjek hukum mandiri dan berhak melakukan perbuatan hukum sendiri. Hal ini disebabkan UUPT tidak secara tegas menyebutkan tentang adanya perusahaan holding company di Indonesia. Adanya realita dalam dunia usaha bahwa sebuah perusahaan dapat membentuk sebuah kelompok usaha dalam kesatuan ekonomi dari sinilah para ahli menerjemahkan dan meneliti kegiatan perusahaan dalam kesatuan ekonomi. Ditemukan bahwa dampak dari adanya kesatuan ekonomi adalah anak perusahaan tidak memiliki independensi terhadap induk perusahaan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan sebagai satu kesatuan entitas ekonomi. Pendapat ini kemudian diadopsi dalam hukum persaingan usaha. Untuk pertama kali dalam hukum persaingan usaha menentukan pelaku pelanggaran melalui kesatuan ekonomi, digunakan oleh hakim dalam hukum persaingan usaha di uni eropa dalam kasus deystuff pada tahun 1972. Dalam kasus deystuff hakim menyatakan bahwa The fact that a subsidiary has separate legal personality is not sufficient to exclude the possibility of imputing its conduct to the parent company... where a subsidiary does not enjoy real autonomy in determining its course of action in the market, the prohibition set out in 85 (1) may be considered inapplicable in the reletionship between it and the parent company with which it forms one economic unit. In view of the unity of the group thus formed, the action of the subsidiaries may in certain circumtances by attributed to the parent company. Sejak penggunaannya pertama kali tersebut, pendekatan melalui kesatuan ekonomi ini terus berkembang dalam dunia hukum persaingan usaha,
6
sehingga dalam hukum persaingan usaha pendekatan dengan kesatuan ekonomi untuk menentukan pelaku pelanggaran persaingan usaha agar dapat memperluas yurisdiksinya dikenal dengan Doktrin Single Economic Entity. Di dalam hukum persaingan usaha Indonesia Doktrin ini tidak diatur. Begitu pula akibat perluasan yurisdiksi dari adanya penggunaan Doktrin Single Economic Entity ini juga tidak ada dalam undang-undang persaingan usaha di indonesia. Tidak secara tegas disebutkannya kelompok usaha di dalam UUPT. dianutnya subjek hukum mandiri pada PT, dan tidak adanya penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam Undang-undang Persaingan Usaha menyebabkan halangan bagi KPPU untuk mengungkap adanya pelaku pelanggaran dalam hukum persaingan usaha karena faktanya di era globalisasi ini banyak pelaku usaha yang membentuk holding company baik yang terdiri dari beberapa badan hukum dalam negeri sampai dengan badan hukum di luar negeri yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu untuk membuktikan adanya pelanggaran dalam hukum persaingan usaha yang dilakukan oleh perusahaan holding company, pihak KPPU mengadopsi doktrin dari luar negeri yang sering digunakan dalam hukum persaingan usaha Amerika, Uni Eropa dan beberapa negara lainnya yang mengakui adanya holding company. Doktrin ini merupakan doktrin yang dapat melihat hubungan antara induk perusahan dan anak perusahaan yang saling terikat melalui kesatuan entitas
7
ekonomi, maka dari itu nama doktrin ini adalah Doktrin Single Economic Entity. Dalam doktrin ini anak perusahaan tidak memiliki independensi terhadap induk perusahaan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan sebagai satu kesatuan entitas ekonomi.7 Doktrin ini dapat menjadikan hukum persaingan usaha bersifat ekstrateritorial karena pelaku usaha dapat diminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain dalam satu kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha yang pertama beroperasi di luar yurisdiksi hukum persaingan usaha suatu negara. Selain KPPU mengahadapi halangan prinsip kemandirian badan hukum dan tidak tegasnya diakui holding company dalam UUPT, penggunaan doktrin yang dapat menjadikan hukum persaingan usaha bersifat ekstrateritorial ini juga terhalang dengan Undang-Undang Persaingan Usaha yang tidak menganut prinsip ekstrateritorial. Adanya halangan ini tidak membuat KPPU terhenti langkahnya dalam menegakkan hukum persaingan usaha. Hal ini terbukti pada tahun 2007, KPPU berusaha menggunakan Doktrin Single Economic Entity untuk membuktikan kasus Temasek Holding Company telah melakukan praktek monopoli. Melalui penggunaan Doktrin Single Economic Entity ini akhirnya KPPU berhasil membuktikan dan memberikan putusan bahwa Temasek Holding
7
Alison jones and Brenda Sufrin, EC Competition Law, Text, Cases, and Materials,New York: Oxford University Press, 2004 dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha dalam Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 5, Jakarta, 2011, hlm. 22
8
Company telah melakukan praktek monopoli dalam pasar jasa layanan telekomunikasi seluler di Indonesia. Putusan KPPU ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung. Setelah penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam kasus Temasek Holding Company, KPPU juga menggunakan Doktrin Single Economic Entity untuk kasus-kasus lainnya seperti halnya pada kasus astro group pada tahun 2008 dan kasus kartel industri farmasi pada tahun 2010. Penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia ini menimbulkan banyak perdebatan. Disatu sisi Indonesia belum mengakui Doktrin Single Economic Entity, seperti yang telah tertulis di atas bahwa UUPT hanya menganut prinsip badan hukum mandiri serta tidak menyebutkan mengenai kelompok usaha di dalamnya ditambah tidak dianutnya ekstrateritorial dalam Undang-Undang Persaingan Usaha, sehingga doktrin ini dianggap kurang tepat digunakan untuk pembuktian dalam hukum persaingan usaha. Disisi lain Doktrin Single Economic Entity ini dapat meminta pertanggungjawaban pada induk perusahaan diluar wilayah hukum persaingan usaha di Indonesia yang melakukan pelanggaran dalam hukum persaingan usaha Indonesia dengan menggunakan anak perusahaannya yang berada dalam wilayah hukum persaingan usaha di Indonesia. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penggunaan Doktrin Single Economic Entity Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia.
9
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah alasan penggunaan Doktrin Single Economic Entity oleh KPPU dalam hukum persaingan usaha di Indonesia? 2. Bagaimana penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia?
C. Tujuan penelitian 1. Mengetahui alasan penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia; dan 2. Mengetahui penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari rencana penulisan ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
10
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya serta Hukum Persaingan Usaha di Indonesia pada khususnya; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literature dalam dunia kepustakaan dan literature tentang Doktrin Single Economic Entity Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia; c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari rencana penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Menjadi wahana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang sudah diperoleh; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya hukum persaingan usaha mengenai penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
11
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang “Penggunaan
Doktrin Single Economic Entity Dalam
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia” sejauh penelusuran penulis di Internet dan dalam Perpustakaan Fakultas Hukum UGM, Perpustakaan Pascasarjana UGM, belum pernah dilakukan. Secara umum penelitian tentang Doktrin Single Economic Entity dalam bukan pertama kali dilakukan. Sebelumnya terdapat penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Penerapan Teori Single Economic Entity Doctrine pada Perkara Monopoli Penyiaran Liga Inggris oleh Astro Group (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L/2008) oleh Haryo Kusumobroto, Tahun 2009, Unika Atma Jaya Jakarta. Penelitian tersebut lebih mencermati tentang pertanggungjawaban PT. Direct Vision atas tindakan Astro Group Malaysia yang membuat perjanjian Hak Eksklusif Penyiaran Liga Inggris dengan pihak ESPN Star Sport terkait dengan Doktrin Single Economic Entity yang memandang bahwa hubungan antara anak perusahaan dengan induk perusahaan dimana induk perusahaan merupakan pemegang saham anak perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka pihak PT. Direct Vision dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan Astro Group Malaysia yang membuat perjanjian Hak Eksklusif Penyiaran Liga Inggris dengan pihak ESPN Star Sport. Terdapat juga penelitian berjudul Penerapan Single Economic Entity Menurut Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Uni Eropa Dan Amerika Serikat oleh Dhifla Wiyani, Tahun 2009, Universitas Indonesia. Penelitian
12
tersebut lebih mencermati tentang perbandingan penerapan single economic entity yang di gunakan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Di dalam kedua penelitian tersebut penulis tidak bisa mengakses data mengenai rumusan masalah dan kesimpulannya, walaupun penulis sudah berusaha untuk telepon pihak perpustakaan yang bersangkutan. Oleh karena itu jika terdapat beberapa kesamaan antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang disusun oleh penulis, maka penelitian yang disusun oleh penulis ini dijadikan sebagai pelengkap terhadap penelitian sebelumnya. Jika dilihat dari judul adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis adalah bahwa penelitian yang disusun oleh penulis menganalisis tentang Penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, penulis disini membahas secara lebih khusus penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dengan menganalisis lebih dalam mengenai alasan penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia serta penggunaan Doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan usaha di Indonesia Dengan ini penulis menyatakan bahwa Penelitian yang dilakukan untuk Tesis ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, kecuali kutipan-kutipan dan ringkasanringkasan yang semuanya telah dijelaskan sumber-sumbernya.