BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyelenggaraan
jaminan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 28 Hdan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan). Sebagaimana didalam UU Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yangsama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Jaminan Kesehatan Nasional yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut SJSN). UndangUndang Nomor 40 (selanjutnya
disebut
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional UU
SJSN)
menyatakan
bahwajaminan
kesehatan
menggunakan prinsip asuransi sosial yaitu kepesertaan yang bersifat wajib, besaran
premi
berdasarkan
presentase pendapatan
dan
semua
anggota
mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama. Melalui SJSN ini, seluruh masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang akan berdampak pada peningkatan derajat kesehatan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ini disebut-sebut sebagai awal baru dan pintu gerbang terbukanya sistem perasuransian yang baik dan terstruktur di Indonesia. Pasal 3 UU SJSN,
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.” 1Awalnya, untuk mewujudkan tujuan tersebut ditunjuklah 4 (empat) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS) Kesehatan, yaitu: 2 1.
Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
2.
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen).
3.
Perusaaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
4.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes). Proses pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat beberapa
pihak yang terlibat, yaitu pihak BPJS Kesehatan selaku badan penyelenggara, pihak rumah sakit selaku fasilitas kesehatan yang menunjang terlaksananya program JKN dan masyarakat yang telah membayar iuran sebagai peserta JKN. Hubungan para pihak tersebut merupakan hubungan yang didasarkan atas hubungan hukum yaitu hukum keperdataan dalam hal ini hukum perikatan dan perjanjian. BPJS Kesehatan dalam melaksanakan jaminan kesehatan terlebih dahulu melakukan perjanjian dengan fasilitas kesehatan perjanjian antara fasilitas kesehatan dan rumah sakit merupakan perjanjian tidak baku sesuai dengan Kitab
1
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). 2 Pasal 5 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1320, bahwa syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan, cakap, suatu hal tertentu dan kausa yang halal. Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah rumah sakit, sebagai salah satu penyedia fasilitas pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 3 Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. 4 Rumah sakit bukan (persoon) yang terdiri dari manusia sebagai (naturlijk persoon) melainkan rumah sakit diberikan kedudukan hukum sebagai (persoon) yang merupakan (rechtspersoon) sehingga rumah sakit diberikan hak dan kewajiban menurut hukum. 5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, maka BPJS Kesehatan membuat perjanjian kerjasama dengan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia, baikrumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit milik swasta. Perjanjian kerjasama yang dibuat antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit tentu mengatur mengenai hak dan kewajiban BPJS Kesehatan dan rumah sakit. Selain itu, didalam perjanjian kerjasama tersebut juga mengatur mengenai hak pasien yang menggunakan BPJS di rumah sakit tersebut. Penyelenggaraan jaminan sosial yang dikelola oleh asuransi kesehatan dapat dikatakan belum optimal. Hal ini dikarenakan perlindungan yang diselenggarakan oleh asuransi kesehatan bersifat eksklusif, sebab peserta asuransi
3
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 1 Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 3 Huruf a 5 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum untuk Perumah Sakitan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 91. 4
Universitas Sumatera Utara
kesehatannya berasal dari kalangan PNS, TNI/Polri dan pekerja formal yang cakupan kepesertaannya hanya dibawah30% dari total penduduk di Indonesia. Sehingga pada tanggal 25 November 2011 pemerintah mengundangkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS). Undang-undang ini menyebutkan bahwa untuk menjalankan program pemenuhan jaminan sosial dibutuhkan suatu badan hukum yang menjalankan jaminan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia, sehingga dibentuklah BPJS yang pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden. 6 Masalah utama sehubungan pemerataan layanan kesehatan di Indonesia ialah isu kemiskinan. Biaya kesehatan yang mahal menyebabkan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak-haknya di bidang kesehatan sulit di wujudkan dengan menjadikan masalah kesehatan sebagai isu Hak Asasi Manusia (HAM) maka setiap orang berhak memperoleh manfaat yang sama tanpa memandang statusnya dan negara bertanggungjawab merealisasikannya 7. Lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Mayarakat, diharapkan masyarakat miskin akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Jaminan Kesehatan Masyarakat yang telah dijalankan tentunya ada saja permasalahan-permasalahan yang dihadapi baik oleh peserta Jamkesmas maupun pihak pemberi layanan kesehatan. Berbicara mengenai kepesertaan program perlindungan jaminan sosial, 6
Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2011 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256). 7 Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal HAM di Indonesia(Bandung: Alumni, 2007), hlm.5.
Universitas Sumatera Utara
peserta yang masih belum dilindungi secara optimal adalah peserta dari kalangan kurang mampu secara ekonomi, dimana faktor yang dominan yang mempengaruhi adalah ketiadaan dana. Kemiskinan sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu negara jika ditinjau dari perspektif ekonomi juga menyebabkan negara tersebut dikatakan telah sejahtera atau belum secara sosialekonomi. Disamping itu akan dapat ditemukan begitu banyak penyebabnya, diantaranya berupa krisis finansial yang berdampak pada bertambahnya tingkat kemiskinan
yang
sampai
sekarang
masih
menjadi
topik
bahasan
penanggulangannya di seluruh dunia. Hal setara dikemukakan oleh World Bank. 8 Fakta bahwa ada pasien BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit inilah yang
menjadi
dasar
untuk
melakukan
penelitian
dengan
judul“
Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta Program BPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011?
2.
Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap program peserta BPJS terkait penolakan untuk memberikan pelayanan kesehatan? 8
Ambar Narayan dan Carolina Sanchez Paramo, Knowing When You Do Not Know Simulationg The Poverty And Distributional Impacts Of An Economic Crisis, World Bank, June 2012.
Universitas Sumatera Utara
3.
Bagaimanakah
pertanggungjawaban
yuridis
BPJS
kesehatan
tentang
penolakan rumah sakit terhadap masyarakat peserta program BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.
2.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap program peserta BPJS terkait penolakan untuk memberikan pelayanan kesehatan.
3.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap masyarakat peserta program BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Penulisan skripsi ini diharapkan akan diperoleh manfaat teoritis dan
praktis sebagai berikut : 1.
Secara teoritis Memberikan masukan (input) bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan jaminan sosial dan sebagai informasi bagi para peneliti dan praktisi hukum kesehatan yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang substansi yang sama dengan sudut pandang yang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.
Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi pihak yang berminat bagi masalah yang sama.
D. Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dan masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap peserta program BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ada beberapa judul skripsi tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial antara lain : Frank W. Zebua (2014), dengan judul: Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Adapun permasalahan antara lain : 1.
Bagaimana pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004?
2.
Bagaimana kedudukan hukum pasien dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)?
3.
Bagaimana penetapan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Universitas Sumatera Utara
Theo Patra Silaban (2015) dengan judul:Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset BPJS Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana tahapan perencanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan menurut Peraturan Pemerintah No.87 Tahun 2013?
2.
Bagaimana sistem pelaksanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.87 Tahun 2013?
3.
Bagaimana bentuk pengawasan serta evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan? Belum pernah diteliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada
permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Sistem Jaminan Sosial Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 9SJSN adalah program negara yang bertujuan untuk member perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap
9
Pasal1angka2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. 10Pengertian SJSN sebagaimana ditentukan dalam UU SJSN tersebut bermakna bahwa jaminan sosial adalah instrumen negara yang dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional dengan dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam UUSJSN. Selama kurang lebih 4 (empat) dekade, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial, namun baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan
hal
tersebut,
dipandang
perlu
menyusun
SJSN
yang
mampu
mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. 11 2.
Pengertian Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial (BPJS) Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan untuk masyarakat.Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari SJSN yang di selenggarakan dengan menggunakan 10
Penjelasan atas UU No. 40 Tahun 2004 paragraf ketiga Penjelasan atas UU No. 40 Tahun 2004 paragraf keempat-kedelapan
11
Universitas Sumatera Utara
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UU SJSN). Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan 3.
BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah
badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. 12 Pengertian badan hukum publik tersebut adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan negara. Badan hukum publik memiliki dua macam bagian yaitu badan hukum yang mempunyai teritorial dan badan hukum yang tidak mempunyai teritorial. 12
Definisi BPJS Kesehatan, http://www.jamsosindonesia.com/teropong/subdetail/bpjskesehatan_397/definisi-bpjs-kesehatan-_24 (diakses tanggal11September 2015).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penjelasannya, badan hukum yang mempunyai teritorial adalah suatu badan hukum yang memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan mereka yang tinggal didalam daerah atau wilayah. Sedangkan badan hukum yang tidak mempunyai teritorial adalah suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib dan hanya untuk tujuan tertentu. 13 Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional, sebagaimana tercantum dalam UU SJSN, adalah prinsip dana amanat. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial, baik dalam bentuk dana operasional maupun dana investasi, diselenggarakan dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil memadai. Pengelolaan dana dilaksanakan melalui suatu mekanisme yang merupakan kombinasi proses dan struktur, untuk menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tata kelola organisasi yang baik, yang mana hasil pengelolaan dana tersebut dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesarbesarnya kepentingan peserta. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan aset BPJS Kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan (sebagai penjelasan UU SJSN). 14 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam membuat transaksi bisnis dengan mitra keuangan dan investasi memiliki filosofi Independent atau tidak dibawah tekanan maupun pengaruh dari pihak lain, berdasarkan prinsip
13
Penggolongan Badan Hukum, http://www.jurnalhukum.com/penggolongan-badanhukum/ (diakses tanggal 14 April 2015). 14 http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/detail/393 (diakses tanggal 1 November 2015)
Universitas Sumatera Utara
kehati-hatian (duty of care and of loyalty), tidak mengandung potensi benturan kepentingan (conflict of interest rule), dan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (duty abiding the laws). Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap penduduk termasuk orang asing yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan di Indonesia wajib membayar iuran jaminan kesehatan. Kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (non PBI) dan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
15
Peserta jaminan Kesehatan bukan
Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya dan pekerja bukan penerima upah. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah secara rutin seperti pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta dan semua pekerja yang menerima upah. Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri seperti pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri. Jumlah peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang meliputi peserta, satu orang istri/suami yang sah dari peserta dan anak yang belum menikah belum berpenghasilan dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun baik anak kandung/angkat yang sah dari peserta. Peserta jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah masyarakat miskin dan tidak mampu dimana iurannya dibayari oleh pemerintah. 15
http://inacbg.blogspot.co.id/2015/02/kepesertaan-bpjs-kesehatan-pbi-dan-non.html (diakses tanggal 1 Oktober 2015).
Universitas Sumatera Utara
Program elayanan kesehatan yang dijamin antara lain 1.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan nonspesifikasi: a. Administrasi pelayanan. b. Pelayanan promitif dan preventif. c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis. d. Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif. e. Transfusi darah. f. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan g. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi.
2.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut: a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di puskesmas, klinik, balai pengobatan atau dokter praktek solo. b. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis.
Universitas Sumatera Utara
c.
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
d. Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program jaminan pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga). e. Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh. f.
Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.
Program kesehatan yang dijamin antara lain : 1.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
2.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).
3.
Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
4.
Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
5.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
6.
Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
Universitas Sumatera Utara
7.
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
8.
Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
9.
Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang berbahaya. 11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional. 12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi. 13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu. 14. Perbekalan kesehatan rumah tangga. 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah. 16
F. Metode Penulisan 1. Spesifikasi penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. 17 Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif
dalam
arti
bahwa
dalam
penelitian
ini,
bermaksud
untuk
menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanggungjawaban yuridis 16
http://www.academia.edu/8664718/Makalah_bpjs (diakses tanggal 1 Oktober 2015) Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 1. 17
Universitas Sumatera Utara
BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap peserta program BPJS menurut UU BPJS. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap peserta program BPJS menurut UU BPJS. 2. Data penelitian Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. 18 Penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Undang-undang Dasar 1945 (hasil amandemen) telah mengatur beberapa hak asasi manusia di bidang kesehatan Pasal 28H. 3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
18
Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 76.
Universitas Sumatera Utara
4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 5) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. 7) Permenkes Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 3.
Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara: 19 studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4.
Analisis data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-
19
Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.24.
Universitas Sumatera Utara
induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 20 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sistematika dibuat dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab terperinci adapun bagiannya, yaitu : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang hal yang bersifat umum antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian. Sebagai penutup bab ini diakhiri dengan memberikan sistematika penulisan dari skripsi ini.
BAB II
PENGATURAN TENTANG BADAN PENYELENGGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011
20
H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988), hlm.
37.
Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisikan pengaturan keberadaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), jaminan kesehatan sosial sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab negara pada masyarakat peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), ruang lingkup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurut Menurut UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 dan penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. BAB III
PERLINDUNGAN
HUKUM
PESERTA
TERKAIT
BPJS
TERHADAP
PROGRAM
PENOLAKAN
UNTUK
MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN Bab ini berisikan hubungan hukum peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, bentuk perlindungan hukum terhadap peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan yang mengalami penolakan pelayanan kesehatan dan upaya hukum terhadap penolakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN YURIDIS BPJS KESEHATAN TENTANG
PENOLAKAN
RUMAH
SAKIT
TERHADAP
MASYARAKAT PESERTA PROGRAM BPJS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS
Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisikan jawaban alasan penolakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada setiap rumah sakit yang mendapat penolakan dari rumah sakit peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pertanggungjawaban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada peserta kelas 3 yang mendapat penolakan dari rumah sakit peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan bentuk sanksi yang diberikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada rumah sakit yang melakukan penolakan kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini, dikemukakan kesimpulan dan saran yang didapat ketika pengerjaan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.
Universitas Sumatera Utara