BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) merupakan isu penting yang telah ditetapkan
WHO (World Health Organization) bagi negara maju dan negara berkembang sehingga penting agar setiap negara dapat mengembangkan sistem pembiayaaan kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Adapun strategi guna mencapai jaminan kesehatan semesta yaitu menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan semesta, meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan sosial, meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan semesta (Kemenkes, 2013). Usaha kearah penjaminan kesehatan sesungguhnya telah dirintis oleh pemerintah Indonesia diantaranya melalui PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang melayani PNS (Pegawai Negeri Sipil), penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan masyarakat kurang mampu, pemerintah memberikan jaminan kesehatan melalui skema Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dan Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah). Namun, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak masyarakat yang seharusnya menerima jaminan tetapi belum merasakan manfaatnya (Kemenkes, 2013).
1
2
Dalam rangka menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dimana jaminan kesehatan merupakan prioritas yang akan dikembangkan untuk mencapai Universal Health Coverage. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi upaya kesehatan perorangan berdasarkan bunyi Pasal 20 (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2013, pemerintah juga bertanggung jawab atas pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat melalui BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) bagi seluruh rakyat. Konsep JKN pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (yang didasarkan pada mekanisme jaminan kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman pada tahun 1883). Setelah itu banyak negara lain menyelenggarakan JKN seperti Kanada (1961), Taiwan (1995), Filipina (1997), dan Korea Selatan (2000) (World Bank, 2007 dalam Widiastuti, 2015). Berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004, JKN adalah suatu program yang bertujuan memberikan kepastian jaminan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera yang sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip equity (keadilan). Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jaminan Kesehatan Nasional yang dikembangkan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2014 merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
3
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang kepesertaannya bersifat wajib (mandatory). Aspek pelayanan kesehatan merupakan aspek yang perlu diperhatikan dimana pelayanan kesehatan merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional selain aspek regulasi, kepesertaan, manfaat, keuangan, dan kelembagaan (Adisasmito, 2008). Berdasarkan data BPJS Kesehatan Divisi Regional XI, pada tahun 2014 tercatat jumlah peserta JKN di Provinsi Bali sebanyak 1.602.683 orang dan jumlah peserta JKN di Kota Denpasar sebanyak 681.279 orang (42,5% dari total peserta JKN di Provinsi Bali). Jumlah peserta JKN akan terus meningkat pada masa mendatang, salah satu penyebabnya karena masyarakat yang sebelumnya menggunakan Askes dan Jamsostek sekarang menjadi tanggungan JKN dan terlebih pada tahun 2019 kepesertaan JKN bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Hal ini tentu berdampak pada dibutuhkannya fasilitas kesehatan yang lebih banyak dari sebelumnya untuk melayani peserta JKN (Widiastuti, 2015). Penyelengaraan pelayanan kesehatan di era JKN meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, yaitu FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan), dimana FKTP berupa Puskesmas atau yang setara, dokter umum, dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D Pratama atau yang setara, yang harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara komprehensif (Kemenkes RI, 2013). FKTP wajib memberikan pelayanan primer yang komprehensif sebagai gate keeper dengan menjadikan kualitas pelayanan kesehatan sebagai prioritas. Untuk itu pemerintah melalui BPJS Kesehatan sedang giat-giatnya
4
melaksanakan program optimalisasi pelayanan primer sehingga FKTP dituntut memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan pasien. Berikut adalah daftar jumlah FKTP di Kota Denpasar BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Per 13 Januari 2016. Tabel 1.1 Jumlah FKTP di Kota Denpasar BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Per 13 Januari 2016 No. 1 2 3 4 5 6
Jenis FKTP Puskesmas Klinik FKTP TNI FKTP POLRI Dokter Umum Dokter Gigi
Total Sumber : BPJS Kesehatan Cabang Denpasar (2016)
Jumlah 11 15 4 3 60 19 112
Untuk dapat melakukan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan proses kredensialing sesuai dengan Permenkes No. 71 Tahun 2003 tentang Pelayanan Kesehatan Pada JKN. Proses kredensialing terdiri dari beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh FKTP untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Kriteria tersebut mencakup kriteria administratif yang meliputi SIP (Surat Ijin Praktik), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya, dan surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN. Disamping kriteria administratif, fasilitas kesehatan juga harus memenuhi kriteria teknis yang meliputi sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan (Kemenkes, 2013). Setiap fasilitas kesehatan yang telah melakukan proses kredensialing, apabila ingin memperpanjang kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan harus melalui proses
5
rekredensialing. Menurut PT. Askes (2013), rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan persyaratan dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah dan akan melanjutkan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rekredensialing menggunakan kriteria administatif meliputi pembaruan SIP (Surat Ijin Praktik) dan Surat Ijin Operasional serta memperbarui semua kriteria teknis. Proses rekredensialing dilakukan setiap satu tahun dimana paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya perjanjian kontrak kerja sama (Kemenkes, 2013). Masa transisi atau peralihan dari PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan berlangsung pada era 2013-2014 dimana peraturan saat itu memutuskan seluruh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan PT. Askes, PT. Jamsostek, dan PT. Asabri otomatis bergabung dengan BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014 ditambah dengan faskes swasta yang mendaftarkan diri untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui proses kredensialing. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ulandari (2014) mengenai gambaran proses pelaksanaan kredensialing FKTP BPJS Kesehatan Cabang Denpasar tahun 2014 bahwa pelaksanaan kredensialing mengalami banyak kendala yang dirasakan dari sisi FKTP seperti keterlambatan dalam menerima form, rentang waktu yang singkat untuk melakukan self assessment, adanya FKTP yang belum mendapat kunjungan tim audit, adanya FKTP yang belum mengetahui skor dari penilaian, serta adanya faskes yang berasal dari existing provider yang memiliki nilai dibawah standar namun mereka tetap masuk menjadi FKTP BPJS Kesehatan. Adapun kendala yang dirasakan dari sisi badan penyelenggara seperti terbatasnya waktu dan regulasi yang belum lengkap. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan yang telah penulis lakukan kepada FKTP di Kota Denpasar yang menjadi provider BPJS Kesehatan Cabang Denpasar
6
serta pihak BPJS Kesehatan Cabang Denpasar, memperoleh hasil bahwa kendala yang dikemukakan dalam penelitian Ulandari (2014) masih dirasakan hingga saat ini yang berarti belum adanya perbaikan yang signifikan terhadap proses kredensialing pasca penelitian Ulandari (2014) dimana tahun 2014 merupakan masa transisi atau peralihan dari PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian terhadap proses rekredensialing mengingat pelaksanaan BPJS Kesehatan sudah memasuki tahun ketiga. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran proses pelaksanaan rekredensialing FKTP BPJS Kesehatan Cabang Denpasar yang ditinjau dari sisi FKTP di Kota Denpasar dan tim rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar.
1.2
Rumusan Masalah Isu-isu dalam kebijakan penyelenggaraan BPJS Kesehatan merupakan topik
yang penting dan menarik untuk dikaji dalam penelitian. Untuk dapat melakukan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan proses kredensialing. Setiap fasilitas kesehatan yang telah melakukan proses kredensialing, apabila ingin memperpanjang kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan harus melalui proses rekredensialing setiap satu tahun paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya masa perjanjian kontrak kerja sama. Pada masa transisi tahun 2014, pernah dilakukan penelitian terkait gambaran pelaksanaan proses kredensialing yang menyimpulkan adanya sejumlah kendala dalam proses kredensialing yang dirasakan FKTP dan tim kredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar. Disamping itu selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai proses rekredensialing mengingat pelaksanaan BPJS Kesehatan
7
sudah memasuki tahun ketiga. Untuk itu penulis merasa perlu dilakukan penelitian terkait gambaran proses pelaksanaan rekredensialing yang ditinjau dari sisi FKTP di Kota Denpasar serta tim rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan proses rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran proses pendaftaran FKTP pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ? 2. Bagaimana
gambaran
proses
self
assessment
pada
pelaksanaan
rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ? 3. Bagaimana gambaran proses validasi dan scoring pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ? 4. Bagaimana gambaran proses pengumuman keputusan perpanjangan kontrak kerja sama pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ? 5. Apa hambatan dalam proses rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ? 6. Apa harapan dalam proses rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016 ?
8
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran proses pelaksanaan rekredensialing FKTP BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Mengetahui gambaran proses pendaftaran FKTP pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
2.
Mengetahui gambaran proses self assessment pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
3.
Mengetahui gambaran proses validasi dan scoring pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
4.
Mengetahui gambaran proses pengumuman keputusan perpanjangan kontrak kerja sama pada pelaksanaan rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
5.
Mengetahui hambatan dalam proses rekredensialing ditinjau dari sisi FKTP dan tim rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
6.
Mengetahui harapan dalam proses rekredensialing ditinjau dari sisi FKTP dan tim rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis 1.
Sebagai dasar informasi untuk melakukan perbaikan terhadap proses rekredensialing BPJS Kesehatan.
9
2.
Sebagai masukan bagi stakeholder dalam rangka menyusun kebijakan proses rekredensialing BPJS Kesehatan.
1.5.2 Manfaat Teoritis 1.
Memberikan kontribusi terhadap khasanah keilmuan di bidang kesehatan, khususnya
yang
berkaitan
dengan
penelitian
mengenai
proses
rekredensialing BPJS Kesehatan. 2.
Menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan mengenai proses rekredensialing
BPJS
Kesehatan
dengan
menerapkan
dan
mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat yang diperoleh selama di bangku kuliah. 3.
Sebagai
acuan, bahan
referensi,
dan sumber informasi
dalam
pengembangan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan proses rekredensialing BPJS Kesehatan.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini merupakan penelitian di bidang kebijakan
kesehatan mengenai gambaran proses pelaksanaan rekredensialing FKTP BPJS Kesehatan Cabang Denpasar yang ditinjau dari sisi FKTP di Kota Denpasar yang telah melakukan proses rekredensialing serta dari sisi tim rekredensialing BPJS Kesehatan Cabang Denpasar Tahun 2016.