BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tenaga profesi di bidang kesehatan seperti profesi dokter, dokter gigi, perawat, dan bidan, masih sangat diperlukan dalam menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia, khususnya di bidang kesehatan. Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik para lulusan dokter, dokter gigi, perawat maupun bidan harus mempunyai kompetensi dalam menjalankan tugas tersebut. Epstein dan Hundert (2002) menjabarkan kompetensi seorang dokter sebagai suatu kebiasaan yang dipergunakan secara bijaksana dari kemampuan komunikasi, pengetahuan, keterampilan klinis, clinical reasoning, emosi, dan nilai-nilai yang terefleksikan dalam praktik keseharian demi keuntungan dari individu dan komunitas yang dilayaninya. Kompetensi selalu menyiratkan integrasi pengetahuan, keterampilan, pengambilan keputusan dan sikap. Kompetensi adalah kemampuan individu untuk membuat keputusan yang disengaja yang berupa perulangan perilaku untuk menangani situasi dan tugas dalam suatu konteks praktik profesional tertentu (Govaerts, 2008). Cowpe et al. (2009) pada kegiatan General Assembly Association for Dental Education in Europe (ADEE) dalam publikasinya tentang profil dan kompetensi dokter gigi di Eropa menyatakan bahwa, seorang dokter gigi diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian kesehatan umum pasien dengan menerapkan dan mempromosikan manajemen kesehatan mulut yang tepat. Seorang dokter gigi harus sudah memperoleh kemampuan ini melalui 1
2
pencapaian kompetensi tertentu yang merupakan kemampuan penting untuk mulai praktik mandiri tanpa pengawasan. Hal ini haruslah dicapai pada saat dia memperoleh gelar profesional pertamanya. Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006, menyatakan bahwa kompetensi yang dicapai oleh lulusan dokter gigi di Indonesia meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Adapun domain kompetensi yang harus dikuasai dokter gigi di Indonesia meliputi profesionalisme, penguasaan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik, pemulihan fungsi sistem stomatognatik, kesehatan gigi dan mulut masyarakat, dan manajemen praktik kedokteran gigi (KKI, 2006). Meningkatnya permintaan publik terhadap peningkatan kinerja dokter demi menjamin bahwa dokter berkompeten menjalankan tugasnya, menyebabkan diperlukan tes-tes kompetensi klinis untuk membuat keputusan bahwa dokter dapat menjalankan praktik atau tidak. Penguasaan terhadap komponen kompetensi tidak bisa hanya dinilai dengan satu format tes saja. Sebagai contoh, suatu ujian pilihan berganda (MCQs) dapat menjadi suatu tes yang lebih tepat untuk menguji pengetahuan, daripada kemampuan berkomunikasi
yang mungkin lebih baik
dinilai dengan suatu tes yang menggambarkan interaksi dokter-pasien. Dikarenakan kompleksitas dari kompetensi klinis, maka tes yang berbeda mungkin harus digunakan. Program penilaian haruslah sesuai dengan kompetensi yang dipelajari dan format pengajaran yang digunakan (Wass et al., 2001). Penilaian harus menyangkut sejumlah pengetahuan atau keterampilan yang akan dinilai, cara menilai, dan pemanfaatan penilaian-penilaian dalam 2
3
memacu pembelajaran di masa depan (Wass et al., 2001). Kriteria penilaian yang baik haruslah mencakup aspek : (1) validity atau coherence; (2) reproducibility atau consistency; (3) equivalence;
(4) feasibility; (5) educational effect;
(6) catalytic effect; dan (7) acceptability (Norcini et al., 2010; Van der Vleuten, 1996). Objective Structured Clinical Evaluation (OSCE) telah muncul sebagai suatu pendekatan tambahan untuk mengevaluasi kemampuan klinis. Bentuk evaluasi ini telah didisain untuk mengatasi keterbatasan pada metode-metode evaluasi sebelumnya (Clifford,1994). OSCE diperkenalkan pertama kali oleh Harden dan Gleeson tahun 1975 (Carraccio & Englander, 2000; Hurley, 2012). OSCE menyediakan suatu format yang sesuai untuk menilai berbagai komponen dari kompetensi klinis, khususnya keterampilan-keterampilan klinis praktis dengan derajat ketepatan yang tinggi (Newble, 2004). Kekuatan dari penilaian OSCE adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menunjukkan keterampilan klinis yang spesifik. OSCE adalah format yang sangat baik untuk mengevaluasi berbagai macam kompetensi, khususnya yang berkaitan dengan diagnosis dan pengobatan. Bentuk penilaian OSCE memberikan kesempatan standar bagi mahasiswa untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan ujian lisan, membuat catatan yang komprehensif, dan menginterpretasikan situasi klinis (Kramer et al., 2009). Penggunaan
OSCE
pengetahuan
dan
memungkinkan
untuk
keterampilan-keterampilan
pengujian yang
simultan
tentang
berhubungan
dengan
kompetensi klinis dari sejumlah besar siswa (Brannick et al., 2011).
3
4
Keuntungan OSCE dibandingkan dengan tes tertulis adalah simulasi yang melibatkan konteks, konten, dan prosedur yang lebih realistis (Brannick et al., 2011). Keuntungan nyata lainnya dari OSCE adalah semua kandidat akan mendapatkan skenario yang sama pada saat OSCE. OSCE merupakan bentuk ujian yang aman, karena tidak akan menimbulkan cedera pada pasien, sehingga tidak berisiko dan memungkinkan untuk diulang. OSCE juga memungkinkan terjadinya umpan balik dari pemeran pasien standar (PS). Station OSCE dapat disesuaikan dengan tingkat keterampilan yang akan dinilai. Dalam Kegiatan OSCE demonstrasi keterampilan kegawatdaruratan juga dimungkinkan untuk dilakukan.
Selain yang sudah disebutkan, OSCE dapat digunakan untuk
mengaudit proses pembelajaran yang telah dilakukan (Zayyan, 2011). Kelemahan OSCE antara lain adalah keterbatasan jumlah station dapat menjadi masalah dalam mengumpulkan informasi yang reliabel terhadap suatu performa/kinerja. Skenario yang disiapkan mungkin tidak bisa meniru situasi yang sebenarnya secara ideal. OSCE merupakan suatu bentuk penilaian yang membutuhkan biaya besar. Penyediaan
logistik dalam pengembangan dan
pelaksanaan bentuk penilaian OSCE sulit dan memakan waktu (Kramer et al., 2009; Zayyan, 2011). OSCE merupakan metode penilaian yang paling mencemaskan bagi mahasiswa dibandingkan dengan tes tertulis ataupun tes persiapan preklinik. Tingkat kecemasan OSCE berhubungan dengan tingkat persiapan dan harapan akan keberhasilan dalam OSCE, tetapi tidak berkaitan dengan skor tes yang diperoleh (Brand dan Schoonheim-Klein, 2009). Kurang lebih telah 3 dekade OSCE digunakan untuk menilai kompetensi klinis sebagai bagian dari pendidikan profesi kesehatan. Sejumlah penelitian 4
5
mendeskripsikan OSCE sebagai suatu alat penilaian kompetensi klinis yang objektif, valid dan reliabel serta menghasilkan informasi yang dapat diandalkan mengenai kemampuan kinerja individu (Cohen et al., 1990; Joorabchi & Devries, 1996; Sloan et al., 1998; Wilkinson et al., 2001; Rekany et al., 2010). Namun, pengenalan OSCE di kedokteran gigi sebagai salah satu metode penilaian keterampilan klinis merupakan suatu pengalaman baru. Sekitar tahun 1997, OSCE mulai diperkenalkan dalam pendidikan kedokteran gigi (Näpänkangas et al., 2012). Station OSCE yang dikembangkan di bidang kedokteran gigi antara lain meliputi area kariologi, endodontologi, periodontologi, prosthetik, radiologi, orthodontik, bedah dan kontrol infeksi. Domain kompetensi keterampilan yang diujikan meliputi antara lain komunikasi, prosedur klinik dan diagnosis, semua keterampilan yang berbasis pengetahuan yang diujikan sebelumnya (SchoonheimKlein et al., 2005). Karakteristik OSCE yang diaplikasikan di kedokteran gigi terdiri atas suatu set station kerja yang melibatkan prosedur-prosedur standar untuk dilakukan mahasiswa kedokteran gigi. Berbagai alat digunakan untuk menilai performa mahasiswa terhadap tugas yang telah didesain pada sekitar 10 – 30 station. Waktu yang disediakan setiap station bervariasi antara 5 – 15 menit (Schoonheim-Klein et al., 2005; Napankangas et al., 2012; Mossey et al., 2001). Schoonheim-Klein et al. (2005) melakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari strategi penerapan penilaian OSCE di kedokteran gigi. Penelitian dilakukan dengan mengukur sikap dari staf bagian dan mahasiswa kedokteran gigi tahun ketiga, terhadap pengembangan dan pelaksanaan OSCE percontohan dan OSCE akhir bagi mahasiswa tahun ketiga. 5
6
Respon tentang sikap dan komitmen dari staf serta mahasiswa didapat dari kuesioner yang diberikan segera setelah OSCE dilaksanakan. Kuesioner memuat item pernyataan sikap terkait dengan antusiasme, kegunaan, performa tes, tingkat kesulitan dan relevansi tes dengan praktik klinik. Respon sikap mahasiswa cenderung lebih rendah daripada respon sikap staf walaupun masih menunjukkan respon yang tinggi. Hal ini lebih karena ketakutan mahasiswa jika OSCE digunakan sebagai penilaian sumatif. Namun, mahasiswa merasa OSCE mempunyai relevansi yang tinggi dengan praktik klinik. Penelitian ini juga melaporkan bahwa pengenalan OSCE di suatu rumah sakit pendidikan kedokteran gigi yang besar, dengan menggunakan strategi implementasi yang bertahap, memungkinkan staf akrab dengan bentuk penilaian baru tersebut. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa OSCE dapat dilaksanakan dan diterima sebagai salah satu metode penilaian. Leed Dental Institude (UK) mengembangkan dan mengimplementasikan suatu OSCE yang diistilahkan sebagai suatu “a dental OSCE” atau OSCE(D) dengan 2 tujuan. Pertama, OSCE(D) dikembangkan untuk menilai kompetensi mahasiswa dalam tingkatan keterampilan terkait dengan pengetahuan, prosedurprosedur, clinical reasoning, history taking, komunikasi (lisan dan tertulis), oral health promotion (edukasi), dan teknik interaksi dengan pasien. Kedua, OSCE(D) dirancang untuk menyediakan umpan balik bagi mahasiswa pada setiap station terkait dengan performa mahasiswa dalam tingkatan keterampilan pada area klinis yang dilakukan. Sebanyak 17 station dalam OSCE(D) dirancang untuk menilai berbagai
keterampilan
terkait
dengan
disiplin
klinis
konservasi
gigi,
periodontologi dan prostetik. Lama station bervariasi 5, 7 dan 10 menit dengan 6
7
total lamanya OSCE adalah 2 jam 25 menit. Station terkait dengan disiplin klinis konservasi meliputi; cross-infection control; dental radiology; endodontic-pain history; medical history; serta station berisi soal MCQ terkait endodontic-pain; dan medical history. Station terkait dengan disiplin klinis periodontologi meliputi; prescription to dental hygienist; periodontal scaling; periodontal history; Station pertanyaan terkait periodontal history; dan demonstration of dental flossing. Adapun station terkait disiplin klinis prostetik meliputi; partial denture design; lab prescription : rebase denture; special trays/impressions material; surveying a model; lab prescription : denture (Brown et al.,1999). Pada tahun 2009, Institude of Dentistry University of Oulu, Finlandia memperkenalkan OSCE yang dimodifikasi dengan multiple-choice questions (MCQs) yang diistilahkan sebagai modified-OSCE (m-OSCE) sebagai suatu instrumen untuk menilai kompetensi klinis. OSCE yang telah dimodifikasi tersebut terdiri atas 1 station yang berisi 12 pertanyaan MCQ, 5 station pada simulasi laboratorium, 1 station kasus dengan Pasien simulasi dan 1 station istirahat. Topik-topik pertanyaan dalam m-OSCE sejalan dengan Dental Keys Competencies (DKC) di Institut Kedokteran Gigi meliputi general medicine and oral biology; diagnostics; manual skills; dental materials; information, knowledge and evaluation; social interaction; society and administration; dan common education. Berdasarkan evaluasi kegiatan m-OSCE tersebut, disimpulkan bahwa baik mahasiswa maupun penguji lebih menyukai m-OSCE daripada murni tes tertulis dalam ujian. Hal ini mengindikasikan bahwa m-OSCE yang diperkenalkan mempunyai validitas muka (face validity) yang baik (Näpänkangas et al., 2012).
7
8
Sampai saat ini tidak ada pedoman yang secara ketat membatasi jenis skenario yang dapat digunakan dalam ujian OSCE di bidang kedokteran gigi, walaupun OSCE telah diterima secara luas di kedokteran gigi sebagai suatu alat ukur dalam penilaian keterampilan klinis. Hal tersebut mendorong Mossey et al. (2001) melakukan suatu penelitian untuk mengetahui tipe/jenis skenario OSCE yang paling sesuai untuk menilai keterampilan klinis di bidang kedokteran gigi. Penelitian tersebut dilakukan dengan membandingkan berbagai macam tipe dari skenario-skenario keterampilan operatif klinis di bidang kedokteran gigi dalam suatu ujian OSCE yang menggunakan banyak station. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis umpan balik dari peserta ujian terkait dengan kegunaan dan validitas station OSCE yang diujikan. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa skenario-skenario OSCE yang melibatkan phantom kurang memberikan kondisi klinis yang sesungguhnya, dan tidak sesuai untuk penilaian keterampilan operatif klinis tertentu. Namun tipe skenario OSCE yang diujikan berguna dalam pemeriksaan diagnostik, interpretasi dan keterampilan perencanaan pengobatan. OSCE telah diimplementasikan sebagai salah satu bentuk tes dalam ujian kompetensi dokter gigi oleh National Dental Examining Board of Canada (NDEB). NDEB memiliki tanggung jawab untuk sebisa mungkin memastikan proses ujian adalah reliabel dan valid.
OSCE mulai diuji cobakan pada tahun
1994 dan sejak tahun 1995 telah menjadi komponen ujian kompetensi bagi dokter gigi yang akan berpraktik di Kanada. OSCE yang diterapkan oleh NEDB berbasis pemeriksaan suatu kasus. Terdiri atas 25 station yang pada masing-masing Station dilengkapi dengan riwayat kasus, foto, model atau gips. Di setiap station kandidat 8
9
diminta mempertimbangkan kasus yang ada dan menjawab 4 item soal MCQ dengan 1 pilihan yang paling benar. Selanjutnya setiap 5 menit kandidat akan berpindah pada station berikutnya (Gerrow et al., 2003). Ada 4 area luas yang perlu diperhatikan oleh komite suatu ujian yaitu penyusunan blue print untuk memastikan validitas konten, seleksi dari bentukbentuk tes terbaik, aplikasi strategi untuk mencapai level realibilitas yang kuat dan penetapan standard setting yang sesuai untuk prosedur pengambilan keputusan (Roberts et al., 2006). Perencanaan dan persiapan OSCE meliputi identifikasi kompetensi-kompetensi yang akan dievaluasi di akhir suatu pelatihan / pembelajaran, kriteria performa dan penentuan skor minimal pada setiap station untuk memastikan pencapaian kompetensi (Morrison et al., 1996 cit McGaughey). Penggunaan pakar-pakar klinis untuk menilai pencapaian kompetensi-kompetensi siswa/peserta didik meningkatkan validitas dan reliabilitas dari suatu prosedur penilaian (Norman et al., 2002 cit McGaughey). Di Indonesia, Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI) sebagai lembaga pelaksana Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI), telah merintis pelaksanaan UKDGI sejak tahun 2007 dengan dilaksanakannya tryout uji kompetensi secara nasional pada April 2007. MCQs dengan Paper Based Test (PBT) digunakan sebagai metode ujian pada UKDGI periode tahun 2007 - 2010. Dalam perkembangannya KDGI melakukan perubahan metode ujian untuk meningkatkan kualitas Uji Kompetensi Dokter Gigi di Indonesia (komunikasi personal dengan ketua KDGI periode 2009-2013). Saat ini metode uji kompetensi dalam UKDGI telah dikembangkan dengan tidak hanya menguji kemampuan kognitif para lulusan dokter gigi saja melalui ujian yang berbentuk MCQs, namun 9
10
para lulusan juga harus melalui uji kompetensi yang berbentuk OSCE untuk mengukur kemampuan psikomotor seorang lulusan dokter gigi. Perubahan ini dimaksudkan agar UKDGI yang dilaksanakan dapat benar-benar mengukur kompetensi para lulusan dokter gigi di Indonesia secara komprehensif. UKDGI yang berbentuk OSCE baru mulai dilakukan pada UKDGI periode Januari 2012. Melalui kegiatan HPEQ project yang diselenggarakan oleh DIKTI, telah dilaksanakan berbagai kegiatan guna peningkatan kualitas uji kompetensi dengan melakukan persiapan secara nasional mulai dari pembuatan blue print OSCE, penyusunan soal (item writter) OSCE, item review OSCE, pelatihan pelatih Pasien Standard (PS), pelatihan penguji OSCE, dan persiapan center OSCE serta pelatihan standard setting. Hal ini dilakukan karena belum semua institusi di Indonesia menerapkan format OSCE dalam kurikulumnya. Hal ini dimaksudkan agar penerapan OSCE sebagai salah satu metode penilaian dalam UKDGI dapat berjalan lancar. Soal ujian OSCE UKDGI dipersiapkan melalui review di tingkat nasional yang melibatkan para pakar berbagai disiplin bidang ilmu kedokteran gigi. Blue print OSCE dirancang dengan mencocokkan 5 area kompetensi keterampilan klinik (history taking; physical examination; interpretation skills; procedural skills; dan patient education) dengan komponen keterampilan dari 9 disiplin klinis di kedokteran gigi (konservasi gigi, periodontologi, bedah mulut, ilmu penyakit mulut, IKGA, IKGM, prostodonsia, ortodonsia, radiologi). Skenario kasus yang digunakan di setiap station berbasis pada 5 jenis kelompok penyakit
(penyakit
akibat trauma dan kecelakaan, penyakit infeksi dan imunologi, penyakit genetika dan kongenital, penyakit neoplasma dan non neoplasma, penyakit degeneratif dan 10
11
compromise medis). OSCE UKDGI dirancang dalam 8 station dengan waktu rotasi 10 menit per station. Sampai saat ini 15 center OSCE tersebar di beberapa Institusi Pendidikan Dokter Gigi (IPDG) di Indonesia dan melibatkan tak kurang dari 120 penguji internal, 75 pasien standar serta diikuti rata-rata 300-400 peserta ujian setiap periodenya. Sampai saat ini, metode penentu nilai batas lulus (standard setting) yang digunakan pada OSCE UKDGI adalah Borderline Regression Method (BRM). Kelulusan rata-rata OSCE pada UKDGI periode tahun 2012 mencapai 94,75% dan pada tahun 2013 mencapai 87,57% (komunikasi personal dengan tim OSCE UKDGI). Sangat penting untuk selalu mengevaluasi kualitas dari penilaian berisiko tinggi (high-stakes assessment) seperti OSCE melalui penggunaan berbagai metrik yang tepat. Ketika menilai kualitas OSCE sangat penting untuk menggunakan lebih dari 1 metrik untuk memperoleh pandangan menyeluruh dari kualitas penilaian tersebut. Penggunaan metrik secara rutin dalam peningkatan kualitas OSCE memungkinkan suatu metode yang jelas untuk mengukur dampakdampak perubahan yang terjadi (Pell et al., 2010). Meskipun ada keuntungan nyata dari OSCE sebagai alternatif penilaian, kualitas penilaian tidak bisa dijamin hanya dengan menyusun beberapa masalah yang standar. Realibilitas dari suatu penilaian adalah sangat krusial khususnya ketika tujuan OSCE adalah untuk mengambil suatu keputusan tingkat tinggi (Brannick et al., 2011). Kualitas dari permasalahan-permasalahan tiap station dan kesepakatan dari panel para pakar meningkatkan validitas dari OSCE (Morrison et al., 1996 cit McGaughey).
Validitas
konten
OSCE
hanya
dapat
dipastikan
dengan
mempersiapkan blue print OSCE. Setiap tugas haruslah terstandar dan harus 11
12
dituangkan dalam item-item komponen menggunakan skor checklist yang sesuai. Umpan balik dari penguji dan mahasiswa dapat membantu perbaikan/peningkatan validitas. Dengan memastikan validitas konten dan dengan meningkatkan jumlah station sehingga cukup item yang dijadikan sampel, realibilitas/keandalan dapat ditingkatkan (Gupta et al., 2010). Berbagai faktor dapat membuat hasil-hasil dari OSCE kurang reliabel seperti jumlah station yang terlalu sedikit, sampling yang buruk, pendangkalan dari tugas-tugas, checklist yang tidak sesuai, kendala waktu, kekurangan pasien standar, pelatih yang inkonsisten, kelelahan mahasiswa karena OSCE yang panjang, kebocoran checklist dan kurangnya integritas dari penguji serta mahasiswa. Item analisis dari station-station OSCE dan eksklusi dari stationstation bermasalah berguna secara praktis untuk meningkatkan realibilitas OSCE (Gupta et al., 2010). Dalam suatu penelitian terkait dengan reliabilitas a dental-OSCE diketahui bahwa dalam rangka membuat keputusan absolut yang handal dalam OSCE(D) dibutuhkan minimal 17 station dan
dibutuhkan minimal 12 station untuk
membuat keputusan relatif . Sampling station yang luas merupakan inti untuk memperoleh kehandalan skor. Akan lebih baik mengelola OSCE pada hari yang berbeda untuk mengatasi persoalan jumlah staf dan ruang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan OSCE(D) yang melibatkan sejumlah besar peserta (SchoonheimKlein et al., 2008). Gerrow et al. (2003) dalam penelitiannya menemukan korelasi yang positif antara hasil ujian tulis dan OSCE dengan performa di akhir masa studi. Hal ini mendukung terpenuhinya konkuren validitas tes OSCE yang dilaksanakan oleh National Dental Examining Board of Canada. 12
13
Pell et al. (2010) melakukan suatu review terhadap sejumlah metrik yang digunakan untuk mengukur kualitas dari OSCE yaitu metrik Cronbach’s alpha, metrik coefficient of determination R2, metrik inter-grade discrimination, metrik number of failures, metrik between-group variation, metrik between group variance, dan metrik standardized patient ratings. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan berbagai metrik dapat meningkatkan kemampuan identifikasi permasalahan sehingga gambaran nyata dari kualitas dapat dicapai. Evaluasi kegiatan OSCE UKDGI terkait dengan kendala kegiatan seperti konten soal, sarana prasarana, pasien standar dan penguji dilakukan berdasarkan berbagai masukan/umpan balik, dari penguji dan peserta UKDGI baik langsung maupun tak langsung. Evaluasi kualitas OSCE UKDGI menggunakan metrik masih terbatas pada evaluasi terkait coefficient of determination R2 dan number of failures. Hasil analisa menggunakan coefficient of determination R2 pada OSCE UKDGI periode tahun 2012 menunjukkan rata-rata nilai R2 yang masih rendah (< 0,5). Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, angka kelulusan OSCE UKDGI sebenarnya cukup tinggi (94,75%). Namun untuk hasil analisis number of failures per station menunjukkan jumlah ketidaklulusan yang sangat bervariasi di setiap station. Ada beberapa station yang teridentifikasi memiliki angka kelulusan yang rendah. Hasil ini belum dikaji secara mendalam, terutama terhadap penyebab hasil yang diperoleh serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut (komunikasi interpersonal tim OSCE UKDGI). UKDGI merupakan ujian berisiko tinggi (high stake examination) karena merupakan suatu ujian yang memberikan dampak secara nasional, sehingga hasilnya haruslah dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu 13
14
dibutuhkan proses kendali mutu yang berkesinambungan terkait komponenkomponen OSCE, untuk memenuhi standar kualitas ujian yang sangat baik. Pengukuran mutu item soal/station menggunakan berbagai metrik seperti yang disarankan oleh Pell et.al (2010) adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperlihatkan kualitas OSCE UKDGI. Hasil pengukuran mutu item soal/station OSCE UKDGI dengan metrik tertentu, seharusnya dapat menjadi dasar ilmiah dalam melakukan evaluasi dan pengembangan bagi pelaksanaan UKDGI berikutnya. I.2. Perumusan Masalah : Bagaimana hasil pengukuran mutu station Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia
(UKDGI) periode I – IV tahun 2012 dan 2013 dengan menggunakan beberapa metrik pada model Pell? I.3. Tujuan Penelitian: Melakukan analisis mutu item soal/station OSCE yang diujikan dalam Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI) periode I – IV tahun 2012 dan 2013 dengan menggunakan beberapa metrik pada model Pell. I.4. Manfaat Penelitian I.4.1. Bagi penyelenggara UKDGI : sebagai bahan evaluasi dalam upaya peningkatan kualitas OSCE UKDGI I.4.2. Menjadi bahan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan I.5. Keaslian Penelitian I.5.1. Gerrow et al. (2003) dalam penelitian yang berjudul “Concurrent Validity of Written and OSCE Components of the Canadian Dental 14
15
Certification
Examinations”
melakukan
suatu
penelitian
yang
bertujuan untuk menilai validitas konkuren ujian tulis dan OSCE pada National Dental Examining Board of Canada (NDEB) dengan cara mengorelasikan skor mahasiswa dalam ujian nasional dengan performa di akhir program pendidikan. Subjek pada penelitian adalah 2.317 mahasiswa pada 9 program studi kedokteran gigi yang mengikuti NBEB antara tahun 1995 – 2000. Hasil pada penelitian tersebut menunjukkan korelasi yang positif (r = 0.43 dan r = 0.46, p <. 001, untuk ujian tulis and OSCE) antara skor hasil ujian nasional dengan hasil ujian akhir hasil tersebut mendukung terpenuhinya concurent validity test. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tujuan penelitian, yaitu meneliti kualitas OSCE yang diterapkan pada ujian nasional . Pada penelitian yang akan dilakukan direncanakan tidak hanya menilai kualitas ujian OSCE dengan 1 metrik saja, tetapi menggunakan bebrapa metrik agar dapat diperoleh gambaran kualitas yang lebih utuh. I.5.2. Rekany et al. (2010) melakukan penelitian dengan judul “Validity and Reliability of OSCE in Evaluating Practical Performance Skills of Interns in Emergency Medicine” untuk mengetahui validitas dan reliabilitas OSCE sebagai alat penilaian dalam menilai performa keterampilan peserta magang tentang kedaruratan medis di 3 rumah sakit.
Analisis dilakukan dengan mengukur validitas prediktif dan
konkuren, serta reliabilitas intra- dan antar-penilai dari OSCE sebagai alat penilaian. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan 15
16
adalah sama-sama meneliti tentang validitas dan reliabilitas OSCE, tetapi metode penelitian dan subyek penelitian berbeda. I.5.3.
Pell et al. (2010) melakukan penelitian untuk mereview beberapa metrik yang dapat digunakan untuk menguji kualitas OSCE dengan judul “ How to Measure the Quality of the OSCE: A review of metriks – AMEE guide no 49”. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menguji kualitas OSCE dangan menggunakan suatu metrik tertentu untuk menilai kualitas individual suatu station OSCE. Perbedaan dengan
penelitian yang akan
dilakukan adalah pada tujuan penelitian dan subjek penelitian. Pada penelitian Pell et al. (2010), tujuan penelitian adalah untuk mencari metrik yang sesuai guna menguji kualitas OSCE menggunakan data hasil OSCE tahun terakhir di University of Leeds UK, sedangkan tujuan penelitian yang akan dilakukan ini adalah menguji kualitas station-station
OSCE Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia
(UKDGI) periode ujian tahun 2012 dengan menggunakan beberapa metrik yang sesuai dengan karakteristik OSCE UKDGI. I.5.4. Mossey et al. (2001) dalam publikasi yang berjudul “Scope of the OSCE in the assessment of clinical skills in dentistry” melakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk membandingkan berbagai tipe dari skenario-skenario keterampilan klinis operatif dalam ujian OSCE yang menggunakan banyak station (multi-Station OSCE) di bidang kedokteran gigi. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama meneliti station-station yang digunakan dalam OSCE di 16
17
bidang kedokteran gigi. Perbedaannya adalah pada penelitian Mossey et al. (2001) metodologi penelitiannya menggunakan 2 tipe OSCE dalam ujian. Persepsi siswa peserta ujian dianalisis secara kualitatif, khususnya berkaitan dengan persepsi peserta ujian tentang kegunaan dan kualitas 2 tipe skenario/station OSCE yang diujikan.
Pada
penelitian yang akan dilakukan, semua station OSCE dianalisis secara kuantitatif tanpa mengelompokkan berdasarkan tipe station. I.5.6. Schoonheim-Klein et al. (2008) melakukan penelitian yang berjudul “On the Reliability of a dental OSCE, using SEM: effect of different days” yang bertujuan mengetahui reliabilitas OSCE kedokteran gigi yang dilaksanakan pada hari yang berbeda dan meneliti jumlah station minimal yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang cukup handal
dalam
3
perspektif
interpretasi
skor
OSCE
yang
diselenggarakan selama beberapa hari. Hasilnya menunjukkan bahwa diperlukan minimal 12 station untuk membuat keputusan relatif yang handal, serta dibutuhkan minimal 17 station untuk keputusan absolut yang handal dalam kegiatan dental OSCE. Untuk menguji jumlah peserta ujian yang banyak dapat dilakukan pada hari yang berbeda, karena tidak ditemukan perbedaan skor yang signifikan pada OSCE yang dilakukan pada hari yang berbeda. Persamaan penelitian adalah sama sama menganalisis reliabilitas OSCE. Perbedaannya adalah pada tujuan penelitian dan metrik yang digunakan untuk menilai reliabilitas OSCE.
17