BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan bangsa berpendapatan menengah dan memiliki tingkat pendidikan semakin tinggi, mempunyai kehidupan politik yang semakin demokratis, serta rakyat yang punya kesadaran politik semakin tinggi. Dalam kondisi seperti tersebut, masyarakat Indonesia akan semakin menuntut pelayanan publik yang semakin baik, semakin terjangkau dan semakin bermutu tinggi, antara lain mutu pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih baik. Untuk memenuhi tuntutan pelayanan publik yang setara degan negara maju lainnya sangat diperlukan aparatur Negara yang professional, mampu, menggalang kemitraan dengan pihak swasta, berkinerja tinggi, akuntabel, bersih dari praktek KKN, sehingga perlu dijamin tingkat kesejahteraannya. Aparatur Negara Republik Indonesia pada Tahun 2013 terdiri dari 4,467 juta pegawai negeri sipil, 413.000 anggota Polri, dan 470.000 anggota TNI. Untuk menjadikan aparatur negara yang jumlahnya kurang lebih 5 juta pegawai menjadi professional, mampu, menggalang kemitraan dengan pihak swasta, berkinerja tinggi, akuntabel, bersih dari praktek KKN, serta dengan tingkat kesejahteraan yang memadai diperlukan adanya manajemen sumber daya manusia aparatur. Manajemen sumber daya aparatur ini merupakan salah satu bagian yang penting dari pengelolaan pemerintahan negara yang bertujuan untuk membantu dan mendukung seluruh sumber daya manusia aparatur Negara untuk merealisasiskan seluruh potensi mereka sebagai
1
2
aparatur Negara dan sebagai warga Negara. Paradigma ini memerlukan perubahan pengelolaan sumber daya manusia tersebut dari perspektif lama manajemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai menuju perspektif baru yang menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur secara strategis (strategic human resource management) agar tersedia sumber daya manusia aparatur yang unggul selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur Negara.1 Perubahan tersebut memerlukan manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur Negara agar selalu maju dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan selaras dengan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia. Untuk memberikan landasan hukum bagi manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur Negara tersebut diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Sesungguhnya, upaya-upaya pembinaan PNS di Indonesia secara lebih terarah telah menjadi perhatian pemerintah sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari telah direvisinya beberapa undang-undang yang mengatur pegawai negeri sipil selama ini. Undang-Undang No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian yang dinilai sudah tidak mampu lagi mengakomodir perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada masa itu,
1
Devrizon, Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja PNS Menuju Aparatur Yang Profesional, http://bappeda.riau.go.id/web/index.php/unit-kerja/bidang-sumber-daya-aparatur/39-bidang/ unit-aparatur/ 43-pelaksanaan-penilaian-prestasi-kerja-pns-menuju-aparatur-yang-profesional , diakses 2 Agustus 2014
3
diubah dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian mengatur kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan Pegawai Negeri yang dilaksanakan berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja. Sehubungan dengan berbagai perubahan dalam sistem pemerintahan Negara RI yang berimplikasi terhadap manajemen PNS seperti antara lain otonomi daerah, maka Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian yang tetapkan tanggal 30 September 1999. Dilihat dari usianya, UU tentang kepegawaian ini baru diubah setelah 25 tahun berlaku. Sebuah masa yang cukup panjang untuk mengakomodir perubahan-perubahan paradigma dan praktik manajemen Pegawai Negeri Sipil. Tidak semua pasal dalam UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang direvisi. Perubahan tersebut hanya mencakup 26 pasal. Artinya, pasal-pasal yang tidak diubah yang merupakan produk 40 tahun yang lalu tetap berlaku sebagai rujukan dalam manajemen PNS sekarang ini. Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 1 angka 8 adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban
kepegawaian
yang
meliputi
perencanaan,
pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
Manajemen
PNS
ini
diarahkan
untuk
menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh karena itu, dibutuhkan PNS yang profesional,
4
bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Lebih lanjut dalam Pasal 13 ayat (1) UU tersebut dijelaskan mengenai kebijaksanaan manajemen PNS mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber
daya
PNS,
pemindahan,
gaji,
tunjangan,
kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum. Untuk mendukung implementasi UU tersebut di lapangan, telah diterbitkan sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan dan Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Keputusan dan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara, Keputusan dan Surat Edaran Kepala Lembaga Administrasi Negara dan lainlain. Namun, kondisi empirik di lapangan menemui banyak kendala sehingga banyak dari aturan-aturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan menerapkan peraturan perundang-undangan di lapangan sangat mempengaruhi upaya pengembangan PNS. Memahami hal tersebut maka Pemerintah pun melakukan pembahasan-pembahasan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut. Pembahasan tersebut menghasil Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara ini berlansung lama, dan pada akhirnya pada tanggal 19 Desember 2013 disetujui oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna. Setelah mendapat persetujuan DPR RI maka Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 15 Januari 2014 disahkan oleh Presiden
5
Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya akan disebut UU ASN dalam penulisan ini). Salah satu paradigma baru UU ASN adalah berkaitan dengan Manajemen
ASN
diselenggarakan
berdasarkan
Sistem
Merit,
yang
berdasarkan pada kualifkasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang poltik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umum, atau kondisi kecacatan. Manajemen ASN ini meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan diundangkan UU ASN diharapkan ke depannya pengembangan sumber daya manusia aparatur sipil Negara seperti digambarkan dalam grafis berikut ini:
Sumber: Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara
6
Tujuan disusunnya UU ASN adalah menjadi Instrumen hukum bagi PNS (Aparatur Sipil Negara) dalam menciptakan aparatur yang memiliki: 1.
Independensi dan netralitas;
2.
Kompetensi dan produktivitas kerja dalam memberikan pelayanan publik;
3.
Berintegritas dan akuntanbel. Dalam pokok-pokok UU ASN terdapat hal yang baru terkait
manajemen SDM yaitu adanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PPPK ini merupakan pegawai yang dikontrak Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam naskah akademis penyusunan UU ASN disampaikan bahwa PNS dan PPPK diharapkan dapat menciptakan pegawai yang memiliki Independensi, netralitas, berkompetensi, memiliki produktivitas kerja, berintegritas, dan akuntanbel dalam memberikan pelayanan publik sehingga efektivitas pemerintahan meningkat, pelayanan publik semakin baik, kesejahteraan pegawai dan pensiunan pegawai yang memadai.2 PPPK merupakan Aparatur Sipil Negara yang memiliki tingkatan berbeda dengan PNS. PPPK merupakan pegawai yang dikontrak dengan jangka waktu tertentu oleh pemerintah sedangkan PNS adalah pegawai tetap denga batas usia pensiun 58 tahun atau sesuai peraturan perundangan. Jika honorer atau pegawai lain untuk bisa menjadi PNS harus melalui tes seleksi CPNS, sama halnya dengan PPPK yang harus melakukan tes secara bersamaan dengan ketentuan yang berlaku. Tidak semua honorer bisa
2
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
7
langsung diangkat menjadi PPPK, tetap ada prosedur yang harus dilakukan dan dijalani. Honorer dan PPPK memiliki sidikit perbedaan, namun menurut sebagian pegawai honorer beranggapan bahwa perubahan honorer menjadi PPPK merupakan penamaan jabatan yang diperhalus. Alasannya mereka menganggap honorer dan PPPK adalah sama tidak berbeda. Jika honorer diberi gaji dari pemerintah daerah, maka PPPK diberi gaji dari pemerintah pusat. Namun sebenarnya Honorer dan PPPK memiliki banyak perbedaan, sebagaimana diatur dalam UU ASN, PPPK memiliki hak untuk memperoleh gaji, tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi sedangkan untuk honorer tidak ada. Dalam UU ASN, PNS dan PPPK memiliki perbedaan yang mendasar. Untuk pemberhentian pegawai, PNS diberlakukan pemberhentian dengan hormat karena meninggal dunia, pemberhentian sendiri, telah mencapai batas usia pensiun, tidak bisa melakukan tugas karena tidak cakap jasmani/rohani, dan karena kebijakan pemerintah untuk dilakukan pensiun usia dini, ditambah dengan batasan-batasan umur pensiun yang telah ditentukan. Sedangkan untuk PPPK, yang menjadi perbedaan adalah karena habis masa perjanjian kerja dengan pemerintah. Masa kerja yang diberlakukan tergantung kebutuhan instansi terkait dan tidak diberikan Nomor Induk Pegawai oleh pemerintah. Perjanjian kerja yang dilakukan untuk satu tahun dan akan dilakukan perpanjangan jika instansi masih membutuhkan dan kualitas kinerja pegawai. Dengan kata lain, PPPK merupakan PNS yang di kontrak.
8
Namun adakah pernyataan seperti itu? Karena tunjangan dan gaji sama diberikan hanya jaminan pensiunan dan hari tua yang tidak diberikan. UU ASN memang melahirkan pegawai kontrak. Meski pemerintah menolak menyebut kontrak, namun dilihat dari mekanisme perekrutan serta penggajiannya mirip karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada swasta. Pasalnya, setiap masyarakat yang ingin menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) harus dites dan masa kerjanya ditentukan oleh user (pejabat pembina kepegawaian) atau instansi yang membutuhkan/menggunakan. "Bukan pegawai kontrak tapi pegawai dengan perjanjian kerja," kata Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (WamenPAN-RB) Eko Prasojo.3 Dengan adanya UU ASN ini memang banyak pertanyaan timbul terkait manajemen PPPK, mulai apakah bedanya PPPK dengan tenaga honorer, apakah PPPK sama dengan karyawan dengan PKWT di sektor swasta, jabatan apa saja yang bisa diduduki PPPK, bagaimana rekrutmennya, bagaimana pengembangan kompetensinya, apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh PPPK dan apa saja hak yang diperoleh oleh PPPK, dan bagaimana kedudukan PPPK, ataukah PPPK nantinya sama dengan karyawan dengan PKWT dalam sektor swasta. Pertanyaan-pertanyaan ini timbul karena belum adanya kejelasan dalam UU ASN terkait hal tersebut. Seharusnya setelah UU ASN ditetapkan perlu segera dirumuskan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah tentang Manajemen PPPK.
3
ASN Lahirkan Pegawai Kontrak dan Pimpinan Tinggi, http://www.jpnn.com/read/2014/01/08/209763/ASN-Lahirkan-Pegawai-Kontrak -dan-PimpinanTinggi-, diakses 10 Januari 2014
9
Menurut UU ASN, peraturan pelaksanaan UU ASN harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ASN diundangkan, yaitu 15 Januari 2014, sehingga Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ASN ini maksimal ditetapkan tanggal 15 Januari 2016. Sampai saat bulan Oktober 2014, peraturan pelaksana dari UU ASN belum ditetapkan, sehingga banyak pertanyaan yang tekait dengan manajemen PPPK, oleh karena itu Penulis ingin menganalisis bagaimana manajemen PPPK dan mengetahui bentuk Kedudukan, Hak dan Kewajiban PPPK, sehingga bisa dijadikan bahan masukan dalam perumusan peraturan pemerintah tentang manajemen PPPK yang diharapkan dapat menciptakan pegawai yang independen, netral, berkompetensi, memiliki produktivitas kerja, berintegritas, dan akuntanbel dalam memberikan pelayanan publik sehingga efektivitas pemerintahan meningkat, pelayanan publik semakin baik, kesejahteraan pegawai dan pensiunan pegawai yang memadai. B. Perumusan Masalah Fokus Penelitian ini adalah Kedudukan, Hak dan Kewajiban PPPK, hal tersebut didasari dengan adanya Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang di dalamnya mengatur hal baru dalam manajemen kepegawaian yaitu tentang pegawai yang dikontrak oleh Pemerintah yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pengesahan UU ASN yang di dalamnya mengatur tentang adanya PPPK diharapkan dapat menciptakan pegawai yang Independen, netral, berkompetensi, memiliki produktivitas kerja, berintegritas, dan akuntanbel dalam memberikan pelayanan publik sehingga efektivitas
10
pemerintahan meningkat, pelayanan publik semakin baik, kesejahteraan pegawai dan pensiunan pegawai yang memadai. Di sisi lain
peraturan
pelaksana UU ASN terkait manajemen PPPK yang mengatur tentang Kedudukan, Hak, dan Kewajiban PPPK belum ditetapkan sehingga Penulis merasa perlu untuk mengetahui bagaimana Kedudukan, Hak dan Kewajiban PPPK dalam UU ASN sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan dalam perumusan peraturan pemerintah tentang manajemen PPPK. Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut: 1.
bagaimana kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam UU ASN?
2.
bagaimana hak dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta pengaturannya dalam pelaksanaan UU ASN?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1.
mengetahui kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam UU ASN.
2.
mengetahui hak dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta pengaturannya dalam UU ASN.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya manajemen kepegawaian. Sedangkan secara praktis
11
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan manajemen pegawai, antara lain; 1.
pemerintah dalam hal ini sebagai perumus dan penentu kebijakan;
2.
pemerintah dalam hal ini Kementerian dan Instansi yang menerapkan manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja;
3.
masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja;
4.
kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang dapat dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam; dan
5.
penulis sendiri adalah menambah wawasan keilmuan hukum berkaitan dengan manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian mengenai Kedudukan, Hak, dan Kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara belum pernah dilakukan.