BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial untuk
memperoleh
keadilan
melalui
kewenangan
ajudikasi sangat besar , hal ini menjadi masalah karena kemudian terjadi penumpukan perkara di Pengadilan. (Khususnya perkara Perdata). Hal ini disebabkan karena pandangan dan penilaian hakim belum tentu sejalan dengan para pihak, terutama pihak yang kalah, sehingga pihak yang kalah selalu mengadakan perlawananan hukum
melalui
upaya
banding
dan
kasasi.
Pada
akhirnya semua perkara bermuara ke Mahkamah Agung RI yang mengakibatkan penumpukan perkara.Mengatasi hal ini Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Perma Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan penyempurnaan dari Perma nomor 2 tahun 2003 tentang Mediasi. Tujuan Perma nomor
1
tahun
2008
adalah
untuk
lebih 1
mendayagunakan mediasi dalam proses penyelesaian perkara di Pengadilan khususnya perkara Perdata dan diharapkan dapat mengatasi penumpukan perkara, latar belakang untuk mendayagunakan mediasi dalam proses penyelesaian perkara di Pengadilan melalui Perma Nomor 1 tahun 2008 tercantum dalam Menimbang huruf c bahwa hukum acara yang berlaku baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri, sehingga sebelum para pihak menyelesaikan perkara melalui ajudikasi diwajibkan untuk menempuh proses mediasi terlebih dahulu seperti termuat dalam Pasal 7 tentang Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum pada ayat 3 Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.
2
Perma Nomor 1 tahun 2008 adalah bagian dari alternatif
penyelesaian
sengketa,
maka
mediasi
seharusnya bersifat voluntir. Pasal 2 ayat (3) Perma Nomor 1 tahun 2008 mengenai Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma menyatakan Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum, sehingga apabila mediasi tidak dilakukan maka terhadap putusan pihak yang bersengketa akan batal demi hukum. Dalam penyelesaian
perkara secara
Perdata hukum
sebelum
menempuh
disarankan
menempuh
penyelesaian secara damaiatau dikenal dengan istilah “dading” hal ini diatur dalam pasal 130 HIR/154 Rbgdimana sebelum hakim memeriksa pokok perkara hakim wajib menyarankan dan menawarkan kepada Para Pihak untuk menyelesaikan perkara secara damai dan apabila belum dapat didamaikan sebelum perkara 3
diputus oleh hakim para pihak dapat menyelesaikan melalui perdamaian. Berikut ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg. Pasal 130 HIR 1)Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah Pihak datang, maka
pengadilan negeri dengan pertolongan
ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. 2)Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang. itu, dalam mana kedua belah Pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat
mana
akan
berkekuatan
hukum
dijalankan
sebagai putusan yang biasa. 3) Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding. 4)Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah fihak, perlu dipakai seorang jurubahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu. 4
Pasal 154 Rbg 1)
Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak
datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. 2)
Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam
sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa. 3)
Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak
dapat diajukan banding. 4)
Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak
diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.) Berdasarkan
uraian
diatas
maka
hakekat
permasalahan dari penelitian ini adalah ketentuan 5
tentang
diwajibkannya
proses
mediasi
dalam
penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan. Menurut Penulis pengaturan Perma Nomor 1 tahun 2008 telah
menyimpang
dari
ketentuan
utamanya
yaitu
HIR/RBg, dimana lembaga perdamaian (dading) hanya bersifat pilihan / fakultatif. Hal ini menurut penulis menimbulkan
implikasi
sangat
fundamental
secara
Ketatanegaraan. Pengaturan Perma Nomor 1 tahun 2008 yang
mewajibkan
memeriksa
pokok
mediasi perkara
sebelum dalam
Pengadilan
suatu
konflik
Keperdataan telah mengubah hakekat dari Kekuasaan Yudisial yang seharusnya melakukan ajudikasi menjadi penyelenggara mediasi, oleh karena itu maka pengaturan Perma Nomor 1 tahun 2008 tersebut akan dianalisis dari perspektif prinsip-prinsip hukum mengenai Kekuasaan Yudisial seperti tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
6
A.
Rumusan Masalah.
“Apakah Perma No. 1 Tahun 2008 telah sesuai dengan hukum ?”
B.
Tujuan penulisan.
Menganalisis kesesuaian pengaturan Perma Nomor 1 tahun 2008 dengan prinsip-prinsip hukum tentang Kekuasaan Yudisial dalam Undang Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009. C.
Metode penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk
mengetahu sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistamatis1 1.
Jenis pendekatan Dalam
hal
ini
penulis
menggunakan
metode
pendekatan yuridis normatif2 yang meliputi penelitian Bambang sugiono, Metode Peneltian hukum, PT Raja Grafindo Persada,2002,hl.42
1
7
terhadap Perma No.1 Tahun 2008 tentang mediasi, Undang-Undang Kekuasaan kehakiman. 2.
Jenis penelitian Dengan jenis penelitian eksploratif yaitu penelitian
yang berifat terbuka dan memberikan data dengan pertimbangan bahwa penulis belum memiliki informasi yang lengkap tentang pokok masalah yang akan diteliti atau luasnya masalah. Menurut soerjono soeakanto, penelitian eksploratif dilakukan apabila pengetahuan tentang sesuatu geala yang akan diteliti dan diselidiki masi kurang sekali atau bahkan tidak ada.3 3.
Jenis data Untuk mencapai tujuan penelitian ini dibutuhkan
data sekunder yaitu :
Johnny Ibrahim, Teori dan metodelogi Penelitian hukum Normatif, Bayumedia Publising, 2006 3 Soerjono Soekamto, pengantar Penelitian Hukum, UI, jkt, 1986, hl.9 2
8
a.
Data
sekunder
yaitu
:
dengan
mempelajari
literature, bahan-bahan bacaan seta dokumendukumen kehakiman b.
Metode
pengumpulan studi
melakukan pengumpulan
data pustaka,
data
dari
yaitu
:
dengan
dengan cara
perundang-undangan,
majalah, journal, web site, serta dukumen-dukemen kehakiman baik yang dipublikasikan dan yang tdk dipublikasikan. 4.
Unit amatan dan unit analisis Yang mejadi unit amatan yaitu Perma No.1 Tahun
2008
tentang
mediasi,
undang-undang
kekuasaan
kehakiman, UUD 1945. Sedangkan unit Analisisnya yaitu Apakah secara prinsip Perma No. 1 Tahun 2008 telah sesuai dengan hukum.
9
10