BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan modern dewasa ini adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga intermediasi. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak
1
. Meskipun peran lembaga perbankan sangat penting dalam
kehidupan masyarakat
namun tidak semua golongan masyarakat dapat
menerima keberadaan lembaga tersebut. Hal ini berkaitan dengan adanya sistim bunga yang terdapat pada bank konvensional, sehingga membuka wacana baru untuk menuju ke sistem perbankan yang Islami lewat Bank. Bank Muamalat sebagai bank umum syariah pertama oleh pemerintah didirikan pada tahun 1992. Berdasarkan berbagai penelitian dan analisis, setelah 16 tahun baru nampak ada peningkatan prestasi yang berlangsung cepat dalam proses pertumbuhan perbankan syariah. Selanjutnya dengan adanya Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 yang mengharamkan riba, mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap minat masyarakat untuk 1
Pasal 4, Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 10 Tahun 1998. Lembaran Negara Nomor: 31 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor: 3472
1
melirik bank syariah. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional yang mencapai angka 1,15% pada akhir tahun 2004 dengan tingkat pertumbuhan aset perbankan syariah hingga mencapai 80-90%, sehingga Bank Indonesia memprediksikan bahwa asset perbankan syariah terhadap total perbankan nasional sebesar 5% akan tercapai lebih cepat pada tahun 2008.2 Perkembangan bank syariah dapat dilihat dengan keluarnya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara implisit membolehkan bank mempergunakan prinsip bagi hasil dalam sistem operasionalnya, undang-undang ini menganut “single banking system” (perbankan satu sistem), prinsip bagi hasil ini lebih tegas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992. Pada peraturan pemerintah tersebut tidak membolehkan bank memakai dua prinsip sekaligus secara bersamaan, jadi bank hanya memakai satu prinsip dalam kegiatan operasionalnya, apakah secara konvensional berdasarkan bunga atau dengan cara bagi hasil. Selanjutnya diperkenankan sistem perbankan ganda yaitu “dual banking system” berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dimana undang-undang ini sekaligus mengamandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1972. Dengan adanya sistem perbankan ganda ini maka bank umum konvensional dalam kegiatan operasionalnya dapat memberikan 2
Rizqullah, Prospek Bank Syariah Pasca Fatwa MUI, Lomba Karya tulis Perbankan Syariah, Milad ke‐4 BNI Syariah.
2
layanan syariah kepada nasabahnya melalui Islamic Window (jendela syariah) dengan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/ 2006 menyatakan suatu bank konvensional diperbolehkan melakukan konversi menjadi bank syariah tetapi sebaliknya bank syariah dilarang melakukan konversi menjadi bank konvensional. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tersebut telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007 Pasal 2 menyatakan bahwa bank hanya dapat mengubah kegiatan usahanya menjadi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan izin dari Gubernur Bank Indonesia. Perkembangan
perbankan
syariah
di
Indonesia
sedemikan
mengesankan sehingga mendapat predikat “the biggest and the fastest growing Islamic banking market in the world” 3 (pemasaran Bank Islam yang perkembangannya terbesar dan tercepat di dunia). Perkembangan ini juga dapat dilihat dengan adanya minat investor asing untuk ikut meramaikan dunia perbankan seperti Standcart Bank dan Citibank. Minat bank-bank asing membuka bank syariah di Indonesia karena Indonesia merupakan potensi pasar yang menjanjikan mengingat jumlah umat muslim yang sangat besar (berdasarkan data Badan Pusat Statistik, data terakhir yang ada sejak tahun 2000 terdapat penduduk beragama Islam sebesar 88,2%)4, alasan lainnya adalah permintaan pasar yang menginginkan adanya layanan-layanan yang berbasis syariah. Bank Syariah juga merupakan suatu lembaga bisnis (usaha), 3 4
Ibid Hhtp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera Barat di akses tanggal 12 Nopember 2013.
3
hanya saja etikanya disesuaikan dengan etika Islam, misalnya riba dan gambling tidak diperbolehkan 5. Secara umum dapat kita lihat bahwa, bank syariah lahir sebagai implementasi dari pengembangan hukum Islam dalam sektor usaha perbankan. Meskipun dalam banyak hal bank syariah tetap mengacu kepada sistem perbankan global, tetapi tentu saja bank syariah memiliki
karakteristik
yang
dapat
membedakannya
dengan
bank
konvensional. Sejalan dengan itu Muhammad Syafi’i Antonio menguraikan tentang karakteristik bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional adalah:6 1. Tentang aspek legalitas, yaitu menyangkut mengenai rukun dan syaratsyarat, 2. Tentang lembaga penyelesaian sengketa, 3. Struktur organisasi, adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah 4. Bisnis dan usaha yang yang dibiayai, tidak terlepas dari jaringan syariah sehingga tidak akan membiayai usaha yang terkandung didalamnya halhal yang diharamkan 5. Tentang lingkungan kerja, yang harus sejalan dengan syariah baik dalam tampilan fisik, perilaku, lingkungan dan budaya perusahaan. 5 6
Arifin Jainul, Majalah Renvoi, April, 2007, hlm 26. Muhammad Syafi’iAntonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, hlm 29.
4
Permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuanketentuan hukum Islam bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari konsep usahanya serta teknik operasional usahanya yang menyangkut jenis-jenis perjanjian yang digunakan.7 Akad yang dilakukan pada perbankan syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang akan dilakukan berdasarkan hukum Islam8. Sehingga pihak-pihak yang mempunyai niat tidak baik dalam perjanjian ini mempunyai tanggung jawab moril tidak saja pada saat ia hidup di dunia tetapi juga di akhirat nantinya. Kebutuhan selanjutnya berhubungan dengan tersedianya pola manajemen perbankan syariah yang memang harus dikembangkan, pola manajemen itu jelas berbeda dengan pola yang digunakan umumnya oleh bank konvensional dalam melayani nasabahnya. Perbedaannya terletak pada prinsip dasar yang digunakan oleh Bank Syariah yaitu “model bagi hasil dan nisbah keuntungan”, yang perjanjian dinyatakan melalui suatu akad. Dalam akad tersebut memuat penawaran dan penerimaan antara bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Pada bank syariah, penyusunan dan kesepakatan isi akad merupakan salah satu syarat pokok. Akad menjadi penentu setiap transaksi ekonomi, oleh
7
GemalaDewi, 2006, Aspek‐aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm 51. 8 Muhammad SyafeiAntonio, Op. cit, hlm 29.
5
karenanya akad harus dibuat oleh kedua belah pihak yang bertransaksi 9. Akad disusun untuk memfasilitasi proses transaksi berbagai macam pembiayaan yang merupakan produk layanannya seperti : a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah) c. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), d. Pembiayaan dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) dan pembiayaan jual beli barang (murabahah) e. Pembiayaan berdasarkan akad pinjam meminjam (qardh) Qardh merupakan pembiayaan berdasarkan pinjam meminjam yang ditempuh Bank dalam keadaan darurat , karena pada prinsipnya melalui pembiayaan berdasarkan akad pinjam meminjam ini bank tidak boleh mengambil keuntungan dari nasabah sedikitpun, kecuali hanya sebatas biaya administrasi yang benar-benar dipergunakan oleh Pihak Bank dalam proses pembiayaan . Pembiayaan berdasarkan akad pinjam meminjam ini dibedakan menjadi dua yaitu pembiayaan qardh dan pembiayaan qardh al hasan. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. 10 Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai 9
Abdul GhofurAnshori, 2006, Gadai Syariah di Indonesia, Konsep Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm 82. 10 Muhammad SyafeiAntonio, Op.cit, hlm 101.
6
tambahan. Landasan syariah murabahah terdapat dalam Al-Quran, yang artinya : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al Baqarah ; 275 ). Pada pembiayaan murabahah, bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank ditambah keuntungan ( margin ). Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran . Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Murabahah selalu dilakukan dengan cara cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan. Dalam melaksanakan operasionalnya bank-bank syariah dihadapkan pada persoalan penyaluran dana. Pada prakteknya tidak jarang perbankan syariah harus memberikan pembiayaan terhadap nasabah yang telah mendapat pembiayaan dari bank lain, baik itu perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Fenomena ini terjadi karena berbagai pertimbangan dari nasabah termasuk fatwa MUI yang mengharamkan riba . Dalam kondisi ini perbankan syariah dihadapkan kepada persoalan dimana nasabah meminta Bank untuk mengambil alih hutang yang telah terjadi sebelumnya dengan perbankan lain karena nasabah sendiri tidak mempunyai dana tunai untuk melunasi hutangnya tersebut. Untuk pengambilalihan hutang ini perbankan syariah menggunakan akad qardh. Dalam akad qardh tidak diperbolehkan sama sekali adanya pertambahan nilai dari pinjaman tersebut karena bank Islam merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip dasar tanpa bunga
7
yang secara prinsipil membedakannya dari kegiatan operasional bank konvensional, harus dipegang teguh dalam hal ini . Sehubungan dengan pengambilalihan hutang dengan akad qardh tersebut yang ditindak lanjuti dengan akad murabahah menjadi sebuah keharusan dalam praktek karena hal tersebut diperbolehkan secara syariahdengan syarat yang harus sesuai dengan prinsip syariah..
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
tersebut,
maka
penulis
berkeinginan untuk melakukan penelitian pada Bank Muamalat Cabang Padang tentang: 1. Bagaimana prosedur pengambilalihan hutang nasabah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Padang? 2. Pelaksanaan akad Qardh dengan akad murabahah dalam rangka pengambilalihan hutang nasabah apakah sesuai dengan syariah? 3. Model lain proses pengambil alihan hutang nasabah yang sesuai dengan syariah? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengambilalihan hutang nasabah pada Bank Muamalat Cabang Padang
8
2. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara akad Qardh dan Akad Murabahah dalam rangka pengambialihan hutang nasabah dengan prinsip syariah.. 3. Untuk mengetahui model lain cara pengambilalihan hutang nasabah yang sesuai dengan syariah. D. Kegunaan Penelitian Manfaat dan faedah dari suatu penelitian adalah menjadi harapan dari setiap peneliti, baik manfaat bagi ilmu pengetahuan, maupun bagi pemerintah dan pihak swasta, sehingga pada akhirnya penelitian ini diharapkan : 1. Secara teoritis hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang kognitif bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian dan perbankan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dan lembaga pembiayaan, sehingga dapat mensosialisasikan produk-produk dari lembaga pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah. E. Keaslian Penelitian Setelah dilakukan penelusuran kepustakaan, ada beberapa penelitian mengenai akad Qardh, namun dalam hal ini penelitian yang penulis lakukan tentang Tinjauan Tentang Take Over Kredit Dengan Akad Qardh Dan Murabahah Pada Perbankan
Syariah(studi kasus pada PT Bank
MualamatIndonesia Cabang Padang). Ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah: 9
1. Pelaksanaan akad pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang oleh Andita Yuni Sentosa .SH Masalahnya : 1) Bagaimana pelaksanaan akad qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang ? 2) Apakah upaya yang dilakukan Bank BRI Syariah Cabang Semarang agar mengembalikan pinjaman? 3) Apakah sanksi dan bagaimanakah penyelesaiannya oleh Bank BRI Syariah Cabang semarang kalau nasabah tidak mengembalikan pinjaman? Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa pinjaman qardh diberikan
kepada
pedagang
kecil
dengan
nilai
maksimal
Rp.1.000.000,- , apabila tidak dapat dikembalikan sesuai jangka waktu maka akan diadakan penjadwalan kembali pembayaran atau hutang dihapuskan. 2. Evaluasi Penerapan Murabahah Pada PT BNI (Persero) Tbk Kantor Syariah Cabang Medan oleh Andi Lesmana Masalah: 1) Apakah penerapan pembiayaan murabahah PT.BNI (Persero) Tbk Kantor Syariah Cabang Medan telah sesuai dengan PSAK no.59? 2) Apakah pengendalian intern pembiayaan yang diterapkan oleh PT.BNI (Persero) Tbk kantor Syariah Cabang Medan telah sesuai
10
dengan standar penerapan prinsip mengenal nasabah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia? Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum penerapan pembiayaan Murabahah yang diterapkan oleh Pt.BNI (Persero) Tbk Kantor Cabang Syariah Medan tidak sesuai dengan PSAK no.59 dan Peraturan Bank Indonesia. Namun demikian apabila pernah dilakukan penelitian mengenai topik ini, maka penelitian ini diharapkan bisa melengkapi penelitian yang sebelumnya.
11