BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dikeluarkannya paket perundang-undangan di bidang Keuangan Negara yang meliputi Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undangundang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, telah membawa perubahan besar bagi entitas pengelola keuangan negara untuk meningkatkan profesionalitas dan kualitas, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik. Perubahan besar tersebut telah membawa para pengelola keuangan negara pada tantangan-tantangan yang dihadapi dunia birokrasi pemerintahan seperti regulasi, pengelolaan data kepegawaian, kompetensi dan kinerja, serta integritas. Keadaan tersebut telah mendorong Pemerintah untuk memulai gerakan reformasi birokrasi sejak tahun 2004 guna mewujudkan tata kelola keuangan negara yang professional, amanah, dan tepat arah (good governance) serta membangun kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik. Menurut
Purnomo (2010), reformasi Manajemen Keuangan Negara
sendiri mengagendakan perbaikan atas 3(tiga) hal penting, yakni: legal framework (kerangka hukum/peraturan), institutional arrangement (penataan kelembagaan), serta capacity building (peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia).
1
Untuk memastikan keberhasilan pencapaian tujuan reformasi birokrasi tersebut dan sejalan dengan good governance, maka sejak tahun 2007 Kementerian Keuangan telah menetapkan penggunaan metode Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja Kementerian Keuangan dengan tujuan agar kinerja menjadi terukur dan terarah. Implementasi penggunaan metode Balanced Scorecard sebagai dasar pengukuran kinerja sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2007 dengan ditetapkannya 5 (lima) tema strategi yakni tema pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan APBN, kekayaan negara, serta pasar modal dan lembaga keuangan non bank (Buletin Kinerja, 2011). Namun, dalam pelaksanaannya banyak proses yang harus disederhanakan dan disesuaikan sehingga implementasi baru bisa dilaksanakan secara serentak setelah diterbitkannya legal hukum penerapan metode Balanced Scorecard untuk pengukuran kinerja yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010, yang kemudian direvisi pada tahun 2011 dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Metode pengukuran
kinerja dengan Balanced Scorecard
merupakan
suatu upaya perbaikan terhadap metode pengukuran kinerja sebelumnya. Menurut Mahsun (2012), beberapa kendala yang dihadapi dalam pengukuran kinerja organisasi sektor publik (instansi pemerintahan) selama ini antara lain: a. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba; kinerja organisasi tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan karena memang bukan profit oriented.
2
b. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect; pada umumnya output organisasi tidak berwujud barang atau produk fisik, tetapi berupa pelayanan yang sifatnya cenderung kualitatif, intangible, dan indirect sehingga sulit diukur. c. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary cost center); dalam konsep akuntansi pertanggungjawaban, organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban (responsibility center). Karakterisitik input (biaya) yang terjadi sebagian besar tidak dapat ditelusur atau dibandingkan secara langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat biaya kebijakan (discretionary cost). d. Tidak beroperasi berdasar market forces sehingga memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar karena tidak ada pembanding yang independen. e. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat); mengukur kepuasan pelanggan (masyarakat) yang mempunyai kebutuhan dan harapan beragam tidaklah mudah dilakukan. Dengan berbagai kendala tersebut, lebih
lanjut
Mahsun (2012)
menjelaskan bahwa dalam mengukur kinerja organisasi sektor publik pure nonprofit
seperti pemerintah tidaklah
mudah. Selama ini pengukuran
keberhasilan organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi pemerintah tersebut dalam menyerap anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi akan dinyatakan berhasil
3
jika dapat menyerap 100% (seratus persen) anggaran pemerintah meskipun hasil serta dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar (ukuran mutu). Sementara itu sistem penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama ini digunakan
tiap tahun yang dikenal dengan istilah DP3 (Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) sudah dianggap sebagai kegiatan yang sifatnya rutin dan formalitas yang harus diisi oleh pegawai. Sistem penilaian tersebut tidak mencerminkan capaian kinerja seorang pegawai yang sesungguhnya. Sistem penilaian kinerja sebelumnya juga didukung dengan sistem penggajian PNS yang selama ini digunakan dan diatur oleh PP (Peraturan Presiden) yang mengatur gaji dan tunjangan PNS berdasarkan golongan/pangkat dan masa kerja dari pegawai yang bersangkutan.Sehingga menurut Rajagukguk (2012), kemudian timbul suatu paradigma bahwa PNS itu adalah 4S (Smart Stupid Same Salary). Menurut Mahsun (2012), harapan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola dan pejabat pemerintah sering berbeda. Sehingga ada kesenjangan harapan (expectation gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara instansi pemerintah dengan para direct user dari masyarakat. Expectation gap terjadi karena adanya perbedaan antara harapan masyarakat dengan apa yang sebenarnya menjadi pedoman mutu manajemen suatu organisasi yang menyediakan layanan publik. Hal ini sebagai akibat dari
4
belum adanya sistem pengukuran kinerja formal yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah. Oleh karena itu dengan diterapkannya metoda Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja organisasi dan pegawai diharapkan dapat memberikan informasi atas efektifitas dan efisiensi pencapaian kinerja suatu organisasi pemerintah dan bisa menjadi early warning system bagi pimpinan organisasi, bagi para atasan, dan akhirnya bagi Kementerian Keuangan untuk terus antisipatif dan proaktif terhadap tantangan dan kesempatan yang ada demi mencapai tujuan reformasi birokrasi. 1.2. Rumusan Masalah Penerapan Balanced Scorecard di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah dilaksanakan secara serentak sejak tahun 2011 merupakan salah satu bagian dari agenda perubahan birokrasi yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Menurut Rohmawan (2012), setiap perubahan memerlukan energi yang amat besar untuk keluar dari gravitasi kebiasaan dan aturan lama hingga masuk ke kebiasaan baru. Proses tersebut tentu membutuhkan energy consuming, time consuming dan financially consuming bahkan emotionally consuming. Dinamika perubahan tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai output dan outcome yang optimal. Kemampuan untuk menghasilkan suatu sasaran organisasi yang didukung secara penuh seluruh jajaran unit organisasi telah memberikan suatu tools untuk harmonisasi pencapaian kinerja organisasi sampai dengan kinerja level individu.
5
Proses tersebut diharapkan memunculkan sinergi antar level organisasi (vertical alignment) dan antar elemen organisasi (horizontal alignment) sehingga sumber daya organisasi dapat diarahkan secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran organisasi dengan menggunakan strategi yang terkoordinasi (strategy focused organization). Proses penerapan penilaian kinerja berbasis Balanced Scorecard saat ini masih berlangsung pada organisasi Kementerian Keuangan. Beberapa kendala masih ditemukan di lapangan. Dari hasil pra-survey yang dilakukan peneliti, salah satu kendala adalah masih munculnya persepsi bahwa metoda pengukuran dan penilaian kinerja tersebut hanya menambah beban kerja pegawai. Oleh karena itu sudah sejauh mana pelaksanaan penerapan penilaian kinerja berbasis Balanced Scorecard
di
lingkungan
Kementerian
Keuangan,
khususnya
Ditjen
Perbendaharaan, perlu dilakukan evaluasi secara berkala yang sesuai dengan prinsip Strategy Focused Organization (SFO). Dengan melakukan evaluasi dan kajian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran lebih jelas tentang bagaimana penerapan Balanced Scorecard di lapangan, sejauh mana perkembangan dan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam proses penerapan tersebut, dan bagaimana upaya dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. 1.3. Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini fokus pada beberapa pertanyaan di bawah ini, yaitu:
6
1. Bagaimana perkembangan dari proses penerapan Balanced Scorecard di lingkungan Ditjen Perbendaharaan jika ditinjau dari prinsip-prinsip organisasi yang berfokus pada strategi (Strategy-Focused Organization)? 2. Apa saja faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan dan permasalahan atau kendala yang dihadapi dalam penerapan pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Ditjen Perbendaharaan? 3. Apa saja upaya untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan Balanced Scorecard tersebut? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengevaluasi bagaimana proses penerapan Balanced Scorecard telah dilaksanakan di lingkungan Ditjen Perbendaharaan ditinjau dari prinsip-prinsip organisasi yang berfokus pada strategi (Strategy-Focused Organization). 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan dan permasalahan atau kendala yang dihadapi dalam penerapan pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard di lingkungan Ditjen Perbendaharaan. 3. Merumuskan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan dalam penerapan Balanced Scorecard tersebut. 1.5. Manfaat Penelitian Pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard yang diterapkan oleh suatu organisasi instansi pemerintah pusat merupakan hal yang baru pertama kali dilaksanakan di negara ini. Kementerian Keuangan sendiri telah melakukan reviu 7
terhadap pelaksanaan implementasi Balanced Scorecard untuk periode tahun 2012. Namun demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi organisasi; sebagai bahan masukan dan bahan evaluasi dalam penyempurnaan sistem dan prosedur pengukuran kinerja, dan sejalan dengan pencapaian tujuan strategis organisasi. 2. Bagi penulis; memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis bagaimana hasil dari penerapan suatu konsep ilmu ke dalam dunia kerja/bisnis yang nyata. 3. Bagi peneliti lain; memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan sehingga penelitian ini dapat diaplikasikan untuk pengukuran kinerja instansi pemerintahan. 1.6. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil) DJPBN Yogyakarta dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Yogyakarta, dengan periode evaluasi tahun 2012. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya tulis tesis ini disajikan sebagai berikut: Bab I.
Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penulisan, manfaat penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan dalam penelitian ini. 8
Bab II.
Tinjauan Pustaka Bab ini membahas tentang teori yang dijadikan dasar penelitian. Dalam penulisan karya akhir ini digunakan teori-teori yang berkaitan dengan Balanced Scorecard.
Bab III.
Metode Penelitian Bab ini membahas tentang desain penelitian, definisi istilah, obyek penelitian, metode penelitian, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab IV. Profil Organisasi Bab ini membahas tentang gambaran umum organisasi, yaitu sejarah singkat, visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, dan klasifikasi pegawai organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kantor Wilayah (Kanwil) Perbendaharaan Provinsi D.I.Yogyakarta, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Yogyakarta. Bab V.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan evaluai mengenai pelaksanaan penerapan Balanced Scorecard. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan prinsip-prinsip Strategy-Focused Organization (SFO).
Bab VI. Simpulan, Keterbatasan dan Implikasi Bab ini membahas mengenai simpulan hasil penelitian, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, dan saran-
9
saran berupa rekomendasi yang diharapkan dapat memperbaiki penerapan Balanced Scorecard di Dtjen Perbendaharaan. Daftar Pustaka Bagian ini memuat penulisan acuan di naskah dan daftar pustaka. Acuan penulisan mengikuti petunjuk penulisan dari Gadjah Mada International Journal of Business.
10