BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan
segala aktivitasnya. Pengaruh air sangat luas bagi kehidupan, khususnya untuk makan dan minum. Orang akan mengalami dehidrasi atau terserang penyakit bila kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh manusia terdiri dari air. Manusia memerlukan air sekitar 1,5 L per hari untuk minum. Angka tersebut tentunya akan bervariasi dari satu daerah dengan yang lain, tergantung pada situasi, iklim dan suhu setempat. Konsumsi air pada daerah beriklim panas lebih banyak daripada daerah beriklim dingin (Hiskia, A., 1997). Air dibutuhkan oleh organ tubuh manusia untuk melangsungkan metabolisme,
sistem
asimilasi,
menjaga
keseimbangan
cairan
tubuh,
memperlancar proses pencernaan, melarutkan dan membuang racun dari ginjal. Air yang cukup dan layak masuk ke dalam tubuh akan membantu berlangsungnya fungsi tersebut dengan sempurna. Jumlah air yang cukup mutlak diperlukan, lebih dari itu air yang mengandung polutan dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Pitojo, S., dan Purwantoyo, E. 2003). Peraturan Menteri Kesehatan nomor 416 tahun 1990 menyebutkan, bahwa yang dimaksud air adalah air minum, air bersih, air kolam renang dan air pemandian umum. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air bersih adalah air yang digunakan 1
2
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air kolam renang adalah air di dalam kolam renang yang digunakan untuk olah raga renang dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Air pemandian umum adalah air yang digunakan di tempat pemandian umum tidak termasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan (Depkes RI, 1990). Beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi. Syarat fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, suhu tidak berbeda lebih dari 3 oC dari suhu udara dan tidak meninggalkan endapan. Syarat kimiawi, antara lain: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 – 8,5. Syarat mikrobiologi, antara lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit (Depkes RI, 2002). Pemerintah dalam hal ini perusahaan daerah air minum berusaha mencukupi kebutuhan masyarakat akan air bersih melalui pengolahan air minum yang bahan bakunya berupa air permukaan. Proses yang dilakukan dalam mengolah air minum meliputi, presedimentasi, koagulasi-flokulasi, klarifikasi, filtrasi, sedimentasi, dan disinfeksi (Depkes RI, 1990). Proses disinfeksi yang banyak digunakan adalah klorinasi, karena klor efektif sebagai disinfektan dan harganya terjangkau . Tujuan klorinasi adalah mengurangi dan membunuh mikroorganisme yang ada di dalam air baku. Kaporit
3
umumnya digunakan sebagai sumber klor. Salah satu kelemahan desinfeksi menggunakan kaporit adalah terbentuknya senyawa trihalometan yang merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik. Ada korelasi positif antara konsentrasi kaporit dengan terbentuknya trihalometan. Semakin tinggi konsentrasi kaporit yang digunakan, semakin tinggi pula konsentrasi trihalometan yang terbentuk (Sururi dkk, 2008). Suatu penelitian menunjukkan bahwa air minum yang mengandung klorin dapat menyebabkan terjadinya serangan kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar. Pada wanita hamil dapat mengakibatkan bayi cacat dengan kelainan otak atau urat syaraf tulang belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur atau bahkan keguguran kandungan (Permanajaya, 2010). Salah satu cara untuk menghindari terbentuknya senyawa yang membahayakan kesehatan tersebut adalah mencari bahan kimia disinfektan alternatif yang tidak menghasilkan senyawa trihalometan (Chandra B, 2007). Diantara alternatifnya adalah hidrogen peroksida (H2O2) dan pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+). Hidrogen peroksida sering digunakan dalam dunia kesehatan sebagai disinfektan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Bahan inipun digunakan sebagai antiseptik pada akuarium. Hidrogen peroksida merupakan antiseptik yang efektif dan nontoksik. Adanya ion-ion logam yang umumnya terdapat di dalam sitoplasma sel menyebabkan terbentuknya radikal superoksida (.O2-) selama pembentukan oksigen yang akan bereaksi dengan gugus bermuatan negatif dalam protein dan selanjutnya akan menginaktifkan sistem enzim yang penting (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009).
4
Dalam proses pengolahan air sering digunakan campuran hidrogen peroksida dengan besi(II) sulfat. Pada tahun 1894 Fenton telah melaporkan bahwa campuran besi((II) sulfat dengan hidrogen peroksida merupakan suatu larutan yang mempunyai daya oksidasi yang sangat kuat. Larutan ini selanjutnya disebut sebagai pereaksi Fenton (Zhang et al., 2005).
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan beberapa masalah: a. Berapakah kadar optimal hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton [H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan? b. Bagaimanakah efektivitas hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton [H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : a. Menentukan kadar optimal hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan. b. Menentukan efektivitas hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan
.
5
1.4
Manfaat Penelitian a. Memberi masukan kepada perusahaan pengolahan air minum tentang bahan kimia alternatif sebagai disinfektan. b. Memberi informasi tentang efektivitas hidrogen peroksida (H 2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] disinfektan. c. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
sebagai