BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Mempelajari tentang perilaku konsumen penting sekali bagi seorang pemasar. Ketika pasar masih relatif kecil, konsumen dapat dideteksi secara langsung. Namun tidak begitu bila pasar mulai berkembang, pemasar perlu menetapkan konsep yang tepat untuk memahami perilaku konsumen. Pemasar perlu mempelajari keinginan, persepsi preferensi, dan kebiasaan belanja konsumen, sebagai dasar dalam menetapkan program pemasaran. Kebutuhan dan perilaku konsumen terus berubah. Pemasar perlu bersungguhsungguh berupaya untuk menentukan kebutuhan konsumen mereka saat ini. Riset konstan terhadap perilaku konsumen dan faktor-faktornya yang mempengaruhi perilaku pembelian sangatlah penting. Menurut Tjiptono (2007), salah satu faktor fundamental dalam studi perilaku konsumen adalah jaminan bahwa “People often buy products not for what they do, but for what they mean”. Artinya, konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu seperti citra diri, gengsi bahkan kepribadian. Perilaku konsumen yang mencari makna tertentu tersebut didasari oleh suatu motivasi yang hanya bisa dipahami oleh konsumen itu sendiri.
1
Konsumen sebagai sasaran pemasaran produk perusahaan senantiasa menentukan sendiri apa yang ingin dibeli serta dikonsumsinya, maka suatu produk yang disampaikan oleh pemasar kepada konsumen harus melalui beberapa proses sebelum produk tersebut sampai ketangan konsumen. Proses pertama pembentukan perilaku dengan selalu memberi stimulus yang dapat berupa bauran pemasaran yang merupakan bentuk komunikasi antara produsen dengan konsumen. Proses kedua memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembelian, antara datangnya rangsangan dari luar dan keputusan pembelian. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang mempengaruhi dan menimbulkan kebutuhan terhadap produk tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, lalu mengembangkan strategi pemasaran yang dapat menciptakan minat konsumen. Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli. Pertanyaan sentral bagi pemasar adalah, “Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan”. Perusahaan benar-benar berusaha memahami bagaimana konsumen akan memberi respon terhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang mempunyai keunggulan besar atas pesaing. Dalam proses mengkomunikasikan produk, pemasar berusaha menarik konsumen dengan memperkenalkan produknya melalui iklan. Menurut Lee dan Johnson (2007), iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah
2
khalayak target melalui media yang bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail / pengeposan langsung, reklame diluar ruang atau kendaraan umum. Sedangkan menurut Morrissan (2007), iklan adalah setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, service atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui. Tujuan periklanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli sebuah produk. Penelitian tentang iklan yang dilakukan oleh Bram (2005), menunjukkan bahwa iklan dinilai sangat efektif digunakan sebagai strategi pemasaran produk perusahaan. Efektivitas iklan dapat dilihat dari empat dimensi yaitu empati iklan, persuasi iklan, pengaruh iklan dan komunikasi iklan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Pujiyanto (2003), dimana dari hasil penelitian diketahui bahwa menurut masyarakat iklan memberi informasi terhadap produk baru yang ada di pasaran, dan menginformasikan terhadap kualitas dan ciriciri produk. Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustini (2009), diketahui bahwa iklan yang ditinjau dari kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan berpengaruh signifikan baik secara simultan maupun parsial terhadap motivasi pembelian konsumen. Agar periklanan dapat menarik dan berkomunikasi dengan khalayaknya dalam cara tertentu sehingga membuahkan hasil yang diinginkan, para pengiklan pertamatama harus memahami khalayak mereka. Mereka harus mengakrabkan diri dengan cara berpikir konsumen dengan faktor-faktor yang memotivasi mereka dengan lingkungan dimana mereka hidup.
3
Dalam proses mengkomunikasikan produk, sebuah iklan akan lebih baik bila didukung dengan adanya pemasaran word of mouth atau yang biasa disebut dengan word of mouth marketing. Menurut Word of Mouth Marketing Association yang dikutip oleh Shakuntala (2011), word of mouth adalah komunikasi dari orang ke orang antara sumber pesan dan penerima pesan dimana penerima pesan menerima pesan dengan cara tidak komersial mengenai suatu produk, pelayanan atau merek. Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Blackwell yang dikutip oleh Shakuntala (2011), yang juga mengemukakan definisi word of mouth sebagai “Transmisi secara informal tentang ide-ide, komentar, opini dan informasi antara dua orang dimana kedua-duanya bukan tenaga pemasar”. Fenomena word of mouth diyakini bisa mendorong pembelian oleh konsumen, bisa mempengaruhi komunitas, efisien karena tidak memerlukan budget yang besar (low cost), bisa menciptakan image positif bagi produk, dan bisa menyentuh emosi konsumen. Hal tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah (2009), dimana dari hasil penelitian diketahui bahwa ketiga dimensi dalam strategi word of mouth marketing yaitu talkers, topics dan tools terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen. Keberadaan dari word of mouth wajib diperhatikan oleh tim pemasaran perusahaan dalam menyusun strategi pemasarannya. Karena selama bertahun-tahun, iklan melalui media massa berhasil dan mampu menginterupsi orang, tetapi hal tersebut membutuhkan budget yang tidak sedikit. Riset yang dilakukan Lazarsfed, dkk (1940), menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari media massa terhadap
4
pilihan pemilih sangat kecil. Hasil ini yang menyebabkan Lazarsfeld dan kawankawannya mengemukakan dalil “Two Step Flow Communication” yang berisi pertama, mass media mempengaruhi pemuka pendapat (opinion leader), kedua, opinion leader mempengaruhi individu-individu lainnya. Hasil riset itu menunjukkan bahwa konsumen mengumpulkan informasi dari beberapa media promosi termasuk iklan dan tenaga penjual, kemudian menceritakan kepada teman-temannya (word of mouth communication). Hasil survey Global Consumer Study (2007) yang dilakukan oleh lembaga riset Nielsen, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran lima besar negara dimana word of mouth dianggap sebagai bentuk iklan yang paling kredibel. Dari 47 negara di dunia, Indonesia menempati peringkat 3 dengan 89 persen. Seluruh responden di dunia, mayoritas menjawab bahwa rekomendasi dari konsumen lain adalah salah satu bentuk iklan yang paling dapat dipercaya. Konsumen sebagai sasaran penjualan sebuah produk sebetulnya memang memiliki potensi yang besar untuk memasarkan produk yang dipasarkan. Bagaikan virus yang dapat melakukan penyebaran sangat cepat yang semula hanya diawali oleh satu orang yang memiliki jaringan luas, dapat memberikan pengaruh terhadap pemasaran sebuah produk. Dengan melihat kekuatan pengaruh pemasaran dari mulut ke mulut, produsen sebuah produk perlu untuk lebih fokus dalam menjalankan “Word of Mouth Marketing”. Membuat para pelanggan membicarakan (do the talking), mempromosikan (do the promotion) dan menjual (do the selling).
5
Dalam aktifitas word of mouth marketing, produsen dapat memanfaatkan para pelanggan potensialnya untuk memberikan kontribusi merubah konsumen lainnya menjadi bersikap positif terhadap produk yang dipasarkan. Para pelanggan ini merupakan profitable talkers yang memiliki pengaruh serta jaringan yang cukup besar untuk mempengaruhi dan memotivasi konsumen yang lainnya untuk menjadi positif, mencoba dan membeli produk. Banyak perusahaan-perusahaan yang mensponsori komunitas pengguna produk, menggandeng pelanggan potensial untuk menjadi “agen” yang dapat membantu memasarkan. Di tengah kelesuan belanja iklan konvensional di media massa serta tuntutan untuk bersaing ketat dalam iklim bisnis yang masih kelabu, aktifitas word of mouth marketing merupakan salah satu resep jitu untuk meningkatkan brand image produk dan mendongkrak keuntungan usaha. Berdasarkan hal tersebut, saat ini penggabungan antara promosi melalui iklan dan word of mouth marketing menjadi sebuah trend baru di dunia bisnis untuk meningkatkan motivasi pembelian konsumen. Mulai dari otomotif sampai ke consumer goods. Hal tersebut pun dilakukan oleh salah satu produsen es krim berskala nasional yang terdapat di Indonesia yaitu PT Unilever Indonesia Tbk dengan proses penjualan melalui divisi Heartbrand/Walls. Tahun ini, Walls telah menghebohkan pasar es krim Indonesia dengan strategi pemasarannya yang disebut sebagai “Smart Selling Strategy” melalui produknya “Es Krim Magnum”. Magnum adalah sebuah produk minuman berupa es krim dengan komposisi dasar es krim putih yang dilapisi coklat yang agak tebal. Namun seiring
6
dengan perkembangannya, komposisi es krim Magnum bervariasi tergantung pada lokasi pemasarannya. Es krim Magnum dijual untuk pertama kalinya pada tahun 1987 dengan nama “Magnum Classic”. Dalam beberapa tahun kemudian, nama es Krim Magnum bervariasi sesuai dengan komposisi bahan yang dipakai untuk membuat es krim. Tahun 1992 memiliki variasi “Magnum Almond” yang berisi kacang almond. Tahun 1993 memiliki variasi “Magnum Chocolate” karena menggunakan bahan coklat. Hingga tahun 2010, jenis variasi pertama yaitu Magnum Classic diluncurkan kembali. Dan di tahun terakhir yaitu 2011 variasi es krim menggunakan komposisi bahan coklat putih sehingga memiliki nama “Magnum White Chocolate”. Setelah hampir tidak terdengar antusias orang dalam membeli es krim Magnum, Walls yang merupakan divisi PT Unilever Indonesia Tbk berusaha membangkitkan kembali keinginan orang untuk menikmati es krim Magnum melalui strategi iklan besar-besaran dan menggabungkannya dengan word of mouth marketing di segala bidang. Mulai dari televisi, radio, media massa, pamflet, baliho, sampai ke situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Permasalahannya adalah, bahwa konsumsi es krim masyarakat Indonesia sendiri masih cukup rendah. Bahkan jika di banding dengan negara di Asia Tenggara, konsumsi Indonesia masih di peringkat 3 di bawah Thailand dan Malaysia. Konsumsi es krim masyarakat Indonesia rata-rata hanya 0,2 liter pertahun. Sedangkan Thailand dan Malaysia rata-rata dapat mencapai 2 liter pertahun. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 1.1 berikut.
7
Tabel 1.1 Tingkat Konsumsi Produk Es Krim Tahun 2008 Nama Negara Amerika Serikat Inggris Thailand Malaysia Indonesia Sumber : Majalah Swa 2008
Tingkat Konsumsi (liter / orang / tahun) 21 8 1,2 - 2 1,0 - 2 0,2
Tabel 1.1 menunjukkan tingkat konsumsi es krim masyarakat Indonesia pada tahun 2008, sedangkan dari data terakhir yang dikutip melalui website (http://www.berita2.com/daerah/jawa-timur/10335-rendah-konsumsi-es-krimmasyarakat-indonesia.html), menunjukkan bahwa konsumsi es krim masyarakat Indonesia saat ini rata rata hanya 1,6 liter pertahun. Jauh lebih rendah dibanding dengan konsumsi masyarakat Australia yang mencapai 16 liter pertahun. Konsumsi es krim di Australia nomer 1 di dunia sementara Indonesia di peringkat ke 15 Dunia. Dari tingkat konsumsi yang rendah tersebut Walls harus mampu bersaing dengan perusahaan lain dan mempertahankan posisinya sebagai Market Leader di industri es krim Indonesia. Hal tersebut memberikan suatu tantangan bagi perusahaan bagaimana meletakkan merk lama (Magnum) yang sudah lama tenggelam di dalam persaingan. Perusahaan juga perlu mengetahui mengenai bagaimana kekuatan merk dagang “Magnum” tersebut pada konsumen es krim dalam menciptakan keunggulan kompetitifnya. Secara ringkas posisi persaingan antar merk es krim di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut.
8
Tabel 1.2 Posisi Persaingan Antar Merk Industri Es Krim di Indonesia 2008 000 Lt Share 23,150 55,2 % Walls 8,299 19,8 % Campina 5,109 12,2 % Indoeskrim 2,621 6,3 % Diamond 3,605 6,6 % Lainnya 42,784 100,0 % Total Sumber : PT Unilever Indonesia Tbk
2009 000 Lt Share 30,015 55,0 % 10,914 20,0 % 7,634 14,0 % 2,404 4,4 % 3,605 6,6 % 54,572 100,0 %
Merk
2010 000 Lt Share 36,918 57,6 % 12,770 19,9 % 8,005 12,5 % 2,572 4,0 % 3,858 6,0 % 64,123 100,0 %
Dari Tabel 1.2 dapat diketahui meskipun penjualan Walls selalu meningkat setiap tahunnya, tetapi Walls sempat mengalami penurunan market share di tahun 2009. Hal ini tentu tidak boleh dianggap sepele oleh perusahaan bila tidak ingin posisi pasar perusahaan direbut oleh pesaing. Berdasarkan hal tersebut akhirnya seluruh strategi pemasaran pun dibangun. Merek “Magnum” diusung kembali dari tidur panjangnya dan dijadikan senjata baru untuk mempertahankan pasar dan meningkatkan penjualan. Perusahaan mengindentifikasi kebutuhan dan kelompok pasar yang berbeda, membidik kebutuhan dan kelompok yang dapat dipuaskan keinginannya melalui es krim (memberi keuntungan bagi pelanggan) dan memposisikan tawarannya sedemikian rupa sehingga pasar yang menjadi sasaran mengenal posisi dengan baik. Magnum membidik segmentasi pasar baru dengan kelompok usia dewasa, dengan target para dewasa yang ingin menikmati es krim dan dengan posisi para dewasa dengan gaya hidup mengkonsumsi Magnum untuk suatu kebanggaan. Dengan kelompok pasar yang baru yaitu usia dewasa maka diluncurkan sebuah tempat khusus
9
di pusat perbelanjaan Grand Indonesia yaitu Magnum Café. Magnum Café menawarkan es krim Magnum yang disajikan dengan cara berbeda. Chef terkenal dari Italia juga didatangkan untuk mengolah es krim menjadi beberapa menu yang berbeda seperti Waffle De Aristocrat, Goblet of Chocolate, Razzle Dazzle, Crown Jewel, Pas De Trois, A Knight’s Tale, Court Jester, The Emperor, Commander’s Fried Rice, Royal Kingdom, Summer Tango, Truffle Royale, dan Ice Queen. Agar lebih menarik minat pelanggan, promosi melalui iklan dibangun dengan perencanaan yang matang. Unilever mengusung para model iklan cantik. Keberadaan model iklan cantik ini jelas disesuaikan dengan target sasaran dan psikografis. Target sasaran adalah untuk segmen dewasa dimana pada awalnya untuk remaja dan dewasa muda serta dari sisi psikografis berdasarkan gaya hidup yang menonjolkan prestige (kebanggaan). Strategi pemasaran yang juga diterapkan oleh Unilever adalah word of mouth marketing. Strategi word of mouth marketing dilakukan untuk melengkapi promosi melalui iklan dan dilakukan melalui jejaring sosial Facebook dan Twitter. Kabar yang beredar tentang tidak adanya Magnum dipasaran juga merupakan strategi word of mouth marketing dari Unilever agar pelanggan menjadi penasaran dan mencari Magnum. Unilever melalui Walls gencar melakukan promosi iklan sejak awal meskipun stok barang belum siap. Hal ini dilakukan karena ingin mencari tahu apakah pelanggan masih dan sudah mengenal produk Magnum atau belum. Penerapan
strategi
pemasaran
tersebut
akhirnya
berhasil
dengan
meningkatnya penjualan es krim Magnum yang luar biasa khususnya di daerah
10
Jakarta dan sekitarnya. Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa Walls dengan produk es krim Magnum, telah berhasil meningkatkan motivasi pembelian konsumennya dengan strategi pemasaran tersebut. Namun, apakah keberhasilan strategi pemasaran tersebut memiliki dampak dan efek yang sama di wilayah Bali yang secara geografis merupakan tempat tujuan wisata mancanegara dari seluruh dunia? Karena nyatanya produk-produk lain di bidang makanan ringan dengan strategi pemasaran yang serupa dan sangat sukses dalam meningkatkan motivasi pembelian konsumennya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, tidak mampu memperoleh hasil yang sama ketika memasuki pasar Bali. Penjualan es krim Magnum Walls sendiri di wilayah Bali beberapa tahun terakhir sempat mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1.3 yang menunjukkan data penjualan es krim Magnum di Bali. Tabel 1.3 Data Penjualan Es Krim Magnum Walls Regional Bali Tahun Volume (L) 2007 524,773 2008 617,380 2009 555,108 2010 470,097 Sumber : PT Unilever Indonesia Tbk
Nilai (Rp) 5,295,577,899 7,728,952,539 6,596,381,667 5,030,799,004
Dari Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa es krim Magnum Walls sempat mengalami kenaikan penjualan di tahun 2008. Tetapi setelah itu penjualannya terus menurun sampai saat terakhir di tahun 2010.
11
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penelitian ini mencoba mencari hubungan fungsional antara strategi periklanan dan word of mouth marketing produk es krim Magnum Walls dengan motivasi pembelian yang dilakukan oleh konsumennya di Kota Denpasar. Kota Denpasar dipilih dengan pertimbangan bahwa Kota Denpasar dianggap sebagai pusat segala aktifitas pemasaran dan memiliki penduduk lokal yang lebih heterogen mulai dari suku, agama dan ras di banding kotakota lainnya di Bali. Berdasarkan hal tersebut Kota Denpasar diharapkan dapat mencerminkan suatu fenomena tentang motivasi pembelian yang ditimbulkan dari strategi periklanan dan word of mouth marketing produk es krim Magnum di Bali. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls berpengaruh signifikan terhadap motivasi pembelian di Kota Denpasar? 2) Variabel manakah yang berpengaruh lebih dominan terhadap motivasi pembelian di Kota Denpasar?
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui pengaruh strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls secara simultan berpengaruh signifikan terhadap motivasi pembelian di Kota Denpasar.
12
2) Untuk mengetahui pengaruh strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls secara parsial berpengaruh signifikan terhadap motivasi pembelian di Kota Denpasar. 3) Untuk mengetahui pengaruh yang lebih dominan dari strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls terhadap motivasi pembelian di Kota Denpasar.
1.3 Kegunaan Penelitian 1.3.1
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bukti empiris dalam bidang
pemasaran, terutama yang berhubungan dengan pengaruh strategi periklanan dan word of mouth marketing terhadap motivasi pembelian.
1.3.2
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pihak PT. Unilever Indonesia Tbk dalam merumuskan kebijakan strategi pemasaran untuk lebih meningkatkan motivasi pembelian konsumennya dalam pembelian es krim Magnum Walls di wilayah Bali khususnya di Kota Denpasar.
1.4 Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini disusun dalam 5 bab yang dapat diuraikan sebagai berikut.
13
BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian, pokok permasalahan yang diambil, tujuan penelitian,
kegunaan
penelitian
serta
sistematika
penulisan keseluruhan penelitian. BAB II
:
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Bab ini menguraikan mengenai landasan teori yang berkaitan dengan motivasi pembelian serta variabelvariabel
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini,
penjelasan mengenai penelitian sebelumnya yang melandasi penelitian ini dan rumusan hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini. BAB III
:
METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variable, definisi operasional variable, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data serta tehnik analisis data.
BAB IV
:
PEMBAHASAN Bab ini merupakan bab pembahasan hasil penelitian yang
menguraikan
14
mengenai
gambaran
umum
perusahaan yang menjadi sampel penelitian, deskripsi hasil penelitian sesuai dengan analisis yang dilakukan serta pembahasan mengenai hasil analisis tersebut. BAB V
:
SIMPULAN DAN SARAN Bab
ini
menguraikan
mengenai
simpulan
yang
diperoleh dari hasil analisis dalam pembahasan serta saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian. DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
15