1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia. Hampir seluruh kegiatan pemerintahan dan perekonomian dipusatkan di kota ini. Sebagai kota yang mengakomodir semua kegiatan, tidak heran jika banyak orang yang berdatangan ke Jakarta. Berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Jakarta mempunyai kompleksitas yang sangat rumit dan mempunyai implikasi pada berbagai hal, baik itu masalah politik, ekonomi, sosial, budaya termasuk juga masalah transportasi. Menyimak bagaimana karakteristik kota Jakarta, maka kita akan bisa melihat kota Jakarta dengan berbagai posisi yang akan sangat berpengaruh pada faktor-faktor lain dalam dinamika kehidupan sosial politik masyarakat. Masalah lalu lintas dan sistem transportasi akan selalu terkait dengan Jakarta sebagai pusat aktivitas Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa lalu lintas menjadi penting di Jakarta, pertama, statusnya sebagai ibu kota Negara menjadikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menyebabkan banyak kegiatan kenegaraan di kota Jakarta yang menuntut aturan protokoler, baik nasional maupun internasional dan pengamanan khusus, termasuk di bidang lalu lintas. Kedua, sebagai pusat kegiatan politik Jakarta memiliki pengaruh dalam penetapan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut, akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap bidang lalu lintas, karena selalu akan terkait dengan mobilitas orang dan barang. Ketiga, sebagai pusat perekonomian Indonesia, menyebabkan tingkat kepadatan dan kompleksitas masalah lalu lintas Jakarta tidak bisa dihindari. Hal ini karena adanya konsekuensi mobilitas yang
2
membutuhkan efesiensi dan efektivitas, sementara sarana dan prasarana lalu lintas di Jakarta belum bisa mengantisipasinya. Keempat, sebagai kota metropolitan, lalu lintas Jakarta menjadi barometer mengenai perkembangan dan keteraturan akan sistem transportasi di Indonesia dan sistem transportasi di Jakarta akan saling terkait dengan daerah-daerah disekitarnya. Sebagai kota metropolitan, Jakarta tidak bisa menutup diri sebagai kota pemicu meningkatnya aktivitas oleh orang-orang dari daerah-daerah sekitar pada jam-jam produktif. Salah satu masalah lalu lintas yang paling dirasakan pengaruhnya di Jakarta adalah kemacetan. Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebesar 69,47% responden menyatakan bahwa masalah lalu lintas (kemacetan) merupakan masalah utama yang terjadi di kota Jakarta (Sunaryo, 2011). Kemacetan dapat dirasakan oleh masyarakat dari mulai titik-titik persimpangan, jalan-jalan protokol hingga di jalan lingkungan. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah dan jalan masuk dibatasi (Nizar, 2004). Salah satu faktor penyebab kemacetan lalu lintas adalah banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan kapasitas jalan raya (Gandhung, 2012). Sejalan dengan pernyataan Gandhung, Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP) pada tahun 2010 juga menyatakan bahwa pemicu utama kemacetan di kota Jakarta adalah karena tingginya penggunaan kendaraan bermotor terutama mobil pribadi. Menurut data BSTP (2010) kendaraan bermotor di Jakarta berjumlah kurang lebih 6,5 juta unit. Dari 6,5 juta unit kendaraan bermotor tersebut sekitar 6,4 juta atau 98,6% merupakan kendaraan pribadi (mobil & sepeda motor) dan 88.477 unit atau sekitar 1,4%
3
adalah angkutan umum, dengan pertumbuhan kendaraan mencapai 11% setiap tahunnya. Sedangkan panjang jalan yang ada 7.650 Km dengan luas 40,1 Km² atau 6,2% dari luas wilayah DKI, dengan pertumbuhan jalan hanya sekitar 0,01%per tahun. Dapat dilihat bahwa perbandingan antara jumlah kendaraan dan jalan raya sangat tidak sepadan. Sejalan dengan banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang ada di Jakarta, data dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta menunjukkan penggunaan sarana transportasi per hari di Wilayah DKI Jakarta lebih di dominasi oleh kendaraan pribadi (mobil & sepeda motor), yaitu sebesar 56,8%, sedangkan masing-masing untuk angkutan umum dan kereta api adalah 40,4% dan 2,8% (Sunaryo, 2011). Tingginya penggunaan kendaraan pribadi menjadi pemicu utama masalah kemacetan di Jakarta. Para pengguna kendaraan pribadi di Jakarta mengalami situasi yang sangat sulit, karena disatu sisi mereka diharuskan memakai transportasi umum untuk mengurangi tingkat kemacetan, tetapi di lain pihak transportasi umum yang disediakan pemerintah dinilai belum layak, apalagi untuk pengguna mobil yang notabene adalah kalangan menengah keatas. Sebagian besar mereka akan memilih tetap menggunakan mobil pribadinya dibandingkan harus menggunakan transportasi umum yang masih banyak mempunyai kelemahan. Ada beberapa faktor pendorong (internal) dan faktor penarik (eksternal) yang dapat mempengaruhi seorang pengendara mobil untuk tetap menggunakan mobil pribadi maupun beralih menggunakan transportasi umum. Berdasarkan hasil wawancara informal yang dilakukan kepada 23 orang mahasiswa pengguna mobil pribadi pada tanggal 14-16 September 2012 didapatkan beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi intensi mahasiswa pengguna mobil
4
pribadi untuk beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum massal. Faktor-faktor pendorong (internal) seseorang yang berniat beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum antara lain besar kecilnya pendapatan seseorang, makna mobil bagi dirinya, frustasinya mereka terhadap kemacetan jalan raya, situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidakaktifan fisik yang tinggi. Selain faktor internal, ada juga faktor daya tarik (eksternal) yang membuat seorang pengendara mobil pribadi memilih untuk beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum. Beberapa faktor eksternal seseorang berniat beralih ke angkutan umum adalah akses yang mudah menggunakan transportasi umum, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah, peningkatan pelayanan menggunakan transportasi umum, rasa kurang aman, kurang nyaman, keterbatasan waktu, dan lain-lain. Sebagian besar faktor internal dan eksternal yang sudah disebutkan diatas telah sering diungkap oleh media massa. Penulis berniat memberikan kontribusi terhadap ilmu biopsikologi sehingga penulis mengambil faktor situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidakaktifan fisik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengetahui apakah benar ketiga faktor tersebut dapat memprediksi intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum massal. Penulis menduga ketiga faktor tersebut juga masih luput dari perhatian orang-orang maupun media-media pada umumnya. Dilema personal adalah situasi dimana seseorang menghadapi pilihan yang sulit yang belum terselesaikan sebagai bagian dari perjalanan hidup mereka (Boyd, 1991). Dari pengertian dilema personal menurut Boyd, seseorang mengalami dilema ketika dihadapkan pada situasi-situasi yang mengharuskan mereka untuk memilih. Situasi-situasi yang menyebabkan dilema personal
5
pengguna mobil pribadi yang diukur dalam penelitian ini antara lain gabungan dari segi waktu, biaya, keamanan, kenyamanan, prestis dan ego. Ada 2 penelitian yang berhubungan dengan intensi. Menurut Klempt (2012), ada hubungan yang signifikan antara intensi dengan perbedaan motif dibalik punishment dalam dilema sosial. Semantara itu menurut Kelley dan Stahelski (1970) kesimpulan-kesimpulan seseorang berdasarkan premis-premis logis terhadap intensi dapat mempengaruhi keputusan dalam situasi prisoner’s dilemma di dilema sosial. Faktor yang kedua adalah kepribadian. Feist dan Feist (2010) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah konsistensi perilaku sepanjang waktu dan konsistensi perilaku dalam berbagai situasi. Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti FFM (Five Factor Model) personality atau kepribadian lima faktor sebagai faktor internal pengendara mobil pribadi untuk beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum. Kepribadian lima faktor adalah jenis kepribadian yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae mulai dari tahun 1985. Sesuai dengan namanya, ada 5 domain yang terdapat dalam kepribadian five factor model, yaitu Agreeableness, Conscientiousness, Extraversion, Neuroticism, dan Opennes. Dari kelima domain tersebut, peneliti menduga bahwa seseorang dengan domain aggreeableness, extraversion dan openess mempunyai tingkat yang tinggi pada faktor internal mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk beralih menggunakan alat transportasi umum, sedangkan domain conscientiousness dan neuroticism mempunyai tingkat yang tinggi pada faktor internal mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk tidak beralih menggunakan transportasi umum.
6
Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian yang menghubungkan kepribadian dengan intensi dalam berbagai ranah, antara lain : (1) menurut Zhao et al (2009) ada hubungan antara antara 4 dimensi dalam kepribadian lima faktor dengan intensi kewirausahaan, dengan nilai (multiple R = .36). (2) Wang et al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dimensi kepribadian ekstraversion, agreeableness, dan conscientiousness mempunyai hubungan positif terhadap intensi untuk berbagi pengetahuan, sedangkan dimensi opennes dan neuroticism mempunyai hubungan sebaliknya atau negatif. (3) menurut Wang (2010), dimensi conscientiousness dan extraversion dalam kepribadian lima faktor memiliki efek langsung dalam mempengaruhi kontinuitas intensi seseorang dalam menggunakan sistem informasi melalu pesan singkat dalam media onlline. (4) Mayfield, Perdue & Wooten (2008) dalam penelitiannya antara kepribadian dan intensi berinvestasi menjelaskan bahwa kepribadian lima faktor dalam
dimensi ekstraversion dan opennes menghasilkan intensi untuk
berinvestasi jangka panjang sedangkan dimensi neuroticism menghasilkan intensi untuk berinvestasi jangka pendek. (5) menurut Lounsbury (2004), ada hubungan yang signifikan antara keempat dimensi kepribadian lima faktor yaitu ekstraversion, neuroticism, agreeableness, dan conscientiousness terhadap intensi penarikan diri dalam perkuliahan. Sedangkan dimensi opennes tidak secara signifikan berhubungan. (6) Hong & Kaur (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara kepribadian dengan intensi untuk meninggalkan perusahaan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, terdapat konsistensi hasil yang menunjukkan adanya korelasi dan atau pengaruh kepribadian dengan / terhadap intensi. Dengan demikian peneliti membuat hipotesis yang menggunakan kepribadian sebagai prediktor intensi.
7
Faktor yang ketiga ialah level of sedentary behavior atau tingkat ketidakaktifan fisik. Perilaku ketidakaktifan fisik adalah sebuah kegiatan yang dilakukan tanpa memerlukan tenaga fisik yang banyak (Macket & Brown, 2011). Menurut Ickes dan Sharma (2012), aktivitas fisik seseorang bisa memprediksi intensi perilakunya. Lebih jauh lagi menurut Popham dan Mitchell (2006), kepemilikan mobil tentu akan meningkatkan jumlah waktu bersantai, dan tidak berkontribusi positif terhadap aktivitas fisik. Tetapi efek dari mengurangi penggunaan mobil melalui berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum dapat meningkatkan aktivitas fisik atau perbaikan dalam segi kesehatan (Popham & Mitchell, 2006). Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan
seseorang
yang
mempunyai
tingkat
aktivitas
fisik
rendah,
kemungkinan intensinya adalah menggunakan mobil pribadi dibandingkan dengan alat transportasi umum, sedangkan seseorang dengan tingkat aktivitas yang tinggi kemungkinan intensinya akan menggunakan alat transportasi umum. Berdasarkan apa yang sudah dijabarkan diatas tampak bahwa fenomena kemacetan lalu lintas tidak luput dari adanya keengganan para pengguna mobil pribadi untuk berpindah menggunakan alat transportasi umum sehingga terus meningkatkan jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di Jakarta. Berbagai faktor (internal & eksternal) dinilai dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk tetap menggunakan mobil pribadi dibandingkan sarana transportasi umum. Faktor situasi dilema personal, kepribadian lima faktor dan tingkat ketidakaktifan fisik individu merupakan faktor yang diduga mempunyai peran untuk memprediksi intensi pengguna mobil pribadi untuk beralih menggunakan alat transportasi umum. Oleh karena itu penulis berniat melakukan penelitian untuk mengetahui peran situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat
8
ketidakaktifan fisik terhadap keputusan pengguna mobil pribadi untuk pindah ke alat transportasi umum.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Apakah situasi dilema personal (8 situasi) mampu memprediksikan intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum massal? 2. Apakah
kepribadian
lima
faktor
(Agreeableness,
Conscientiousness,
Extraversion, Neuroticism, & Opennes) mampu memprediksikan intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum massal? 3. Apakah tingkat ketidakaktifan fisik mampu memprediksikan intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum massal? 4. Apakah interaksi antara situasi dilema personal, kepribadian lima faktor, dan tingkat ketidakaktifan fisik mampu memprediksikan intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum massal?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui peran situasi dilema personal dalam memprediksi intensi pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum. 2. Untuk mengetahui peran kepribadian lima faktor dalam memprediksi intensi pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum.
9
3. Untuk mengetahui peran tingkat ketidakaktifan fisik dalam memprediksi intensi pengguna mobil pribadi untuk menggunakan alat transportasi umum.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis : 1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi sosial yang berkaitan dengan prediksi situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidaktifan fisik terhadap intensi pengguna mobil pribadi untuk menggunakan transportasi umum. 2. Sebagai acuan dan memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidaktifan fisik.
1.3.2.1 Manfaat Praktis : 1. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam membuat iklan layanan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum berdasarkan faktor situasi. 2. Apabila hipotesis tentang hubungan antara tingkat ketidakaktifan fisik dan intensi terbukti, maka penelitian ini dapat membantu program pemerintah untuk semakin memperluas ruang terbuka hijau untuk masyarakat agar dapat meningkatkan aktivitas fisiknya.