BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan di dunia perbankan hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran telah dilaksanakan secara elektronik (paperless). Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyclesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta
memperkecil
kemungkinan
melakukan
kesalahan,
mengakibatkan
masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer.1 Perkembangan teknologi informasi itu telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic transaction (ebanking) melalui ATM, phone banking dan Internet banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang
1
www.lawskripsi.com, “Tindak Pidana Cyber Crime dalam Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008”. Diakses pada tanggal 3 Maret 2010.
9
Universitas Sumatera Utara
mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi. Bagi perekonomian, kemajuan teknologi memberikan manfaat yang sangat besar, karena transaksi bisnis dapat dilakukan secara seketika (real time), yang berarti perputaran ekonomi menjadi semakin cepat dan dapat dilakukan tanpa hambatan ruang dan waktu. Begitu juga dari sisi keamanan, penggunaan teknologi, memberikan perlindungan terhadap keamanan data dan transaksi. Contoh mengenai hal ini adalah pada saat terjadi bencana tsunami di NAD dan Sumatera Utara tahun 2004, serta gempa bumi di Yogyakarta, bank-bank yang berbasis teknologi sangat cepat melakukan recovery karena didukung oleh electronic data back-up yang tersimpan di lokasi lain, sehingga dengan cepat dapat kembali melakukan pelayanan kepada nasabahnya. Namun demikian, di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak dapat dipungkiri telah menimbulkan ekses negatif, yaitu berkembangnya kejahatan yang lebih canggih yang dikenal sebagai Cyber crime, bahkan lebih jauh lagi adalah dimanfaatkannya kecanggihan teknologi informasi dan komputer oleh pelaku kejahatan untuk tujuan pencucian uang dan kejahatan terorisme. Bentuk kekhawatiran tersebut antara lain tergambar dalam kasus yang menyedot perhatian dunia baru-baru ini yaitu tindakan yang konon dilakukan oleh Amerika Serikat yang melakukan kegiatan mata-mata secara kontroversial untuk melacak jutaan transaksi keuangan milik warganya melalui data SWIFT secara illegal.2
2
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/06/08/SRT/mbm.20090608. SRT13 0520. id.html. Diakses tanggal 3 Maret 2010.
10
Universitas Sumatera Utara
Melihat fakta hukum sebagaimana yang ada pada saat ini, dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disalahgunakan sebagai sarana kejahatan ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga Cyber Crime yang terjadi dapat dilakukan upaya penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan teramat penting karena dalam penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, di samping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan Undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga perbuatan mana didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP) kita, yakni sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal I ayat (1) KUHP " Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali" atau dalam istilah lain dapat dikenal, " tiada pidana tanpa kesalahan".3 Di dalam dunia perbankan perkembangan cyber crime cukup mengejutkan dengan terjadi beberapa kasus yang merugikan pihak perbankan seperti; kasus pembobolan BNI New York oleh mantan karyawannya sendiri, mutasi kredit fiktif melalui komputer di BDN Cabang Bintaro Jaya, pencurian dana di Bank Danamon Pusat. Sementara itu sejumlah nasabah pemegang credit card juga mengeluh, karena nomor kartu kreditnya telah dipakai pihak lain untuk melakukan transaksi e-commerce sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar.
3
www.lawskripsi.com, loc. cit
11
Universitas Sumatera Utara
Keresahan-keresahan ini membuat sebahagian masyarakat meminta jaminan keadilan dan kepastian hukum di bidang cyber space. Selain itu, perkembangan hukum di Indonesia terkesan lambat, karena hukum hanya akan berkembang setelah ada bentuk kejahatan baru. Jadi hukum di Indonesia tidak ada kecenderungan yang mengarah pada usaha preventif atau pencegahan, melainkan usaha penyelesaiannya setelah terjadi suatu akibat hukum. Walaupun begitu, proses perkembangan hukum tersebut masih harus mengikuti proses yang sangat panjang, dan dapat dikatakan, setelah negara menderita kerugian yang cukup besar, hukum tersebut barn disahkan. Kebijakan hukum nasional kita yang kurang bisa mengikuti perkembangan kemajuan teknologi tersebut, justru akan mendorong timbulnya kejahatairkejahatan baru dalam masyarakat yang belum dapat dijerat dengan menggunakan hukum yang lama. Padahal negara sudah terancam dengan kerugian yang sangat besar, namun tidak ada tindakan yang cukup cepat dari para pembuat hukum di Indonesia untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk membahas tentang penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia, sebab saat ini telah begitu banyak kasus-kasus cyber crime yang terjadi dalam dunia perbankan Indonesia, yang memerlukan penanganan dengan segera, praktis maupun teoritis.
B. Permasalahan Yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah:
12
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana pengaturan tentang cybercrime dalam peraturan perundangundangan Indonesia? 2. Bagaimana penanganan cyber crime yang terjadi di sektor perbankan Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Untuk pengaturan tentang cybercrime dalam peraturan perundangundangan Indonesia b. Untuk mengetahui penanganan cyber crime yang terjadi di sektor perbankan Indonesia
2. Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis 1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia 2. Dapat memberi masukan kepada masyarakat, lembaga hukum, pemerintah, aparat penegak hukum tentang eksistensi Undangundang serta pasal-pasal yang berkaitan dengan penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia yang terdapat dalam berbagai Undang-undang.
13
Universitas Sumatera Utara
b. Secara Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, lembaga penegak hukum, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada pada perpustakaan pusat Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Penanganan Cyber Crime di Sektor Perbankan di Indonesia” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Teknologi Komputer dan Cyber Pada mulanya komputer hanyalah sebuah alat untuk menghitung, dan komputer merupakan alat pengolah data elektronis. Ia bekerja dengan bantuan berbagai peralatan elektronis dan elektromagnetis. Seperti yang 14
Universitas Sumatera Utara
ditunjuk oleh namanya, computer berasal dari bahasa Inggris. Namun, setelah melalui berbagai fase perkembangan, komputer telah menjadi alat yang mempunyai fungsi yang sangat luas dan mempunyai kemampuan yang tinggi. Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan oleh komputer atau dilakukan dengan bantuan komputer. Mulai dari pengolahan data, pembuatan
grafik,
pemecahan
perhitungan-perhitungan
rumit,
pengontrolan peralatan-peralatan yang canggih elektronis dan sebagainya. Ada beberapa pendapat yang menguraikan pengertian atau definisi komputer, walau demikian semua pendapat itu mempunyai arti, maksud dan tujuan yang sama. Pendapat pertama, yang dimaksud dengan komputer adalah serangkaian atau sekumpulan mesin elektronik yang bekerja bersama-sama, dan dapat melakukan rentetan atau rangkaian pekerjaan secara otomatis melalui instruksi/program yang diberikan kepadanya.4 Pendapat kedua, yang dimaksud dengan komputer adalah suatu rangkaian peralatan dan fasilitas yang bekerja secara elektronik, bekerja di bawah control suatu operating system, melaksanakan pekerjaan berdasarkan rangkaian instruksi-instruksi yang disebut program, serta mempunyai internal storage yang digunakan untuk menyimpan operating system, program dan data yang diolah.5
4
Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika, Mengenal Dunia Komputer, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal. 12 5 Institute Komputer Indonesia, Pengenalan Komputer (Introduction to Computer), (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal. 1.
15
Universitas Sumatera Utara
Kedua pendapat di atas memberikan gambaran bahwa komputer itu memiliki beberapa ciri sebagai berikut: a. Komputer merupakan sistem, yaitu serangkaian atau sekelompok peralatan yang bekerja bersama-sama secara elektronis. b. Komputer itu mempunyai suatu alat penyimpan data dan program yang disebut internal storage atau memory computer. c. Komputer itu bekerja di bawah kontrol operating system atau sistem operasi dan melaksanakan tugas berdasarkan instruksi-instruksi yang disebut program. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa operating system merupakan “silent partner” pada waktu memakai komputer, dimana operating system merupakan suatu program yang bisa bertindak sebagai penyelaras atau jembatan kerja antara hardware komputer dengan segala macam sistem software yang ada.
2. Kejahatan Komputer a. Ruang Lingkup Kejahatan Komputer Kejahatan komputer merupakan terjemahan dari “computer crime”. Pada saat ini belum ada istilah yang baku terhadap pengertian kejahatan komputer. Beberapa literatur dan undang-undang dari Amerika Serikat dan negara-negara bagian lainnya dikenal beberapa istilah, yaitu: 1. Computer crime; 2. Computer fraud; 16
Universitas Sumatera Utara
3. Computer related crime; 4. Computer assisted crime and computer abuse6. Beberapa negara melalui undang-undangnya menggunakan beberapa istilah sekaligus dan memberikan pengertian pada masing-masing istilah tersebut. Sebaliknya ada pula negara-negara yang hanya menggunakan satu istilah tertentu saja sebagai implementasi dari kejahatan dengan menggunakan komputer. Sekelompok ahli/pakar yang dibentuk oleh OECD (Organization for Economic Cooperation Development) memilih hanya menggunakan istilah computer crime atau computer related crime untuk menerangkan setiap perbuatan yang tidak sah, tidak etis, atau tidak berwenang melibatkan automatic data processing dan atau transmisi data-data. “Any illegal, unethical or unauthorized behaviour involving automatic data processing and/or transmission of data.7 Ahli komputer dari LPKIA (Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia Amerika) mengatakan definisi kejahatan komputer adalah penggunaan komputer secara ilegal. Pada kesempatan lain dijelaskan bahwa kejahatan komputer bermaksud menyalahgunakan munculnya teknologi komputer.8 Mardjono Reksodiputro memberikan istilah yang sama antara kejahatan komputer dengan penyalahgunaan komputer. Andi Hamzah tidak
6
Jogiyanto H. M, Pengenalan Komputer, (Jogyakarta: Andi Offset, 1992), hal. 867-913. Widoyopramono, Kejahatan di Bidang Komputer, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, , 1994), hal. 29. 8 Ibid. 7
17
Universitas Sumatera Utara
memandang kejahatan komputer sebagai kejahatan baru, melainkan menganggap sebagai kejahatan yang biasa (tradisional).9 Pengertian computer crime yang mensyaratkan adanya pengetahuan akan teknologi komputer diberikan dalam Ecyclopedia of crime and justice: … a computer crime is defined as any illegal act requiring knowledge of computer
technology
for
its
perpetration,
investigation,
or
prosecution….”.10 Dari beberapa pendapat tentang pengertian dari istilah kejahatan komputer tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belum ada definisi yang baku dari kejahatan komputer, unsur-unsurnya dan klasifikasinya. Beberapa orang malahan tidak sependapat mengenai istilah kejahatan komputer tersebut dan menganggapnya sebagai kejahatan biasa.11 Demi mendapatkan keseragaman dalam pemakaian defenisi yang bermacam-macam tersebut, penulis memilih memadukan definisi-definisi dari pendapat para ahli tersebut. Kejahatan komputer intinya berbicara tentang penggunaan teknologi komputer secara ilegal. Walaupun demikian, kejahatan komputer adalah pengembangan langsung dari kejahatan-kejahatan yang telah ada sebelumnya hingga sifat dan unsurunsur suatu kejahatanpun berlaku pula terhadap kejahatan komputer. Perbedaannya hanya terletak pada metode atau cara melakukan kejahatan yang semakin canggih adanya. 9
Ibid. Kadish Stanford, Encyclopedia of Crime and Justice, (New York: Free Press, 1983), Vol. 4, hal. 218. 11 www.google.com, Hukum dan Telematika, diakses 12 Desember 2009 10
18
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut, maka secara rinci kejahatan komputer tersebut mempunyai sifat dan unsur-unsur sebagaimana yang dimiliki oleh tindak pidana pada umumnya dengan pengkhususan tersendiri:12 1. Dipandang dari sifatnya yang umum setiap tindak pidana akan mengakibatkan: a. Pelanggaran atau perkosaan kepentingan hukum; Suatu kelakuan dikatakan sebagai tindak pidana apabila kelakuan tersebut tidak lagi mengindahkan kepentingan hukum. Jika tingkah laku tersebut tetap dilakukan akan terjadi perkosaan terhadap jiwa, badan, kehormatan, kemerdekaan, harta benda, ketentraman, dan keamanan negara. b. Sesuatu yang membahayakan kepentingan hukum. Membahayakan berarti berbahaya terhadap kepentingan hukum yang dituju. Dalam keadaan ini kepentingan umum belum diperkosa, sungguhpun demikian, ancaman “berbahaya” sudah dilarang oleh undang-undang. Dasarnya adalah tingkah laku ini menimbulkan keadaan yang sedemikian rupa, hingga oleh karenanya, menurut perhitungan yang layak akan mengakibatkan terlanggarnya kepentingan hukum. 2. Dipandang dari sudut unsur-unsurnya: a. Unsur-unsur pokok 1. Suatu perbuatan manusia; 12
Rifky Pradana, “Sekilas Tentang Pertanggungjawaban Pidana”, www.google.com, 01 Februari 2006, diakses tanggal 3 Maret 2009.
19
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan dapat dikategorikan positif dan negatif. Positif artinya kejahatan terjadi karena adanya suatu perbuatan aktif tertentu yang dilarang atau sering juga disebut “tindak”. Bersifat negatif yaitu bahwa tindak pidana terjadi apabila orang tidak melakukan suatu perbuatan tertentu yang wajib dilakukan, sehingga suatu peristiwa terjadi atau sering disebut sikap Dahulu umumnya perbuatan diartikan secara sempit, yaitu gerakan
otot
yang
dikehendaki
yang
diadakan
untuk
menimbulkan suatu akibat. Pendapat ini ditentang oleh Pompe sehingga pengertiannya diperluas meliputi sikap badan dan pandangan mata tertentu.13 Moeljatno lebih menyukai gerakan otot tersebut menjadi sikap jasmani, dengan demikian pengertiannya lebih luas tidak hanya tingkah laku positif, tetapi juga negatif. Vos menambahkan bahwa sikap jasmani itu haruslah disadari, tetapi batasan disadari ini tidak diartikan bahwa sikap itu selalu dan untuk seluruhnya harus tegas diinsyafi, tetapi harus diartikan secara negatif, yaitu tidak termasuk kelakuan jika sikap jasmani yang tertentu betul-betul tidak disadari.14
13
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Offset Gajah Mada University Press, 1982), hal. 55 14 Ibid, hal. 57.
20
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan dalam tindak pidana ketentuan bersifat positif, artinya tindak pidana komputer harus selalu dimulai dengan suatu perbuatan atau aksi tertentu yang disadari. Aksi itu berupa tindakan mengaktifkan, menjalankan program, dan memerintahkan komputer untuk bekerja atau memproses, karena komputer merupakan hardware atau suatu benda yang tidak dapat berbuat apapun tanpa digerakkan terlebih dahulu oleh manusia. Aksi itu juga harus disadari karena komputer tidak dijalankan oleh sembarangan orang, minimal orang tersebut harus berpengetahuan komputer. Perbuatan sebagai syarat dari suatu kejahatan haruslah tidak sah atau ilegal. Artinya perbuatan tersebut dilakukan tidak menurut yang seharusnya atau bertentangan dengan hukum dan undangundang yang berlaku. 2. Perbuatan melawan hukum; Melawan hukum mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian formil dan pengertian materil. Suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum yang bersifat formil bila perbuatan tersebut dilarang dan diancam oleh undang-undang tertulis. Jadi perbuatan tersebut disandarkan pada undangundang tertulis. Perbuatan melawan hukum yang bersifat materil bila perbuatan tersebut dilarang dan diancam hukum atau sanksi oleh hukum dalam pengertian luas, yaitu dalam 21
Universitas Sumatera Utara
pengertian tertulis dan tidak tertulis, termasuk norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam pelaksanaannya, menggunakan “melawan hukum formil atau materil” masih dipertentangkan oleh para sarjana hukum. KUHP sendiri dengan adanya Pasal 1 ayat 1 KUHP menganut asas melawan hukum formil walaupun tidak tertutup kemungkinan untu berlakunya melawan hukum materil dengan penafsiran yang negatif. 3. Perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh si pelaku Pertanggungjawaban si pelaku sangat berkaitan erat dengan kesalahan yang dibuatnya (tiada hukuman tanpa kesalahan). Pertanggungjawaban si pelaku adalah pertanggungjawaban pidana, dimana si pelaku tidak diliputi oleh hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan dirinya tidak dapat dihukum. Kesalahan si pelaku berkaitan erat dengan kesengajaan (dolus) dan kesalahan (culpa) yang sangat menentukan pertanggungjawaban si pelaku. b. Unsur-unsur khusus Adanya penggunaan teknologi komputer. Dilihat dari tindak pidana komputer, unsur-unsur khusus yang menyertai perbuatannya adalah keharusan adanya teknologi komputer yang digunakan. Teknologi komputer dapat diartikan segala pengetahuan tentang penerapan ilmu pengetahuan komputer 22
Universitas Sumatera Utara
untuk produksi yang dikembangkan melalui daya pikir manusia secara teratur melalui pengalaman dan percobaan. Unsur inilah yang membedakan tindak pidana komputer dengan tindak pidana biasa pada umumnya, yaitu ada atau tidaknya teknologi komputer yang digunakan. Jadi jika terjadi kelakuan melawan hukum tanpa menggunakan teknologi komputer, maka perbuatan tersebut tetap disebut tindak pidana sepanjang memenuhi unsur-unsur kejahatan, tetapi perilaku tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana komputer. Unsur inilah yang menegaskan bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan kejahatan komputer, karena orangorang tersebut haruslah menguasai teknologi komputer. Hal ini dikemukakan oleh mantan Jaksa Agung Andi Andojo: “…. Kejahatan dengan menggunakan komputer tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang, kalau tidak ahlinya, tentu tidak dapat melakukan kejahatan dengan menggunakan komputer….”.15 2. Pengertian Perbankan Pada mulanya bank muncul dan berkembang dari kegiatan tukar-menukar yang dikenal sejak zaman purbakala di Babilonia, Athena, dan Romawi. Pada zaman itu,di Athena orang yang menjalankan tukar-menukar uang dinamakan trapezites (orang yang dihadapan meja) atau argentarius di Romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar uang mereka juga menjalankan tugas menyimpan
15
Ibid, hal. 34.
23
Universitas Sumatera Utara
serta meminjamkan uang bagi yang memerlukan. Usaha tukar-menukar dan simpan-pinjam uang ini menjadi lebih berkembang pada akhir abad pertengahan. Hal ini disebabkan karena perkembangan usaha-usaha perdagangan di Eropa serta timbulnya berbagai mata uang yang dimiliki oleh beberapa Negara . Khusus dalam peminjaman uang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, kemudian diikuti oleh orang-orang Italia yang berasal dari Lombardia. Itulah sebabnya dalam dunia perbankan banyak dikenal istilah-istilah dalam bahasa Italia.16 Lembaga perbankan merupakan salah satu dari lembaga keuangan. Pada dasarnya lembaga keuangan adalah sebagai perantara dari pihak-pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana, sehingga peran dari lembaga keuangan yang sebenarnya adalah sebagai perantara keuangan masyarakat. Bank sebagai lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang penting dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan kegiatan peredaran uang dalam rangka melancarkan seluruh aktivitas keuangan masyarakat. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan jasa bank misalnya fasilitas kredit, sehingga perlu dicari pengertian dari bank. Pengertian bank ada bermacam-macam baik yang dikemukakan oleh para sarjana maupun dalam perundang-undangan. Ada beberapa pengertian tentang bank yang perlu dikemukakan disini antara lain sebagai berikut : Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 yang menyatakan bahwa:
16
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2002), hal 245
24
Universitas Sumatera Utara
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.17 Dari pengertian tersebut, menurut Rachmadi Usman, jelaslah bahwa bank sebagai infancial intermediary dengan usaha utama menghimpun dana masyarakat serta menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.18 Sedangkan menurut Marhainis Abdul Hay, bank adalah: “Salah satu lembaga keuangan di samping perusahaan asuransi dan lembaga-lembaga kredit lainnya”.19 Menurut Kamus Ekonomi Inggris-Indonesia, bank dapat diartikan sebagai: Suatu lembaga yang bergerak antara lain penyimpanan, peminjaman, penukaran dan penerbitan uang, pengeluaran kredit, pemindahan dana dan sebagainya”.20 Menurut G.M. Verrijn Stuart mengatakan bank, adalah: “Suatu lembaga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit dengan modal sendiri dan atau modal asing dengan atau jalan mengeluarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral”.21 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil mengatakan pada hakekatnya bank ialah: “Semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasa jika terdapat permintaan atau penawaran akan kredit”.22 17
UU Perbankan No.10 Tahun 1998 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 59. 19 Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), hal. 2. 20 T. Guritno, Kamus Ekonomi Inggris-Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hal. 16. 21 Winardi, Istilah Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal. 15 18
25
Universitas Sumatera Utara
Menurut O.P. Simorangkir, Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alatalat pembayaran baru berupa uang giral.23 Dari defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud bank adalah suatu lembaga atau badan yang melakukan kegiatan-kegiatan yang usahanya meliputi pemberian kredit, menerima simpanan dari masyarakat, memberi jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
F. Metode Penelitian Didalam pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini penulis telah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini dan hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian
22
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2002), hal. 246 23 O.P. Simorangkir, Kamus Perbankan Inggris-Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hal 33.
26
Universitas Sumatera Utara
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder.24
2. Jenis Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.25 Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel 24
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118. 25 Ibid, hal. 30.
27
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dll.
3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan. 28
Universitas Sumatera Utara
d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisa data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Pembahasan Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I
:
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat
Penulisan,
Keaslian
Penulisan,
Tinjauan
kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II
:
Bab ini akan membahas tentang tinjauan umum tentang cyber crime, yang isinya antara lain memuat pengertian cyber crime, jenis-jenis cyber crime secara umum dan pengaturan tentang cyber crime di Indonesia
BAB III
:
Bab
ini
akan
membahas
tentang
cyber
crime
dan
permasalahannya di sektor perbankan, yang memuat tentang 29
Universitas Sumatera Utara
tindakan yang termasuk cyber crime di sektor perbankan, permasalahan yang timbul dari tindak pidana cyber crime di sektor perbankan, dan perlindungan hukum dari tindak pidana cyber crime. BAB IV
: Bab ini akan dibahas tentang penanganan cyber crime di sektor perbankan di Indonesia, yang isinya memuat antara lain tentang penyidikan cyber crime di sektor perbankan dan upaya antisipasi cyber crime di sektor perbankan di Indonesia.
BAB IV
:
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.
30
Universitas Sumatera Utara