BAB I PENDAHULUAN
1.7. Latar Belakang Masalah Tujuan Negara Republik Indonesia adalah membentuk suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 1 Dan untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia yang menganut prinsip demokrasi memberikan hak sepenuhnya kepada rakyat untuk menentukan sendiri siapa pemimpinnya yang dipercaya mampu mengemban tugas dan tanggung jawab dalam mencapai Indonesia yang adil dan makmur. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil, dengan prinsip demokrasi yang memberikan kebebasan kepada warga Negara untuk memilih Kepala Negara serta wakil-wakil rakyat yang duduk dalam parlemen melalui proses Pemilihan Umum yang diadakan setiap 5 tahunan. Melalui proses Pemilu diharapkan masyarakat dapat berperan aktif dalam politik untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia. Demokrasi mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan jalannya organisasi negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan 1
Dra. Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984, hal. 78
1
Universitas Sumatera Utara
rakyat. Demokrasi sebagai sistem dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya. Ciri utama dari demokrasi adalah ide bahwa para warga negara seharusnya terlibat dalam bidang tertentu dibanding pembuatan keputusan-keputusan politik baik langsung maupun melalui para wakil pilihan mereka. Keterlibatan warga negara mencakup partisipasi aktif mereka dalam suatu partai, kelompok penekan, berpartisipasi dalam pendapat publik maupun rapat-rapat politik. Namun ciri utama demokrasi adalah adanya keterlibatan atau pertisipasi warga negara baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui pemilihan umum (pemilu) di dalam proses-proses pemerintahan. 2 Partai politik merupakan salah satu institusi inti pelaksana demokrasi modern.
Yang
mana demokrasi
modern
mengandaikan sebuah
sistem
keterwakilan, baik itu keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti Parlemen/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian.
3
Perwakilan (Representation) adalah
konsep bahwa seseorang atau sesuatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama rakyat atau suatu kelompok yang lebih besar sehingga anggota DPR pada umumnya mewakili rakyat melalui partai politik.
2
Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer, Jakarta : PT Bina Aksara, 1986, hal.44. Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi : Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hal. 1.
3
2
Universitas Sumatera Utara
Dalam sejarahnya, Indonesia tercatat mengalami perubahan sistem kepartaian sebanyak tiga kali, dimulai pada era Pemerintahan Soekarno yang menggunakan sistem multi partai, kemudian Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto menerapkan Sistem dua partai di tambah dengan satu partai Dominan (Partai Golkar), dan pada era reformasi hingga sekarang ini Indonesia kembali menerapkan sistem Multi partai. Pemilu merupakan salah satu jalan penting dalam proses demokrasi. Pemilu seharusnya dipahami bukan sebagai ajang untuk mengukuhkan kekuasaan yang sudah ada, melainkan proses untuk membentuk pemerintahan baru. Di masa Orde Lama, pemilu telah dipasung dan diposisikan sebagai alat legitimasi kekuasaan. Proses panjang ini telah membuat masyarakat apatis terhadap proses pemilu. Kalaupun mereka hadir dalam pemilu, maka hal tersebut tidak lebih daripada formalitas belaka. Masyarakat bukan tidak tahu, melainkan sangat memahami dan oleh karena itu, masyarakat mendangkalkan pemilu, dengan hanya menjadikannya sebagai ritual 5 tahunan. Era transisi politik dari rezim otoriter menuju pemerintahan demokrasi antara lain ditandai dengan berlangsungnya demokrasi pemilihan umum (pemilu) yang relatif bebas, adil, jujur, dan demokratis. Melalui pemilu yang demokratis diharapkan dapat dihasilkan lembaga-lembaga demokrasi baru yang berisi para wakil rakyat yang pada akhirnya berpihak serta berjuang untuk kepentingan rakyat pula. Seperti yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington, prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat
3
Universitas Sumatera Utara
yang mereka pimpin. 4 Meskipun demikian, pemilu yang berlangsung secara bebas dan demokratis tidak selalu menjamin lahirnya pemerintahan yang lebih bertanggungjawab kepada rakyat. Sebagus apapun sebuah pemerintahan itu dirancang, ia tidak bisa dianggap demokratis kecuali bila pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya. Pelaksanan pemilu bisa saja bervariasi, namun intisarinya tetap sama untuk semua masyarakat demokratis: akses bagi semua warga negara yang memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pilih, perlindungan bagi tiap individu terhadap pengaruhpengaruh luas yang tidak diinginkan saat ia memberikan suara, dan penghitungan suara yang jujur dan terbuka terhadap hasil pemungutan suara. 5 Sejak bergulirnya era orde baru, Indonesia memasuki babak baru yang ditandai dengan reformasi di berbagai bidang, yang tujuannya adalah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat seutuhnya melalui proses demokrasi. Demikian halnya dengan sistem Pemilu yang berubah dari tahun ke tahun adalah semata-mata untuk membangun sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pemilu di Indonesia secara jelas dapat kita lihat dalam Undang-Undang Pemilu yang mengalami amandemen dari tahun ke tahun. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 4
Syamsuddin Haris dan Moch Nurhasim. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Pers, 2000, hal.1 5 Melvin I.Urofsky, Demokrasi, Office Of International Information Pragrams U.S. Department Of State, hal.2.
4
Universitas Sumatera Utara
Dasar tahun 1945. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka sedangkan Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. 6 Selain sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, pemilu juga akan menghasilkan kabinet dipemerintahan dan juga wakil masyarakat yang akan duduk di parlemen. Oleh karena itu, sistem pemilu akan mempengaruhi kualitas kabinet dan juga kualitas para wakil rakyat yang duduk di parlemen, yang akan menjalankan roda pemerintahan bangsa Indonesia untuk masa 5 tahun. Pemilu Legislatif 2004 yang lalu dilaksanakan berdasarkan UndangUndang No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut menentukan 2 cara penetapan calon legislatif terpilih, yaitu : Berdasarkan angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) dimana calon yang memperoleh suara melebihi atau sama dengan BPP terlebih dahulu ditetapkan sebagai calon terpilih, dan berdasarkan nomor urut dari daftar calon yang diajukan Parpol peserta Pemilu di daerah pemilihan masing-masing. 7 Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mekanisme penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana tertulis dalam Pasal 107 ayat 2b menyatakan bahwa Penetapan nama calon yang tidak mencapai angka BPP, penetapan calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut pada daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan. Hal ini 6
Pemilu 2004, dibuat berdasarkan Website DPR RI ( www.dpr.go.id ) Joko J. Prihatmoko dan Moestafa, Menang Pemilu di Tengah Oligarki Partai, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, hal. 1 7
5
Universitas Sumatera Utara
berarti bahwa calon dengan nomor urut kecil lebih memiliki peluang untuk duduk dalam lembaga legislatif dibanding calon dengan nomor urut besar, meskipun calon dengan nomor urut kecil mendapatkan suara yang lebih sedikit dari pada calon dengan nomor urut besar. Secara umum Sistem pemilu yang digunakan pada pemilu 2004 adalah adalah sistem proporsional terbuka setengah. Sistem proporsional terbuka setengah dapat diartikan sebagai sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka dan secara bebas dipilih oleh rakyat, akan tetapi dalam hal penetapan caleg terpilih didasarkan pada nomor urut terkecil (bagi yang tidak mencapai angka BPP). Dengan kata lain meskipun nomor urut besar memiliki suara yang lebih banyak dari nomor urut kecil akan tetapi suaranya akan tetap di berikan kepada nomor urut yang lebih kecil. Dikatakan setengah karena dalam hal ini partai masih memegang peranan penting dalam menentukan nomor urut. Partai sebagai kendaraan politik memiliki standart tertentu dalam proses rekrutmen para calon legislatif. Namun idealnya dalam proses rekrutmen caleg, sebuah partai seharusnya wajib mempertimbangkan kualitas, sumber daya serta akuntabilitas seseorang yang ingin mencalonkan diri. Akan tetapi dengan sistem pemilu proporsional terbuka setengah, pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa jadi terabaikan. Kendala utama dalam hal ini adalah karena mekanisme penentuan caleg terpilih didasarkan atas nomor urut terkecil (bagi yang tidak mencapai angka BPP). Hal ini menjadi sorotan publik tentang kualitas anggota legislatif . Kinerja para anggota legislatif yang notabene adalah mandataris dari rakyat diragukan legalitasnya. Mekanisme penetapan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor 6
Universitas Sumatera Utara
urut sebagaimana yang dilaksanakan pada pemilu 2004 yang lalu, menuai kontroversi karena dianggap kurang demokratis. Hal ini memicu sekelompok orang untuk melakukan uji materi terhadap UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu kepada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Selasa, 23 Desember 2008, mengabulkan sebagian permohonan pemohon terkait uji materi UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga penetapan caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh tidak mencapai angka BPP akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak. 8 MK menilai kedaulatan rakyat dan keadilan akan terganggu. Jika ada dua caleg yang mendapatkan suara yang jauh berbeda ekstrem, terpaksa caleg yang mendapatkan suara terbanyak dikalahkan caleg yang mendapatkan suara kecil, tetapi nomor urut lebih kecil. MK juga menyatakan, memberi hak kepada caleg terpilih sesuai nomor urut sama artinya dengan memasung suara rakyat untuk memilih caleg sesuai pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak. Dengan keputusan tersebut, maka sistem pemilu yang digunakan pada pemilu 2009 adalah sistem proporsional terbuka terbatas. Dikatakan terbatas karena yang berhak mendapatkan kursi adalah partai-partai yang mendapatkan suara mencapai angka BPP atau mendekati angka BPP melalui akumulasi suara yang didapatkan oleh para caleg dari partai tersebut di suatu daerah pemilihan,
8
Ratna Ariani, Putusan MK: Suara Terbanyak - Wajah Demokrasi Indonesia [artikel on line], www.ratnaariani.com, hal. 1
7
Universitas Sumatera Utara
kemudian wakil rakyat akan ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak pada daftar caleg partai yang mendapatkan kursi tersebut. Sistem pemilu ini sedikit lebih demokratis dibandingkan dengan sistem pemilu pada tahun 2004. Selain itu, aturan ini juga mengurangi konflik internal partai. Para caleg tidak perlu berebut nomor urut melainkan terdorong meraih dukungan semaksimal mungkin. Dengan cara ini kompetisi antar caleg menjadi lebih sehat. Bagi pemilih, selain memilih partai mereka bebas memilih caleg yang lebih disukainya. Suara pemilih jadi lebih berarti karena caleg terpilih ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak. Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut bagi kebanyakan pihak dianggap sebagai keputusan yang tepat dan lebih demokratis dibandingkan dengan sistem penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. Hal ini memberikan kesempatan yang sama bagi setiap calon legislatif untuk dapat menduduki kursi parlemen, dan terlebih keputusan ini telah memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya, karena selama ini meskipun bebas memilih, akan tetapi pilihan masyarakat masih terbentur dengan sistem penentuan caleg berdasarkan nomor urut. Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya money politik, karena selama ini para caleg berlomba untuk mendapatkan nomor urut kecil (nomor urut satu) yang dianggap sebagai nomor jadi, bahkan para caleg tidak segan-segan mengeluarkan sejumlah uang hanya untuk mendapatkan nomor urut tersebut untuk dapat duduk di kursi legislatif, sedangkan selama ini kinerja dan akuntabilitas para anggota legislatif terpilih yang duduk di kursi legislatif, hasilnya bisa dikatakan nihil, hal ini dapat 8
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari kurangnya atau minimnya menghasilkan produk hukum berupa peraturan daerah yang pro rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Para anggota legislatif seolah-olah dalam intervensi eksekutif. 9 Perubahan sistem pemilu pada hasil pemilihan umum tahun 2009 melahirkan harapan dan optimisme dikalangan masyarakat mengingat akumulasi kekecewaan publik terhadap akuntabilitas dan penampilan partai-partai politik di lembaga-lembaga legislatif produk pemilu sebelumnya. Pemilu 2009 dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 2008 tentang Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang tersebut mengalami beberapa perubahan dari Undang-Undang sebelumnya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem pemilu di Indonesia khususnya pada sistem pemilu 2009 tentunya membawa dampak terhadap tingkat akuntabilitas anggota legislatif terpilih pada pemilu 2009, karena anggota legislatif terpilih tersebut dianggap pilihan terbaik dari masyarakat yang telah memilih secara demokratis, dimana pertanggung jawaban atau akuntabilitas merupakan salah satu konsep yang lekat dalam teori dan praktek demokrasi. Karena dalam konteks demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat maka perlu pertanggung jawaban dari instrument demokrasi seperti legislatif kepada rakyat. Dari uraian di atas, penulis merasa bahwa perlu diadakan penelitian mengenai perubahan sistem pemilu, mengingat sistem pemilu di Indonesia masih
9
Zulfan Heri. 2005.Legislator Menuai Kritik. Riau : ISDP. Hal 78
9
Universitas Sumatera Utara
belum menemukan format yang ideal dalam pelaksanaanya. Dalam sejarahnya, sistem pemilu di Indonesia selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun. Apa lagi setelah masa reformasi, tuntutan demokrasi oleh masyarakat yang ingin sepenuhnya
diberikan
kebebasan
untuk
menentukan
pilihannya
telah
mempengaruhi para tokoh-tokoh politik nasional untuk berpikir bagaimana menerapkan sistem demokrasi yang seutuhnya bagi bangsa Indonesia saat ini. Dan melalui sistem pemilu yang lebih baik dan lebih demokratis, diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat selama ini. Secara khusus penulis memilih judul ini karena selama ini penulis melihat tidak adanya konsistensi Undang-undang Pemilu yang ditandai dengan revisi dan perbaikan-perbaikan dari tahun ke tahun. Selain itu penulis juga tertarik dengan penerapan sistem suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih (bagi yang tidak mencapai angka BPP), karena selain merupakan hal yang baru, hal ini juga pada prinsipnya mempengaruhi calon legislatif untuk duduk dalam parlemen. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, pada pemilu kali ini, suara rakyat akan sangat berarti dalam menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga parlemen. Perubahan sistem pemilu itu juga pada dasarnya akan merubah pola pikir para pemilih untuk lebih selektif dalam menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang dianggap benar-benar mampu menyampaikan aspirasinya. Harapan segenap rakyat Indonesia kepada anggota legislatif terpilih tahun 2009 adalah untuk menunjukan hasil yang optimal dalam hal memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam kaitan ini, maka partisipasi masyarakat harus juga dipandang sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi akuntabilitas legislatif. Pengawasan dari masyarakat juga sangat penting karena akan menjadi faktor yang akan mendorong 10
Universitas Sumatera Utara
anggota legislatif untuk bertanggung jawab dalam mengemban tugas dan amanat rakyat. Sejauh mana kepentingan masyarakat diperjuangkan oleh anggota legislatif juga merupakan salah satu indikasi yang digunakan untuk menilai aspek akuntabilitasnya.
1.8. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh perubahan Sistem Pemilu terhadap Tingkat Akuntabilitas Anggota legislatif Terpilih pada pemilu legislatif 2009? 2. Apakah perubahan sistem pemilu pada pemilihan umum legislatif tahun 2009 telah sepenuhnya mencerminkan kedaulatan rakyat secara utuh dan demokratis?
1.9. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk Mengetahui Pengaruh perubahan sistem Pemilu terhadap tingkat Akuntabilitas Anggota Legislatif Terpilih pada pemilu 2009. 2. Untuk mengetahui sejauhmana prinsip-prinsip demokrasi diterapkan dalam sistem pemilihan calon legislatif berdasarkan kedaulatan rakyat
11
Universitas Sumatera Utara
1.10. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Secara akademis berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik.
2.
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman tentang perubahan sistem pemilu pada pemilihan calon legislatif 2009.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan pengetahuan baru mengenai pengaruh perubahan sistem pemilu terhadap akuntabilitas anggota legislatif terpilih pemilu 2009.
1.11. Kerangka Teori Beberapa faktor yang terdiri dari teori-teori yang dianggap penting untuk penelitian ini, yaitu :
1.11.1. Pemilu Pemilihan Umum merupakan amanat konstitusi UUD 1945 yang merupakan
sarana
untuk
mewujudkan
kedaulatan
rakyat
untuk
dapat
menghasilkan parlemen dan pemerintahan yang representatif serta mendapat legitimasi dari rakyat. 10 Pemilu merupakan proses politik yang secara konstitusional bersifat niscaya bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyata telah teruji dan diakui paling realistik dan rasional untuk mewujudkan
10
Dekopindki, Sistem Pemilu dan Pembagian Daerah Pemilihan (Dapil) untuk proses Demokratisasi Bangsa, [artikel On line], www.scribd.com, hal. 2
12
Universitas Sumatera Utara
tatanan sosial, politik, ekonomi yang populis, adil dan beradab, kendati bukan tanpa kelemahan. 11 Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bagian dari patisipasi politik dari warga negara biasa (citizen) untuk mempengaruhi kebijakan politik yang diambil pemerintah. Pemilu adalah cara yang dilakukan oleh parpol dengan berbagai cara dan media untuk menawarkan isu-isu politik dengan harapan agar warga masyarakat menjatuhkan pilihannya pada partai politik yang bersangkutan pada saat pemilihan. Pemilu menurut Ali Murtopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Kemudian menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberi legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari. 12 Pemilu berada pada tingkat yang paling rendah dalam partisipasi politik, yaitu setelah Lobbying, Organization Activites dan Individual Contacs. Hal ini dikarenakan karena 2 hal yaitu : 1. Tidak memerlukan kualifikasi ilmu tertentu 2. Tidak memerlukan alokasi waktu yang cukup besar. Ada 2 persoalan penting dalam pemilu yaitu : Electoral Laws, yakni aturan-aturan hukum yang menjadi dasar dari sebuah pelaksanaan pemilu, dan
11
Joko J. Prihatmoko Moesafa, Op.Cit., hal. 43. Ali Murtopo, Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987, hal. 167 12
13
Universitas Sumatera Utara
Electoral Procces yakni tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan pemilu.
1.11.2. Sistem Pemilu Dalam Ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok yaitu : a.
Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut sistem Distrik)
b.
Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proportional represenstation atau sistem perwakilan berimbang). 13
1.11.2.1.Sistem Distrik (Single Member Constituency) Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana suatu daerah pemilihan memiliki satu wakil. Disini wilayah Negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam DPR ditentukan dalam jumlah distrik. Calon yang dianggap menang adalah calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecil selisih kekalahannya. Jadi tidak ada sistem menghitung suara lebih dalam sistem pemilu distrik.
13
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia, 1983, hal. 177.
14
Universitas Sumatera Utara
1.11.2.2.Sistem Proporsional (Multi Member Constituency) Sistem pemilu proporsional sering juga disebut sebagai sistem pemilu multi member constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem pemilihan proporsional adalah sistem pemilu di mana kursi yang terisi di Lembaga Legislatif Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilu, dibagikan pada partai-partai politik yang turut dalam pemilu tersebut sesuai dengan imbangan suara yang diperolehnya dalam pemilih. Secara konseptual, perwakilan politik berawal dari pemilihan umum. Artinya, pemilihan umum yang diadakan merupakan proses seleksi pimpinan akan menumbuhkan rasa keterwakilan politik di kalangan masyarakat luas. Dan akan menyalurkan aspirasi dan kepentingan warga negara oleh sebab itu dibentuklah badan perwakilan rakyat yang membuat Undang-Undang, menyusun Anggaran Penerimaan Belanja Negara, mengawasi pelaksanaan Undang-Undang dan penerimaan serta penggunaan anggaran negara. Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Negara dianggap sebagai suatu daerah pemilihan yang besar, akan tetapi untuk keperluan teknis-administratif dibagi ke dalam beberapa daerah pemilihan yang besar, dimana setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil penduduk dalam daerah pemilihan itu. Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti suara lebih yang diperoleh partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah 15
Universitas Sumatera Utara
pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan.
1.11.3. Partai Politik Menurut Raymond Garfield Gettell dalam Political science memberikan batasan bahwa Partai politik terdiri dari sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memakai kekuasaan memilih bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Menurut George B.de Huszar dan Thomas H.Stevenson Partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu poemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan. Menurut Carl J. Friedrich, Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan pengawasan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan dengan berdasarkan pengawasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material. Menurut RH.Soltau dalam An Introduction to Politics ternyata sama dengan batasan yang diberikan oleh Raymond Garfield Gettell dalam political science. Jadi secara umum, dapat dikatakan bahwa paertai politik adalah organisasi dengan mana orang ataupun golongan berusaha untuk memperoleh serta menggunakan kekuasaan. 14
14
Dra. Soelistyati Ismail Gani, Op.Cit. hal.111
16
Universitas Sumatera Utara
Menurut Miriam Budiarjo dalam buku Pengantar Ilmu Politik, adapun fungsi dari partai politik adalah sebagai berikut : 1.
Partai sebagai sarana komunikasi politik Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulation).
2.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu poitik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
17
Universitas Sumatera Utara
Dalam hubungan ini, partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi
politik.
Dalam
usaha
menguasai
pemerintahan
melalui
kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. 3.
Partai politik sebagai sarana recruitment politik. Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
4.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management). Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya. 15
1.11.4. Sistem Kepartaian Menurut Maurice Duverger dalam buku Political Parties demikian juga G.A. Jacobsen dan M. H. Lipman dalam buku Political Science tentang sistem partai, penggolongan partai ada 3 (tiga) macam: 1.
15
Sistem garis datar tunggal
Miriam Budiadjo, Op. Cit., hal. 163
18
Universitas Sumatera Utara
Meliputi baik Negara yang memang benar-benar hanya mempunyai satu partai, disamping itu juga Negara dimana ada satu partai yang dominan. Alasan yang dipakai untuk memakai dasar sistem partai tunggal ialah karena di Negara-negara baru lalu timbul problema-problema mengintergrasikan golongan-golongan daerah atau suku bangsa yang berbeda baik corak sosial maupun pandangan dan filsafat hidupnya. 2.
Sistem Dua Partai Suatu Negara dengan sistem dua partai berarti bahwa dalam Negara terseburt ada dua partai atau memiliki lebih dari dua partai, akan tetapi yang memegang peranan dominant yaitu dua partai.
3.
Sistem Multi Partai Dalam Negara dengan sistem multi partai biasanya ada beberapa partai yang hampir sama kekuatannya. Suatu Negara dengan sistem multi partai masingmasing pemilih mendukung partai yang hampir sesuai dan mewakili pandangannya sendiri.
16
1.11.5. Lembaga Perwakilan Lahirnya lembaga perwakilan dimulai pada zaman yunani kuno, dimana Rosseau menginginkan tetap berlangsungnya demokrasi, tetapi karena luasnya wilayah suatu Negara, bertambahnya jumlah penduduk, dan bertambah rumitnya masalah-masalah kenegaraan maka muncullah demokrasi tidak langsung melalui “lembaga-lembaga perwakilan”, yang sebutannya dan juga jenisnya tidak sama di semua Negara, dan sering disebut “Parlemen”, atau kadang-kadang disebut
16
Dra. Soelistyati Ismail Gani, Op.Cit. hal.113
19
Universitas Sumatera Utara
“Dewan Perwakilan Rakyat”. Tetapi parlemen ini lahir bukan karena ide demokrasi itu sendiri tetapi sebagai kelicikan dari sistem feodal. Hal tersebut dikemukakan oleh A.F Pollard dalam bukunya yang berjudul The Evolution of Parliament. Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain untuk menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan. Parlemen juga berfungsi untuk memenuhi tuntutan masyarakat luas akan sebuah lembaga dengan fungsi strategis pokok, menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemimpin Negara. Apabila seseorang duduk dalam Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum
maka
sifat
perwakilannya
disebut
perwakilan
politik
(political
representation). Sering para ahli menyebutkan bahwa kadar demokrasi ditentukan oleh pembentukan Parlemennya apakah
melalui pemilihan umum dan
pengangkatan, makin dominan perwakilan berdasarkan hasil pemilu makin tinggi kadar demokrasinya dan sebaliknya makin dominan pengangkatan makin rendah kadar demokrasi yang dianut oleh Negara tersebut. Badan legislatif memiliki beberapa fungsi. Di antara fungsi badan legislatif yang paling penting ialah : 3.
Menentukan Policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu dewan perwakilan rakya diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan undang-undang
yang
disusun oleh
pemerintah, dan hak budget. 4.
Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
20
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus. 17 Duduknya
seseorang
di
Lembaga
Perwakilan
baik
itu
karena
pengangkatan/penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas hubungan tersebut dengan teori yaitu: Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Teori mandat disebut sebagai : 1.
Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak bisa bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal yang baru yang tidak terdapat dalam instriksi tersebut maka si wakil harus mendapat instruksi dari yang diwakilinya baru dapat dilaksanakannya.
2.
Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas nama rakyat.
3.
Mandat Reprensetatif : si wakil dianggap bergabung dalam satu lembaga perwakilan (parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah bertanggungjawab pada rakyat.
17
Miriam Budiadjo, Op. Cit., hal. 182
21
Universitas Sumatera Utara
1.11.6. Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai suatu upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif, legislatif dan judikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam tingkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran independensi ketiga jenis lembaga Negara ini diperlukan agar ketiga lembaga Negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balance. Kata demokrasi berasal dari dua kata yaitu demos yang berarti rakyat dan keratos/cratein yang berarti poemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut sebagai perkembangan politik suatu Negara. Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empiris (demokrasi procedural). Dalam pemahaman secara normatif yaitu demokrasi merupakan sesuatu yang secara adil yang hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah Negara. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal ungkapan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
18
Ungkapan normatif tersebut biasanya
diterjemahkan menurut konstitusi masig-masing Negara. Tetapi hal-hal yang
18
Miriam Budiadjo, Op. Cit., hal. 50
22
Universitas Sumatera Utara
normatif belum tentu dapat kita lihat dalam konteks kehidupan sehari-hari suatu Negara. Dalam sistem perwakilan politik, seorang warga Negara mewakilkan diri sebagai yang berdaulat kepada seorang calon wakil rakyat atau Partai Politik yang dipercayai melalui pemilihan umum. Suatu keputusan dalam demokrasi ialah bagaimana menyelenggarakan pemilihan umum.
1.11.7. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Akuntabilitas atau pertanggung jawaban (accountability) di dalam konteks politik merupakan suatu konsep yang lengkap di dalam teori dan praktek demokrasi. Meskipun tidak terlalu sering istilah ini digunakan dalam teori, namun semangat demokrasi itu adalah menciptakan suatu pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” dimana dalam konteks untuk rakyat aspek yang paling penting diantaranya adalah pertanggung jawaban di dalam proses politik terselenggara dengan baik. Akuntabilitas legislatif di tingkat local dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu : 1.
Akuntabilitas Administratif (penggunaan dana publik, pengumuman harta kekayaan sebelum dan sesudah menjabat).
2.
Akuntabilitas Politik (khususnya dalam proses pembuatan kebijakan politik). 23
Universitas Sumatera Utara
3.
Akuntabilitas Moral (adanya etika atau code of conduct).
4.
Akuntabilitas Profesional (menjalankan fungsi sebagai anggota legislatif). Sikap professional berkaitan dengan adanya kepekaan para politisi dalam lembaga legislatif dalam mengkaji berbagai kebutuhan masyarakat. Masyarakat dituntut mempunyai daya tanggap yang tinggi dalam
memantau berbagai tindakan kepemerintahan di daerah sehingga informasi balik yang diberikan mempunyai ketepatan yang tinggi dan efektif. Karena itu akuntabilitas juga dapat dilihat dari komitmen para wakil terhadap persoalan masyarakat. Untuk mewujudkan akuntabilitas tersebut maka diperlukan transparasi, apabila proses pembuatan keputusan begitu pula proses dan cara kera legislatif tertutup maka akan sulit untuk mengatakan bahwa lembaga legislatif tersebut mempunyai tingkat akuntabilitas yang tinggi, sebaliknya jika proses pembuatan keputusan transparan dan responsive terhadap aspirasi dan keberatan-keberatan masyarakat, tingkat akuntabilitasnya cenderung tinggi. Menurut Turner dan Hulme, ada 6 (enam) indikator akuntabilitas, yakni: 1.
Adanya legitimasi bagi para pembuat keputusan
2.
Kepemimpinan yang mengedepankan moral (moral conduct)
3.
Adanya kepekaan (responsiveness)
4.
Keterbukaan (openness)
5.
Pemanfaatan sumber daya secara optimal
6.
Upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas Dalam prinsip demokrasi, pertanggung jawaban juga mempengaruhi pola
hubungan
antara anggota legislatif dengan konstituennya dalam sistem 24
Universitas Sumatera Utara
perwakilan karena sistem perwakilan itu juga bisa diartikan sebagai hubungan antara dua pihak yakni wakil dan yang diwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan tindakan yang dibuat dengan terwakili. 19 Ukuran untuk menganalisis kebijakan anggota legislatif maka perlu adanya persyaratan lain yaitu akuntabilitas yang dapat berjalan jika adanya transparansi. Apabila proses pembuatan keputusan begitu juga proses dari cara kerja anggota legislatif tertutup, maka sangat sulit dikatakan bahwa lembaga legislatif tersebut memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi. Sebaliknya, bila proses transparan dan responsif terhadap aspirasi dan keberatan-keberatan masyarakat baik, tingkat akuntabilitasnya cenderung tinggi.
1.6. Hipotesa Hipotesa merupakan jawaban sementara dari penelitian atau disebut juga tentative answer. Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Perubahan sistem pemilu mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap tingkat akuntabilitas Anggota Legislatif terpilih pada pemilu 2009”.
1.7
Metodologi Penelitian
1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan pendekatan kuantitatif yaitu suatu metode dalam meneliti individu maupun kelompok masyarakat, sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa tertentu. Penelitian deskriptif ini meliputi pengumpulan data melalui 19
Arbi Sanit, 1985. Perwakilan Politik Indonesia. Jakarta : Raja Wali Press.
25
Universitas Sumatera Utara
daftar pertanyaan (kuisioner). Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupum prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara ataupun observasi. 20
1.7.2. Lokasi Penelitian Yang menjadi lokasi penelitian adalah dapem IV kabupaten Nias. Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena daerah tersebut merupakan asal dari peneliti sendiri, sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan baik dari masyarakat maupun instansi yang terkait dengan penelitian ini nantinya. Selain itu, dalam melakukan penelitian, peneliti akan lebih mudah berinteraksi dengan masyarakatnya sehingga akan mempermudah dalam hal memperoleh data dari para responden.
1.7.3. Populasi dan Sampel a.
Populasi Populasi berasal dari bahasa inggris yaitu “population” yang berarti
jumlah penduduk. Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari onjek penelitian yang dapat berupa manusia , hewan, tumbuhan, udara, nilai. Peristiwa, sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian 21.
20 21
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga. 2003.hal 8 Burhan Bugin, Metodologi penelitian Sosial. Surabay :Airlangga University Press.2001.hal 101
26
Universitas Sumatera Utara
Maka yang diambil menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga yang menggunakan hak pilihnya pada pemilihan legilatif 2009 pada wilayah Dapem IV Kabupaten Nias, yang terdiri dari 6 kecamatan yakni : 1.
Kecamatan Alasa Talumuzoi
: 3.816 orang
2.
Kecamatan Alasa
: 10.675 orang
3.
Kecamatan Tugala Oyo
: 3.768 orang
4.
Kecamatan Lahewa Timur
: 4.760 orang
5.
Kecamatan Afulu
: 6.194 orang
6.
Kecamatan Lahewa
: 13.384 orang
Sehingga jumlah seluruh pemilih pada wilayah Dapem IV Kabupaten Nias adalah 42.597 orang.
b. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus pengambilan sampel bertingkat (berstrata)
22
. Karena
populasi Dapem IV berasal dari kecamatan yang berbeda atau tidak sejenis ( heterogen) dan berstrata. Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% 23 disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 42.597 orang maka adapun rumus yang digunakan untuk menetukan dan pengambilan sampel adalah rumus yang dikemukan oleh Taro Yamane,
22
Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro, Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis), Jakarta : Alfabeta, 2005, hal 61 23
Masri Singarimbun, Metode penelitian survey.Jakarta : LP3ES,1989,hal.106
27
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 95%. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
Yang terdiri dari:
Jadi, jumlah keseluruhan sampel tepat 100 orang
28
Universitas Sumatera Utara
1.7.4. Teknik Pengumpulan data Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan (library research), yaitu mempelajari buku-buku, artikel (baik yang berasal dari internet, maupun surat kabar), laporan penelitian, serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini.
2.
Studi lapangan, dengan metode ini penulis akan terjun ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan yaitu dengan cara menyebarkan kuisioner kepada responden. Data yang diperoleh langsung dari lapangan ini nantinya merupakan data utama yang menunjang keberhasilan penelitian ini, karena objek utama dari penelitian ini adalah responden khususnya yang menggunakan suaranya dalam pemilihan umum legislatif 2009.
1.7.5 Teknik Analisa Data Setelah data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini diperoleh baik itu dari data pustaka dan data dari lapangan (hasil kuisioner dari responden), kemudian data-data tersebut dikumpulkan dan diolah serta dianalisis sehingga dapat disimpulkan sebagai alat hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini menganalisis bagaimana tingkat akuntabilitas anggota legislatif terpilih dalam pandangan masyarakat yang memilih berdasarkan perubahan dari sistem pemilu sebelumnya atau dengan kata lain dengan menggunakan sistem pemilu 2009 yang baru, lebih tinggi ataupun sama sekali tidak ada perubahan dari 29
Universitas Sumatera Utara
anggota legislatif yang dipilih dengan sistem pemilu 2004 sebelum adanya perubahan. Analisis yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif dimana metode ini hasil yang diperoleh dari lapangan disusun dan kemudian diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap masalah-masalah yang aktual berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut.
1.8
Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah
isi skripsi ini, maka penulis membagi ke dalam 4 (empat) bab. Untuk itu di susun sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, Teknik Analisis Data dan Sistematika Penulisan. BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini menjabarkan gambaran umum mengenai objek penelitian yaitu seperti letak geografis nias, komposisi penduduk, sarana dan prasarana yang ada, perekonomian masyarakat, tingkat pendididkan dan demografis wilayah. BAB III : Analisis Data Bab ini menjabarkan secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. 30
Universitas Sumatera Utara
BAB IV : Penutup Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus dan berguna bagi organisasi secara umum
31
Universitas Sumatera Utara