BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi menerapkaan sistem otonomi daerah, yaitu sistem yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, Pemerintah daerah sebagai daerah otonom mempunyai hak, kewenangan dan kewajiban dalam membangun masyarakat di wilayah administratifnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dapat dirasakan dengan baik atau tidak oleh masyarakat. Setelah sekian lama masalah pelayanan kesehatan selalu menjadi bahan bahasan yang menarik untuk dibahas dan diteliti bersama karena berkaitan langsung dengan proses hidup masyarakat. Tuntutan-tuntutan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayananan yang lebih baik menjadi evaluasi tersendiri bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, karena begitu maraknya masalah-masalah yang terjadi di banyak daerah di Indonesia yang menunjukan bahwa belum siapnya pemerintah dalam menjalankan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat, contohnya saja masalah ketersediaan farmasi dan alat kesehatan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan penyakit masyarakat, dan kualitas makanan yang baik yang tersedia di rumah sakit, dan belum lagi masalah-masalah lain seperti, malpraktek yang banyak terjadi dimasyarakat, yang kurang mampu khususnya, yang tidak mendapatkan perhatian serius dari tenaga medis, baik dokter maupun perawat, kemudian masalah kurangnya akses kesehatan
Universitas Sumatera Utara
di daerah-daerah terpencil, yang memaksa masyarakat di daerah terpencilharus pergi ke kelurahan atau kecamatan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, dan masalah ketidaktepatan sasaran dalam pemberian kesehatan Gratis, dan lain-lain. Kejadian-kejadian diatas hanyalah sedikit dari sekian banyak lagi masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk segera dicarikan solusi terbaik. Terdapat beberapa hal yang sebenarnyadirasa dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dapat dijadikan faktor pendukungdalam melaksanakan kebijakan kesehatan yaitu peningkatan manajemen pelayanan kepada masyarakat yang berbasis kemasyarakatan, memberikan jaminan kesehatan terpadu bagi masyarakat desa, dan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini para tenaga medis yang dinilai mampu memberikan segala bentuk tindakkan yang sesuai kemampuan mereka,
menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung, serta
kemudian perbaikan dari sistem yang dirasa kurang menjamin pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Dalam pelayanan pemerintah, rasa puas masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu di berikan serta biaya yang relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik. Jadi, terdapat tiga unsur pokok dari pelayanan itu sendiri. Pertama, biaya harus relatif lebih rendah, kedua, waktu yang diperlukan, dan terakhir mutu pelayanan yang diberikan relatif baik. Pada Konfrensi Tingkat Tinggi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000, sebanyak 189 negara, termasuk Indonesia sepakat mengadopsi deklarasi milenium yang kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis tujuan pembangunan milenium (MDGs), yang
Universitas Sumatera Utara
menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan, dan memiliki tenggat sampai tahun 2015. Dimana terdapat 5 dari 8 butir didalam MDGs yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu pada butir Pertama, pendapatan populasi dunia minimal $1 sehari, untuk menurunkan angka kemiskinan. Butir keempat, menurunkan angka kematian anak, sehingga pada tahun 2015 tingkat kematian anak-anak usia dibawah lima tahun berkurang sampai sampai dua per tiga. Butir kelima, meningkatkan kesehatan ibu, yaitu tercapainya target berkurangnya dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan. Butir keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Butir ketujuh, memastikan kelestarian lingkungan hidup, sehingga pada tahun 2015 dapat tercapai target, yaitu mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap Negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan, kemudian diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak
memiliki
akses
air
minum
yang
sehat
http://www.scribd.com/doc/92468584/Millennium-Development-Goals).
(sumber
:
Maka oleh sebab itu
dibutuhkan upaya lebih lanjut dari pemerintah sampai ketataran pemerintah daerah untuk mencapainya, sehingga dibuatlah Inpres no.3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan, yang mewajibkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan percepatan pencapaian MDGs dalam suatu Rencana Aksi Daerah (RAD) (Sumber : www.kesehatan.kebumenkab.go.id).Didalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, telah
mengamanatkan bahwa alokasi anggaran kesehatan nasional seminimalnya adalah 5% dari APBN, akan tetapi realisasinya pada tahun 2013 Pemerintah hanya menganggarkan 2,1% saja, malah mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya yaitu sekisar 2,2% dari APBN, dan bahkan lebih rendah dari alokasi anggaran kesehatan Negara-negara miskin Afrika, yang ratarata
mengalokasi
anggaran
sekitar
5-15%
(sumber
:
Universitas Sumatera Utara
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/73-berita/2183-alokasianggaran-untuk-kesehatan-ri-kalah-dari-negara-miskin.html).
Jadi
keterlibatan
pemerintah
sebagai penanggung jawabharus mampu membangun kerangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan masyarakat menjadi salah satupr ioritas primer dari
tujuan nasional yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dirasa sangat penting ketika pemerintah, maupun pemerintah daerah merumuskan suatu kebijakan yang menjadi pedoman bersama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dari sisi kebijakan nasional, Pemerintah juga membuat kebijakan kesehatan melalui Undang-undang, Peraturan Menteri, dan peraturan-peraturan lainnya, yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan sistem kesehatan di Indonesia. Sementara Pemerintah Daerah dengan kewenangan desentralisasinya, dapat berkoordinasi dan bekerjasama lintas sektor di daerahnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat di daerahnya, baik itu melalui Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, ataupun peraturanperaturan lainnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu contoh daerah otonom membuat suatu kebijakan, melalui Perda No 4 tahun 2009 tantang Sistem Kesehatan Daerah, dan Pergub No 187 tahun 2012 tentang pembebasan biaya pelayanan kesehatan, yang memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dan tidak memiliki jaminan kesehatan, maka dibuatlah Kartu Jakarta Sehat (KJS), yangbekerjasama dengan PT Askes dan beberapa Rumah sakit di Jakarta, yang dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat Jakarta yang kurang mampu dan menunjukan fokus pemerintah provinsi DKI Jakarta terhadap kesehatan masyarakatnya. Sedangkan di daerah provinsi Sumatera Utara, masalah kesehatan
Universitas Sumatera Utara
sepertinya belumlah mendapat perhatian yang serius dari aparat pemerintah daerah, hal tersebut dapat terlihat banyaknya keluhan-keluhan masyarakat mengenai masalah kesehatan, baik dari sisi pelayanan, aparatur, ataupun dari sistemnya. Contohnya saja bisa kita lihat pada daerah Padang Lawas Utara, berita mengenai ketidakseriusan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih jauh dari harapan, dimana penelantaran pasien masih menjadi hal yang lumrah terjadi (sumber : http://analisadaily.com/news/read/puskesmasgunung-tua-telantarkan-pasien-miskin/32888/2014/05/26), dan masyarakat penerima BPJS yang mengeluh mengenai pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah di daerah Sidikalang (sumber : http://analisadaily.com/news/read/pemegang-bpjs-keluhkan-pelayanan-rsusidikalang/32003/2014/05/23). Walaupun dari Kota Medan sendiri sebagai salah satu kabupaten/kota Sumatera Utara memiliki Peraturan Daerah yang telah mengatur implementasi Kesehatan di daerah tersebut, tetap saja masih ada masalah dalam pelayanan kesehatan (sumber :
http://www.dnaberita.com/berita-38586-dinkes-medan-belum-mampu-atasi-permasalahan-
kesehatan--.html) . Bila dikaitkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Sistem Kesehatan, maka adalah suatu hal yang penting dan wajib bagi Pemerintah Kota Medan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, akan tetapi fakta dilapangan menunjukan bahwa hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan dinilai masih kurang efektif oleh masyarakat Kota Medan (sumber : http://www.harianorbit.com/pelayanankesehatan-di-medan-utara-sangat-buruk/). Banyak cara yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah untuk mensiasati agar bagaimana kebijakan pemerintah tersebut dapat sampai menyentuh lapisan masyarakat, salah satunya adalah melalui koordinasi dan kerjasama lintas sektor di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan Pemerintah Kota Medan,hal sama yang dilakukan Pemprov DKI dalam menerapkan Kartu Jakarta Sehat.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah daerah tentang Sistem Kesehatan di Kota Medan melalui koordinasi dan kerja sama lintas sektor? 2) Apa saja Faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian Peraturan Daerah tersebut di Kota Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan di Kota Medan dalam koordinasi dan kerja sama lintas sektor. 2) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian Perda Nomor 4 Tahun 2012 tersebut di Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1.
Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.
2.
Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk melatih dan mengembangkan kerangka berpikir ilmiah dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
3.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa pada khususnya sebagai bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini.
4.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah guna penyusunan dan penyempurnaan pembangunan terkhusus di sektor kesehatan.
1.5 Kerangka Teori Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Kerangka teori merupakan landasan teori yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran, menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan diteliti. 1.5.1 Kebijakan Publik a. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam buku Subarsono adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan. Definisi kebijakan publik dari Dye tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah (Subarsono, 2009:2) James E. Anderson mendefinisikan kebijakan public sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan – badan dan aparat pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan public dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan public, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai – nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya. Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan public hendaknya berisi tujuan, nilai – nilai, dan praktika – praktika social yang ada dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan public tidak boleh bertentangan dengan nilai – nilai dan praktik – praktik social yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan public berisi nilai – nilai yang bertentangan dengan nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan public tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan public harus mampu mengakomodasi nilai – nilai dan praktika – praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. b.
Proses – proses Kebijakan Publik Adapun proses pembuatan kebijakan public menurut Anderson (Subarsono, 2009:12)
yaitu: a. Formulasi masalah (Problem Formulation) / Agenda Setting Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? Proses ini juga berkaitan dengan cara suatu masalah bias mendapat perhatian pemerintah. b. Formulasi kebijakan (Formulation) Bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternative – alternative untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berartisipasi dalam formulasi kebijakan? Hal ini berkaitan dengan proses perumusan pilihan – pilihan kebijakan oleh pemerintah c. Penentuan Kebijakan (Adoption)
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana Alternatif ditetapkan? Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? Hal ini berkaitan dengan proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan d. Implementasi (Implementation) Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Hal ini berkaitan dengan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil e. Evaluasi (evaluation) Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijak diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan? Hal ini berkaitan dengan proses memonitoir atau menilai hasil atau kinerja kebijakan. 1.5.2 Implementasi Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implement" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).Menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2006: 139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya
Universitas Sumatera Utara
terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. (Fadillah Putra, 2003:84) Begitupula Lineberry (Fadillah Putra, 2003:81) juga menyatakan bahwa proses implementasi setidak-tidaknya memiliki empat elemen-elemen sebagai berikut: 1.Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana. 2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana ( Standard Operating Procedures/ SOP). 3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas/ badan pelaksana. 4.Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Dari pendapat beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut. 1.5.3Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat kebijakan (policy makers) bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variable yang memepengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya – upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.
Universitas Sumatera Utara
Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model sebagai berikut: A. Teori Merilee S. Grindle (1980) (Subarsono, 2009:93) Keberhasilan implementasi menurut merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi dua variable besar, yakni: 1. variable isi kebijakan (content of policy) mencakup: a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan b. jenis manfaat yang diterima oleh target group c. sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan d. apakah letak suatu program sudah tepat e. apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci f. apakah suatu program didukung oleh sumber daya yang memadai 2. variable lingkungan kebijakan mencakup: a. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementsi kebijakan b. karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa c. tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1. Model Implementasi Grindle Melaksanakan kegiatan
Tujuan
Dipengaruhi oleh:
kebijakan
(a) Isi Kebijakan 1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat
Hasil kebijakan
3. Derajat perubahan yang diharapkan
a. Dampak pada
Tujuan yang
4. Letak pengambilan keputusan
ingin dicapai
5. Pelaksana program
masyarakat, individu, dan kelompok
Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai Program yang dijalankan seperti direncanakan? Mengukur keberhasilan
B. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) (Subarsono, 2009:99) Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: a. Standar dan sasaran kebijakan
Universitas Sumatera Utara
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik antara para agen implementasi b. Sumber daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resourse) maupun sumber daya non manusia (non human resourse) c. Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program d. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma – norma, dan pola – pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program e. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok – kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan
Universitas Sumatera Utara
f. Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahamannya terhadap kebijakan,intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Gambar 1.2. Model Impelementasi Van Meter and Van Horn
C.
Teori
George
Edwards
III
(1980)
mengungkapkan
ada
empat
faktor
dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu: 1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi atau perilaku 4. Struktur Birokratik
Universitas Sumatera Utara
Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi. Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses pengumpulan sumber daya Alam dan Sumber Daya Manusia dan diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan. Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk transformasi rumusanrumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi pola-pola operasional yang pada akhirnya akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah diambil sebelumnya. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan Dalam pandangan George C. Edwards yang diikuti dalam buku Leo Agustino (2006:149), Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu: a. Komunikasi, keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat adalah implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok- sasaran, maka kemugkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. b. Sumber Daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi
apabila
implementator
kekurangan
sumberdaya
untuk
melaksanakan,
implementasitidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya financial.
Universitas Sumatera Utara
c. Disposisi, merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. d. Struktur Organisasi, merupakan yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengatuh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Tahapan ini tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang ada, baik sektor swasta maupun public, secara kelompok maupun individual. Implementasi kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh badan atau lembaga administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan kelompok target serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang mempengaruhi tindakan para stake holder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya akan menimbulkan- dampak, baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan. “Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan” Perlu dipahami bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. hal ini dipertegas oleh Chif J.O Udoji (1981) dengan mengatakan bahwa : “ Hasil implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa indicator yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret, keluaran atau outcome yang biasanya berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau lembaga, manfaat atau benefit yang wujudnya beragam; dampak atau impact baik yang diinginkan
Universitas Sumatera Utara
maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu atau kelompok “ Chif J.O. Udoji (1981) 1.5.4 Koordinasi 1.5.4.1 Pengertian Koordinasi Menurut Leonard D. White dalam buku Sutarto (1984:126), koordinasi adalahpenyesuaian diri dari bagian – bagian satu sama lain dan gerakan serta pengerjaanbagian – bagian pada saat yang tepat sehingga masing – masing dapatmemberikan sumbangan yang maksimum pada hasil secara keseluruhan. Menurut Henry Fayol dalam buku Sutarto (1984:127), koordinasi berarti mengikatbersama, menyatukan, dan menselaraskan semua kegiatan dan usaha.Menurut George R. Terry dalam buku Sutarto (1984:129), koordinasi adalahsinkronisasi yang teratur dari usaha – usaha untuk menciptakan kepantasankuantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkan keselarasan dankesatuan tindakan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Manajer yang sukses adalah manajer yang dapat melakukan “koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS)” dengan baik (Hasibuan, 2009:86). Integrasi adalah suatu usaha untuk menyatukan tindakan – tindakan berbagai badan, instansi, unit, sehingga merupakan suatu kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan – kegiatan, tindakan – tindakan, unit – unit, sehingga diperoleh keserasian dalam pelaksanaan tugas atau kerja. Dari pejelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa untuk koordinasi dapat dipakai satu istilah yaitu keselarasaan. Baik kesatuan tindakan, waktu, kesatuan usaha, penyesuaian antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkronisasi semua kegiatan. Atas dasar itu pula, agar tercipta koordinasi yang baik maka di
Universitas Sumatera Utara
dalam organisasi harus ada keselarasan aktivitas antar satuan organisasi atau keselarasan tugas antar pejabat
1.5.4.2 Fungsi Koordinasi Fungsi
koordinasi
(Jasin,
1981:79)
ialah
mengsinkronisasikan
dan
melaraskan
kegiatansemua unit departemen organisasi menuju tercapainya suatu hasil akhir yangsama. Koordinasi menyangkut semua orang, kelompok, unit organisasi, sumberdaya organisasi dan semua kegiatan yang bekerja sama di dalam setiap organisasi.Tanpa koordinasi terjadi pemborosan waktu, daya upaya, dan uang yang sangatbanyak untuk menccapai suatu tujuan dari suatu organisasi. Fungsi dari koordinasi tersebut akan tercapai bila didukung oleh semuapihak dalam organisasi. Koordinasi yang baik dimulai dengan sikap pegawai –pegawai, perencanaan, saling percaya, dan integrasi kegiatan tetap dan terus –menerus dari semua anggota manajemen dan seluruh angkatan kerja, semangatkelompok yang baik dan moral yang tinggi. Hal ini tidak dapat tercapai
jikapegawai
yang
berkoordinasi
tidak
merasa
cocok
dengan
pimpinan
yangmengkoordinir kegiatan tersebut. Struktur organisasi juga mempunyai pengaruhyang besar pada suatu koordinasi, karena menentukan kerangka yang mengurussemua garis komando, saluran komunikasi dan pola hubungan yang harusdiintegrasikan menjadi satu hasil gabungan yang serasi. Dari penjelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa fungsi koordinasiadalah untuk mengefisienkan kinerja setiap komponen dalam organisasi gunamencapai hasil yang maksimal dari tujuan organisasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.5.4.3 Prinsip Koordinasi Prinsip – prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi (Sugandha, 1991:47)antara lain: a. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harusdicapai dan kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing – masingpihak termasuk target dan jadwalnya. b. Rancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan, saling tukar informasidari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasil termasukpemecahan masalah – masalah yang dihadapi masing – masing pihak. c. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing – masingpihak sehingga tercipta semangat kerja sama untuk saling membantu gunamengefektifkan kegiatan bersama. d. Sempurnakan sistem kerja dan sederhanakan bila perlu. Dari penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa prinsip terutama darisebuah koordinasi adalah dirancangnya pertemuan berkala antar organisasi yangberkoordinasi. Dengan adanya pertemuan berkala, maka akan terjalin komunikasidiantara organisasi tersebut dalam memonitoring kegiatan satu dengan yang laintermasuk dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah yang adadalam koordinasi tersebut. 1.5.4.4 Manfaat dan Tujuan Koordinasi Adapun yang menjadi tujuan koordinasi (Hasibuan, 2009:87-88) yaitu: a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan, keterampilan spesialis,pemanfaatan 6M, serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
b.
Untuk
menghindari
kekosongan,
tumpang
–
tindih
pekerjaan,
kekacauan
danpenyimpangan tugas dari sasaran dan menghindari tindakan overlapping darisasaran perusahaan. Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi maka ada beberapamanfaat yang dapat dipetik daripadanya (Sutarto,1984:131), yaitu: a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain antarasatuan – satuan organisasi, dihindarkan pendapat bahwa satuan organisasinyaatau jabatannya merupakan yang paling penting, pertentangan antar satuanorganisasi atau antar pejabat, rebutan fasilitas, waktu menunggu
yangmemakan
waktu
lama,
kekosongan
pengerjaan
dan
kekembaran
pengerjaanterhadap sesuatu aktivitas oleh satuan – satuan organisasi . b. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat untuksaling bantu satu sama lain diantara pejabat yang ada dalam satuan organisasiyang sama, saling memberitahu masalah yang dihadapi bersama, adanyakesatuan langkah antar para pejabat, sikap antar pejabat dan kesatuankebijaksanaan antar pejabat. Dari penjelasan diatas, peneliti berpendapat bahwa tujuan dan manfaatkoordinasi adalah untuk mengefisienkan kinerja untuk mencapai tujuanorganisasi. 1.5.4.5 Tahap-Tahap Koordinasi Tahap – tahap penting dari koordinasi (Jasin, 1981:87) yaitu: 1. Komunikasi Kemampuan organisasi untuk melakukan koordinasi akan sangat tergantungpada cara bagaimana orang mempergunakan sistem komunikasi dengan baik.Pesan yang disampaikan oleh satu instansi harus bisa diterima dan dimengertioleh instansi yang lain sehingga pelaksanaan kegiatan antar instansi tersebutakan berjalan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
2. Penentuan waktu Penentuan waktu yang tepat dan penyusunan jadwal merupakan bagian –bagian pokok dari koordinasi. Setiap situasi memerlukan suatu analisis yangcermat dan teknik perencanaan yang baik untuk disesuaikan dengan kebutuhankoordinasi yang akan dijalankan. 3. Fleksibilitas Hampir setiap prosedur senantiasa berubah. Oleh sebab itu, manajemen harusselalu waspada terhadap kebutuhan perubahan kegiatan dan perubahan dalamkoordinasi yang berkaitan dengan kegiatan itu. 4. Pengendalian Koordinasi dengan sendirinya bergantung pada pengendalian efektif. Pengendalian biasanya baik, bila diciptakan suasana yang menyebabkan orang – orang bekerja sama sebagai satu tim. Tetapi, jika orang – orang tersebut tidak ingin bekerja sama, koordinasi menjadi suatu pekerjaan yang sangat sulit, sekalipun dengan adanya pengendalian yang efektif.
1.5.4.6 Hambatan Dalam Melakukan Koordinasi Menurut Handayaningrat (1986:129), yang menjadi hambatan dalam koordinasivertikal yaitu disebabkan oleh perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawabtiap – tiap satuan kerja kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tatakerja yang kurang dipahami oleh pihak – pihak yang bersangkutan dan terkadangtimbul keraguan di antara yang mengkoordinasi dan yang dikoordinasi bahwa adahubungan dalam susunan organisasi yang bersifat hierarki.Dan ada pula hambatan dalam koordinasi fungsional baik dalamkoordinasi horizontal dan koordinasi diagonal
Universitas Sumatera Utara
yaitu disebabkan oleh pihak yangmengkoordinasi dan yang dikoordinir tidak terdapat hubungan hierarki (gariskomando). Menurut Sugandha, hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahanyang sering dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian (Sugandha, 1991:24-25),yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahananggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennyadi pusat.
1.5.5 Peraturan Daerah 1.5.5.1 Defenisi Perda dibentuk karena ada kewenangan yang dimiliki daerah otonom dan perintah dari peraturan-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Definisi Perda Sesuai dengan ketentuan UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah . Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/KotaPasal 136 ayat (2) UU No. 32/2004 mengamanatkan bahwa Perda dibentuk oleh pemerintah daerah dan DPRD
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan ; serta ayat (3) Perda yang dimaksud merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah . 1.5.5.2 Syarat berdirinya Peraturan Daerah Perda merupakan produk legislasi pemerintahan daerah, yakni Kepala daerah dan DPRD. Pasal 140 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Selanjutnya, Rancangan Perda harus mendapat persetujuan bersama DPRD dan Gubernur atau Bupati/ Walikota untuk dapat dibahas lebih lanjut. Tanpa persetujuan bersama, rancangan perda tidak akan dibahas lebih lanjut. 1.5.5.3 Landasan Pembentukan Peraturan Daerah Dalam Pembentukan Perda paling sedikit harus memuat 3 landasan yaitu: 1. Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan dasaratau ideologi negara; 2.Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan dengankondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat,dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi olehmasyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat. 3.Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengankewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materimuatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,Mengingat perda adalah produk politis, maka kebijakan daerahyang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi
Universitas Sumatera Utara
perda.Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebuttidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat. 1.5.6 Sistem Kesehatan 1.5.6.1 Pengertian Sistem Kesehatan Sistem adalah suatu keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of work). Berdasarkan pengertian ini dapat diinterpretasikan ada dua prinsip dasar suatu sistem, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk sistem; dan (2) interconnection, yaitu saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu. Keberadaan sekumpulan elemen, komponen, bagian, orang atau organisasi sekalipun, jika tidak mempunyai saling keterkaitan dalam tata-hubungan tertentu untuk mencapai tujuan maka belum memenuhi kriteria sebagai anggota suatu sistem. Jadi Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektorsektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996). 1.5.6.2 Sistem Kesehatan Kota Medan (SKK) Sistem Kesehatan Kota merupakan suatu pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kota medan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
A. Tujuan Sistem kesehatan kota medan : 1. Mewujudkan tatanan kesehatan yang mampu melibatkan partisipasi semua unsur terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kota. 2. Mewujudkan pembangunan kota berwawasan kesehatan. 3. Mewujudkan kemandirian daerah dalam bidang kesehatan. 4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang aman, adil, terjangkau serta terbuka bagi masyarakat. 5. Dan meningkatkan akses masyarakat untuk memperoleh kesehatan masyarakat(Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan)
B. Ruang lingkup Sistem Kesehatan Kota Medan : 1. Upaya kesehatan 2. Regulasi Kesehatan 3. Pembiyaan Kesehatan 4. Sumberdaya manusia kesehatan 5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan 6. Manajemen dan informasi kesehatan 7. Pemberdayaan masyarakat (Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan) C. SPM Bidang Kesehatan : 1. Upaya-upaya kesehatan dilakukan sesuai dengan SPM bidang kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemerintah daerah menjamin pembiyaan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya sesuai dengan SPM bidang kesehatan, yang pemenuhannya dilakukan secara bertahap. 3. SPM bidang kesehatan menjadi salah satu acuan dalam penentuan target pertahun pembangunan kesehatan kota. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai SPM bidang kesehatan, diatur lebih lanjut dengan peraturan Walikota.(Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan) D. Koordinasi dan Kerja Sama Lintas Sektor 1. Rumah Sakit 2. Sektor Pendidikan 3. Kantor Kementerian Agama 4. Sektor Tenaga Kerja 5. Sektor Perdagangan Perindustrian dan Koperasi 6. Sektor Pembangunan Keluarga Sejahtera 7. Unsur Kepolisian 8. Sektor Sosial 9. Badan Pusat Statistik 10. Sektor Sarana dan Prasarana Pemukiman 11. Perusahaan Daerah Air Minum 12. Sektor Kependudukan dan Catatan Sipil 13. Sektor Lingkungan Hidup 14. Palang Merah Indonesia
Universitas Sumatera Utara
15. Sektor Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan 16. Sektor Ketentraman dan Ketertiban 17. Sektor Perhubungan 18. Sektor Pariwisata dan Budaya 19. Sektor Penanggulangan Bencana 20. Sektor Pemuda dan Olahraga 21. Sektor Pekerjaan Umum 22. Sektor Kebersihan 23. Komisi Penanggulangan AIDS 24. Sektor Swasta dan Masyarakat (Sumber : Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan) 1.6 Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995). Konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan diobservasi, dan juga memungkinkan peneliti untuk mengomunikasikan hasil-hasil penelitian (Suyanto, 2008). Agar memperoleh pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut : a. Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. b. Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem Kesehatan Kota Medan (SKK) adalah suatu pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kota medan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Dimana fokus dari penelitian ini ingin melihat bagaimana koordinasi dan kerja sama lintas sektor terkait. d. Implementasi Kebijakan Perda Kota Medan Nomor 4 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Kota Medan merupakan penerapan kebijakan pemerintah daerah dalam membangun kesehatan melalui koordinasi dan kerja sama lintas sector. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB II
METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, produk pelayanan danstruktur organisasi. BAB IV
PENYAJIAN DATA
Bab ini menguraikan hasil data dari kajian dan analisa data yang diperoleh
lapangan dan
penyajiannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISA DATA
Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang disajikan yang diperoleh setelah melakukan penelitian dilapangan. BAB VI
PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara