BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas citacita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut memajukan kesejahteraan
umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan adalah hak dasar setiap penduduk di indonesia, setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan tanpa membedakan status sosial dan status ekonomi. Negara bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan dan jika negara melalaikan kewajiban memberikan pelayan
kesehatan
kepada
masayarakat
miskin berarti
pemerintah telah melanggar nilai Undang – undang dasar 1945 dan Undang undang hak asasi manusia yang dimana manusia berhak mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah khususnya masyarakat miskin. Setiap aktifitas yang dislenggarakan oleh negara tentunya ada suatu proteksi yang dimana
1
pemerintah memberikan suatu pengamanan terhadap masyarakat melalui undang – undang. Dasar pertimbangan dari Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memiliki lima poin yang mencakup isi dari undang-undang kesehatan yang meliputi: pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur ke kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan yang Kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat Kemudian Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga mengukuhkan bahwa negara juga harus bertanggung jawab serta berkepentingan atas pembangunan kesehatan rakyatnya. Menurut Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan motto yang di buat dinas kesehatan bawasanya warga sehat negara kuat. Dan definisi undang undang ini adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang bisa hidup secara produktif sosial, politik dan ekonomi. Pemerintah dalam hal ini harus bersifat tegas terhadap ketentuan yang telah di sepakati dan mendapat legitimasi hukum dan politik. Penyedia pelayanan
2
kesehatan dalam hal ini adalah puskesmas, rumah sakit baik rumah sakit umum ataupun rumah sakit swasta. Negara memberikan subsidi untuk kalangan bawah dalam hal ini adalah
masyarakat
miskin,
dalam
mengakses
pelayanan
kesehatan
diselenggarakan melalui program Jaminan sosial dengan nama jamkesmas, jamkesmas adalah bentuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini dilakukan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan peserta mengacu pada prinsip-prinsip:Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin. Menyeluruh sesuai dengan standar pelayanan medik yang rasional. Peserta program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu atau masyarakat miskin khususnya, selanjutnya disebut peserta Jamkesmas sejumlah 76,4 juta jiwa dari data Badan Pusat Statistik tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menkes RI. Apabila masih terdapat masyarakat miskin tidak tercover oleh jamkesmas maka pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemda setempat yang disebut Jamkesda. Jamkesda adalah bentuk belanja daerah yang diperuntukan kepada masyarakat yang tidak mampu yang tidak terdaftar jamkesmas dan mekanisme pengelolaannya samahalnya mengikuti jamkesmas. Untuk masyarakat miskin yang tidak terdaftar baik jamkesmas
3
dan jamkesda maka masyarakat miskin dapat meminta surat keterangan miskin kepada instansi yang terkait. Sasaran peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang belum menjadi peserta Jamkesmas dijamin dalam
Jamkesmas dan dapat
menggunakan kartu PKH pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan mengikuti semua prosedur yang telah dibuat dan ditetapkan oleh dinas kesehatan.(http://health.kompas.com/read/2011/05/24/04333344/Tahun.2012. Kepesertaan.Berdasarkan.Data.BPS) Pelaksanaan
pembangunan
kesehatan,
pemerintah
Indonesia
menganggarkan minimal 5 % dari APBN di luar gaji yang sesuai dengan amanat undang-undang. Sedangkan angaran ksehatan pemprov serta kabupaten atau kota dialokasikan minimal 10 % dari APBD dimana dua per tiga dari anggaran tersebut utuk kepentingan pelayanan publik dalam bidang kesehatan. APBN pada 2012 sebesar Rp1.435 triliun.Pada 2011 anggaran kesehatan dialokasikan 2,3% dari total nilai APBN. Endang menambahkan, anggaran ini masih jauh dari amanat UU No 36/2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan anggaran kesehatan dialokasikan 5% dari APBN. ”Memang masih kurang (anggaran kesehatan).Namun, kami tetap akan mengupayakan yang terbaik. Pada 2012 anggaran kesehatan akan lebih besar digunakan untuk kegiatan kuratif sebesar Rp15,56 triliun. Sedangkan sisanya sebesar Rp14,34 triliun akan digunakan untuk kegiatan preventif/ promotif,”paparnya. Dia mengungkapkan,penggunaan dana APBN Kemenkes mayoritas dialokasikan di daerah. Pada 2011 sebesar 88% APBN Kemenkes digunakan untuk pembangunan kesehatan di daerah. Sedangkan pembangunan kesehatan di pusat hanya 12%. Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron Mukti mengatakan, khusus untuk masalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), saat ini sudah ada 76,4 juta orang di Indonesia sudah mendapatkan jaminan 4
kesehatan. Itu berarti 63,1% penduduk Indonesia sudah mendapatkan jaminan kesehatan“Hanya, memang itu tidak seluruhnya diberikan oleh program Jamkesmas pemerintah. ( Koran Seputar Indonesia Kamis, 05 Januari 2012)
Angaran yang dikeluarkan pemerintah 5% dari APBN dan 10% untuk APBD menurut saya kurang, karena anggaran tersebut terlalu kecil, sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan sangat banyak serta masayarakat yang termasuk kategori miskin masih banyak, kesehatan merupakan sakah satu aset negara yang urgent karena jika negara sehat maka ekonomi akan stabil. Anggaran tersebut sangat kecil dibanding dengan anggaran yang lainya, seharusnya anggaran untuk masalah kesehatan ini minimal 10% dari APBN dan 15 % untuk APBD sehingga masyarakat miskin mendapat haknya, dimana masyarakat miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal serta benar-benar gratis tanpa ada pungutan apapun. Pelayanan
yang
berhasil
adalah
ketika
penguna
pelayanan
kesehehatan merasa puas atas pelayan yang diterimanya minimal pasien mendapatkan 5S yang meliputi senyum, salam, sapa, sopan, santun atau dengan tidak mempersulit birokrasi, administrasi dan yang lainnya, hal ini tentu banyak opini yang pro dan kontra ketika dalam proses serta aplikasinya. Konsep pelayanan yang ideal adalah ketika dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan SOP atau standart oprasional prosedur yang sudah ada yang tentunya mengacu pada undang – undang pelayana publik, adapun dasar pertimbangan dari Undang-Undang No 25 Tahun 2009
5
tentang Pelayanan Publik memiliki lima poin yang mencakup isi dari undangundang kesehatan yang meliputi: Pertama : Bahwa negara berkewajiban melayanai setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kedua : bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang di lakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus di lakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik. Ketiga : bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terbentuknya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, di perlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. Keempat : Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kwalitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas – asas umum pemerintah dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan yang hukum yang mendukungnya. Penyelengara pelayanan kesehaan juga bisa kreatif dalam hal komunikasi, komunikasi dalam hal ini sangat penting karena di komunikasi inilah suatu pelayanan yang maksimal akan didapatkan karena antara pemberi pelayanan dan pengguna pelayanan bisa saling mengerti dan memahami
6
mulai dari pemberian pelayanan dan informasi persyaratan mengakses kesehatan dll bisa di terima masyarakat dengan baik, hal ini sebagai salah satu bentuk mengantisipasi miskomunikasi antara penyelenggara kesehatan dengan pengguna kesehatan khususnya pasien pengguna jamkesmas, jamkesda dan SPM sehingga mengurangi konflik sosial. Tolok ukur pencapaian kinerja sangat penting untuk disertakan dalam setiap evaluasi kinerja pelayanan, agar masing-masing unit organisasi pelaksana dari kewenangan/fungsi dalam bidang tertentu dapat mengukur dirinya sendiri apakah sudah berhasil memberikan pelayanan yang baik serrta dapat menyelesaikan tugasnya sesuai kesepakatan. Ukuran kinerja yang jelas serta sesuai dengan Undang – Undang Dasar 1945 yang meliputi undangundang pelayanan publik, dan undang-undang keterbukaan informasi publik (KIP) atau masyarakat juga bisa memantau kinerja unit organisasi penyelenggara kesehatan, karena dengan transparansi pengukuran juga menggambarkan akuntabilitas unit organisasi tersebut pada publik. Bentuk akuntabilitas dalam aspek pelayanan publik harus memuat beberapa hal seperti adanya rumusan standar kualitas yang jelas dan disosialisasikan kepada masyarakat, adanya sistem penanganan keluhan yang responsif, adanya ganti rugi yang diberikan kepada klien atau pengguna jasa apabila mereka tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti mal praktek yang di lakukan oleh penyedia pelayanan kesehata sehingga terjadi kecacatan fisik yang di alami pasien. Persoalan dalam hal ini adalah bahwa pencarian Perlindungan hukum seperti tersebut di atas hanya menjadi cermin dengan kurang maksimalnya
7
dalam pengaplikasian terhadap masyarakat, khususnya masyarakat miskin,, betapa pemerintah membiarkan warga miskin tidak memperoleh akses bagi kesehatan yang luas dan layak. Salah satu contoh kasus yang lagi up serta menyerap banyak kritikan serta perhatian dari masyarakat luas di malang adalah meninggalnya pasien miskin di salah satu puskesmas di kabupaten malang, dimana fasilitas pasien miskin di cabut karena memakai ambulan desa, padahal pasien miskin tersebut berprofesi sebagai tukang becak dan surat keterangan miskinnya baru selesai hari senin. Permasalahan meninggalnya pasien miskin warga di salah satu desa di Kabupaten malang yang dimana meninggalnya
pasien miskin itu karena
mengidap penyakit bronchitis, persoalannya bukan masalah dari penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Namun, hal itu terkait pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas setempat, karena puskesmas yang melakukan perawatan pada pasien miskin itu tidak menggunakan Standar Operasional Pelayanan (SOP). Sehingga pasien yang dirujuk ke ke RSUD, tidak didampingi oleh petugas puskesmas setempat, bahkan, oksigen dan jarum infus yang sebelumnya menempel di hidung dan tangan
pasien, dilepas
ketika akan dibawa ke RSUD. Sehingga dalam perjalanan menuju rumah sakit pasien meninggal dunia, dan untuk memastikan pasien meninggal atau belum, maka keluarga pasien meminta sopir ambulance untuk berhenti dan minta tolong pada Puskesmas Kedungkandang. Ironisnya lagi, pasien miskin dibawa ke rumah sakit tidak menggunakan mobil ambulance puskesmas, tapi menggunakan mobil ambulace milik Pemerintah Desa Setempat.
8
Permasalahan yang menjadi polemik sekarang ini adalah masyarakat kurang mengetahui
dan
memahami
persyaratan tentang
bagaimana
mengakses pelayanan kesehatan terutama masyarakat sangat miskin pengguna jamkesmas dan jamkesda. Banyak masyarakat yang mengklaim bawasanya pelayanan yang di dapatkan dari penyelenggara kesehatan tidak memuaskan padahal sudah memiliki kartu jamkesmas atau jamkesda. LSM komdek dengan hasil survey yang di lakukan tim lapangan pada Oktober sampai dengan November dengan mengambil sampel dari sembilan kecamatan sekabupaten malang yakni kecamatan Lawang, Singosari, Dau, Poncokusumo, Wajak, Tajinan, Kepanjen, Gondanglegi dan Ngajum dengan hasil survey dari 400 responden pengguna SPM , 123 pasien atau sekitar 30,7 % mengaku mendapat mengaku mendapat pelayanan yang kurang memuaskan seperti petugas yang tidak ramah dengan tidak memberikan 5S Salam, Senyum, Sapa, Sopan, Santun dan dipersulit saat pengurusan administrasi serta diagnosa yang kurang serius dan akhirnya pasien SPM ini tidak menggunakan haknya dengan mendaftar sebagai pasien umum. Sementara sekitar 24 % atau 97 responden di beri pelayanan yang kurang memuaskan tetapi mereka tetap menggunakan haknya yakni berobat dengan menggunakan kartu jamkesmas, sedangkan 152 responden atau 38% mendapat pelayanan ramah, namun pengguna SPM itu di patok dengan harga umum. ( Radar Malang. Maret 2011) Permasalahan yang sebenarnya sangat sederhana tetapi kalau di abaikan akan menjadi masalah yang berdampak sistemik terhadap nilai sosial, yaitu antara pengguna pelayanan kesehatan yang memakai kartu jaminan
9
kesehatan masyarakat dengan penyelenggara kesehatan tidak pernah saling menghargai dan bahkan saling beropini negatif. Dengan permasalahan seperti yang di uraikan peneliti di atas serta berangkat dari Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU 44/2009) yang memiliki sebagaian poin yang mengatakan bahwa pasien memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional dan memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik mangambil judul “pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin pengguna jemkesmas di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang” 2. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka Permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan: 1. Bagaimana
pelayanan
kesehatan
terhadap
masyarakat
miskin
pengguna jamkesmas dan jamkesda di RSUD Kanjuruhan Kepanjen? 2. Apa sajakah faktor penunjang dan penghambat dalam memberikan pelayanan terhadap pasien miskin di RSUD Kanjuruhan Kepanjen? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah:
10
1.
Ingin mengetahui pelayanan yang di berikan penyedia pelayanan dalam hal ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan kepada masyarakat pengguna jaminan sosial tersebut.
2.
Ingin mengetahui tentang faktor penunjang dan penghambat yang ada di RSUD Kanjuruhan dalam memberikan pelayanan.
4. Manfaat penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini: Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Keilmuan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan tentang pola pelayanan kesehatan masyarakat msikin di malang bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Malang
khususnya
mahasiswa
Jurusan
Ilmu
Kesejahteraan Sosial. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi RSUD Kanjuruhan dapat dijadikan sebagai Bahan evaluasi serta masukan bagi pihak pengelola berkaitan tentang
pola pelayanan kesehatan kepada semua lapisan
masyarakat guna mewujudkan rumah sakit yang peduli/ care kepada masyarakat miskin. b. Bagi penelitian yang lain hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dalam penelitian sejenis.
11
12