BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut dan menjaga kelangsungan pembangunan nasional dalam suasana aman, tentram, tertib, dan dinamis baik dalam lingkungan nasional maupun internasional, perlu di tingkatkan pengendalian terhadap hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas nasional. Dasar pertimbangan diberlakukannya UndangUndang
Republik
Indonesia
Nomor
6
Tahun
2011
tentang
Keimigrasian, adalah pengaturan keimigrasian yang mengatur lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik Indonesia serta merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 dan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas serta hubungan antar bangsa dan negara diperlukan penyempurnaan
1
pengaturan keimigrasian yang dewasa ini di atur dalam berbagai bentuk peraturan perudang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan. Terjadinya tindak pidana keimigrasian seperti pembuatan dan pemalsuan surat perjalanan yang merupakan dokumen resmi yang secara sah seharusnya dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara karena memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara, memerlukan upaya penegakan hukum meliputi pengawasan terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung upaya penegakan hukum yang dapat diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya penyalahgunaan dokumen negara dan dokumen lainya untuk kepada penegak hukum atau
pihak
yang
berwajib,
termasuk
keterlibatan
aparatur
pemerintahan yang dengan sengaja membantu penyalahgunaan dokumen negara dan dokumen lainnya yang dapat di golongkan sebagai tindak pidana keimigrasian. Hukum keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku di indonesia, bahkan merupakan subsistem dari hukum adimistrasi
negara.
Sebagai
sebuah
sistem
hukum,
hukum
keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak pemerintahan kolonial
2
Belanda.
Ketentuan
hukum
keimigrasian
di
Indonesia
sejak
proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1991 secara formal tidak mengalami perkembangan berarti. Dikatakan demikian karena ketentuan keimigrasian masih tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-undangan dan masih kuat dipengaruhi oleh hukum kolonial. Disamping tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan
nasional,
sebagian
dari
ketentuan
tersebut
masih
merupakan ketentuan bentukan pemerintah kolonial Belanda yang diserap kedalam hukum keimigrasian nasional. Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu lintas orang, jasa dari dan kewilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu
pertumbuhan
ekonomi
serta
proses
moderenisasi
masyarakat. Peningkatan arus orang asing ke wilayah Indonesia tentu akan meningkatkan penerimaan uang yang akan di belanjakan di Indonesia,
meningkatnya
meningkatnya
perdagangan
investasi dan
yang
akan
dilakukan,
meningkatkan
serta devisa.
Peningkatan arus lalu lintas barang, jasa informasi, dan juga orang dapat mengandung pengaruh negatif, seperti : a. Dominasi
perekonomian
transnasional
yang
nasional
bergabung
oleh
perusahaan
dengan
perusahaan
Indonesia. b. Munculnya transnational Organized mulai dari perdagangan wanita dan anak-anak pencucian, narkotika, dan obat
3
terlarang, imigran gelap, sampai keperbuatan terorisme internasional. Dampak negatif ini akan selalu meluas ke pola kehidupan dan tatanan sosial kebudayaan yang dapat berpengaruh kepada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang timbul akibat mobilitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang keluar masuk dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin besar. Penerapan politik hukum keimigrasian
yang
bersifat
selektif
membuat
institusi
imigrasi
Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, baik dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia. Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa hanya orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia, tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum, dan tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia, diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta di beri izin tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia. Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk dari dan kedalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin
4
tinggal serta pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, maka penulis berinisiatif untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkannya dalam Tugas Akhir (Skripsi)
dengan
judul
“Tinjauan
Terhadap
Tindak
Pidana
Keimigrasian ( Studi Kasus di Kantor Imigrasi Kelas I Makassar)” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu : 1. Bagaimanakah peranan aparatur penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana keimigrasian di Kota Makassar ? 2. Bagaimanakah
upaya
penanggulangan
tindak
pidana
keimigrasian di Kota Makassar ? C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui peranan aparatur penegak hukum dalam menanggulangi
tindak
pidana
keimigrasian
di
Kota
Makassar ? b. Bagaimanakah
upaya
penanggulangan tindak pidana
keimigrasian di Kota Makassar ?
5
2. Kegunaan penelitian Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a. Kegunaan teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan dan bahan referensi hukum bagi mereka yang berminat pada kajian-kajian ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya. b. Kegunaan praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada instansi-instansi terkait, khususnya aparat penegak hukum.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana. Tindak pidana (delik) berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS belanda , dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Menurut
Adami
Chazawi
(2008:67-68),
menerangkan
bahwa di Indonesia sendiri ada beberapa istilah yang sering di gunakan sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit (Belanda). Istilah-istilah yang digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit antara lain adalah tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum dan yang terakhir adalah perbuatan pidana. Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni Straf, baar dan feit. Dari istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukuman perkataan
baar
diterjemahkan
dengan
dapat
dan
boleh.
7
Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Secara letterlijk, kata “straf ” artinya pidana, “baar “ artinya dapat atau boleh dan “feit “ adalah perbuatan. Sedangkan dalam bahasa Belanda “ feit “ berarti sebagian dari suatu kenyataan” dan “strafbaar feit “ dapat di terjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat di hukum”. Di dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang dapat dikemukakan dalam beberapa buku hukum pidana dan beberapa perundang-undangan hukum pidana, yaitu : peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang boleh di hukum, perbuatan yang dapat di hukum, dan pelanggaran pidana. Dalam KUHP yang belaku sekarang, kita tidak akan menemukan tindak pidana itu. Oleh karena itu dalam ilmu hukum pidana terdapat beraneka ragam pengertian tindak pidana yang diciptakan oleh para sarjana hukum pidana. Adapun istilah yang dipakai Moeljatno dan Roeslan Saleh dalam menerjemahkan Strafbaar feit adalah istilah perbuatan pidana Adami Chazawi (2008:67-68). R. Abdoel Djamali (2005: 175) Menambahkan bahwa peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delik) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukum pidana.
8
Wirjono Prodjodikoro (2003:1), Istilah tindak pidana itu sendiri adalah pelanggaran norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu perdata, hukum ketatanegaraan,dan hukum tata usaha pemerintah yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi sebagai hukum pidana. Istilah tindak pidana hanya menunjukkan kepada sifat apabila dilanggar saja, yaitu sifat dilarang itu benar-benar dipidana seperti yang sudah diancamkan, ini tergantung kepada keadaan batinnya dan hubungan batinnya dengan tindakannya itu yaitu dengan kesalahannya. Jadi tindak pidana dipisahkan demi pertanggungjawaban pidana. Lain halnya dengan strafbaar feit yang mencakup pengertian perbuatan dan kesalahan. Bahwa untuk pertanggungjawab pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela dan ada pula asas hukum yang tidak tertulis “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”. Menurut Pompe (Lamintang, 1997:182), perkataan tindak pidana itu dari 2 segi, yaitu : 1. Dari segi teoritis, tindak pidana dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib umum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh sesorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah
9
perlu,
demi
terpeliharanya
ketertiban
umum
dan
terjaminnya kepentingan umum. 2. Dari segi hukum positif, tindak pidana adalah tindak lain dari pada suatu tindakan yang menurut rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dihukum. Selanjutanya, Pompe menyatakan bahwa perbedaan antara segi teoritis dan segi hukum positif tersebut hanya bersifat sementara, oleh karena dari segi teoritis tidak seorangpun kecuali apabila tindakan itu benar-benar bersifat melawan hukum dan telah dilakukan dengan kesalahan (shuld) baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedangkan hukum positif kitapun tidak mengenal adanya suatu kesalahan (shuld) tanpa adanya suatu perbuatan melawan hukum. Menurut
J.E
Jonkers
(Pipin
Syarifin,
2000:51),
memberikan definisi Strafbaar feit menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. 2.
Definisi pendek, Strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. Definisi panjang, Strafbaar feit adalah suatu kelakuan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau karena alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Jalan pikiran menurut definisi pendek pada hakikatnya menyatakan bahwa setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan undangundang dan pendapat umum tidak dapat melayani ketetapan yang telah ditentukan oleh undang-undang. Adapun definisi yang panjang menitikberatkan pada 10
sifat melawan hukum dan pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan sacara tegas di dalam setiap detik, atau unsur-unsur tersembunyi yang secara diam-diam dianggap ada. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana. Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dalam buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan
dalam
setiap
rumusan,yaitu
laku/perbuatan walaupun ada
mengenai
tingkah
pengecualian saperti Pasal 351
dicantumkan, mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping
itu,banyak
mencantumkan
unsur-unsur
lain
baik
sekitar/mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu. Menurut Adami Chazawi, (2002: 82) dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Unsur tingkah laku Unsur melawan hukum Unsur kesalahan Unsur akibat konstitutif Unsur keadaan yang menyertai Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana Unsur tambahan untuk memperberat pidana Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana Unsur objek hukum tindak pidana Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana
11
Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya
berupa unsur objektif.
Unsur melawan
hukum
adakalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (Pasal 362 KUHP) terletak bahwa dalam mengambil itu dari luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif). Atau pada Pasal 251 KUHP pada kalimat “tanpa izin memerintah” juga pada Pasal 253 pada kalimat “menggunakan cap asli secara melawan hukum objektif”. Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (Pasal 378 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), pengancaman (Pasal 369) dimana disebutkan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (Pasal 372 KUHP) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaannya itu merupakan celaan masyarakat. Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukum objektif atau subjektif tergantung dari bunyi redaksi rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Unsur-unsur tindak pidana dapat di bedakan menjadi dua macam unsur, yakni : (1) unsur-unsur subjektif, dan (2) unsur-unsur objektif. Unsur subjektif
12
adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Unsur subjektif dari suatu tindakan pidana yaitu : 1.
Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa).
2.
Maksud atau voomemen pada satu percobaan atau poging seperti yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
3.
Macam-macam maksud atau oogmerk seperti, kejahatankejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan pemalsuan.
4.
Merencanakan
terlebih
dahulu,
seperti
kejahatan
pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP 5.
Perasaan takut, seperti dalam rumusan tindak pidana Pasal 308 KUHP Sedangkan unsur-unsur objektif dalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaankeadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari suatu tindakan pidana yaitu : 1.
Sifat melanggar hukum,
2.
Kualitas dari sipelaku,
3.
Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
13
Menurut Moeljatno (Lamintang, 1997:72) untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur yang meliputi : a.
Adanya perbuatan.
b.
Yang dilarang (aturan Hukum).
c.
Ancaman pidana (bagi yang melanggar). Perbuatan manusia saja boleh dilarang, oleh aturan hukum.
Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tetapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana merupakan pengertian umum, yang ada pada umumnya dijatuhi pidana karena melakukan tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang. B. Keimigrasian 1. Pengertian Keimigrasian. Istilah
Keimigrasian
berasal
dari
kata
imigrasi
yang
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “immigratie” dan bahasa latin “immigratio”. Kata imigrasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu in yang artinya dalam dan migrasi yang artinya pindah, datang, masuk atau boyong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arti imigrasi adalah pemboyong orang-orang masuk ke suatu negeri. Dalam bahasa inggris, pengertian imigrasi adalah: imigration is the entrance into an alien country of person intending
14
to take a part in the life of that country and to make it their more or les pemanent residence. yang artinya imigrasi adalah pemasukan ke suatu negara asing dari orang-orang yang berniat untuk menumpang hidup atau mencari nafkah dan sedikit banyak menjadikan negara itu untuk tempat berdiam atau menetap. Pada hakikatnya emigrasi dan imigrasi ini menyangkut hal yang sama seperti dua sisi mata uang yang sama, yaitu perpindahan penduduk antar negara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika orang pindah kenegara lain, peristiwa ini di pandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang didatangi orang tersebut peristiwa itu disebut sebagai peristiwa imigrasi. Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin migratio yang berarti perpindahan orang dari satu tempat atau negara menuju ketempat negara lain. Oxford dictionary of law juga memberikan definisi sebagai berikut : imigration is the act of entering a Country other than one’s native country with the intention of living there permanently. Dari definisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud yang pasti, untuk tinggal menetap dan mencari nafkah disuatu tempat baru, oleh karena itu, orang asing bertamasya atau mengunjungi suatu konferensi internasional atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran. Sedangkan
15
menurut
Undang-undang
Nomor
6
tahun
2011
tentang
keimigrasian dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan : Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara. Dengan menggunakan pendekatan dramatikal (tata bahasa) dan pendekatan sematik (ilmu tentang arti kata) definisi keimigrasian dapat dijabarkan sebagai berikut : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu kata ikhwal diartikan hal, perihal. Dengan demikian, hal-ikhwal diartikan bebagai keadaan, peristiwa dan kejadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir-mudik, bolak-balik. Dengan demikian, menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu : 1. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar-masuk dan tinggal dari dan kedalam wilayah Negara Republik Indonesia. 2. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia.
16
Unsur pertama, peraturan lalu-lintas keluar masuk wilayah Indonesia. Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan wewenang suatu negaraserta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian tidak membedakan
antara
emigrasi
dan
imigrasi.
Selanjutnya,
pengaturan lalu-lintas keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat tertentu atau daratan lain yang ditetapkan Menteri Kehakiman sebagai tempat masuk atau tempat keluar wilayah Indonesia (entry point). Pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan memasuki wilayah Negara Indonesia secara tidak sah, artinya setiap tindakan keluar masuk wilayah Indonesia tidak melalui TPI, merupakan tindakan yang dapat dipidana. Unsur kedua dari pengertian Keimigrasian Menurut Imam Santoso (2004: 20) yaitu pengawasan orang asing di wilayah Indonesia. Dalam rangka ini “pengawasan” adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol dan mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan rencana atau aturan yang telah di tentukan.
17
Pengawasan orang asing meliputi masuk dan keluarnya orang asing dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada dasarnya telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
ketika
menerima
permohonan
pengajuan
visa.
Pengawasan selanjutnya dilaksanakan oleh pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) ketika pejabat Imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau memberi izin tinggal yang sesuai dengan visa yang dimilikinya, selanjutnya pengawasan beralih ke kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal warga asing tersebut. Dari keseluruhan
prosedur
keimigrasian
yang
ditetapkan,
perlu
diketahui bahwa operasionalisasinya dilaksanakan berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif. 2. Ruang Lingkup Keimigrasian. Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ikhwal orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas masalah yang berporos pada atau paling
tidak
paradigma
bertalian
baru
dengan
melihat
bahwa
negara
asing.
keimigrasian
Sebaliknya, itu
bersifat
multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini lebih disebabkan karena dunia telah menjadi
18
semakin kecil dan bahwa subjek masalah keimigrasian adalah yang bersifat dinamis. Hal itu dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut : a.
Bidang Politik Ada berbagai pendapat yang menyatakan dimana sebenarnya fungsi keimigrasian itu berada. Di suatu sisi, sebagian bagian dari sistem hukum adimistrasi negara, hukum keimigrasian sering disertai dengan sanksi pidana yang kadang kala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai kaitan yang sangat erat hubungan internasional. Berbagai pendapat tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi keimigrasian itu. Di bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada hubunganhubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintas batas negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia.
b.
Bidang Ekonomi Di bidang ekonomi tampak jelas sekali keterkaitan fungsi
imigrasi
dalam
rangka
melaksanakan
politik
perekonomian suatu negara. Hal itu terkait dalam kerangka pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global yang
19
ditandai dengan peningkatan arus
investasi sehingga
menciptakan lapangan kerja, mengalirkan teknologi baru, dan akan meningkatkan arus manusia ke kawasan tersebut, atau dengan kata lain , kemana investasi ditanam kesana pula arus manusia mengikutinya. Di dalam kaitan ini sangatlah jelas bahwa jasa keimigrasian di suatu negara merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan
ekonominya.
Sektor
membutuhkan
jasa
infrastruktur lain, seperti jasa fasilitas tranportasi, jasa fasilitas komunikasi, jasa pengelolaan sumber daya alam dan manusia serta jasa fasilitas perbankan. Maka, sudah dapat dipastikan bahwa kini jasa fasilitas keimigrasian merupakan
bagian
dari
infrastruktur
perekonomian.
Pemberian fasilitas jasa keimigrasian, seperti pemberian izin masuk, izin masuk kembali (re-entry permit) izin masuk beberapa kali perjalanan (multiplere-entry permit). Serta bermacam-macam izin tinggal (izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap) merupakan bagian dari infrastruktur perekonomian. Begitu pula dengan aspek pengawasan orang asing, termasuk pembatasan yang diberlakukan terhadap seseorang asing untuk memperoleh izin masuk atau tinggal di suatu negara baik sebagai pencari kerja maupun investor, yang dimaksudkan untuk melindungi
20
warga negaranya dari sisi perekonomian dalam menghadapi persaingan hidup. Sebagai infrastruktur perekonomian, pembentukan
pola-pola
keimigrasian
dengan
alasan
perekonomian dalam memberi izin masuk dan bertempat tinggal bagi warga negara asing ke negaranya, tentu saja memiliki persyaratan yang ketat dan menguntungkan negara tersebut. Begitu pula negara yang termasuk dalam kategori migrant country. c.
Bidang Sosial Budaya Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif
maupun
negatif
pada
individu
atau
kelompok
penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena ada interaksi diantara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima. Negara berkepentingan, melalui fungsi keimigrasian, untuk tetap menjaga kondisi sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak struktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian, melalui kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, harus mampu menyaring serta mengatur halhal
dimaksud
di
atas.
Sebagai
contoh,
terjadinya
peningkatan jumlah pengungsi Afghanistan yang masuk ke Indonesia
mempengaruhi
kondisi
sosial
dan
budaya
21
penduduk
Indonesia
yang
tinggal
di
sekitar
tempat
penampungan orang Afghanistan tersebut. Berbagai hal dapat terjadi, misalnya konflik sosial, perkawinan antara pengungsi dan penduduk lokal yang berdampak pada status kewarganegaraan anak mereka. d.
Bidang Keamanan Permasalahan yang timbul dan berkaitan dengan aspek politis, ekonomis, sosial, dan budaya pada masyarakat akan sangat berpengaruh pada stabilitas keamanan negara tersebut.
Fungsi
keimigrasian
yang
mengatur
serta
mengawasi keberadaan orang di negara tersebut akan memiliki peran yang signifikan. Secara universal Imigrasi dijadikan sebagai penjuru (vocal point). Kebijakan yang salah atau tidak tepat di dalam menangani masalah ini akan mempunyai dampak yang sangat besar pada bidang lain. Sebagai contoh kebijakan keimigrasian untuk mengatasi kejahatan terorganisasi lintas negara. e.
Bidang Kependudukan Demikian pula kependudukan yang merupakan salah satu
gatra
di
dalam
konsep
ketahanan
nasional.
Kependudukan merupakan aset bangsa. Struktur dan komposisi penduduk negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi politis, ekonomis, sosial, budaya, serta
22
keamanan nasional. Isu SARA sering menjadi pemicu stabilitas
keamanan
yang
akan
berkaitan
erat
atau
berdampak pada situasi perekonomian baik wilayah maupun nasional. Bahkan, lebih luas daripada itu, isu SARA dapat berpengaruh pada situasi perekonomian dan keamanan secara regional ataupun internasional. 3. Jenis-jenis Keimigrasian. Dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan : (1) Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Tinggal. (2)
Izin Tinggal diberikan kepada Orang Asing sesuai dengan Visa yang dimilikinya.
(3)
Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.
Izin Tinggal diplomatik. 1.
Izin Tinggal diplomatik diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa diplomatik.
2.
Izin Tinggal diplomatik dan Izin Tinggal dinas serta perpanjangannya diberikan oleh Menteri Luar Negeri.
23
b.
Izin Tinggal dinas. Izin Tinggal dinas diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa dinas.
c.
Izin Tinggal kunjungan. Izin kunjungan diberikan oleh pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi kepada orang asing mancanegara yang dibebaskan keharusan memiliki visa kunjungan diberikan dalam rangka : 1.
Tugas pemerintah
2.
Usaha
3.
Kegiatan sosial budaya
4.
Kepariwisataan Izin kunjungan diberikan untuk jangka waktu
d.
Izin Tinggal terbatas. Izin tinggal terbatas diberikan kepada: 1)
Orang asing pemegang izin masuk dengan visa tinggal terbatas.
2)
Anak lahir dan berada di wilayah Indonesia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari orang tua pemegang izin tinggal terbatas.
3)
Anak yang lahir dan berada di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari ibu warga
24
Indonesia dan ayah tidak memiliki izin tinggal terbatas. 4)
Orang asing yang mendapat alih status izin kunjungan menjadi izin terbatas.
e.
Izin Tinggal tetap Izin tinggal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di Indonesia. Perpanjangan izin tinggal tetap diajukan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum izin tinggal tetap berakhir. Dalam hal izin tinggal tetap berakhir sedangkan keputusan Direktur Jenderal Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
orang
asing
yang
bersangkutan
dapat
memberikan perpanjangan sementara izin tinggal tetap paling lama (90) hari terhitung sejak izin tinggal tetap berakhir. C. Tindak Pidana Keimigrasian. Merumuskan tindak pidana lingkungan tidak dapat dianggap mudah. Dalam hal ini Reksodiputro (Hamdan, 2004:41), menyatakan bahwa,perumusan yang terpaksa bersifat umum, kurang tegas dan terperinci akan mengandung bahaya, bahwa ketentuan pidana yang perumusannya umum itu akan dapat menghilangkan makna legalitas. Tindak pidana keimigrasian adalah tindak pidana sebagaimana
25
dimaksudkan di dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 163 undangundang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, sebagai berikut : Pasal 133. Setiap orang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di Tempat pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 114. (1) Penanggung Jawab Alat Angkut atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkut yang tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang yang tidak melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi atau petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pasal 155. Setiap Penanggung Jawab Alat Angkut yang tidak membayar biaya beban sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 79 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 116. Setiap Orang Asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 117. Pemilik atau pengurus tempat penginapan yang tidak memberikan keterangan atau tidak memberikan data Orang Asing yang menginap di rumah atau di tempat penginapannya setelah diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal72 ayat (2) dipidana
26
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 118. Setiap Penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminan yang diberikannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 119 (1) Setiap orang Asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Dokumen Perjalanan, tetapi diketahui atau patut diduga bahwa Dokumen Perjalanan itu palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 120. (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun palsu, atau tanpa menggunakan Dokumen Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak, dipidana karena penyeludupan Manusia dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
27
(2) Percobaan untuk melakukan tindak pidana Penyeludupan Manusia dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 121. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. Setiap orang yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan Visa atau Tanda Masuk atau Izin Tinggal dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain untuk masuk atau keluar atau berada di Wilayah Indonesia; b. Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau Tanda Masuk atau Izin Tinggal palsu atau yang dipalsukan untuk masuk atau keluar atau berada di Wilayah Indonesia. Pasal 122. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. Setiap Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya: b. Setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada Orang Asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian Izin Tinggal yang di berikan kepadanya. Pasal 123. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. Setiap orang yang dengan sengaja memberikan surat atau data palsu atau yang dipalsukan atau keterangan tidak benar dengan maksud untuk memperoleh Visa atau Izin Tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain;
28
b. Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau Izin Tinggal sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia. Pasal 124. Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi pemondokan atau memberi penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada Orang Asing yang diketahui atau patut diduga: a. Berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); b. Izin Tinggal habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) Pasal 125. Setiap orang asing yang tanpa izin berada di daerah tertentu yang telah dinyatakan terlarang bagi Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 126. Setiap orang dengan sengaja: a. Menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia untuk masuk atau keluar Wilayah Indonesia, tetapi diketahui atau patut diduiga bahwa Dokumen Perjalanan Republik Indonesia itu palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); b. Menggunakan dokumen Pejalanan Republik Indonesia orang lain atau yang sudah dicabut atau yang dinyatakan batal untuk masuk atau keluar Wilayah Indonesia atau menyerahkan kepada orang lain Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya atau milik orang lain dengan maksud digunakan secara tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
29
dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); c. Memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); d. Memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Dokumen Perjalana Republik Indonesia yang sejenis dan semuanya masih berlaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); e. Memalsukan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau membuat Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 127. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menyimpan Dokumen Pejalanan Republik Indonesia palsu atau dipalsukan dengan maksud umtuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 128. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan blanko Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau blanko Dokumen Keimigrasian lainnya; b. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai,menyimpan, atau memperdagangkan cap atau alat lain yang di gunakan
30
untuk mengesahkan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau Dokumen Keimigrasian lainnya. Pasal 129. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, mengubah, menambah, mengurangi, atau menghilangkan baik sebagian maupun seluruhnya, keterangan atau cap yang terdapat dalam dokumen PerjalananRepublik Indonesia atau Dokumen Keimigrasian lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 130. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai Dokumen Perjalanan atau Dokumen keimigrasian lainnya milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pasal 131. Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, merusak, menghilangkan, mengubah, menggandakan, menggunakan dan atau mengakses data Keimigrasian, baik secara manual maupun elektronik, untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 132. Pejabat Imigrasi atau pejabat lain yang ditunjuk yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dan/atau memberikan atau memperpanjang Dokumen Keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
31
Pasal 133. Pejabat Imigrasi atau pejabat lainnya: a. Membiarkan seseorang melakukan tindak pidana Keimigrasian sebagaimana dimaksud Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 126, Pasal 127, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133 huruf b, Pasal 134 hruf b, dan Pasal 135 yang patut diketahui olehnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; b. Dengan sengaja membocorkan data Keimigrasian yang bersifat rahasia kepada pihak yang tidak berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dan Pasal 68 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; c. Dengan sengaja tidak menjalankan prosedur operasi standar yang berlaku dalam proses pemeriksaan pemberangkatan atau masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Psal 13 ayat (1) atau keluarnya orang dari Wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Psal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; d. Dengan sengaja dan melawan hukum tidak menjalankan prosedur operasi standar penjagaan Deteni di Rumah Deteni Imigrasi atau Ruang Deteni Imigrasi yang mengakibatkan Deteni melarikan diri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; e. Dengan sengaja dan melawan hukum tidak memasukkan data kedalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan. Pasal 134. Setiap Deteni yang dengan sengaja: a. Membuat, memiliki, menggunakan, dan/atau mendistribusikan senjata dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun; b. Melarikan diri dari Rumah Deteni Imigrasi atau Ruang Deteni Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
32
Pasal 135. Setiap orang yang melakukan perkawinan semu dengan tujuan untuk memperoleh Dokumen Keimigrasian dan/atau untuk memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 136. (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 120, Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 129 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan kepada pengurus dan korporasinya. (2) Penjatuhan pidana terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan besarnya pidana denda tersebut 3 (tiga) kali lipat dari setiap pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, Pasal 119, Pasal 121 huruf b, Pasal 123 huruf b, dan Pasal 126 huruf a dan huruf b tidak diberlakukan terhadap korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia.
D. Upaya Penanggulangan Kejahatan. Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk
dari
menyangkut
masyarakat pelanggaran
sendiri. dari
Kejahatan norma-norma
dalam
arti
luas,
di
kenal
yang
masyarakat, seperti norma-norma agama, norma moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang
dipertanggungjawabkan
aparat
pemerintah
untuk
menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan
33
ketertiban masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai. Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan penanggulangan kejahatan tersebut. Menurut
Hoefnangels
(Arif
Gosita,
2009:2)
upaya
penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara: a)
b)
c)
Criminal application : (penerapan hukum pidana) Contohnya : penerapan pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimal yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan maupun putusannya. Preventif without punisment : (pencegahan tanpa pidana) Contohnya : dengan menerapkan hukuman maksimal pada pelaku kejahatan, maka secara tidak langsung memberikan prevensi (pencegahan) kepada publik walaupun ia tidak dikenai atau shock therapy kepada masyarakat Influencing views of society on crime and punishment (mas media mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pandangan lewat mas media). Contohnya : mensosialisasikan suatu undang-undang dengan memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman hukumannya.
Upaya pencegahan kejahatan dapat berarti mencipatakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan. Batasan tentang pencegahan kejahatan sebagai suatu usaha yang meliputi segala tindakan
yang
mempunyai
tujuan
yang
khusus
yang
untuk
memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu pelanggaran baik
34
melalui pengurangan ataupun melalui usaha-usaha pemberian pengaruh
kepada
orang-orang
yang
potensial
dapat
menjadi
pelanggaran serta kepada masyarakat umum. Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badanbadan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Peran pemerintah begitu luas, maka kunci dan strategis dalam menanggulangi
kejahatan
meliputi
(Arief
Gosita,
2009:4),
ketimpangan sosial, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan diantara golongan besar penduduk. Bahwa
upaya
penghapusan
sebab
dari kondisi menimbulkan
kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan yang mendasar. Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka. Lebih jauh lagi polisi juga tidak memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan. Oleh
35
karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal yang diharapkan. E. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun
2011 Tentang Keimigrasian Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan (Koerniatmanto Soetoprawiro, 1996:74), yaitu warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau warga negara asing (WNA). Oleh
karena
itu,
Indonesia
merasa
perlu
untuk
mengatur
permasalahan orang asing yang berada di Indonesia. Pasal 2 sampai 9 kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai batas-batas berlakunya perundang-undangan hukum pidana menurut terjadinya perbuatan. Ditinjau dari sudut negara, ada dua kemungkinan pendirian, (Moeljatno2000:38) yaitu : 1. Perundang-undangan Hukum pidana berlaku bagi semua semua perbuatan pidana yang terjadi dalam negara wilayah, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh negara asing (asas teritorial) 2. Undang-undang
Hukum
Pidana
berlaku
bagi
semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga negara, dimana saja, juga diluar wilayah negara (asas personal)
36
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, dalam pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa : Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini dan perjanjian internasional. Oleh karena itu setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa, ada beberapa pengertian visa yang dikemukakan, antara lain : Menurut Hadi Kiswanto (1993: 10): Visa adalah izin tertulis untuk masuk ke suatu negara yang tercantum dalam surat perjalanan. Didalam buku petunjuk keimigrasian RI Bagian Visa dan Izin Tinggal disebutkan : Visa adalah izin tertulis yang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang didalam paspor kebangsaan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan dapat mengadakan perjalanan kenegara yang dituju. WJS Poerwadarnita (1986:142), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan : Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing yang melakukan perjalanan kewilayah Indonesia.
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian dengan memilih lokasi penelitian di Kota Makassar. Pengumpulan data dan informasi akan di laksanakan di Kantor Imigrasi Kelas I Makassar. B. Jenis dan Sumber Data Dalam mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan ini, maka data yang diperoleh digolongkan kedalam dua jenis, Yaitu : 1. Data Primer Data primer, yaitu pengumpulan data melalui penelitian lapangan,
terutama
dengan
menggunakan
metode
wawancara yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan ini. Dalam hal ini yang di wawancarai adalah pejabat dari instansi yang terkait. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, dokumen-dokumen serta peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dengan materi penulisan. Data jenis ini
38
diperoleh melalui perpustakaan atau dokumentasi dari instansi terkait. C. Teknik Pengumpulan Data Sehubungan dengan penulisan ini, maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Penelitian lapangan yaitu suatu metode yang dilakukan dengan
menggunakan
pengamatan
secara
langsung
dilapangan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dan interview yang bersifat terbuka dengan pihak terkait. 2. Penelitian
kepustakaan
yaitu
penelitian
kepustakaan
dilaksanakan untuk mengumpulkan sejumlah data meliputi bahan pustaka yang bersumber dari buku-buku, terhadap dokumen
perkara
serta
peraturan-peraturan
yang
berhubungan dengan penelitian. D. Analisis Data Data yang diperoleh penulis kelak akan dituangkan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk menggambarkan serta menguraikan secara keseluruhan data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisan hukum secara jelas dan rinci yang kemudian dianalisi guna menjawab permasalahan yang teliti.
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peranan
Aparatur
Penegak
Hukum
dalam
Menanggulangi
Tindang Pidana Keimigrasian. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, di mulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugaspetugas sipir
pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait
mencakup pula pihak-ihak yang bersangkutan dengan tugas dan perangnnya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis, dan
pemberian
sanksi, serta
upaya
pemasyarakatan
kembali
(resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 (tiga) elemen penting yang mempengaruhi, yaitu : 1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaan 2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahtraan aparatnya, dan 3) Perangkat
peraturan
yang
mendukung
baik
kinerja
kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja. Baik hukum materil maupun hukum
40
acaranya. Upaya penegakan hukum yang sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat terwujud secara nyata. Pengawasan keimigrasian. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian pelayanan dan pengawasan di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip-psrinsip yang bersifat kolektif. Berdasarkan prinsip ini hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Indonesia serta tidak membahayakan keamanan, ketertiban, serta bermusuhan terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia. Dalam rangka mewujudkan prinsip selektif, perlu dilakukan pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka masuk, tetapi selama mereka berada di wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administrasi maupun tindak pidana keimigrasian. Dalam mewujudkan kebijaksanaan dan untuk mengantisipasi era global dan informasi yang semakin meningkat selaras dengan peningkatan arus lalu lintas orang asing, maka pelaksanaan
41
pengawasan orang asing perlu diberikan prioritas utama. Pengawasan orang asing dimulai dari pemantauan terhadap keberadaan dan kegiatannya serta operasi-operasi baik operasi khusus maupun rutin. Keberhasilan pengawasan orang asing sangat tergantung kepada berhasil tidaknya pelaksanaan pemantauan dilapangan. a) Pemantauan keimigrasian dan operasi keimigrasian. Pemantauan merupakan salah asatu cara atau kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara dini setiap peristiwa yang
diduga
mengandung
unsur-unsur
pelanggaran/kejahatan, baik mengenai keberadaan maupun kegiatan orang asing. Pemantauan keimigrasian dapat berupa : 1) Memantau terhadap setiap peristiwa yang dapat diduga dan atau mengandung unsur-unsur terjadinya pelanggaran keimigrasian seperti penyalaguanaan izin tinggal sesuai visa yang bersangkutan. 2) Menginventaisir
bahan
keterangan
berdasarkan
modus operandi terjadinya pelanggaran keimigrasian serta pembinaan teknis tempat-tempat pemeriksaan keimigrasian. 3) Mengumpulkan bahan keterangan tentang suatu peristiwa
terjadinya
pelanggaran
keimigrasian,
42
pengumpulan dan penilaian bahan keterangan dari tempat-tempat pemeriksaan keimigrasian. Operasi adalah suatu kegiatan suatu objek tertentu terhadap yang dibatasi oleh tempat, waktu serta dana. Untuk mengetahui setiap peristiwa yang diduga mengandung unsur pelanggaran/ kejahatan terhadap ketentuan yang berlaku di bidang keimigrasian dapat diperoleh dari setiap bahan keterangan yang mempunyai kaitan dengan perbuatan orang asing baik lalu lintas, keberadaan maupun kegiatannya. Dalam
mencari
dan
menemukan
keterangan
yang
berkaitan dengan peristiwa dimaksud agar diupayakan pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan macam pelanggaran dalam bidang pembangunan, baik berupa pembangunan
psikis
maupun
non
psikis,
dengan
memperhatikan hak-hak asasi manusia dan senantiasa disertai dengan dasar hukum dalam arti dilengkapi dengan sudut perintah. Keberhasilan penyelenggaraan, sangat ditentukan oleh kwalitas dan kwantitas pelaksanaan dalam menghadapi jenis dan macam pelanggaran kejahatan seperti halnya bentuk dan sifat pelaggaran politik ataupun pekerja terselubung. Oleh karena itu, upaya dalam mencari dan menemukan bahan keterangan perlu perencanaan melalui mekanisme
43
adanya
perencanaan
yang
matang,
organisasi
serta
pengawasan dan koodinasi dengan memerhatikan situasi dan kondisi medan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cermat, berhasil dan berdaya guna. Upaya/cara pemantauan dan operasi keimigrasian dapat berupa : -
Pengamatan dengan panca indra secara teliti, cermat terhadap surat-surat, benda dan tempat kejadian untuk dapat
gambaran
yang
lebih
jelas
baik
yang
kaitan
secara
keseluruhan atau lebih rinci. -
Pembuntutan
terhadap
objek
atau
hubungan dengan peristiwa-peristiwa yang akan, sedang dan atau telah terjadi -
Penyusunan dalam ruang lingkup peristiwa atau golongan kegiatan peristiwa yang akan, sedang atau telah terjadi unsur pelanggaran.
b) Kerjasama pengawasan Untuk mensukseskan tugas pengawasan . jajaran Dirjen Imigrasi harus bekerja sama dan berkoordiansi dengan aparat keamanan lainnya seperti pemerintah daerah, polisi, atau aparat yang terkait lainnya.kerja sama ini secara fungsi masing-masing tanpa mengganggu dan mencampuri teknis tugas instansi masing-masing. Pengawasan yang tertuju
44
terhadap
kemungkinan
terjadinya
pelanggaran,
penyalahgunaan perizinan dan pemberian izin keimigrasian serta pengawasan. 1. Pengawasan, terjadinya
untuk
tindak
mendeteksi pidana
kemungkinan
keimigrasian
yaitu
penyalahguanaan izin imigrasi serta evaluasi dan laporan. 2. Imigran gelap, mengawasi masuknya orang asing secara gelap (Ilegal) ke wilayah Indonesia yang tidak didukung oleh dokumen resmi yang sah dan masih berlaku. Dan orang asing yang karena peraturan perundang-undangan
telah
dideportasi
keluar
Indonesia namun karena sesuatu dan lain hal belum dapat berangkat. 3. Pengawasan perlintasan, mengawasi lalu lalangnya orang asing maupun warga Negara Indonesia yang melintasi tempat (pos) lintas batas dengan negara tetangga atas kemungkinan terjadinya pelanggaran keimigrasian. 4. Pengawasan orang asing, adanya kerja sama antar instansi terkait dalam pengawasan orang asing di dalam wadah koordinasi pengawasan orang asing. Pelaksanaan kerjasama pengawasan ini diupayakan
45
tanpa mengurangi tugas dan fungsi serta wewenang masing-masing instasi dan dilakukan dengan cepat, tepat, lengkap, dan aman. Penindakan keimigrasian. Dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut dengan PPNS keimigrasian adalah pejabat imigrasi yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian. Dan pejabat polisi Negara Indonesia sebagaimana dimaksud di dalam Kitab Undang-undang
Hukum
Acara
Pidana.
Untuk
melakukan
penyidikan tindak pidana keimigrasian. Penyidikan keimigrasian adalah suatu proses penyidikan oleh Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia juga PPNS imigrasi
terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan sebagai tindak pidana keimigrasian. Dengan demikian penyidikan hanya dapat dilakukan oleh kedua pejabat yang telah disebutkan diatas. Disamping menjalankan tugas sebagai aparat pelayanan keimigrasian, aparat imigrasi juga pertugas sebagai aparat penegak hukum. Dalam Pasal 106 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penyidik Pegawai Negeri Sipil keimigrasian berwewenang :
46
1. Menerima
laporan
tentang
adanya
tindak
pidana
keimigrasian. 2. Mencari keterangan dan alat bukti. 3. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian. 4. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan. 5. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan seseorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian. 6. Menahan dan memeriksa dokumen perjalanan. 7. Memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau benda yang ada hubungannnya dengan tindak pidana keimigrasian. 8. Memanggil
seseorang
untuk
diperiksa
dan
didengar
keterangannya sebagai tersangka atau saksi. 9. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. 10. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat
surat,dokumen,
atau
benda
lain
yang
ada
hubunganya dengan tindak pidana keimigrasian. 11. Mengambi foto dan sidik jari tersangka. 12. Meminta keterangan dari masyarakat atau sumber yang berkompoten. 13. Melakukan penghentian penyidikan.
47
14. Mengadakan tindakan lain menurut hukum.
B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Keimigrasian di Kota Makassar. Penanggulangan adalah cara mengatasi terjadinya suatu tindak pidana keimigrasian. Usaha penanggulangan terjadinya pelanggaran ketentuan keimigrasian dibedakan menjadi atas dua upaya, yaitu : 1. Upaya Prevetif Terjadinya tindak pidana keimigrasian tidak terlepas dari masalah pengawasan orang asing. Pengawasan yang kurang terhadap orang asing yang masuk ke Indonesia
dapat
menimbulkan tindakan yang mengarah kepada kejahatan maupun pelanggaran. Satu diantaranya adalah tindak pidana keimigrasian yaitu penyalahgunaan izin masuk ke Indonesia yang pada dasarnya
telah
melanggar
ketentuan
Undang-undang
Keimigrasian. Dalam bagian penjelasan umum Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian ditegaskan bahwa terhadap orang asing, pelayanan dan pengawasan dibidang keimigrasian dilakukan
dengan
prinsip-prinsip
yang
bersifat
selektif.
Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang diizinkan masuk kewilayah Indonesia adalah orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahtraan rakyat, bangsa dan Negara Republik
48
Indonesia serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, juga tidak bermusuhan baik terhadap rakyat, maupun terhadap Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945. Dengan demikian orang asing yang ingin masuk dan menetap di wilayah Indonesia harus dipertimbangkan dari berbagai segi, baik dari segi politik, ekonomi maupun sosial budaya bangsa dan Negara Indonesia. Sikap dan cara pandang seperti ini merupakan hal yang wajar, terutama bila dikaitkan dengan pembangunan nasional, dan meningkatkan arus orang asing yang masuk dan keluar wilayah Indonesia. Untuk menjamin kemanfaatan orang asing tersebut dan dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan Negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar Negara, keberadaaan dan kegiatan orang asing
di
wilayah
Indonesia,
dipandang
perlu
melakukan
pengawasan bagi orang asing dan tindakan keimigrasian secara tepat, cepat, dan teliti serta terkoordinir tanpa mengabaikan keterbukaan dalam memberikan pelayanan orang asing. Makna dari pengawasan mempunyai pengertian yang luas mengandung pengertian yang positif. Pengawasan berarti juga mengadakan
49
pengendalian serta bimbingan penyuluhan yang ditujukan untuk mengadakan perbaikan yang diikuti dengan pemecahannya. Dapat dikatakan, proses pengamatan dan penghayatan seluruh kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku. Da dalam pengawasan yang terpenting adalah mengetahui apakah dalam pelaksanaan tugastugas terjadi penyimpangan atau kesalahan. Hal ini secara preventif agar dilaksanakan sedini mungkin supaya tidak terjadi adanya pelanggaran-pelanggaran
yang bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Sistem pengawasan
pengawasan terhadap
keimigrasian orang
asing,
adalah sistem
suatu
sistem
itu
meliputi
pengamatan dan pemeriksaan segala kegiatan yang dimulai dari rencana dan beradanya orang asing di Indonesia sampai dengan meninggalkan Indonesia.Sistem pengawasan orang asing di bagi kedalam tiga tahap : a. Pengawasan orang asing yang masuk atau keluar wilayah Republik Indonesia. Pengawasan orang asing sebelum memasuki wilayah Indonesia berhubungan dengan konsulat atau kedutaan Republik Indonesia khusus atas imigrasi untuk melayani dan meneliti secara selektif setiap permohonan visa ke Indonesia, serta memutuskan apakah dapat diberikan atau tidak
50
berdasarkan pertimbangan kepentingan. Setiap orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki visa yang merupakan Izin masuk ke Indonesia. Pengawasan terhadap orang asing sebelum memasuki Indonesia dilakukan oleh para atase imigrasi pada setiap perwakilan Indonesia di luar negeri pada saat orang asing bersangkutan mengajukan permohonan untuk mendapatkan visa. Oleh karena itu sebaliknya setiap atase atau KBRI disetiap Negara terdapat aparatur imigrasi yang bertugas disana. Tahap akhir pengawasan adalah saat meninggalkan Indonesia.hal ini bertujuan untuk mencegah orang asing tersebut meninggalkan Indonesia karena telah menimbulkan suatu permasalahan selama berada di Indonesia. b. Pengawasan orang ketika berada di wilayah Republik Indonesia. Pada saat orang asing sedang menuju atau sudah dipelabuhan
pendaratan,
baik
Bandar
udara
maupun
pelabuhan laut, diadakan pengawasan yang dilakukan oleh petugas imigrasi. Fungsi pengawasan ini sama juga dengan pengawasan
sewaktu
hendak
malakukan
permohonan
mendapatkan visa. Yaitu pengawasan untuk mencegah
51
masuknya
orang-orang
asing
yang
akan
menimbulkan
permasalahan setelah berada di Indonesia. c. Pengawasan orang asing yang melakukan kegiatan di wilayah Republik Indonesia. Pengawasan yang dimaksud disini merupakan tindak lanjut dari pengawasan setelah orang asing mendapatkan izin tinggal di Indonesia, baik yang mendarat melalui udara maupun laut. Pengawasan tehadap orang asing yang teah mendapat izin masuk di Indonesia dapat dilihat dari dua segi, yaitu : -
Dari segi keimigrasian, yaitu mengawasi apakah orang asing tersebut melakukan kegiatan, dan apakah lamanya tinggal sesuai dengan izin keimigrasian yang diberikan kepadanya.
-
Dari segi Ipoleksosbudhankamnas, yaitu mengawasi apakah kegiatan yang dilakukan oleh orang asing tersebut
menimbulkan
benturan-benturan
yang
mengganggu kepentingan ketahanan dan keamanan nasional atau tidak. Dengan kegiatan diatas, jelaslah apa yang dimaksud dengan tindakan preventif ini, yaitu tindakan yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menjaga kemungkinan
52
terjadinya tindak pidana imigrasi dalam hal ini yaitu tindak pidana keimigrasian yaitu penyalahgunaan izin keimigrasian.
2. Upaya Represif Menurut Soedarto yang dimaksud dengan tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan aparatur penegak hukum sesudah terjadinya
kejahatan atau tindak
pidana. Dalam kaitannya dengan penanggulangan terhadap orang asing yang menyalahgunakan izin keimigrasian dilakukan sesudah terjadinya atau terbukti adanya pengalahgunaan keimigrasian. Tindakan ini bisa bersifat yuridis, dan bisa juga barsifat administrasi. a. Tindakan yuridis Tindakan yuridis adalah tindakan yang dengan sengaja menyalahgunakan maksud pemberian izin keimigrasian dan harus di buktikan di pengadilan oleh hakim dan kemudian dapat dikenakan sanski pidana sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku. b. Tindakan administrasi Menurut Pasal 75 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengatur mengenai
53
tindakan keimigrasian terhadap orang asing di wilayah Indonesia, yaitu : -
Pejabat Imigrasi berwewenang melakukan tindakan administrasi keimigrasian terhadap orang asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan
berbahaya
atau
patut
diduga
membahayakan kepentingan umum atau tidak menghormati
atau
tidak
menaati
peraturan
perundang-undangan. -
Tindakan administrasi keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa : a) Pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan. b) Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal. c) Larangan untuk berada di satu atau beberpa tempat tertentu di Wilayah Indonesia. d) Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia. e) Pengenaan biaya beban. f) Deportasi dari Wilayah Indonesia.
-
Tindakan admistrasi keimigrasian berupa deportasi dapat juga dilakukan terhadap orang asing yang
54
berada di wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di Negara asalnya. Dengan
demikian
tindak
pidana
keimigrasian
yaitu
penyalahgunaan izin keimigrasian dapat dilakukan dengan 6 (enam) alternatif seperti yang disebutkan diatas, dengan alasan bahwa
orang asing yang bersangkutan tidak
mengindahkan peraturan yang mengatur keberadaan orang asing di Wilayah Indonesia Berdasarkan uraian diatas tindakan-tindakan represif yang dapat diambil adalah pemidanaan, deportasi (pengusiran) dan memasukkan orang asing yang terlibat kedalam daftar pencegahan dan penangkalan.
55
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Peranan petugas, pejabat, aparatur imigrasi sangat besar. Dan tidak dipungkiri bahwa betapapun baiknya aturan-aturan tentang keimigrasian, jika para petugasnya bermental kurang baik, maka aturan itu tidak akan ada artinya. Terutama sekali para petugas yang bertugas di pintu-pintu masuknya orang asing ke Indonesia, jika mereka bertindak masa bodoh terhadap orang asing tersebut, maka orang asing yang dapat dengan leluasanya berkeliaran di Indonesia. 2. Upaya
menanggulangi
terjadinya
suatu
tindakan
yang
melanggar ketentuan keimigrasian dibedakan atas dua cara, yaitu : a. Penanggulangan secara preventif b. Penanggulangan secara represif Dalam hal penanggulangan ini sangat erat kaitannya dengan
pengawasan
baik
wisatawan
yang
masuk
ke
56
Indonesia atau keluar wilayah Indonesia, dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia. Penanggulangan secara preventif adalah tindakan penanggulangan yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menjaga kemungkinan yang terjadinya tindak pidana keimigrasian dalam hal ini yaitu tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Sedangkan dalam penanggulangan represif ini dapat dilakukan degan cara pemidanaan dan deportasi. B. Saran. Sebagai
pelengkap
menyumbangkan
dalam
beberapa
penulisan
pemikiran
ini,
yang
maka
penulis
kemudian
penulis
tuangkan dalam bentuk saran, yaitu : 1. Penegakan hukum di Indonesia terlihat lemah dan hanya mengandalkan tindakan pendeportasian, karena itu perlu para petugas , pejabat Imigrasi dilengkapi dengan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia baik lewat pendidikan formal maupun pendidikan latihan mengenai pelayanan dan pengawasan bagi orang asing atau wisatawan yang datang. Dan juga diadakan penindakan secara hukum bagi petugas Imigrasi sendiri yang membantu melakukan tindak pidana keimigrasian.
Demikian
juga
yang
penting
adalah
diperlengkapi juga dengan kemajuan teknologi seperti sistem
57
komputerisasi sehingga dapat melayani maupun memantau orang asing yang ada di Indonesia. 2. Dalam hal penanggulangan tindak pidana keimigrasian yaitu penyalahgunaan izin keimigrasian. Hendaknya mencerminkan prinsip-prinsip
Negara
yang
berdasarkan
kekuasaan
berdasarkan
belaka.
Dan
hukum, juga
tidak dalam
mengkoordinasikan tindakan cekal agar dapat dengan cepat dilaksanakan sebelum orang yang dimaksud melarikan diri, maka peralatan komunikasi sangat diperlukan dan semua instansi dapat selalu memonitor setiap orang yang terkena daftar cekal apakah sudah habis waktunya atau belum.
58
DAFTAR PUSTAKA Buku : Anwar, Moch. 1982. Pidana Dibidang Ekonomi Indonesia Hukum. Alumni Bandung. Chazawi,Adami. 2008. Pelajaran Hukum Pidana (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemindaan & Batasan Berlakunya Hukum Pidana). Bagian 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. _____________. 2002. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Banyumedia Publising
Malang:
Gosita, Arif. 2009. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Univesitas Trisakti. Hamzah, Andi. 1988. Delik Penyelundupan. Jakarta: Akademika Pressindo. Kiswanto, Hadi. 1983. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman RI. Jakarta : Direktorat Jenderal Imigrasi. Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar –Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Moeljatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineke Cipta. Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Aditama. R. Djamal, Abdoel. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Santoso, Imam. 2004. Prespektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta : UI-Press.
59
Soetoprawiro. Koerniatmanto . 1996. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia. Jakarta : Rineke Cipta. Syarifin, Pipin. 2000. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. WJS. Poerwadiminta. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai pustaka Undang-undang : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dan Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
60