BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sea Level Rise atau yang biasa disebut SLR merupakan fenomena peningkatan volume air laut yang diakibatkan karena beberapa hal kompleks. Pada mulanya, SLR merupakan proses dari pasang surut laut, namun seiring berjalannya waktu SLR terjadi diakibatkan antara lain oleh perubahan suhu bumi akibat efek rumah kaca. Permukaan air laut sejak 18.000 tahun yang lalu sudah naik sekitar 120 meter. Pada 3000 tahun yang lalu hingga abad ke-19, muka air laut mengalami kenaikan 0,1 hingga 0,2 mm/tahun. Namun mulai tahun 1900, SLR mengalami peningkatan yaitu 1 hingga 3 mm/tahun. Mulai tahun 1992 perekaman dari satelit altimetri TOPEX/Poseidon menunjukkan laju sea level rise sebesar 3 mm/tahun sedangkan dari satelit altimetri jenis Jason-2 menunjukkan trend kenaikan muka air laut di tahun 2010 untuk Pulau Papua sebesar 6 sampai dengan 7 mm/tahun, Pulau Maluku sebesar 5 mm/tahun, Pulau Jawa sebesar 4 sampai dengan 6 mm/tahun, dan Pulau Sumatera sebesar 2 sampai dengan 3 mm/tahun (Pradana et.al, 2011) Penyebab kenaikan muka air laut (sea level rise) terdiri dari 3 faktor yaitu faktor global, faktor regional, dan faktor lokal (Fuad, 2004). Faktor pertama yaitu faktor global dengan penyebab utamanya adalah ekspansi termal dari lapisan permukaan laut dan peristiwa mencairnya glacier. Selain kedua faktor tersebut, kondisi
iklim
juga
Intergovernmental
berpengaruh
Panel
on
terhadap
Climate
kondisi
Change
muka
(IPCC)
air
pada
laut. tahun
The 2007
memperkirakan kenaikan muka laut secara global adalah sekitar 1,7 sampai dengan 1,8 mm/tahun selama abad terakhir berdasarkan pengukuran stasiun pasut di seluruh dunia dengan memproyeksikan meningkatnya trend SLR pada 20 abad terakhir. Faktor kedua adalah faktor regional yang penyebabnya ditimbulkan dari aktivitas tektonik suatu daerah yaitu berupa pergeseran lempeng tektonik. Faktor terakhir yaitu faktor lokal yang berupa proses subsidensi akibat perubahan massa tanah yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan perubahan fluida bawah tanah. Berdasarkan hasil penelitian IPCC pada tahun 2001, salah satu penyebab terbesar dari kenaikan
1
muka air laut adalah karena peningkatan temperatur air laut akibat perubahan iklim secara global. Mean Sea Level atau yang biasa disingkat MSL adalah muka laut rata-rata pada suatu periode pengamatan pasang surut (pasut) panjang selama 18,6 tahun atau tinggi muka air rata-rata tanpa pengaruh pasut. MSL disebut juga permukaan laut stasioner karena MSL dianggap sebagai permukaan laut yang bebas dari semua variasi yang bergantung pada laut. MSL dijadikan sebagai dasar dalam penentuan datum vertikal atau bidang referensi yang berupa bidang geoid. Cara menentukan nilai MSL yaitu dengan melihat data pengamatan pasut selama 18,6 tahun. House of Parliament menyatakan bahwa pada tahun 2030 MSL global diproyeksikan akan meningkat sebesar 18 cm dari tahun 2010 dan pada tahun 2070 akan meningkat sebesar 44 cm. Hal ini terjadi karena sejak abad ke-19 terjadi kenaikan muka air laut global sebesar 20 cm. House of Parliament juga memperkirakan 40% penyebab kenaikan muka air laut disebabkan oleh adanya global warming dan 60% berasal dari melelehnya gletser dan ice sheet (Fatimah, 2010). Penelitian ini dipilih di Pulau Jawa dengan lokasi 4 stasiun pasut tersebut karena ketersediaan data dan penggunaan data yang lebih banyak dilakukan dalam kasus rekayasa adalah di Semarang, Jepara, Cilacap, dan Surabaya. Hal ini diharapkan agar bidang referensi yang digunakan sesuai dengan fenomena sea level rise yang terjadi di Indonesia. Sejauh ini penelitian yang telah dilakukan yaitu penelitian mengenai Global Mean Sea Level (GMSL) menggunakan satelit altimetri, sedangkan di Indonesia belum diketahui pengaruh SLR terhadap bidang referensi (MSL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SLR terhadap bidang referensi (MSL) dengan studi kasus 4 stasiun pasut di Pulau Jawa. Pemilihan studi kasus penelitian di Pulau Jawa karena ketersediaan data dan tingkat kebutuhan yang paling banyak dilakukan di Indonesia saat ini adalah di Pulau Jawa.
I.2 Rumusan Masalah Adanya fenomena global warming yang terjadi di dunia, dapat dipastikan mempengaruhi ketinggian muka laut termasuk di Indonesia. Pada kasus di Pulau
2
Jawa, nilai SLR dan pengaruh SLR terhadap MSL belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Berapa nilai sea level rise (SLR) pada 4 stasiun pasut di perairan Pulau Jawa dari tahun 1999 sampai dengan 2011? 2. Apakah kenaikan muka laut tersebut berpengaruh terhadap nilai bidang referensi tinggi muka laut rerata (MSL)?
I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1.
Teridentifikasinya nilai SLR pada 4 stasiun pasut di perairan Pulau Jawa dari tahun 1999 sampai dengan 2011).
2.
Teridentifikasinya fenomena perubahan kenaikan muka laut yang berpengaruh terhadap penetapan bidang referensi (MSL).
I.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini bagi perkembangan ilmu geodesi khususnya di Indonesia yaitu : 1.
Mengevaluasi nilai bidang referensi (MSL) yang baru untuk keperluan pemetaan di darat dan di laut, koreksi pengukuran geodesi teliti yang menggunakan koreksi pasut, dan navigasi.
2.
Dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk Badan Informasi Geospasial (BIG) apabila pengaruhnya sangat signifikan dengan nilai bidang referensi (MSL) yang digunakan saat ini.
I.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini mencakup pemilihan lokasi penelitian yaitu 4 stasiun pasut di perairan Pulau Jawa yaitu stasiun pasut Semarang, stasiun Jepara, stasiun pasut Cilacap, dan stasiun pasut Surabaya. Data pasang surut yang digunakan berasal dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan format data dalam bentuk **.dat sehingga harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam bentuk *.txt. Data pasut yang digunakan yaitu data pengamatan dengan periode 13 tahun sejak tahun
3
1999 sampai tahun 2011. Aplikasi pengolahan data berupa t_tide yang menerapkan metode Hitung Kuadrat Terkecil untuk menghitung nilai MSL. Selain itu, metode perhitungan untuk menghitung nilai SLR menggunakan metode Regresi Linear. Penelitian ini menghitung besar SLR di 4 stasiun penelitian dan menganalisis pengaruh fenomena SLR terhadap bidang referensi (MSL) dengan melakukan perbandingan nilai SLR terhadap nilai MSL. Perbandingan dilakukan dengan cara membuat pola trend 13 tahunan dan trend tahunan. Hasil perbandingan antara SLR dan MSL tersebut dianalisis perubahannya apakah terdapat pengaruh atas fenomena SLR yang terjadi terhadap bidang referensi (MSL).
I.6 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang kenaikan muka laut global telah banyak dilakukan oleh para peneliti di luar Indonesia mengingat semenjak abad ke-19 tercatat oleh tide gauge dan satelit terjadi peningkatan muka air laut. Indonesia sebagai negara yang hampir 70% berupa perairan sebaiknya juga memperhatikan hal tersebut maka penelitian di bidang ini cukup penting. Sebelumnya sudah ada penelitian yang berkaitan dengan topik skripsi yang peneliti buat. Pradana, et.al, (2011) melakukan penelitian tentang kenaikan muka air laut dengan menggunakan data dari satelit altimetri jenis Jason-2 yang menunjukkan trend kenaikan muka air laut di tahun 2010 untuk Pulau Papua sebesar 6 sampai dengan 7mm/tahun, Pulau Maluku sebesar 5mm/tahun, Pulau Jawa sebesar 4 sampai dengan 6mm/tahun, dan Pulau Sumatera sebesar 2 sampai dengan 3mm/tahun. Table I.1. Kenaikan muka air laut per tahun (Pratiwi, 2009) Lokasi Kenaikan muka air laut Sumber (mm/tahun) Cilacap
1,30
Hadikusuma, 1993
Belawan
7,83
ITB, 1990
Jakarta
4,38
ITB, 1990
Jakarta
7,00
Data tahun 1984-2006
4
Semarang
9,37
ITB, 1990
Semarang
5,00
Data tahun 1984-2006
Surabaya
1,00
Data tahun 1984-2006
Sumatera Timur
5,47
ITB, 1990
Lampung
4,15
LIPI, 1991
Menurut penelitian Pradana, diperkirakan pada tahun 2100 akan terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1 meter/tahun. Orford (2006) melakukan penelitian dengan judul “Developing Constraints on The Relative Sea-Level Curve for The Northeast of Ireland from The Mid-Holocene to The Present Day”. Penelitian tersebut menggunakan data MSL tahunan di Malin Head dari tahun 1958 sampai 1998 dan data MSL tahunan di Belfast Harbour dari tahun
1918-2002.
Metodologi
yang
digunakan
ialah
pengumpulan
data,
menggambarkan trend dengan analisis regresi kuadrat terkecil dan regresi kuadrat polinomial. Trend yang panjang pada analisis regresi kuadrat terkecil membutuhkan pengurangan efek atmosfer dan oseanografi. Regresi kuadrat polinomial digunakan untuk menguji variabel - variabel indikasi pada trend tersebut. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah marigram. Dharmawan, dkk., (2009) melakukan penelitian menggunakan data satelit altimetri dalam mengamati kenaikan muka laut dengan 15 titik pengamatan di wilayah perairan Indonesia dengan koordinat geografis 20° LU - 20° LS dan 90° BT - 150° BT yang dilakukan selama 4 tahun dari tahun 2002 – 2005. Pemantauan dilakukan dengan menggunakan data satelit Jason-1 dan Evisat. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pola kenaikan tinggi muka laut terbesar terletak di wilayah laut lepas bagian timur perairan Indonesia yaitu Samudera Pasifik, Laut Arafuru, dan Perairan Halmahera. Kenaikan muka laut tertinggi yaitu di Laut Arafuru yaitu sebesar +7,9mm sedangkan kenaikan muka laut terendah terletak di Samudera Hindia yaitu +0,56mm. 5
Cruch, dkk., (2013) menganalisa pengaruh kenaikan muka laut terhadap berbagai efek salah satunya Global Mean Sea Level (GMSL). Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan dari abad ke-19 hingga abad ke-20 dengan lingkup di seluruh dunia. Pengamatan ini melihat perubahan sea level rise yang mempengaruhi berbagai hal salah satunya yaitu GMSL menggunakan data satelit altimetri. Pada penelitian ini terlihat perubahan kenaikan muka air laut secara global mencapai 0,05 meter hingga pertengahan abad dan diprediksi hingga tahun 2100 akan terus meningkat. Pada penelitian ini, penulis melakukan penelitian mengenai analisis kenaikan muka laut terhadap bidang referensi (MSL) dari 4 stasiun pasang surut di Semarang, Jepara, Surabaya, dan Cilacap dengan periode 13 tahun dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011. Peneliti melakukan perhitungan nilai MSL dengan metode least square menggunakan program t_tide dan melakukan perhitungan SLR dengan metode regresi linear. Sejauh ini belum ada penelitian di Indonesia mengenai hubungan SLR terhadap bidang referensi (MSL). Penulis melakukan penelitian terkait pengaruh kenaikan muka laut per tahun terhadap nilai bidang referensi (MSL). Hal ini bertujuan agar bidang referensi selalu update sesuai kenaikan muka laut yang terjadi.
I.7 Landasan Teori I.7.1 Sea Level Rise Menurut bahasa, sea adalah laut, lautan, atau samudera. Pengertian level dalam kasus ini adalah permukaan atau bidang yang dianggap rata sedangkan rise yaitu kenaikan. Secara bahasa, sea level rise adalah kenaikan muka air laut. Secara teori, sea level rise (SLR) adalah peningkatan volume air di laut yang diakibatkan oleh beberapa hal kompleks. Berdasarkan hasil penelitian IPCC pada tahun 2001, salah satu penyebab terbesar dari kenaikan muka air laut adalah peningkatan temperatur air laut akibat perubahan iklim secara global (Pradana, et.al, 2011). Menurut Dr. Chruch, seorang peneliti dari Universitas New South Wales, penyebab utama SLR adalah pemanasan dari lautan. Lautan merupakan pusat perubahan iklim yang disebabkan karena lautan menyerap sejumlah besar panas yang ada di bumi. Temperatur udara menjadi hangat dan
6
pemanasan temperatur meluas maka permukaan air laut naik. Meluasnya pemanasan ini merupakan akibat dari global warming. Adapun komponen dari SLR adalah sebagai berikut : 1. Kenaikan muka air laut global Komponen ini merupakan akibat dari naiknya volume laut secara global. Adapun penyebab dari naiknya volume laut yakni meningkatnya temperatur laut dan mencairnya gletser. 2. Faktor meteo-oceanography secara regional Beberapa contoh dari faktor tersebut adalah variasi pada efek kenaikan suhu, perubahan jangka panjang pada angin dan tekanan atmosfer, serta perubahan pada sirkulasi samudera seperti arus teluk (Gregory, 1993 dalam Pradana, 2011). 3. Pergerakan tanah secara vertikal Hal ini sangat berkaitan dengan proses geologi seperti tektonik, neotektonik, glacial-isostatis adjustment (GIA), dan penggabungan (Emery dan Aubrey, 1991 dalam Pradana, 2011). Salah satu efek dari SLR adalah range tunggang pasut yang mengalami peningkatan. Efek inilah yang menyebabkan nilai MSL yang merupakan penentuan dari referensi datum vertikal terancam berubah. Harus ada pemantauan secara periodik karena nilai referensi digunakan untuk berbagai keperluan ilmiah dan praktis. Untuk mengetahui nilai SLR, dapat dilakukan pemantauan dari stasiun pasang surut dan satelit altimetri. Melihat fenomena SLR yang semakin meningkat tiap tahun, idealnya dilakukan update setiap 20 sampai dengan 25 tahun (Chruch, 2013).
7
Gambar I.1. Tren Kenaikan Muka Air Laut Berdasarkan Altimeter (1993-2008) (Sumber : Pradana, et.al, 2011) Gambar I.1. menunjukkan bahwa daerah Indonesia bagian timur yang didominasi warna hijau memiliki kenaikan muka air laut yang sangat tinggi yaitu 5 sampai dengan 8mm/tahun. Sedangkan untuk Indonesia bagian barat memiliki kenaikan muka air laut sebesar 0 sampai dengan 4mm/tahun (Pradana, et.al, 2011).
Gambar I.2. Peta Hilangnya Lahan di Indonesia (Sumber : Haskell Indian Nation University) Pada gambar I.2. dapat dilihat bahwa wilayah yang berwarna merah adalah wilayah yang tertutup air sehingga dapat disimpulkan pada tahun 2010 dengan kenaikan muka air laut sebesar 0,4 m menghilangkan 7,408 km2.
8
I.7.2 Mean Sea Level Menurut bahasa, mean adalah rata-rata. Sea adalah laut, lautan, atau samudera. Pengertian level dalam kasus ini adalah permukaan atau bidang yang dianggap rata. Menurut bahasa, mean sea level berarti muka air laut rerata. Menurut teori, mean sea level (MSL) didefinisikan sebagai tinggi muka air laut yang direferensikan terhadap benchmark lokal, yang dirata-ratakan dalam periode bulanan atau tahunan (Chruch, 2011). MSL digunakan sebagai referensi ketinggian di permukaan bumi berupa datum vertikal. MSL sangat dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan matahari sehingga nilai datum vertikal di setiap wilayah berbeda-beda. Penentuan MSL diperoleh dari pengamatan air pasang dan air surut dengan periode pengamatan 18,6 tahun. Periode 18,6 tahun dipilih karena posisi relatif benda-benda langit terhadap bumi kembali ke posisi yang sama selama 18,6 tahun (Vanicek & Krakiwsky, 1982 dalam Sinaga, 2010) sehinga proses analisis harmonik pasut menggunakan data pasut periode 18,6 tahun dapat mengeluarkan semua konstanta gaya pembangkit pasut (Zuke, et.al, 1996). Perhitungan MSL dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan periodenya, yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Perhitungan periode jangka pendek Pengamatan data pasut selama satu hari dari jam 00.00 hingga jam 23.00. Apabila data pengamatan per jam, maka terdapat 24 data pasut dari pengamatan tersebut. 2. Perhitungan periode satu bulan Pengamatan data pasut selama satu bulan yang ditentukan melalui nilai rata-rata dari MSL harian untuk waktu satu bulan. MSL periode satu bulan tidak memiliki masa perubahan yang pendek seperti MSL harian dimana perubahan yang terjadi merata. 3. MSL periode tahunan Pengamatan data pasut selama berbulan-bulan untuk mendapatkan nilai MSL yang tepat. Cara menentukannya yaitu dengan menghitung nilai ratarata dari MSL bulanan untuk waktu satu tahun (12 bulan). 9
4. MSL Sejati Merupakan muka laut rata-rata ideal yang tidak lagi dipengaruhi oleh keadaan pasang surut karena posisi benda langit terhadap bumi kembali ke posisi awal. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai MSL dari tahun ke tahun dan perubahan periode jangka panjang (Sitepu, 1996). Perhitungan nilai MSL dapat dilakukan dengan menggunakan metode least square menggunakan konstanta harmonik pasut. Pada pengolahan data menggunakan Matlab, nilai MSL ditunjukkan dengan variable So. I.7.3 Pasang Surut Laut Pengertian pasang surut menurut
The International Hydrographic
Organization (IHO) adalah naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari di bumi yang berotasi. Berdasarkan pengertian diatas, maka bisa diketahui bahwa pasang surut yang terjadi di bumi disebabkan oleh gaya gravitasi matahari dan bulan, walaupun sebenarnya benda-benda angkasa yang lain juga mempengaruhi, akan tetapi pengaruhnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh dan ukurannya lebih kecil (IHO dalam Joyosumarto, 2013). Bumi berotasi mengililingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih waktu 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi matahari. Selain efek gaya gravitasi, pasang surut juga merupakan hasil dari efek adanya gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi berbanding lurus dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, tetapi gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya gravitasi matahari karena jarak bulan ke bumi lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi bulan dan matahari menyebabkan tertariknya air laut ke arah bulan dan matahari sehingga menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.
Lintang dari tonjolan pasang surut
10
ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Teori terjadinya pasang surut ada dua macam, yaitu Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory) dan Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory). Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton.
Teori ini
menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori ini mengasumsikan bahwa bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).
Untuk memahami gaya
pembangkit pasang surut, dapat melakukan pemisahan pergerakan sistem bumibulan-matahari menjadi 2 sistem yaitu sistem bumi-bulan dan sistem bumi-matahari. Pada teori kesetimbangan, bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (GPP). Gaya Pembangkit Pasut yaitu resultan gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987). Pada Teori Pasut Dinamik terdapat dua orang ilmuwan yaitu Pond dan Pickard (1978) yang menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstituen-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wave) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Hal ini menyebabkan terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah kedalaman perairan dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis), dan gesekan dasar. Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok 11
ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut. Berdasarkan kedudukan posisi bulan, matahari, dan bumi, maka akan terjadi dua macam gelombang yaitu gelombang pasang purnama dan gelombang pasang perbani. Gelombang pasang semi atau purnama (spring tides) terjadi apabila posisi bumi, bulan dan matahari terletak dalam satu garis lurus sehingga mempunyai puncak gelombang paling tinggi dan lembah gelombang rendah. Gelombang pasang purnama terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Gelombang ini terjadi dua kali dalam satu bulan. Sedangkan gelombang pasang perbani (neap tides) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi pada saat bulan kuarter pertama dan kuarter ketiga.
Gambar I.3. Gravitasi antara bumi dan bulan I.7.4 Metode Least Square Least Square merupakan rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai pendekatan paling baik dengan kesalahan seminimal mungkin. Tujuan menggunakan Least Square agar nilai pendekatan yang didapatkan semaksimal mungkin sama dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Metode ini selalu berpasangan dengan 12
sebuah model persamaan yang telah dipilih untuk mendekati suatu data hasil pengukuran lapangan atau bahkan sebuah persamaan diferensial parsial. Dalam metode Least Square, “kesesuaian” dengan data lapangan diartikan dengan keadaan dimana integral kuadrat nilai selisih elevasi muka air hasil hitungan dan pengukuran minimal (“least of square of error”) (Basith, 2013). Metode Least Square digunakan untuk meminimalisir beda antara fungsi hasil pengukuran di lapangan dengan fungsi pendekatan dapat diparameterisasi sebagai fungsi beda. Variable dari elevasi dari muka laut tersebut terhadap waktu menjadi parameter dalam fungsi pasang surut laut. Fungsi pasang surut laut yang diperoleh dari pengukuran di lapangan disimbolkan dengan η(t) sedangkan fungsi pendekatan disimbolkan dengan γ(t). Fungsi pendekatan, γ(t), dapat dirumuskan sebagai berikut γ(t) = γo +
γi cos(ωi t - αi) ……………………………………………..…. (I.1)
Dari persamaan itu dapat diidentifikasi terdapat 2 parameter yang diketahui nilainya dan 2 parameter yang tidak diketahui nilainya. Dua parameter yang tidak diketahui adalah γi dan αi. Dua parameter yang diketahui adalah γo dan ωi. Dimana γo merupakan elevasi muka air rerata dan dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut γo =
η(ti) ……………..…………………………………………….…… (I.2)
Parameter ωi merupakan frekuensi sudut (angular frequency) dapat diperoleh nilainya dari nilai T yaitu periode dari komponen pasang surut. dengan rumus sebagai berikut ωi =
………………………………………………………………...………... (I.3)
Fungsi beda,
, dapat dirumuskan sebagai berikut
= γ(t) - η(t) …………..............................................................................…… (I.4)
13
Menghitung fungsi beda agar mendapatkan nilai terendah dari dua perameter yang tidak diketahui dengan cara mengubah-ubah nilainya. Cara metode Least Square dalam merepresentasikan kedekatan dua fungsi beda yaitu dengan menggunakan integral kuadrat fungsi beda (integral of square eror). Jika integral disimbolkan dengan E dan parameter yang diubah-ubah untuk mendapatkan nilai E yang minimum adalah γi dan αi, maka dapat dirumuskan sebagai berikut min E(γi, αi) =
(t) dt …………………………………………...…. (I.5)
Data pengukuran data pasut adalah fungsi discrete yaitu data ada pada waktu pengukuran saja, misalnya pada setiap satu jam atau setiap satu menit. Sehingga rumus integral di atas menjadi penjumlahan dan rumus menjadi sebagi berikut min E(γi, αi) =
2
……………………………………………….…. (I.6)
Selanjutnya untuk mencari γi dan αi yang memberikan E minimum terdapat persamaan-persamaan yang harus dipenuhi sebagai berikut = 0,
= 0, dimana i = 1,2,3, …, M
M adalah jumlah komponen pasut yang diperhitungkan. Jumlah persamaan adalah 2 kali M. Untuk mengurangi hitungan yang rumit maka elevasi muka air rerata (γo) yang juga sama dengan ηo dikurangkan pada data elevasi pengukuran maupun fungsi pendekatannya. ηj = η(tj) – ηo; γj = γ(tj) – γo; γj =
i cos
(
ij
t - αi) …………………...….. (I.7)
Notasi dalam persamaan (I.7) adalah sebagai berikut j = 1,2,3,..,N i = 1,2,3,..,M Fungsi beda dapat ditulis secara rinci sebagai berikut j
=[
i cos
(
ij
t - αi)] - ηj …………………………………………….… (I.8)
14
Fungsi pendekatan yaitu fungsi jumlah kuadrat beda dapat ditulis sebagai berikut E (γi, αi) =
i cos
(
t - αi)} - ηj]2 t ………………..……………. (I.9)
ij
Rumusan fungsi pendekatan setelah dikurangi elevasi muka air laut rerata adalah sebagai berikut γj = γ1 cos (
t – α1) + γ2 cos (
1j
2j
t – α2) ……………………………….… (I.10)
Sesuai kaidah trigonometri, maka rumus diatas dapat diubah menjadi sebagai berikut γj = γ1 cos(
1j
γ2 sin(
t)cosα1 + γ1 sin( 2j
1j
t)sinα1 + γ2 cos(
2j
t )cosα2 +
t)sinα2 ………………………………………….………........ (I.11)
Dari persamaan di atas maka dapat dibuat simbol baru untuk parameter yang dapat diketahui dan parameter yang belum diketahui nilainya A1 = γ1 cos α1; B1 = γ1 sin α1; A2 = γ2 cos α2; B2 = γ2 sin α2 Dengan demikian diperoleh persamaan yang lebih singkat yaitu sebagai berikut γj = A1 cos(
1j
t) + B1 sin(
1j
t) + A2 cos(
2j
t) + B2 sin(
2j
t) ………...… (I.12)
Untuk mendapat nilai E minimum dapat menggunakan rumus singkat sebagai berikut min E (Ai, Bi) =
i cos
(
ij
t) + Bi sin (
ij
t)} - ηj]2 t ………. (I.13)
Selanjutnya menyusun empat persamaan yang diturunkan terhadap A1, B1, A2, B2 dan masing-masing disamakan dengan 0 agar mendapatkan nilai A1, B1, A2, B2 sehingga didapatkan nilai E minimum. =
i cos
(
ij
t) + Bi sin (
ij
t)} - ηj]2 cos (
1j
t) = 0 …… (I.14)
=
i cos
(
ij
t) + Bi sin (
ij
t)} - ηj]2 sin (
1j
t) = 0 ….… (I.15)
15
=
i cos
=
I cos
( (
ij
t) + Bi sin (
ij
t)} - ηj]2 cos (
2j
t) = 0 ….... (I.16)
Ij
t) + Bi sin (
Ij
t)} – ηj}2 sin (
2j
t) = 0 ….… (I.17)
Dari persamaan di atas dapat dibuat matriks sebagai berikut
=
Dengan elemen matriks sebagai berikut ɑ11 =
(
1j
t) cos(
1j
t) …………..………………………………….. (I.18)
ɑ12 =
(
1j
t) cos(
1j
t) …………..…………………………….....…. (I.19)
ɑ13 =
(
2j
t) cos(
1j
t) ………...………………………...………….. (I.20)
ɑ14 =
(
2j
t) cos(
1j
t) ………..………………………….…………. (I.21)
ɑ21 =
(
1j
t) sin(
t) ………………………………….…………. (I.22)
1j
ɑ22 =
(
1j
t) sin(
1j
t) …….....………………….………………….. (I.23)
ɑ23 =
(
2j
t) sin(
ij
t) ………...……………………..…..…………. (I.24)
ɑ24 =
(
2j
t) sin(
1j
t) ………….....………………………………... (I.25)
ɑ31 =
(
1j
t) cos(
2j
t) ……………………………………………. (I.26)
ɑ32 =
(
1j
t) cos(
2j
t) ………………..…………………………… (I.27)
ɑ33 =
(
2j
t) cos(
2j
t) ……………………………….…………… (I.28)
ɑ34 =
(
2j
t) cos(
2j
t) …………….………………….……………. (I.29)
16
ɑ41 =
(
1j
t) sin(
2j
t) …………………………….………………. (I.30)
ɑ42 =
(
1j
t) sin(
2j
t) …………...…………………………………. (I.31)
ɑ43 =
(
2j
t) sin(
2j
t) …..………………………………………….. (I.32)
ɑ44 =
(
2j
t) sin(
2j
t) …..................................................................... (I.33)
b1 =
j
cos(
1j
t) ……….………..………………………………………. (I.34)
b2 =
j
sin(
1j
t) ……...…...…………………………………………..…. (I.35)
b3 =
j
cos(
2j
t) …..…………………………………………………….. (I.36)
b4 =
j
sin(
2j
t) ……...…………...………………………………….….. (I.37)
Selanjutnya diperoleh nilai
1,
1,
2,
dan
2.
I.7.5 Regresi Linear Secara umum, regresi adalah sebuah metode statistik yang menjelaskan pola hubungan antara dua variable atau lebih. Metode regresi linier adalah metode yang digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variable atau lebih. Regresi linier adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dengan bentuk hubungan atau fungsi. Dalam regresi linier dikenal dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas. Variabel tak bebas yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya dan biasa dinotasikan dalam variabel Y, sedangkan variabel bebas yaitu variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dan biasa dinotasikan dalam variabel X. Kedua variabel ini memiliki hubungan sebab akibat yaitu saling berpengaruh. Sehingga, regresi merupakan bentuk fungsi antara variabel X dan variabel Y. dapat disimpulkan bahwa f(X) = Y. Tujuan utama regresi linier untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya sudah ditentukan. Regresi linier dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Regresi linier sederhana (simple analysis regresi) 17
Regresi tipe ini digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah X yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas Y. Bentuk umum dari persamaan regresi linier adalah Y = a + bx ………………………………………………………………….…. (I.38) Notasi dalam persamaan (I.38) adalah sebagai berikut : Y
:
Variabel tak bebas
X
:
Variabel bebas
a
:
Parameter intercept
b
:
Parameter koefisien regresi variabel bebas
Dalam menentukan nilai a dan b dapat menggunakan metode least square. 2. Regresi linier berganda (multiple analysis regresi) Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara variabel tak bebas dengan factor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu prediktor (variabel bebas). Pada dasarnya, regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana, namun perbedaannya terletak pada variabel penduga yang digunakan lebih dari satu. Tujuan dari analisis regresi linier berganda untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat prediksi perkiraan nilai Y atas nilai X. Secara umum model regresi linier berganda adalah sebagai berikut Y=
o
+
1X1
+
2X2
+
3X3
+…+
nXn
Notasi dalam persamaan (I.39) yaitu
+ ………………………………… (I.39) o,
1,
2,
…,
n
adalah koefisien atau
parameter model.
18
Dalam regresi linier berganda variabel tak bebas (Y) tergantung kepada dua atau lebih variabel bebas (X). Bentuk persamaan regresi linier berganda yang mencakup dua atau lebih variabel dapat ditulis sebagai berikut Yi =
o
+
1X1
+
2X2
+
3X3
+…+
nXn
+
i
………………………………. (I.40)
Notasi dalam persamaan (I.40) adalah sebagai berikut i
:
1,2, …, n
n
:
ukuran sampel
i
:
variabel kesalahan (galat)
Untuk rumus di atas, dapat diselesaikan dengan empat persamaan oleh empat variabel yang terbentuk yaitu i
=n
o
+
1X1i
+
2X2i +
3X3i
……………………………………. (I.41)
1iYi
=
o
1i
+
1
2 1i)
2iYi
=
o
2i
+
1
1iX2i
+
2
2 2i)
3iYi
=
o
3i
+
1
1iX3i
+
2
2iX3i
1,
2,
Dengan
o,
dan
+
3
1iX2i
2
+
1iX3i …………..………..
3
+ +
3
3
(I.42)
2iX3i
………………….. (I.43)
2 3i)
………………….. (I.44)
adalah koefisien yang ditentukan berdasarkan data
hasil pengamatan. SNR =
……………………………………………...………………... (I.45)
Notasi dalam persamaan (I.45) adalah sebagai berikut SNR
: nilai Signal to Noise Ratio
Ai
: amplitudo konstanta ke-i
A error i
: amplitudo error konstanta ke-i
19
I.7.6. Uji Statistik Dalam suatu penelitian terdapat suatu langkah kerja yaitu analisis data yang diteliti. Data yang dianalisis harus diketahui terlebih dahulu kualitasnya secara keseluruhan. Pada penelitian ini digunakan uji global dengan kepercayaan 99,7% atau tiga standar deviasi (3σ). Untuk pembuangan data outlier dipilih pada rentang 99,7% agar data yang terbuang tidak terlalu banyak dan dikhawatirkan ketika tidak menggunakan 99,7%, terdapat data yang seharusnya digunakan tetapi justru terbuang. Selain itu, alasan memilih kepercayaan 99,7% karena BIG juga memakai rentang kepercayaan ini. Untuk menghitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut : σ=
……………………………………………………………….…(I.46)
Keterangan : σ
: standarr deviasi : nilai data ke-i : nilai rata-rata tiap bulan
n
: jumlah data
Selanjutnya membuat batas kanan dan batas kiri dengan persamaan : Batas kanan = Batas kiri =
+ 3σ ………………………………………………………… (I.47) - 3σ ………………………...…………………………………... (I.48)
Apabila data lebih dari batas kanan dan kurang dari batas kiri maka data secara otomatis akan ditolak dan berubah menjadi NaN. I.7.7 Pengamatan Data Pasut Pengamatan pasang surut laut dilakukan untuk memperoleh informasi berupa data ketinggian muka air laut di perairan tersebut. Pengamatan pasut dilakukan dengan cara mencatat atau merekam gerakan vertikal permukaan air laut yang terjadi secara periodik yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik anatar bumi dengan benda langit terutama bulan dan matahari. Untuk mendapatkan informasi tersebut dibutuhkan pengamatan di stasiun pasang surut dengan syarat lokasi pasut memenuhi ketentuan sebagai berikut (IOC, 2006 dalam Banna, 2014) :
20
1.
Mewakili kondisi pasut perairan sekitarnya sejauh 5 miles ke arah kiri dan kanan serta sejauh 10 nmiles ke arah perairan lepas
2.
Tanah tempat berdiri stasiun harus stabil dan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama
3.
Memiliki akses transportasi, energi (electrical power) dan komunikasi yang baik, serta aman dari gangguan sekitar
4.
Kedalaman air lokasi stasiun pasut minimal 2 meter di bawah LAT
5.
Berada dekat dengan lokasi benchmark atau titik referensi yang ada sebagai titik kontrol geodesi
Adapun peralatan perekaman pasut yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu 1.
Alat Pengamatan Pasut Sederhana
Alat sederhana ini disebut Palem (Tide Pole). Alat ini bentuknya seperti rambu ukur dengan skala bacaan dalam satuan desimeter. Pemasangan palem harus tegak lurus dan kokoh agar data pasut yang diperoleh benar. 2.
Alat Pengamatan Pasut Otomatis
Alat otomatis ini ada dua macam yaitu jenis pelampung dan jenis tekanan. Jenis sensor merupakan alat sensor jenis pelampung yang dihubungkan oleh katrol menuju alat perekaman. Data perubahan tinggi muka air laut tercatat melalui pelampung yang bergerak naik turun sesuai kondisi air tersebut. Pada jenis tekanan menggunakan tekanan air di atas suatu unit yang berubah-ubah akibat besar kecilnya lapisan air di atas unit sensor tersebut sesuai gerakan naik turunnya permukaan laut. Perubahan tekanan inilah yang dicatat oleh alat perekam.
I.8 Hipotesis Menurut penelititian Pradana et.al, (2011) kenaikan muka air laut untuk Pulau Jawa sebesar 4 sampai dengan 6 mm/tahun menggunakan data satelit altimetri. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut maka hipotesis I: 21
1.
Nilai SLR yang terjadi pada empat stasiun pasut di perairan Pulau Jawa berkisar 4-6 mm per tahun. Menurut Chruch et.al, (2013) kenaikan muka laut sangat berpengaruh pada
Global Mean Sea Level dengan nilai kenaikan mencapai 0,05 meter dan dipastikan akan terus meningkat. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis II pada penelitian ini : 2.
Fenomena kenaikan muka air laut berpengaruh terhadap penetapan terhadap bidang referensi lokal (MSL).
22