BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Padatan anorganik mesopori (2-50 nm) tergolong padatan berpori yang semakin banyak dan luas dikaji. Hal ini didasarkan pada kebutuhan riset dan industri akan material berukuran mesopori cukup besar untuk proses katalisis dan adsorpsi molekul-molekul besar. Silika mesopori merupakan material berukuran meso dengan silika sebagai bahan dasar banyak membuat para peneliti tertarik karena aplikasinya yang potensial dalam mendukung reaksi katalisis, pemisahan, adsorpsi selektif dan dapat digunakan sebagai hosts untuk menerima molekul guests (dalam interaksi supramolekular). Hal tersebut dikarenakan silika mesopori memiliki luas permukaan yang tinggi dikombinasi ukuran pori yang besar dan seragam (ALOthman, 2012). Dalam sintesisnya, material mesopori melibatkan pengarah struktur untuk membentuk ukuran pori yang diinginkan. Kebanyakan pengarah struktur dari golongan surfaktan dan kopolimer. Penggunaan surfaktan ionik, golongan amin primer anionik serta kopolimer di- dan tri- blok sebagai template (cetakan) untuk membentuk material berukuran mesopori telah dikenal secara luas. Hal tersebut sebagian besar dikarenakan senyawa-senyawa tersebut memiliki rantai panjang yang bersifat hidrofobik. Terdapat sisi negatif dari rantai hidrofobik panjang yaitu tidak ramah lingkungan karena sulit terdegradasi di alam pada suhu kamar (Hsu dkk., 2007; Wang dkk., 2011) Salah satu bahan alternatif pengganti pengarah struktur untuk sintesis material mesopori yang ramah lingkungan yaitu menggunakan surfaktan yang bersifat netral atau non-ionik. Sintesis silika mesopori yang menggunakan surfaktan non-ionik pernah dilakukan oleh Tanev dan Pinnavaia (1995), Baghsaw dkk. (1995) dan Zhao dkk. (1998). Salah satu contoh surfaktan yang bersifat netral yaitu gelatin. Gelatin dilirik sebagai alternatif cetakan untuk membentuk material mesopori berbasis silika dikarenakan memiliki sifat larut dalam air serta memiliki banyak gugus amin (-NH2) yang berinteraksi kuat dengan gugus silanol 1
2
(Si-OH) pada spesies silikat melalui pembentukan ikatan hidrogen ganda. Sintesis silika mesopori dengan cetakan gelatin ini tercatat berhasil dilakukan oleh Hsu dkk. (2007); Wang dkk. (2011) serta Setyawan dan Balgis (2012). Ada berbagai sumber dan cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan gelatin. Sumber yang dapat digunakan misalnya kulit, tulang dan jaringan penghubung pada makhluk hidup lainnya. Tulang kaki sapi menjadi menarik untuk dijadikan sumber gelatin dikarenakan kelimpahannya cukup besar dan mudah didapat. Ekstraksi gelatin yang paling umum dilakukan yaitu menggunakan asam dan basa untuk proses penghilangan protein non kolagen, demineralisasi dan isolasi kolagen dari sumber awal gelatin dilanjutkan proses hidrolisis kolagen untuk menghasilkan gelatin. Proses hidrolisis yang paling umum dilakukan yaitu menggunakan sistem refluks pada suhu 70 ˚C seperti yang dilakukan oleh Kusumawati (2008) serta Karlina dan Atmaja (2009). Beaker glass memungkinkan digunakan sebagai pengganti sistem refluks karena tetap dapat mengakomodasi terjadinya reaksi hidrolisis kolagen namun dalam prakteknya lebih mudah digunakan (Huda dkk., 2008). Semakin tinggi suhu ketika proses hidrolisis rendemen gelatin yang dihasilkan juga semakin besar (Nagarajan dkk., 2012). Hal ini yang menjadikan dasar pemikiran untuk menggunakan suhu di atas 70 ˚C dalam proses hidrolisis kolagen. Isoda dkk. (1997) menyatakan bahwa aktivitas katalitik tertinggi dicapai pada kombinasi berbagai logam dengan pengemban yang menghasilkan katalis dengan berbagai macam fungsi. Hal tersebut yang melatar belakangi disintesisnya katalis bilogam selain monologam. Pemilihan jenis logam yang digunakan juga memberi pengaruh cukup signifikan. Ditinjau dari luas permukaan dan volume pori, katalis logam CoMo lebih baik dibandingkan NiMo (Ornelas, 2001). Metode pengembanan logam pada material pengemban dapat berpengaruh pula pada aktivitas katalis. Katalis logam PtNi/γ-Al2O3 yang diembankan secara sekuensial lebih tinggi aktivitasnya dibandingkan dengan katalis Pt/ γ-Al2O3 atau Ni/ γ-Al2O3 dalam reaksi hidrogenasi asetilen (Shu dkk., 2008). Metode pengembanan sekuensial katalis CuO-CeO2/SiO2 memberikan hasil lebih baik dalam reaksi
3
oksidasi CO dibandingkan katalis CuO-CeO2/SiO2 yang pengembanan logamnya dilakukan secara kodeposisi (Aguila dkk., 2013). Katalis dengan sistem logam yang diembankan pada material pengemban sering digunakan dalam reaksi hydrotreatment. Reaksi hydrotreatment merupakan reaksi yang paling umum terjadi di industri pengolahan minyak seperti reaksi hidrorengkah, hidrodesulfurisasi, hidrogenasi dan hidrogenolisis. Yang paling sering dilakukan yaitu perengkahan. Disebut hidrorengkah apabila melibatkan gas hidrogen pada prosesnya. Target reaksi perengkahan adalah terbentuknya produk cair dengan rantai hidrokarbon lebih pendek daripada umpannya. Hal ini menyebabkan pelumas bekas menjadi relevan untuk digunakan sebagai umpan dalam reaksi hidrorengkah. Pelumas bekas seperti diketahui merupakan salah satu hasil pengilangan minyak bumi dengan fraksi rantai karbon panjang yang telah termodifikasi oleh proses pembakaran mesin bermotor. Perengkahan dibedakan menjadi perengkahan termal dan perengkahan katalitik. Perengkahan termal biasanya dilakukan pada temperatur tinggi yang bervariasi antara 455-730 °C dengan tekanan hingga 1000 psi. Pada kondisi ini, reaksi yang terjadi antara lain pemutusan ikatan C-C sehingga terbentuk radikal bebas, dehidrogenasi, isomerisasi dan polimerisasi dan banyak menghasilkan etilen (Gates dkk., 1979). Perengkahan katalitik merupakan salah satu proses katalitik yang penting dalam industri kimia, terutama dalam industri minyak bumi karena mampu mengkonversi fraksi berat seperti nafta, aspal dan tar menjadi fraksi bensin dan fraksi ringan lainnya. Hal ini menjadikan proses perengkahan katalitik lebih disukai dibandingkan perengkahan termal. Hidrorengkah pelumas bekas menggunakan katalis sudah cukup banyak diteliti antara lain menggunakan katalis berbasis zeolit alam yang dimodifikasi misalnya menggunakan Fe (Anggreini, 2007), NiO-MoO-CoO dan NiO-CoOMoO (Sihombing, 2010) dan diaktivasi hidrotermal dan microwave (Trisunaryanti dkk., 2012). Selain zeolit alam, Al2O3 mesopori juga dapat digunakan sebagai material pengemban seperti Looi dkk. (2013) yang memodifikasi Al2O3 dengan logam Mo. Jika dibandingkan dengan silika mesopori, zeolit alam
memiliki
ukuran pori yang lebih kecil. Silika mesopori memiliki keunggulan dari segi
4
ukuran pori dimana ukuran pori
yang lebih besar diharapkan
akan
mengakomodasi terjadinya reaksi hidrorengkah lebih optimal. Hal ini juga disebabkan umpan dalam reaksi hidrorengkah yang dilakukan adalah pelumas bekas yang memiliki ukuran rantai hidrokarbon relatif cukup besar sehingga diperlukan ukuran media yang besar untuk mengakomodasi terjadinya reaksi hidrorengkah. Katalis Mo/Al2O3 memiliki selektivitas terhadap produk fraksi bensin yang lebih rendah dibandingkan fraksi lainnya. Hal ini juga melatar belakangi disintesisnya katalis yang juga berukuran meso namun memiliki selektivitas terhadap fraksi bensin yang lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dilakukanlah penelitian penggunaan silika mesopori yang disintesis menggunakan cetakan gelatin serta modifikasinya menggunakan logam Co dan CoMo untuk reaksi hidrorengkah pelumas bekas. Harapannya yaitu penggunaan katalis dengan ukuran pori cukup besar akan menghasilkan produk yang bernilai ekonomi tinggi lebih besar. Selain itu penggunaan gelatin sebagai cetakan dalam sintesis silika mesopori diharapkan dapat menjadi alternatif penggunaan cetakan yang ramah lingkungan.
I.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mempelajari pengaruh variasi suhu hidrolisis terhadap kuantitas dan kualitas gelatin tulang sapi.
2.
Mempelajari karakteristik Silika Mesopori (SM) yang disintesis dengan cetakan gelatin serta aktivitas dan selektivitasnya terhadap reaksi hidrorengkah pelumas bekas.
3.
Mempelajari pengaruh pengembanan logam pada SM (Co/SM) terhadap karakteristik
serta
aktivitas
dan
selektivitasnya
terhadap
reaksi
hidrorengkah pelumas bekas. 4.
Mempelajari pengaruh pengembanan dua macam logam (CoMo/SM1 dan CoMo/SM2) dibandingkan satu macam logam (Co/SM) terhadap
5
karakteristik
serta
aktivitas
dan
selektivitasnya
terhadap
reaksi
hidrorengkah pelumas bekas. 5.
Mempelajari pengaruh cara pengembanan logam pada sistem katalis bimetal sekuensial (CoMo/SM1) dan kodeposisi (CoMo/SM2) terhadap karakteristik
serta
aktivitas
dan
selektivitasnya
terhadap
reaksi
hidrorengkah pelumas bekas. I.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala baru tentang penggunaan gelatin yang diekstrak dari bahan alam sebagai cetakan dalam sintesis silika berukuran meso serta pengaruh jumlah dan cara pengembanan logam pada aktivitas katalis.