BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan problema kesehatan masyarakat terutama di daerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Penyakit yang termasuk dalam kelompok kurang mendapat perhatian (neglected disease) ini memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tibatiba namun menyebabkan banyak korban, dan merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan gangguan penyerapan gizi dan dapat menyakibatkan penurunan tingkat intelegensia anak (Sudomo M, 2008). Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 1 milyar penduduk dunia terinfeksi dengan cacing usus, terutama yang penularannya melalui tanah, dan kira-kira 400 juta diantaranya menyerang anak-anak (WHO, 1996). Anak usia sekolah dasar (SD) merupakan kelompok umur yang paling sering terinfeksi oleh cacing usus yang ditularkan melalui tanah, hal ini disebabkan karena anak SD paling sering berkontak dengan tanah sebagai sumber infeksi (Pasaribu, 2003, Ezeamama dkk, 2005). Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6%, masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak yang dicanangkan pada tahun 1995 efektif menurunkan prevalensi kecacingan menjadi 33,3% pada tahun 2003. Sejak tahun 2002 hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebagai berikut: 33,3%; 33,3%’ 46,8%; 28,4%; 32,6% (Depkes RI, 2008). Diperkirakan 60%-90% penduduk Indonesia menderita penyakit infeksi kecacingan STH, dimana prevalensi tertinggi terdapat pada anak SD (Hadidjaja, 1998). Penyebaran penyakit ini lebih sering pada daerah beriklim tropis dan sub
tropis, walaupun dijumpai juga pada daerah beriklim sedang dan dingin (Kazura, 2000). Di Indonesia, mematoda usus yang paling banyak dijumpai pada manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis, sedangkan Strongyloides stercoralis jarang dilaporkan. Hasil survei Subdit Diare Depkes RI pada tahun 2002 dan 2003, ditemukan bahwa pada 40 SD di 10 propinsi menunjukkan prevalensi kecacingan berkisar antara 2,2%-90,3% (Depkes RI. 2006). Prevalensi Ascaris di Sumatera Utara diperkirakan 50%-79,9%, Trichuariasis 80%-100%, dan infeksi hookworms 50%-79,9% (de Silva dkk, 2003). Sri Alemina (2002)
menemukan bahwa prevalensi
infeksi pada anak
SD di Desa Suka
Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo mencapai 70%. Menurut Ritarwan (2006) di kota Medan ditemukan prevalensi Ascariasis 29,2 %, Trichuriasis 6,3 % dan infeksi campuran Ascariasis + Trichuriasis sebesar 58,3 %. Pasaribu (2003) melaporkan dari lima SD di desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo diperoleh 283 diantara 310 anak, (91,3%) positif mengandung telur cacing usus, 252 anak diantaranya (89%) mengandung telur Ascaris lumbricoides, diantara 252 anak ini, ternyata anak yang menderita infeksi campuran sebanyak 89,7% dan hanya 26 anak (10,3%) menderita infeksi tunggal Ascaris lumbricoides, 216 anak (95,6%) dengan infeksi campuran A lumbricoides dan T trichiura, 9 anak (9%) dengan infeksi campuran A lumbricoides, T trichiura dan cacing tambang serta seorang anak (0,4%) dengan infeksi campuran A lumbricoides dan cacing tambang (Firmansyah, 2003). Secara umum, infeksi cacing usus ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, gangguan gizi, gangguan pertumbuhan dan gangguan kecerdasan. Dalam jangka panjang apabila terjadi infeksi terus menerus akan menurunkan kualitas sumber daya manusia (Montressor et al, 1998). Mengingat bahwa prevalensi tertinggi infeksi kecacingan STH terdapat pada anak usia sekolah dasar, dikuatirkan infeksi cacing dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak. Belum diketahui secara pasti bagaimana proses ini terjadi,
namun diduga proses ini terjadi secara tidak langsung, mungkin melalui kejadian anemia dan malnutrisi yang diderita anak akibat terinfeksi kecacingan STH (Awasthi et al, 2003). Menurut Siregar (2006) respon tubuh terhadap infeksi cacing usus sangat bervariasi, sehingga menimbulkan berbagai jenis gejala klinis. Bila akibat infeksi yang terjadi berat, maka gangguan pertumbuhan akan terjadi sehingga dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Namun bila akibat yang ditimbulkannya ringan, tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Ritarwan (2006) telah melakukan penelitian tentang hubungan tingkat kecerdasan antara anak yang terinfeksi cacing dan anak yang tidak terinfeksi cacing. Dari penelitian ini diperoleh bahwa memang ada perbedaan tingkat kecerdasan antara anak yang terinfeksi cacing dengan anak yang tidak terinfeksi cacing. Dalam penelitian ini, penulis hendak melanjutkan penelitian tersebut untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat kecerdasan pada anak SD penderita infeksi kecacingan STH di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan berdasarkan derajat infeksi cacing yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dilihat juga distribusi penderita infeksi kecacingan STH menurut umur, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, kejadian anemia dan status gizi anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. I.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana hubungan antara status gizi dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 2. Bagaimana hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan kejadian anemia pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 3. Bagaimana hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan status gizi pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 4. Bagaimana hubungan antara kejadian anemia dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
5. Bagaimana hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. I.3.Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan tingkat kecerdasan pada anak sekolah dasar. I.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian adalah : 1.
Untuk
mengetahui
prevalensi
infeksi
kecacingan
STH (Ascaris
lumbricoides dan Tricuris trichiura) pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 2.
Untuk mengetahui distribusi penderita infeksi kecacingan STH menurut umur, jenis kelamin, suku, kelas, derajat infeksi kecacingan STH, tingkat kecerdasan, kejadian anemia, status gizi dan jenis infeksi cacing dari anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
3.
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
4.
Untuk mengetahui hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan kejadian anemia pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
5.
Untuk mengetahui hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan status gizi pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
6.
Untuk mengetahui hubungan antara kejadian anemia dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
7.
Untuk mengetahui hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan.
I.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah : 1. Meningkatkan usaha pencegahan akibat penyakit infeksi kecacingan STH pada anak sekolah, seperti status gizi yang buruk, gangguan pertumbuhan, anemia dan tingkat kecerdasan yang berkurang. 2. Membantu Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat infeksi cacing usus sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I.5. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah : 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat infeksi kecacingan STH dengan kejadian anemia pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat infeksi kecacingan STH dengan status gizi pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian anemia dengan tingkat kecerdasan pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya Medan. 5. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat infeksi kecacingan STH dengan tingkat kecerdasan Medan.
pada anak di SD Negeri 067775 Kotamadya