BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti bumi. Keadaan atmosfer dapat digambarkan melalui besarnya suhu, tekanan udara, kelembaban, curah hujan, dan lain-lain.
Keadaan atmosfer tersebut dapat diketahui besarnya melalui alat
pengukuran. Kondisi atmosfer mempengaruhi gelombang elektromagnetik yang merambat di medium udara. Menurut Pratomo (2004) kondisi atmosfer dapat mengurangi cepat rambat gelombang elektromagnetis. Besarnya pengurangan kecepatan ini tergantung dari faktor alam, yaitu suhu, tekanan udara dan materi dari medium.
Atmosfer
juga
mempengaruhi
penyerapan
energi
gelombang
elektromagnetis. Pada pengukuran teristris, atmosfer mengakibatkan sinyal antara pemancar sinyal (total station) dengan penerima (reflektor) tidak berupa garis lurus tetapi berupa garis lengkung. Pada tahun 2012, Sunantyo dkk melakukan penelitian tentang pemantauan terhadap bendungan di Waduk Sermo dengan menggunakan multi sensor. Waduk Sermo merupakan salah satu waduk yang luas dan telah beroperasi sejak tahun 1996. Waduk Sermo terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan untuk memantau pergeseran bendungan di Waduk Sermo yang dapat disebabkan oleh gempa bumi maupun sebab lain. Salah satu komponen alat untuk pemantauan adalah Total Station Robotik yang dapat merekam data secara otomatis dan dapat dikendalikan dari jarak jauh. Total station memancarkan gelombang elektromagnetik untuk mendapatkan data jarak. Pada pengukuran dengan menggunakan total station, dihasilkan data jarak miring dan jarak datar. Jarak miring diperoleh dari hasil perhitungan dari fungsi kecepatan dan waktu perambatan gelombang elektromagnetis. Sedangkan jarak datar diperoleh dari perhitungan trigonometri. Pada pengambilan data lapangan ada tiga faktor yang dapat memberi kesalahan pada hasil pengukuran, yaitu faktor dari instrumen, operator dan alam. Kesalahan ini juga mempengaruhi hasil pengukuran 1
2
jarak miring. Ada empat faktor yang mempengaruhi ketelitian pengukuran jarak, yaitu instrument setup, kalibrasi alat, kondisi atmosfer dan konstanta prisma. Kesalahan kondisi atmosfer meliputi kesalahan karena pengaruh suhu, tekanan udara dan kelembaban (Moyle 2012). Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari total station dipengaruhi oleh kondisi atmosfer. Dengan demikian, hasil pengukuran jarak miring mengandung kesalahan karena adanya pengaruh tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap ketelitian jarak miring dengan menggunakan Total Station Robotik. I.2 Identifikasi Masalah Perhitungan jarak miring pada Total Station Robotik memerlukan informasi waktu dan kecepatan perambatan gelombang inframerah di medium udara. Saat gelombang inframerah dipancarkan di udara maka dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, diantaranya suhu dan tekanan udara. Pengaruh kondisi atmosfer tersebut menyebabkan kesalahan pada hasil pengukuran jarak miring. Semakin panjang jarak miring, maka kesalahannya akan semakin besar. I.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1.
Berapa koreksi jarak miring yang dipengaruhi oleh suhu dan tekanan udara?
2.
Bagaimana pengaruh suhu, tekanan, serta suhu dan tekanan terhadap jarak?
3.
Berapa ketelitian jarak miring ukuran dan jarak miring estimasi? I.4 Cakupan Penelitian Cakupan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Wilayah penelitian adalah di Waduk Sermo. 2. Total Station Robotik yang digunakan untuk melakukan pengukuran jarak adalah Leica TM30. 3. Data yang digunakan adalah data jarak miring, suhu dan tekanan udara selama 30 hari pada bulan Desember tahun 2011. 4. Metode pengolahan data menggunakan metode regresi linier berganda. 5. Pengolahan data menggunakan software IBM SPSS 19. 6. Titik-titik pengamatan diasumsikan diam selama proses pengukuran. 7. Data pengukuran diasumsikan berdistribusi normal.
3
8. Ketelitian dihitung dengan simpangan baku dan koefisien kesalahan standar. I.5 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah 1.
Untuk menentukan koreksi jarak miring yang dipengaruhi oleh suhu dan tekanan.
2.
Untuk menentukan pola korelasi antara jarak dengan suhu, jarak dengan tekanan, serta jarak dengan suhu dan tekanan.
3.
Untuk menentukan ketelitian jarak miring ukuran dan jarak miring estimasi. I.6 Manfaat Penelitian ini bermanfaat untuk memberi gambaran mengenai besarnya
pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap koreksi dan ketelitian jarak miring menggunakan Total Station Robotik. I.7 Tinjauan Pustaka Ibrahim (2008) melakukan pengukuran jarak yang berkaitan dengan pengaruh atmosfer seperti perubahan suhu, perubahan tekanan udara, kelembaban dan perbedaan elevasi saat mengukur jarak dengan menggunakan alat pengukur jarak elektronik seperti total station. Dengan menggunakan data meteorologi kota Baghdad tahun 2007, penelitian tersebut menghasilkan sebuah model dan didesain dengan sebuah program komputer dan program Matlab 6.5 untuk menghitung besarnya koreksi pada jarak terukur. Hasil dari penelitian tersebut adalah perubahan panjang jarak terukur diabaikan ketika mengukur jarak pendek. Namun, kesalahan terjadi ketika terdapat perubahan suhu, kelembaban, tekanan udara dan ketinggian di atas muka air laut. Hal tersebut disebabkan karena pengaturan instrumen pada saat melakukan pengukuran bukan merupakan kondisi alat yang standar sesuai dengan yang ditunjukkan pada user manual. Warseto (2009) menguji pengaruh kesalahan setting nilai suhu terhadap hasil ukuran jarak elektronis. Untuk keperluan pengambilan data, dibuat garis basis sejauh Β± 510 m terbagi menjadi enam penggal dengan selang jarak 10 m, 20 m, 50 m, 90 m, 140 m dan 200 m. Pengukuran dilakukan secara pulang pergi menggunakan alat Total Station Trimble M3. Setiap penggal jarak dilakukan pengukuran dalam beberapa seri dan setiap seri pengukuran menggunakan setting nilai suhu yang berbeda. Pengolahan data dilakukan dengan hitung kuadrat terkecil metode parameter. Hasil hitungan
4
dilakukan uji statistik berupa uji global, uji blunder dan uji signifikasi parameter. Hasil yang diperoleh berupa konstanta penambah pada masing-masing setting nilai suhu yang bervariasi yaitu antara -0,0006 sampai -0,001, serta diperoleh nilai ketelitian Total Station tipe Trimble M3 yaitu sebesar 0,001 mm + 0,3 ppm. Dari hasil tersebut diketahui bahwa kesalahan setting nilai suhu tidak ada pengaruhnya terhadap hasil ukuran jarak elektronis pada Total Statsion Trimble M3. Pada tahun 2011, Ambangkoro melakukan penelitian di Waduk Sermo menggunakan RTS Leica TM30 untuk menguji ketelitian jarak dari RTS yang terletak di rumah kaca ke sensor-sensor yang dipasang di bahu bendungan yang diasumsikan posisinya diam. Untuk keperluan pengambilan data dipasang suatu sensor yang dapat memberikan nilai suhu dan tekanan udara sesuai dengan kondisi lingkungan pengukuran disekitar Total Station Robotik Leica TM30. Pengukuran dilakukan selama 20 hari, yaitu sepuluh hari sebelum meteosensor terpasang dan sepuluh hari setelah meteosensor terpasang. Pengolahan data dilakukan dengan melihat jarak rerata dan nilai simpangan baku sebelum dan sesudah terpasang meteosensor. Hasil hitungan dilakukan dengan analisis regresi linar sederhana. Hasil yang diperoleh berupa perbedaan jarak rerata pada masing-masing prisma sebesar 1,19 mm, besarnya simpangan baku rata-rata sebesar 0,266 mm dan nilai koreksi sebesar -0,20 mm untuk setiap kenaikan 1Β°C. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pengaturan nilai suhu sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran jarak menggunakan Total Station Robotik Leica TM30. Bertacchini dkk (2011) melakukan penelitian tentang sistem pemantauan topografi tanah longsor, yaitu sistem pemantauan tanah longsor Collagna di Reggio Emilia, Italia. Penelitian tersebut menggunakan total station yang dapat merekam jarak jauh secara otomatis terhadap 36 prisma setiap empat jam sejak tahun 2009. Tujuan dilakukan penelitian tersebut adalah untuk menguji koreksi atmosfer sehingga dapat meningkatkan presisi dan akurasi pengukuran untuk memanfaatkan kemampuan sistem. Fokus penelitian tersebut ditujukan pada pengukuran jarak jauh terhadap kondisi atmosfer (suhu, tekanan dan kelembaban relatif). Hasil dari penelitian tersebut adalah perbandingan jarak miring menunjukkan perbedaan antara pengamatan yang diukur dengan 0 ppm (kondisi atmosfer standar untuk total station) dan pengamatan
5
terkoreksi (kondisi 40 ppm pada jarak 1 km, dengan suhu 20Β°C, tekanan 913 mbar dan 50 % kelembaban relatif). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ibrahim (2008) adalah penelitian ini menggunakan software SPSS 19 untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap jarak miring. Sedangkan pada penelitian Ibrahim (2008) menggunakan Matlab 6.5 untuk menghitung besarnya koreksi pada jarak terukur yang dipengaruhi oleh perubahan suhu, tekanan udara dan kelembaban. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Warseto (2009) adalah penelitian ini menggunakan data jarak antara RTS dengan prisma yang berjumlah 19 prisma sedangkan Warseto menggunakan data garis basis yang dibagi menjadi enam penggal. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah RTS Leica TM30 sedangkan Warseto menggunakan Total Station Trimble M3. Metode pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode regresi linier ganda sedangkan Warseto menggunakan hitung kuadrat terkecil metode parameter. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ambangkoro (2011) adalah penelitian menguji pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap jarak miring menggunakan analisis regresi linier ganda dengan periode data selama 30 hari. Sedangkan Ambangkoro menguji pengaruh suhu terhadap jarak miring menggunakan analisis regresi sederhana dengan periode data seama 20 hari. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bertacchini dkk (2011) adalah penelitian menggunakan total station robotik untuk merekan jarak tehadap 19 prisma setiap 10 menit (untuk prisma di bahu bendungan) dan 15 menit (untuk prisma di lereng bendungan dan bangunan INTAKE). Sedangkan pada penelitian Bertacchini menggunakan alat totalstation yang dapat merekam jarak jauh secara otomatis terhadap 36 prisma setiap empat jam. Kondisi atmosfer yang digunakan pada penelitian ini adalah suhu dan tekanan udara, sedangkan penelitian Bertacchini menggunakan kondisi suhu, tekanan dan kelembaban relatif. I.8 Dasar Teori I.8.1 Gelombang Elektromagnetik Basuki (2011) menyebutkan bahwa gelombang elektromagnetik adalah tenaga yang dipancarkan berupa getaran medan listrik dan medan magnet yang merambat
6
dalam ruang bebas. Gelombang elektromagnetik ini bersifat periodik dan berbentuk sinusoide. Hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (I.1) π π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (I.2) π= π π0 .β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (I.3) π= π’ π=
Keterangan:
π
= panjang gelombang
π
= frekuensi
π
= kecepatan rambat gelombang dalam suatu medium, didasarkan pada kecepatan cahaya dalam medium
π0
= kecepatan rambat gelombang cahaya dalam ruang hampa (299792,5 Β± 0,4 km/detik) yang telah disepakati bersama pada sidang XII International Scientific Radio Union tahun 1957, yang kemudian diterima oleh International Union for Geodesy and Geophydic dan kemudian diperbarui pada tahun 1975 menjadi 299792485 Β± 1,2 m/detik, dengan simpangan baku 0,004 p.p.
π’
= indeks refraksi medium
Gelombang yang digunakan pada total station adalah gelombang inframerah. Gelombang inframerah mempunyai panjang gelombang 7,8.10-7 sampai dengan 3,4.10-4 m dan frekuensi 3,8.1014 sampai dengan 8,8.1011 Hz. I.8.2 Perambatan Gelombang Elektromagnetik Menurut Ghilani dan Wolf (2008) pengukuran jarak secara elektronik berdasarkan pada kecepatan dan cara energi elektromagnetik merambat melalui atmosfer. Kecepatan perambatan dapat dirumuskan dengan persamaan: π = ππβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(I.4) Keterangan: π
= kecepatan energi elektromagnetik, dalam meter per sekon
7
π
= frekuensi energi, dalam hertz
π
= panjang gelombang, dalam meter
Kecepatan energi elektromagnetik dalam ruang vakum adalah 299792458 m/s. Kecepatannya diperlambat oleh indeks refraksi dalam atmosfer menurut persamaan berikut π = π/π β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦......(I.5) Keterangan: π
= kecepatan energi elektromagnetik (m/s)
π
= kecepatan energi elektromagnetik dalam vakum (m/s)
π
= indeks refraksi atmosfer
Nilai π bervariasi mulai dari 1,0001 sampai dengan 1,0005, tergantung pada tekanan dan suhu. Jadi, akurasi pengukuran jarak elektronik memerlukan tekanan udara dan suhu yang diukur sehingga nilai π yang tepat dapat ditentukan. Suhu, tekanan udara dan kelembaban relatif mempengaruhi indeks refraksi. Sumber sinar memancarkan sinar yang terdiri atas banyak panjang gelombang. Setiap panjang gelombang mempunyai perbedaan indeks refraksi. Oleh karena itu, kumpulan gelombang-gelombang mempunyai sebuah kumpulan indeks refraksi. Nilai untuk kumpulan refraktifitas ππ dalam keadaan udara standar (0,0375 karbondioksida, suhu 0Β°C, tekanan 760 mm Hg dan 0% kelembaban) untuk EDM adalah (Ghilani dan Wolf 2008): ππ = (ππ β 1)106 = 287,6155 +
4,88660 0,06800 + π2 π4
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.6)
Keterangan: ππ
= kumpulan refraktifitas dalam keadaan udara standart
π
= panjang gelombang sinar dalam micrometer (Β΅m)
ππ
= kumpulan indeks refraktif
Panjang gelombang sinar yang digunakan dalam EDM adalah 0,6328 Β΅m untuk laser merah dan 0,900 sampai dengan 0,930 Β΅m untuk inframerah. Indeks refraktif yang sebenarnya (ππ ) untuk atmosfer pada waktu observasi berkaitan dengan variasi suhu, tekanan dan kelembaban dapat dihitung dengan rumus (Ghilani dan Wolf 2008):
8
ππ = 1 + (
ππ π 273,15 11,27π β β ) 10β6 β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(I.7) 1013,25 π‘ + 273,15 π‘ + 273,15
Keterangan: ππ
= Indeks refraktif yang sebenarnya
π
= bagian tekanan uap air dalam hectopascal (hPa) yang ditentukan oleh suhu dan kelembaban relatif pada waktu pengukuran
π
= tekanan dalam hPa
π‘
= suhu gelembung kering dalam Β°C
Bagian tekanan uap air, π, dapat dihitung dengan akurasi yang cukup pada kondisi normal. β
π = πΈ β 100 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(I.8) 7,5π‘
πΈ = 10[(237.3 +π‘)+0.7858]
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦(I.9)
Keterangan: β
= kelembaban relatif dalam persen
I.8.3 Konsep Dasar Pengukuran Jarak dengan Gelombang Elektromagnetik Metode pengukuran jarak secara elektronik diantaranya yaitu metode pulsa (beda waktu) dan metode beda fase. Konsep dasar pengukuran jarak elektronik metode pulsa adalah sinyal gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu alat yang didirikan pada suatu titik, di titik lain dipasang pemantul gelombang atau reflektor. Sinyal tersebut dipantulkan kembali ke pemancar, waktu lintas perjalanan sinyal pergipulang diukur oleh pemancar. Karena kecepatan sinyal diketahui dengan teliti maka jarak dapat dihitung dengan rumus (Basuki 2011): D = Β½ . t . v β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.10) Keterangan: D = jarak garis yang diukur (lintasan) t = waktu lintasan sinyal pergi-pulang v = kecepatan sinyal Metode beda fase pada alat EDM, jarak diukur dengan menentukan nilai gelombang penuh dan pecahan dari energi elektromagnetik yang ditransmisikan dari alat ke reflektor. Dengan kata lain, penentuan jarak secara elektronis ditentukan dengan menghitung jumlah gelombang pada jarak yang belum diketahui nilainya.
9
Energi elektromagnetik yang dimodulasikan
Reflektor
Gelombang pantul
Alat EDM
B
A Gambar I.1 Prinsip pengukuran pada EDM (Ghilani dan Wolf 2008). Keterangan gambar: A = titik berdiri alat total station B = titik berdiri reflektor π = panjang gelombang Prosedur pengukuran jarak secara elektronis diilustrasikan pada Gambar I.1. Alat EDM sudah diatur sumbu I vertikal (centering optic) pada stasiun A. Alat mentransmisikan sinyal pembawa berupa energi elektromagnetik yang dimodulasikan menuju ke reflektor di B. Kemudian reflektor di B mengembalikan sinyal ke alat EDM sehingga terjadi dua kali perambatan gelombang elektromagnetik. Energi elektromagnetik direpresentasikan dengan rangkaian gelombang sinus, setiap satu satuan panjang gelombang ditunjukkan dengan simbol π. Jarak dari A ke B diperoleh dengan nilai panjang gelombang jalur rangkap (dari A ke B dan dari B ke A) dikalikan dengan kecepatan perambatan gelombang kemudian dibagi dua. Secara matematis dirumuskan dengan: π·=
(β π + βπ)π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.11) 2
10
Keterangan: π·
= jarak
βπ
= jumlah gelombang elektromagnetik penuh
βπ
= gelombang elektromagnetik pecahan
π
= satuan jarak
I.8.4 Pengukuran Jarak Miring Posisi berdiri alat total station dan reflektor mempunyai ketinggian yang berbeda sehingga ketika alat memancarkan gelombang elektromagnetik maka data yang dihasilkan berupa data jarak miring. Namun, karena adanya EDM pada alat total station maka dapat menghasilkan data jarak miring maupun jarak datar.
πΏ
π
Ξ±
B
π»
πΆ
A
Gambar I.2 Pengukuran jarak miring (Ghilani dan Wolf 2008). Keterangan gambar: A
= titik berdiri alat total station
B
= titik berdiri reflektor
πΏ
= jarak miring
π»
= jarak datar
πΆ
= koreksi jarak miring
π
= tinggi dari prisma sampai sejajar total station
Ξ±
= sudut vertikal dari garis horizontal
Pada Gambar I.2, jika sudut Ξ± ditentukan, jarak datar antara titik A dan B dapat dihitung dari hubungan: π» = πΏ πππ πΌβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.12) Keterangan:
11
π»
= jarak datar antar titik (m)
πΏ
= jarak miring (m)
Ξ±
= sudut vertikal dari garis horizontal
Jika beda tinggi π ditentukan dengan perhitungan trigonometri, maka jarak datar dapat dihitung menggunakan rumus berikut: π = πΏπ πππΌβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (I.13) π» = βπΏ2 β π2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.14) Keterangan: π»
= jarak datar (m)
πΏ
= jarak miring (m)
π
= tinggi dari prisma sampai sejajar total station
Rumus pendekatan yang lain, diperoleh dari persamaan pertama dari pengembangan binomial Teorema Pythagoras, bisa digunakan dalam survei pada orde yang lebih rendah untuk mengubah jarak miring menjadi jarak datar: π2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.....β¦. (I.15) π»=πΏβ 2πΏ Pada Rumus (I.15), π2 /2πΏ sama dengan πΆ pada Gambar I.2 dan merupakan besarnya koreksi dari panjang jarak miring ukuran untuk mendapatkan jarak datar. Hal ini juga merupakan sumber kesalahan pada pengukuran jarak secara elektronik untuk permasalahan reduksi jarak miring ke jarak datar. Kesalahan semakin besar jika tingkat kemiringan semakin besar. I.8.5 Kesalahan Pengukuran Ghilani dan Wolf (2008) menyebutkan kesalahan pengukuran disebabkan oleh kesalahan sebagai berikut: I.8.5.1 Kesalahan operator. Kesalahan operator termasuk dalam ketidak akurasian pada setup alat EDM dan reflektor, kesalahan alat pengukuran dan tinggi reflektor, dan kesalahan menentukan suhu dan tekanan atmosfer. Kesalahan tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan pengukuran menggunakan barometer dan termometer dengan kualitas yang baik. Kekeliuran operator dalam pembacaan secara manual jarak rekaman EDM merupakan kesalahan yang sangat merugikan, karena kesalahan tersebut dapat
12
merusak kualitas data ukuran apabila dilakukan hitung kuadrat terkecil. Namun, kesalahan ini dapat diminimalisir dengan beberapa cara, salah satunya dengan pengukuran menggunakan Total Station Robotik. I.8.5.2 Kesalahan alat. Jika alat EDM dikalibrasi dengan presisi dan di-adjust secara hati-hati, maka dapat meminimalkan kesalahan dari alat. Untuk menjamin akurasi dan realibilitas, alat EDM seharusnya dilakukan cek terhadap sebuah garis basis orde satu pada interval waktu yang teratur. Meskipun kebanyakan alat EDM cukup stabil, namun terkadang masih terdapat kesalahan pengukuran karena adanya kekeliruan frekuensi. Hal ini menghasilkan kesalahan panjang gelombang yang menurunkan pengukuran jarak. Pengecekan alat secara berkala terhadap garis basis (baseline) yang dikalibrasi akan mendeteksi adanya kesalahan alat. Hal ini penting khususnya untuk melakukan pengecekan jika melakukan survei orde tinggi. Keadaan sumbu pemusatan atau sumbu I yang tidak berimpit dengan titik pemantulan gelombang pada reflektor disebut dengan konstanta reflektor atau konstanta prisma. Gelombang elektromagnetik dipantulkan oleh kaca prisma. Indeks refraksi kaca pada reflektor nilainya lebih besar daripada indeks refraksi udara sehingga kecepatan gelombang semakin lemah saat melewati kaca reflektor. Indeks refraksi kaca adalah 1,517. Ilustrasi konstanta prisma (K) ditunjukkan pada Gambar
Garis sumbu I
I.3. Gelombang dari EDM
Gelombang ke EDM
Garis pemantulan gelombang
K
Gambar I.3 Konstanta prisma (K) (Ghilani dan Wolf 2008).
Pada alat EDM, nilai konstanta prisma dapat dimasukkan dengan menggunakan keyboard dan dapat melakukan hitungan koreksi terhadap jarak. Pengecekan konstanta
13
prisma dilakukan dengan membuat garis lurus pada tanah datar yang dibagi menjadi beberapa penggal. Misalnya terdapat tiga titik, A, B dan C, dengan titik B berada diantara titik A dan C. Panjang AC, AB dan BC diukur. A
B
C
Gambar I.4 Garis lurus dengan dua penggal untuk menghitung kosntanta prisma.
Dari pengukuran ini, dapat ditulis persamaan sebagai berikut: AC + K = (AB + K) + (BC + K)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ (I.16) K = AC β (AB + BC)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (I.17) Nilai K harus ditambahkan untuk mengoreksi jarak ukuran. Nilai konstanta prisma bisa bernilai positif, nol atau negatif. Apabila nilai konstanta prisma negatif maka pada total station dimasukkan nilai positif dari konstanta prisma tersebut saat melakukan pengaturan alat, begitu juga sebaliknya. I.8.5.3 Kesalahan dari alam. Kesalahan dari alam pada kerja EDM berasal dari variasi atmosfer seperti suhu, tekanan udara dan kelembaban. Kesalahan ini mempengaruhi indeks refraksi dan memodifikasi panjang gelombang energi elektromagnetik. Nilai variabel ini harus diukur dan digunakan untuk mengoreksi jarak terukur. Kelembaban dapat diabaikan ketika menggunakan alat elektro-optik, tapi variabel ini penting ketika alat gelombang mikro digunakan. Alat EDM dalam total station mempunyai mikroprosesor yang menggunakan variabel-variabel atmosfer untuk menghitung jarak terkoreksi setelah melakukan pengukuran. Untuk alat keluaran lama, koreksi terhadap jarak ukuran dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan grafik dan tabel yang disediakan oleh pabrik pembuat alat. Pemberian koreksi dilakukan secara manual setelah pengukuran.
14
Kesalahan suhu (Β°C)
Kesalahan jarak (ppm)
-10Β° 20
-5Β°
0Β°
5Β°
10Β°
Kesalahan tekanan
10
0
-10 Kesalahan suhu
-20 -50
-25 0 25 50 Kesalahan tekanan (mmHg)
Gambar I.4 Kesalahan pada EDM yang dihasilkan oleh kesalahan suhu dan tekanan (berdasarkan pada suhu 15Β° dan tekanan 760 mmHg).
Gambar I.4 menunjukkan besarnya kesalahan pengukuran menggunakan alat EDM yang berkaitan dengan pengaruh tekanan udara dan suhu. Kesalahan setiap 10Β°C, atau perbedaan tekanan 25 mm (1 in.) pada air raksa, masing-masing menghasilkan kesalahan jarak sekitar 10 ppm. I.8.6 Ketelitian Pengukuran Setiap observer harus menyadari bahwa dalam melaksanakan pengukuran tidak dapat sepenuhnya mutlak benar hasilnya. Kebenaran hasil suatu pengukuran hanya dapat mencapai suatu batas tertentu saja. Hal itu karena adanya ketidakpastian yang tidak dapat dihilangkan. Derajat atau tingkat ketelitian suatu pengukuran tergantung pada metode pengukuran, instrumen yang digunakan dan kondisi alam sekitar tempat berlangsungnya pengukuran (Widjajanti 2011). Dalam ilmu ukur tanah (surveying), simpangan baku dipakai sebagai kriteria untuk menilai ketelitian pengamatan. Ketelitian berhubungan dengan akurasi dan presisi. Akurasi atau kesaksamaan adalah tingkat kedekatan dari nilai-nilai ukuran terhadap nilai yang sebenarnya. Apabila nilai-nilai ukuran semakin mendekati nilai sebenarnya maka penyimpangan atau kesalahannya semakin kecil sehingga semakin
15
tinggi tinggi akurasinya. Demikian pula sebaliknya, pengamatan dikatakan akurat apabila rata-rata kesalahan yang dihitung dengan kuadrat terkecil mendekati nol atau sama dengan nol (0). Presisi atau ketelitian adalah tingkat kedekatan dari nilai-nilai ukuran tersebut satu sama lain, yang dapat dihitung dari besar-kecilnya harga varian dari pengamatan. Apabila pengamatan mempunyai nilai varian yang kecil, berarti pengamatannya teliti (Basuki 2011). Salah satu penentuan nilai yang mewakili pada data yang jumlahnya banyak adalah dengan mencari nilai rata-rata dari keseluruhan data (Widjajanti 2011). Keakurasian suatu data dilihat dari nilai simpangan baku. Kepresisian data dilihat dari nilai kesalahan standar. π₯Μ
=
β π₯π π
π=β ππ₯Μ
=
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.18)
β(π₯Μ
β π₯π )2 πβ1 π
βπ β 1
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(I.19)
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.20)
Keterangan: π₯Μ
= rata-rata
π₯π
= data ke-π
π
= simpangan baku
ππ₯Μ
= kesalahan standar
π
= jumlah data
I.8.7 Pengaruh Atmosfer Menurut Kasim (1977) terdapat beberapa pengaruh atmosfer terhadap gelombang elektromagnetik, tiga diantaranya yang terpenting adalah: 1. Mengurangi kecepatan gelombang elektromagnetik, besarnya pengurangan kecepatan ini tergantung dari beberapa faktor alam, antara lain temperatur, tekanan udara dan materi medium. 2. Membuat lintasan sinyal antara master dan remote tidak merupakan garis lurus tetapi melengkung. 3. Penyerapan energi gelombang elektromagnetis.
16
I.8.7.1 Kecepatan. Kecepatan gelombang elektromagnetik merupakan faktor penting pada pengukuran jarak yang menggunakan prinsip-prinsip elektromagnetik. Semakin kecil nilai kecepatan maka semakin pendek panjang gelombangnya, yang berarti besarnya jarak yang ditunjukkan oleh alat EDM menjadi lebih pendek daripada jarak yang seharusnya. Hubungan antara kecepatan merambat di ruang vakum dan di medium dengan beragam indeks refraksi ditunjukkan pada Rumus (I.21). π=
πΆ πβ²
β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.21)
Keterangan: π = indeks refraksi πΆ = kecepatan di vakum πβ² = kecepatan di medium Beberapa keadaan yang mempengaruhi besarnya indeks refraksi di udara, antara lain: 1. Komposisi gas diudara 2. Jumlah uap air di udara 3. Suhu dan tekanan gas di udara 4. Frekuensi sinyal yang dipancarkan Untuk campuran dari material medium yang tidak sama, jumlah indeks refraksi dapat dianggap sebagai penjumlahan dari masing-masing indeks refraksi, dalam hal ini uap air dapat dianggap gas. Apabila jarak ukuran telah diketahui dan indeks refraksi standar alat ukur yang dipergunakan adalah n, maka jarak ukur tanpa pengaruh refraksi dapat dihitung dengan: π·β = π·π/πβ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (I.22) Dalam hal ini: π·β = jarak terkoreksi π·π = jarak ukuran πβ = indeks refraksi pada saat pengukuran I.8.7.2 Lengkungan lintasan. Akibat dari adanya indeks refraksi, maka lintasan gelombang elektromagnetik tidak lagi merupakan garis lurus tetapi garis lengkung. Pada umumnya pada pengukuran jarak elektromagnetik, data-data meteorologis P (tekanan) dan T (suhu) hanya diambil pada kedua ujung sisi yang diukur jaraknya.
17
Pengukuran data meteorologis dilakukan dengan alat barometer untuk mendapatkan tekanan udara dan termometer atau psycrometer untuk mendapat suhu udara, tergantung ketelitian yang diinginkan dan formula masing-masing alat. Cara pengambilan data terbaik adalah dua meter diatas tanah sehingga bebas dari pengaruh udara tanah. I.8.7.3 Absorbsi. Penyerapan (absorbsi) energi gelombang elektromagnetik menyebabkan lemahnya kekuatan pancaran setiap gelombang merambat bertambah jauh dari sumber pancarannya. Keadaan ini mempengaruhi jarak jangkauan maksimum yang dapat dicapai oleh alat ukur. Dari pengalaman dan penyelidikan telah dapat diambil kesimpulan bahwa besar pengaruh absorbsi pada microwave dan visible light lebih kecil dari pada infrared. Dengan demikian, jarak jangkauan alat-alat infrared lebih pendek dari visible light dan alat-alat microwave lebih panjang dari alatalat visible light. I.8.8 Robotic Total Station Leica TM30 RTS Leica TM30 adalah alat untuk mengukur, menghitung dan merekam data survei teristris. Alat ini terdiri atas berbagai model dengan kelas-kelas akurasi. Leica TM30 diintegrasikan dengan tambahan sistem GPS, yang berisi komponen perangkat keras dan lunak, untuk membentuk SmartStation. Komponen SmartStation terdiri atas SamrtAntenna, SmartAntenna Adapter dan Communication side cover. SmartStation memberikan pengaturan instrumen tambahan untuk menentukan koordinat stasiun instrumen. Leica TM30 juga dikombinasikan dengan sebuah kontroler CS untuk mengendalikan instrumen dari jarak jauh. Selain itu, RTS Leica TM30 terhubung dengan LGO (Leica Geo Office, merupakan perangkat lunak yang didalamnya terdapat program standar dan tambahan/lajutan) untuk menampilkan, menukar dan memanajemen data (Leica).
18
Gambar I.5 Komponen instrumen RTS Leica TM30 dari arah belakang (Leica).
Gambar I.6 Komponen instrument RTS Leica TM30 dari arah depan (Leica).
Pada Gambar I.5 komponen yang menonjol adalah lensa okuler untuk membidik objek, display dan keyboard dan tempat baterai. Pada Gambar I.6 komponen yang menonjol pada alat TM30 adalah lensa objektif (lensa yang mengarah ke objek pengukuran), layar display untuk menampilkan hasil ukuran, keyboard untuk memasukkan perintah, pemutar kasar horizontal dan vertikal yang berada di samping kiri alat. Leica TM30 mampu melakukan tiga cara pengukuran, yaitu IR, RL dan LO. Cara IR merupakan kemampuan untuk mengukur jarak menggunakan prisma. Cara RL
19
menunjukkan kemampuan alat untuk mengukur jarak tanpa prisma. Cara LO (LongRange) menunjukkan kemampuan alat menggunakan laser merah tampak untuk mengukur jarak jauh dengan prisma. Leica TM30 mampu mengukur jarak hingga 5,4 km dengan menggunakan prisma. Sedangkan apabila tanpa menggunakan prisma dapat mengukur jarak hingga 1 km. I.8.9 Analisis Regresi Linear Ganda Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode statistik umum yang digunakan untuk meneliti hubungan antara sebuah variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Tujuan analisis regresi berganda adalah menggunakan nilai-nilai variabel independen yang diketahui untuk meramalkan nilai variabel dependen. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti untuk meramalkan keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Persamaan regresi untuk dua prediktor adalah (Sulaiman 2004): Y = a + b1X1 + b2X2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.23) Persamaan regresi untuk tiga prediktor adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.23) Persamaan regresi untuk n prediktor adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + β¦ + bnXn β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(I.24) Keterangan rumus: Y
= variabel dependen yang diprediksikan
a
= parameter koefisien regresi
b1, b2,β¦bn
= koefisien regresi parsial
X1, X2,β¦Xn = variabel independen Untuk dapat membuat ramalan melalui regresi, maka data setiap variabel harus tersedia. Selanjutnya dari data tersebut ditentukan suatu persamaan melalui perhitungan (Sugiyono 2012).
20
I.8.9.1 Uji linieritas. Suatu hubungan statistik antara dua variabel Y dan X, tidak seperti hubungan fungsional yang dinyatakan melalui rumus matematis Y=f(X) yang sempurna. Observasi-observasi suatu hubungan statistik pada umumnya tidak jatuh tepat pada suatu kurva hubungan tersebut (Zulaela 2013). Untuk menguji lineritas hubungan dua variabel maka harus membuat diagram pencar (Scatter plot) antara dua variabel tersebut (Sulaiman 2004). Diagram pencar menunjukkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dari diagram pencar bisa dilihat titiktitik data membentuk pola linier atau tidak. Jika plot tidak membentuk pola tertentu (parabola, kubik dan sebagainya) maka asumsi linieritas terpenuhi. Jika asumsi linieritas terpenuhi, maka residual-residual akan didistribusikan secara random dan akan terkumpul di sekitar garis lurus yang melalui titik nol. Uji linieritas dengan menggunakan SPSS dengan melihat plot regresi prediksi yang sudah dibakukan. Plot yang membentuk pola acak, persamaan yang digunakan adalah persamaan regresi linier. Apabila hasil tidak linier maka persamaan yang digunakan adalah persamaan non linier (Suliyanto 2013). Regresi non linier adalah suatu metode untuk mendapatkan model non linier yang menyatakan hubungan variabel dependen dan independen. Regresi non linier dapat mengestimasi model hubungan variabel dependen dan independen dalam bentuk non linier dengan keakuratan yang baik. Hal ini karena dalam melakukan estimasi model menggunakan iterasi logaritma (Sulaiman 2004). Untuk mendapatkan linieritas dari hubungan non linier dapat dilakukan transformasi pada variabel dependen, atau variabel independen atau keduanya. Jika transformasi dengan melakukan pengubahan pada variabel independen maka linieritas bisa didapatkan tanpa adanya efek distribusi variabel dependen. Jadi, variabel dependen didistribusikan secara normal dengan varian konstan untuk masing-masing variabel independen. Jika melakukan transformasi pada variabel dependen maka distribusinya akan berubah, dan distribusi baru tersebut harus memenuhi persyaratanpersyaratan analisis. Jadi, bila melakukan transformasi logaritmik (log) terhadap variabel dependen (Y), maka log Y harus berdistribusi normal dengan varian konstan. Pemilihan jenis transformasi bergantung pada beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang paling utama adalah melihat tampilan visual (grafik) hubungan
21
variabel dependen dan independen terlebih dahulu. Setelah memastikan hubungannya maka dapat melakukan transformasi. I.8.9.2 Uji simultan (overall). Uji simultan digunakan untuk menguji hubungan regresi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independen secara bersamasama. Uji simultan menggunakan statistik uji πΉ (Zulaela 2013). πππ
πππΈ
πΉ βππ‘π’ππ =
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.25)
πππ
β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦(I.26) 1 πππΈ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(I.27) π 2 = πππΈ = πβ2 πππ
=
Keterangan: πππ
= kuadrat rata-rata regresi πππΈ = kuadrat rata-rata eror πππ
= jumlah kuadrat regresi π
= jumlah data
Pada software SPSS, hasil uji simultan ditampilkan pada tabel ANOVA. Pendekatan analisis varian (ANOVA) ini didasarkan pada penguraian jumlah kuadrat (sum of square) dan derajat bebas yang berhubungan dengan variabel dependen, Y. Jumlah kuadrat total (SSTO, total sum of square) diurai menjadi jumlah kuadrat eror (SSE, error sum of square) dan jumlah kuadrat regresi (SSR, regression sum of square). π
ππππ = β(ππ β πΜ
)2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦(I.28) π=1 π
πππΈ = β(ππ β πΜ)
2
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.29)
π=1 π
βππ=1 ππ βππ=1 ππ πππ
= π1 (β ππ ππ β ) ..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦(I.30) π π=1
Keterangan: ππ
= variabel independen data ke-π
ππ
= variabel dependen data ke-π
πΜ
= nilai rata-rata variabel dependen
22
πΜ
= nilai prediksi variabel dependen
π
= jumlah data
Pada Rumus (I.28) jumlah kuadrat total (SSTO) mengukur deviasi variabel dependen ππ dari rata-ratanya πΜ
. Pada Rumus (I.29) jumlah kuadrat eror (SSE) mengukur desviasi variabel dependen ππ dari nilai prediksinya πΜπ . Pada Rumus (I.30) jumlah kuadrat regresi (SSR) mengukur deviasi hasil prediksi πΜπ dari nilai rata-rata variabel dependen πΜ
. Hipotesis yang digunakan pada uji simultan adalah (Sulaiman 2004): 1. H0 : b1 = b2 = β¦ = bk = 0 Apabila nilai b menunjukkan nilai nol, maka model regresi linier berganda tidak signifikan atau dengan kata lain tidak ada hubungan linier antara variabel independen terhadap variabel dependen. 2. H1 : bi β 0 Apabila nilai b bukan nol, maka model regresi linier berganda sigfinikan atau dengan kata lain ada hubungan linier antara variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai b merupakan koefisien regresi variabel independen. Bila melakukan perhitungan
menggunakan
software
SPSS
pengambilan
keputusan
dengan
membandingkan nilai Sig. dengan taraf signifikansi. Jika:
nilai Sig. < Ξ± β Tolak H0 nilai Sig. β₯ Ξ± β H0 tidak ditolak. Nilai Sig. ini diperoleh dari hitungan perbandingan F tabel dan F hitung. Pada
jendela Output SPSS juga ditampilkan hasil hitungan nilai F hitung pada tabel ANOVA. πππ. =
πΉ π‘ππππ πΉ βππ‘π’ππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(I.31)
Nilai Sig. menunjukkan kelayakan model persamaan regresi (Anonim). Apabila nilai Sig. lebih kecil dari 0,05 maka model regresi layak digunakan. Sedangkan apabila nilai Sig. lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak layak digunakan.
23
I.8.9.3 Uji parsial. Hubungan linier antara variabel dependen dengan variabel independen ditunjukkan dengan adanya koefisien regresi yang mempunyai pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) terhadap variabel independen (Anonim 2014). Hipotesis yang digunakan adalah (Sulaiman 2004): H0 : bi = 0 β tidak ada hubungan linier antara variabel independen dan variabel dependen. 1. H1 : bi β 0 β ada hubungan linier antara variabel independen dan variabel dependen. 2. H1 : bi > 0 β ada hubungan linier antara variabel independen dan variabel dependen secara positif. 3. H1 : bi < 0 β ada hubungan linier antara variabel independen dan variabel dependen secara negatif. bi merupakan koefisien regresi parsial. Nilai koefisien regresi untuk dua variabel independen diperoleh dari persamaan (Sugiyono 2012): β π = ππ + π1 β π1 + π2 β π2 ..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦(I.32) β π1 π = π β π1 + π1 β π12 + π2 β π1 π2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.33) β π2 π = π β π2 + π1 β π1 π2 + π2 β π22
β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.34)
Keterangan: π
= variabel dependen data ukuran
π1 dan π2
= variabel independen data ukuran
π
= koefisien regresi
π1 dan π2
= koefisien regresi variabel independen
Perhitungan untuk memperoleh nilai π, π1 dan π2 dilakukan dengan cara substitusi dan eliminasi. Bila perhitungan dilakukan dengan menggunakan software SPSS maka pengambilan kesimpulannya berdasarkan nilai Sig. sebagai berikut (Sulaiman 2004): Kalau : nilai Sig. < Ξ± β tolak H0 nilai Sig. β₯ Ξ± β H0 tidak ditolak. Nilai Sig. diperoleh dari persamaan π β π£πππ’π.
24
(π+1) π‘ π+1 2 β( 2 ) Ξ( ) π₯ 2 π β π£πππ’π = ππ₯ β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.35) π β« (1 + π ) βπ. πΞ (2 ) ββ
Keterangan: π β π£πππ’π
= nilai Sig.
π
= jumlah derajat bebas (df)
π‘
= nilai t tabel
π₯
= data variabel independen
Ξ
= gamma
Apabila nilai Sig. lebih kecil dari taraf signifikansi dan nilai koefisien parsial tidak sama dengan nol maka terdapat hubungan linier antara variabel dependen dan variabel independen. Selain itu, koefisien parsial tersebut dapat dibuat persamaan regresi. I.8.9.4 Pengujian model. Setelah model diperoleh, maka harus menguji model tersebut sudah termasuk BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau tidak. Menurut Sulaiman (2004) suatu model dikatakan BLUE bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Normalitas residual Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov berdasarkan pada fungsi distribusi kumulatif empirik (ECDF) dan fungsi distribusi empirik (EDF). ECDF dirumuskan dengan (Anonim 2015): πΉπ (π₯) =
1 β [π½π’πππβ πππ πππ£ππ π β€ π₯] β¦.β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.36) π
Keterangan: πΉπ (π₯) = nilai ECDF π₯
= data variabel dependen
π
= total jumlah observasi
Fungsi distribusi empirik (EDF) dirumuskan dengan (Anonim 1999): πΉ(π₯) =
1 (ππ’πππβ π₯π β€ π₯) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.37) π
Keterangan: πΉ(π₯) = nilai EDF pada data ke-j
25
π₯π
= data sampel variabel dependen ke-j, dalam hal ini j = 1, 2, ..., π
π₯
= data variabel dependen
π
= total jumlah observasi
Kolmogorv-Smirnov menghitung penyimpangan terjauh nilai EDF dari ECDF. Persamaan Kolmogorv-Smirnov dan Asymptotic Kolmogorv-Smirnov adalah: 2 1 πΎπ = πππ₯π β β ππ (πΉπ (π₯π ) β πΉ(π₯π )) β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦.(I.38) π π
πΎππ = πΎπβπ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦(I.39)
Keterangan: πΎπ
= nilai Kolmogorov-Smirnov
πΎππ
= nilai Asymptotic Kolmogorov-Smirnov
πΉπ (π₯π ) = nilai ECDF πΉ(π₯π ) = nilai EDF π
= jumlah data
Hipotesis: H0 : Sampel ditarik dari populasi dengan distribusi tertentu H1 : Sampel ditarik bukan dari populasi dengan distribusi tertentu Jika : nilai Signifikansi < Ξ± maka tolak H0 nilai Signifikansi > Ξ± maka terima H0 Bagaimanapun juga untuk jumlah sampel dengan ukuran besar, kebanyakan uji goodness-of-fit menghasilkan keputusan menolak H0. Jadi hampir tidak mungkin mendapatkan data yang benar-benar berdistribusi normal. Pada kebanyakan uji statistik, cukuplah diperoleh data yang berdistribusi mendekati normal. Sehingga, untuk sampel ukuran besar, seharusnya tidak hanya melihat taraf signifikansi yang dihasilkan saja, tetapi juga keberangkatan (asal) data dari normalitas. Untuk uji keberangkatan (asal) data dari normalitas digunakan uji sampel Kolmogorov-Smirnov sebab metode ini dirancang untuk menguji keselarasan pada data yang kontinyu. Oleh karena itu, skala pengukuran yang dipakai minimal ordinal. Uji satu sampel Kolmogorv-Smirnov digunakan untuk menentukan seberapa baik sebuah sampel random data menjajaki distribusi teoritis tertentu (normal,
26
uniform, poison, eksponensial). Uji ini didasarkan pada perbandingan fungsi distribusi kumulatif sampel dengan fungsi distribusi kumulatif hipotesis. Tujuan dari uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov adalah untuk memastikan apakah dapat disimpulkan bahwa F(x) = F0(x) untuk semua x cocok dengan fungsi distribusi sampel {S(x)} yang teramati atau fungsi distribusi empiris. Hipotesis: H0 : Sampel ditarik dari populasi dengan distribusi tertentu H1 : Sampel ditarik bukan dari populasi dengan distribusi tertentu Pengambilan keputusan kesimpulan pada pengujian hipotesis dilakukan sebagai beikut: Asymp. Sig. < taraf signifikansi (Ξ±) β Tolak H0 Asymp. Sig. > taraf signifikansi (Ξ±) β Terima H0 2.
No-autokorelasi Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan pengujian Durbin-Watson. Kriteria pada uji Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut a. 1,65 < DW < 2,35 β tidak ada autokorelasi b. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 β tidak dapat disimpulkan c. DW < 1,21 ata DW > 2,79 β terjadi autokorelasi Nilai Durbin-Watson diperoleh dari rumus berikut (Zaiontz 2015):
π=
βππ=2(ππ β ππβ1 )2 βππ=1 ππ2
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..........(I.40)
Keterangan rumus: π
= nilai Durbin-Watson
ππ
= residual data ke-i
ππβ1
= residual data ke-(i-1)
π
= jumlah data
Nilai residual diperoleh dari hasil pengurangan nilai variabel dependen ukuran dengan nilai variabel dependen prediksi (estimasi). 3.
Homoskedastisitas (kesamaan varians) Keadaan homoskedastisitas adalah lawan dari heterokedastisitas. Metode visual untuk membuktikan kesamaan varians (homoskedastisitas) yaitu dengan melihat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika
27
penyebarannya tidak membentuk suatu pola tertentu seperti meningkat atau menurun, maka keadaan homoskedastisitas terpenuhi. Apabila tidak, maka harus mempertanyakan asumsi varians konstan dari Y terhadap nilai-nilai X. 4. No-multikolinearitas Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang βsempurnaβ (pasti) di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Multikolinieritas artinya terdapat lebih dari satu hubungan linier atau terjadi korelasi yang kuat antar variabel bebas. Dasar pengambilan keputusan pada uji multikolinieritas adalah dengan melihat nilai toleransi dan nilai VIF (Variance Inflation Factor) (Anonim 2014). TOL = 1-R2β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.41) VIF = 1/TOLβ¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.42) Keterangan: TOL
= Tolerance
R2
= koefisien determinasi
VIF
= Variance Inflation Factor
Kriteria yang digunakan adalah (Raharjo 2014): a.
Jika nilai Tolerance lebih besar dari 0,10 maka artinya tidak terjadi multikolinieritas terhadap data yang diuji. Sedangkan apabila nilai Tolerance lebih kecil dari 0,10 maka artinya terjadi multikolinieritas terhadap data yang diuji.
b.
Jika nilai VIF lebih kecil dari 10,00 maka artinya tidak terjadi multikolinieritas terhadap data yang diuji. Sedangkan jika nilai VIF lebih besar dari 10,00 maka artinya terjadi multikolinieritas terhadap data yang diuji.
Menurut Suliyanto (2013), uji asumsi klasik terdiri atas: 1. Uji Homoskedastisitas Uji homoskedastisitas berarti adanya varian dalam model yang sama (konstan). Keadaan yang berlawanan dengan homoskedastisitas adalah heterokedastisitas. Penyebab terjadinya heterokedastisitas adalah variabel yang digunakan untuk memprediksi memiliki nilai yang sangat beragam, sehingga menghasilkan nilai residu yang tidak konstan.
28
Ada tiga cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas. Pertama, dengan uji park yaitu meregresikan variabel bebas terhadap nilai log-linier kuadrat. Kedua, dengan uji Glejser yaitu dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai residual mutlaknya. Ketiga, dengan uji korelasi Rank Spearman yaitu dengan mengkorelasikan nilai residual dengan variabel bebas dengan menggunakan RankSpearman. Apabila terjadi heterokedastisitas maka langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan menambah jumlah pengamatan dan melakukan transformsi data ke bentuk LN atau log atau bentuk lainnya. 2. Uji No-Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Penyebab terjadinya autokorelasi adalah adanya kelembaman waktu, adanya bias spesifikasi model dan manipulasi data. 3. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas berarti terjadi korelasi yang kuat (hampir sempurna) antar variabel bebas. Tepatnya, multikolineritas berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti, dan istilah kolinieritas berkenaan dengan terdapatnya satu hubungan linier. Ada dua cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas, yaitu a. Dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika koefisien korelasi antar variabel bebas β₯ 0,7 maka terjadi multikolinier. b. Dengan melihat nilai VIF (Varian Infloating factor). Jika nilai VIF β€ 10 maka tidak terjadi multikolinier. Apabila didapatkan hasil yang multikolinieritas, maka cara mengatasinya adalah sebagai berikut: a. Memperbesar ukuran sampel. b. Memasukkan persamaan tambahan ke dalam model. c. Menghubungkan data cross section dan data time series. d. Mengeluarkan suatu variabel dan bias spesifikasi. e. Transformasi variabel. 4. Uji Normalitas Residual
29
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui residual terstandarisasi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Apabila ditemui data yang tidak normal maka dapat disebabkan karena terdapat nilai ekstrim dalam data yang diambil. Nilai ekstrim adalah nilai yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Penyebab
munculnya nilai ekstrim adalah kesalahan dalam pengambilan unit sampel yang dapat diatasi dengan mengganti unit sampel. Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi dalam menginput data yang dapat diatasi dengan memperbaiki data yang salah. Kesalahan lainnya adalah terdapat data ekstrim yang sangat berbeda dengan data lainnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan menambah sampel atau dengan membuang data ekstrim tersebut. Cara mendeteksi data berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan gambar atau dengan angka. Cara menggunakan gambar dengan kurva regresi residual
terstandarisasi
membentuk
gambar
lonceng.
Sedangkan
cara
menggunakan angka dengan uji Liliefors, chi kuadrat (X2), uji dengan kertas peluang normal dan uji dengan Kolmogorov-Smirnov. Data yang berdistribusi normal membentuk kurva yang berbentuk seperti lonceng. Cara mengatasi data yang tidak normal adalah dengan menambah jumlah data, melakukan tarnsformasi data menjadi Log atau LN (logaritma natural) atau bentuk lainnya, menghilangkan data yang dianggap sebagai penyebab data tidak normal dan dibiarkan saja tetapi harus menggunakan alat analisis yang lain. I.8.9.5 Kriteria statistik. Menurut Zulaela (2013), model yang baik adalah yang model yang benar-benar menggambarkan data. Selain itu, model tersebut juga dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen. Kriteria standar yang digunakan untuk menentukan baik atau tidak suatu model dapat dilihat beberapa kriteria berikut: 1.
Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi menunjukkan proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R2 tidak akan turun nilainya jika terjadi penambahan variabel baru kedalam model. Oleh karena itu model yang memuat banyak variabel akan menghasilkan R2 yang besar. Seuatu model dikatakan baik jika memiliki R2 yang besar (mendekati 1). Rumus R2 adalah sebagai berikut:
30
β(π β β πΜ)2 /π π½π’πππβ ππ’πππππ‘ππππππ π β¦β¦β¦β¦.....β¦β¦β¦β¦β¦(I.43) π
= = π½π’πππβ ππ’πππππ‘π‘ππ‘ππ β(π β πΜ)2 /π 2
π
= βπ
2β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦..(I.44) Keterangan rumus: π
2 = koefisien determinasi π
= koefisien korelasi sederhana π = nilai pengamatan π β = nilai π yang ditaksir dengan model regresi πΜ = nilai rata-rata pengamatan π = jumlah variabel independen 2.
Standard error of variance (s2) atau residual mean square Standard error of variance mengukur besarnya keragaman model regresi dari sampel ke sampel. Model yang baik memiliki s2 yang kecil.
3.
Adjusted R2 Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model. Implikasi Adjusted R2 adalah: a. Untuk k>1, Adjusted R2 < R2. Apabila jumlah variabel independen ditambahkan maka Adjusted R2 naik dengan jumlah kenaikan kurang dari R2. b. Secara umum, bila tambahan variabel independen merupakan prediktor yang baik maka variansinya akan naik, sehingga Adjusted R2 juga akan naik. Sebaliknya, jika tambahan variabel independen tidak meningkatkan variansinya maka Adjusted R2 akan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa tambahan variabel tersebut bukan predictor yang baik. Model yang baik jika memiliki nilai Adjusted R2 yang besar (mendekati 1). Persamaan untuk memperoleh nilai Adjusted R2 adalah: πβ1 πππΈ β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(I.45) π΄πππ’π π‘ππ π
2 = 1 β ( ) π β π β 1 ππππ Keterangan: πππΈ
= jumlah kuadrat eror
ππππ
= jumlah kuadrat total
π
= jumlah data
31
π 4.
= jumlah variabel independen
Statistic PRESS (predicted residual sum of square) Statistic PRESS didefinisikan sebagai βπ‘ ππ‘2 dengan ππ‘ adalah residual yang dihitung tanpa mengikutkan data ke-t. Model yang baik memiliki PRESS yang terkecil.
5.
Cp Mallowβs Model yang tidak baik akan menghasilkan nilai Cp yang lebih besar daripada p (p adalah jumlah parameter termasuk konstan). Model yang baik adalah model dengan sedikit p/parameter dan memiliki Cp yang berada di sekitar p atau kurang dari p. Nilai Cp sama dengan p untuk full model (model yang mengikutkan semua parameter)
6.
AIC (Akaike Information Criterion) dan BIC (Bayes Information Criterion) Persamaan untuk memperoleh nilai AIC dan BIC adalah: π΄πΌπΆ = β2πΏπππΏππ + 2 Γ πβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(I.46) π΅πΌπΆ = β2πΏπππΏππ + π Γ log(π)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(I.47) Model yang baik memiliki nilai AIC dan BIC yang kecil. I.9 Hipotesis Hasil dari penelitian pengaruh suhu terhadap jarak miring diperoleh nilai koreksi
sebesar -0,20 mm untuk setiap kenaikan 1Β°C dan besarnya simpangan baku rata-rata dari data jarak sebesar 0,266 mm (Ambangkoro 2011). Perkiraan kesalahan pengukuran jarak miring pada pengukuran menggunakan Total Station Robotik dapat berkisar pada rentang 0,2 mm sampai dengan 4 mm karena pengaruh suhu. Sedangkan kesalahan karena tekanan udara sebesar 0,1 mm sampai dengan 1,5 mm untuk perubahan tekanan udara setiap 2 mmHg. Suhu dan tekanan udara mempengaruhi kecepatan gelombang elektromagnetik (Kasim 1977). Semakin rendah suhu nilai jarak semakin panjang dari yang seharusnya. Semakin tinggi tekanan nilai jarak semakin panjang dari yang sebenarnya. Ketelitian jarak estimasi dan jarak ukuran dilihat dari nilai simpangan baku dan koefisien kesalahan standar. Rata-rata nilai simpangan baku jarak ukuran sebesar 1 mm sedangkan pada jarak ukuran sebesar 0,9 mm. Rata-rata nilai koefisien kesalahan standar jarak ukuran sebesar 0,03 mm sedangkan pada jarak estimasi sebesar 0,02 mm.