BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan dampak pada meningkatnya jumlah penduduk yang ada pada kota tersebut. Hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik tentang kependudukan di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Yogyakarta mencapai 3,4 juta jiwa. Tingkat populasi yang besar tersebut memunculkan beberapa tantangan, mulai dari pemenuhan energi, pangan, perekonomian, hingga produksi sampah yang dihasilkan dari jumlah penduduk tersebut. Produksi sampah misalnya, menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup dalam satu hari sampah yang dihasilkan setiap individu mencapai 2,5 liter [1], jika kita kalikan dengan banyaknya penduduk di Kota Yogyakarta maka total dari produksi sampah dalam satu hari sudah mencapai sekitar 8,5 Juta liter/hari. Banyaknya sampah yang dihasilkan tersebut haruslah memiliki penanganan yang baik, karena sampah tersebut tidak bisa dibiarkan menumpuk begitu saja. Masyarakat Indonesia saat ini masih berpaku pada cara pembuangan sampah secara konvensional yaitu kumpul-angkut-buang yang mengakibatkan tertimbunnya sampah pada setiap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dan tidak memanfaatkan sampah yang sekiranya bisa diproses kembali. Permasalahan yang ada di Indonesia tersebut juga merupakan permasalahan yang ada di Kota Yogyakarta, masyarakat masih secara konvensional dalam menangani sampah yang ada. Sehingga sampah-sampah tertumpuk begitu saja di beberapa tempat pembuangan. Pada tempat pembuangan, sampah yang terkumpul juga hanya ditumpuk, masih sedikit sekali TPA yang mengolah sampahnya dengan baik. Seperti data yang didapatkan, bahwa berdasarkan data SLHI tahun 2007, sebagian besar TPA di Indonesia merupakan tempat penimbunan sampah terbuka (Open Dumping). Data menyatakan 90% TPA dioperasikan dengan Open Dumping dan
1
hanya 9% yang dioperasikan dengan Controlled Landfill dan Sanitary Landfill. Kondisi penimbunan sampah yang ada yaitu dengan Open Dumping dapat mengakibatkan
beberapa
permasalahan
seperti
pertumbuhan
penyakit,
pencemaran udara, bau yang tidak sedap dan pencemaran tanah akibat Leacheat yang tidak diolah dengan baik. Seperti yang
sudah dipaparkan di atas bahwa sampah yang dibiarkan
menumpuk begitu saja di TPA (Open Dumping) juga memiliki dampak besar pada pencemaran udara terlebih pada proses pemanasan Global atau Global Warming. Hal tersebut dikarenakan gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari sampah tersebut termasuk dalam Green House Gases (GHG) atau Gas Rumah Kaca (GRK). CH4 merupakan gas yang dihasilkan dari landfill sebanyak 50-55% dari seluruh volume gas yang dihasilkan dan mempunyai potensi penyebab Global Warming 21-23x lebih besar daripada CO2 [2]. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang baik agar gas yang dihasilkan tersebut bisa dimanfaatkan karena gas metan juga merupakan biogas yang bisa digunakan sebagai bahan pembangkit energi. Tabel 1.1. Perkiraan emisi CH4 (Gigagram) dari sumber sampah yang ditimbun di TPA menurut provinsi tahun 2004-2008 Provinsi 2004 2005 2006 Sumatera utara 88,45 89,59 90,69 Sumatera Selatan 47,82 48,6 49,42 DKI Jakarta 62,13 62,59 62,99 Jawa Barat 276,14 281,06 285,98 DI Yogyakarta 23,37 23,6 23,82 Papua 17,68 18,12 18,55 Indonesia (30 1.556,74 1.577,05 1.597,53 Propinsi) Sumber: Emisi GRK dalam Angka KLH 2009 [3] Tempat
Pembuangan
Sampah
Terpadu
2007 91,81 50,19 63,41 290,98 24,05 18,99 1.618,06
(TPST)
2008 92,91 50,99 63,84 296,02 24,29 19,42 1.638,73
Piyungan,
Bantul
Yogyakarta merupakan salah satu tempat pembuangan akhir yang ada di Kota Yogyakarta dan merupakan TPA terbesar. TPST Piyungan berada di desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul yang berjarak +15 KM dari pusat Kota Yogyakarta kearah tenggara dan memiliki luas lahan sebesar 12,5Ha
2
(Faizah, 2007) . Cakupan sampah yang terkumpul pada TPST ini meliputi wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan pihak swasta yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Beberapa permasalahan yang terjadi pada TPST tersebut adalah: 1. Pengolahan sampah masih menggunakan metode controlled landfill belum bisa menggunakan sistem sanitary landfill dikarenakan kemungkinan adanya konflik sosial jika sistem sanitary landfill diterapkan sehingga gas metan yang dihasilkan terlepas begitu saja ke udara. 2. Di TPST tersebut masih banyak pemulung sampah dan hewan ternak yang masuk ke daerah pembuangan sehingga mengganggu pekerjaan dalam mengolah sampah (meratakan sampah yang datang) dan resiko mendapat kecelakaan yang dapat membahayakan seperti longsornya sampah. 3. Pada pembuangan zona I sudah ditutup atau diurug, namun gas yang keluar hanya dibuang begitu saja dengan menggunakan saluran pipa PVC 6 inci biasa yang dapat berpotensi terjadinya kebakaran akibat gas metan yang ada. 4. Sampah yang datang hanya ditumpuk dan diratakan begitu saja sehingga benih benih adanya bakteri dan virus yang bisa menyebabkan sakit pernafasan dan kulitpun bisa muncul. Banyak permasalah yang ada di TPST Piyungan tersebut. Beberapa permasalahan disebabkan salah satunya oleh pengolahan sampah yang belum optimal. Bukan hanya pengolahan, tetapi dalam memanfaatkan potensi yang ada, yang bisa dihasilkan dari limbah sampah tersebut. Oleh karena itu, perlu analisis lanjut mengenai cara pengolahan sampah yang baik sehingga permasalahan bisa ditekan, dikurangi dan dapat memanfaatkan potensi-potensi energi yang ada seperti pemanfaatan gas metan yang dihasilkan. Berikut ini tabel mengenai potensi-potensi sampah yang ada di beberapa kota di Indonesia:
3
Tabel 1.2. Jumlah potensi sampah di beberapa provinsi di Indonesia tahun 20042008 Jumlah Sampah (Ton) Propinsi
2004
2005
2006
2007
2008
Sumatra Utara 1.959.994 1.976.259 2.000.525 2.025.123 Sumatra Selatan 1.054.847 1.072.161 1.090.094 1.107.107 DKI Jakarta 1.370.549 1.380.627 1.380.627 1.398.782 Jawa Barat 6.091.414 6.199.885 6.308.436 6.418.701 DI Yogyakarta 515.537 520.568 525.487 530.582 Papua 390.037 399.670 409.240 419.889 Sumber: Statistik persampahan Indonesia tahun 2008 [3]
2.049.547 1.124.802 1.408.129 6.529.823 535.708 428.411
% Kenaikan Jumlah Sampah 1,12 1,60 0,68 1,74 0,96 2,34
Sumber sampah yang ada di Kota Yogyakarta cukup besar dapat kita lihat dari tabel di atas. Sampah yang banyak dihasilkan tersebut dapat kita manfaatkan untuk menjadi sumber energi baru, yaitu sumber listrik bagi warga sekitar. Pengolahan sampah yang baik akan sangat membantu dalam terwujudnya pemanfaatan sampah untuk menjadi sumber energi baru. Oleh karena itu diperlukannya konsep desain perancangan sistem pengolahan sampah dengan metode landfill yang baik, dan sesuai dengan kondisi TPST Piyungan. Selain itu, konsep desain mengenai sistem penyaring gas, dan penampung gas juga sangat diperlukan sebagai awal dari perancangan konsep desain pengolahan sampah yang baik yang dapat diterapkan di TPST Piyungan. I.2 Rumusan Masalah Tempat
Pembuangan
Sampah
Terpadu
(TPST)
Piyungan,
Bantul
Yogyakarta merupakan salah satu tempat pembuangan akhir yang ada di Kota Yogyakarta dan merupakan TPA terbesar di Yogyakarta. Sekarang ini TPST Piyungan sudah memiliki pengelolaan yang baik hanya saja belum termanfaatkan potensi gas metan yang ada. TPST Piyungan terdapat 3 zona pembuangan yang salah satu zona sudah dijadikan landfill atau di urug (sampah ditimbun dengan tanah) yaitu pada zona pembuangan 1. Pembagian zona di TPST Piyungan dapat dilihat pada gambar 1.1. Pada zona pembuangan sampah tersebut sudah terpasang pipa-pipa vertikal sebagai saluran keluarnya gas metan yang dihasilkan dai proses landfill. Gas metan yang dihasilkan sebenarnya dimungkinkan memiliki potensi 4
untuk membangkitkan listrik tetapi belum dimanfaatkan. Letak sumur vertikal yang sudah terpasang dapat dilihat pada gambar 1.2. Kondisi yang ada, dengan isu adanya kebutuhan energi yang meningkat dan potensi pengelolaan sampah yang dapat dimanfaatkan lagi oleh karena itu dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui potensi gas metan yang bisa dihasilkan sebagai energi alternatif dan sarana pemanfaatan sampah yang ada dengan membuat konsep desain Sistem landfill sampah, sistem pemurnian gas, dan sistem tangki penampung sebagai awalan perancangan landfill gas untuk TPST Piyungan Bantul Yogyakarta.
Gambar 1.1. Pembagian zona [4]
5
Gambar 1.2. Layout letak pipa vertikal yang terpasang pada TPST Piyungan [4] I.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis mengambil fokus skripsi dengan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian ini adalah di TPST Piyungan Bantul Yogyakarta. 2. Penelitian ini mencakup aspek potensi energi, aspek serapan sampah, dan aspek kelayakan teknik. 3. Aspek potensi energi mencakup analisis besarnya laju produksi gas metan.
6
4. Aspek teknis dibatasi pada konsep desain Sistem Landfill Sampah, Sistem Pemurnian Gas, dan Sistem Tangki Penampung pada fasilitas pemanfaatan Landfill Gas. I.4 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep desain sistem landfill sampah, sistem pemurnian gas, dan sistem tangki penampung di TPST Piyungan Bantul Yogyakarta dan besarnya laju produksi gas metan yang dihasilkan. I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat diantaranya: 1. Mengubah paradigma masyaratkat terhadap sampah. 2. Menjadi salah satu desain rujukan bagi pengelolaan sampah yang baik di Indonesia. 3. Mengetahui potensi energi yang didapatkan dari sampah sehari-hari. 4. Menetahui desain yang sesuai untuk sistem landfill, sistem pemurnian gas, dan sistem tangki penampung yang bisa diterapkan di TPST Piyungan.
7