BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik (tekstur dan
komposisinya) serta perilaku mineral-mineral penyusun dalam batuan (beku, sedimen dan metamorf) tersebut tidak dapat diamati di lapangan secara megaskopis. Contohnya batuan-batuan tersebut yaitu batuan beku yang bertekstur afanitik seperti batuan asal gunungapi, batuan sedimen klastika seperti batugamping, batupasir, napal, dan batuan metamorf seperti sekis, filit, gneis dan lain-lain. Peralatan yang digunakan untuk menganalisis sifat optis mineral dan menganalisis batuan secara petrografi pada sayatan tipis antara lain : Mikroskop Polarisasi, Sayatan Tipis, Tabel warna interference (Michel-Levy), Alat tulis, dan Formulir lembar kerja praktikum. Jadi mineral optik dan petrografi adalah suatu metode yang sangat mendasar dalam mendukng pembelajaran dan analisis data geologi. Alat yang digunakan dalam praktikum ini disebut mikroskop terpolarisasi, karena data dibaca melalui lensa yang mempolarisasinya yang selanjutnya ditangkap oleh mata
I.2.
Maksud dan Tujuan Maksud dari praktikum mineral optik & petrografi ini adalah agar
mahasiswa (praktikan) dapat mengetahui cara menganalisis sifat optis pada mineral baik dengan pengamatan nikol sejajar maupun dengan pengamatan nikol silang pada sayatan tipis, dan juga bisa menganalisis batuan secara petrografi dalam sayatan tipis dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Tujuannya mahasiswa (praktikan) dapat mengidentifikasikan mineral dan batuan yang terkandung dalam suatu sayatan, dan juga praktikan lebih
memahami mengenai analisis batuan secara petrografi baik batuan beku, sedimen maupun batuan metamorf. I.3.
Metode Penulisan Berdasarkan materi-materi pratikum mineral optic & petrografi serta
pemahaman melalui pemeriaan tekstur dan komposisi
mineral dan
batuan maupun mineral secara mineral optik dan study pustaka .
struktur
BAB II DASAR TEORI II.1
PENGENALAN ALAT
II.1.1 Definisi mikroskup Polarisasi Pengamatan mineral optis tentunya membutuhkan alat bantu mikroskop. Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler dan trilokuler, baik non-digital maupun yang digital
a
b. Gambar 1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).
Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang
diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.
Gambar 2. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain (kiri) dan mikroskup polarisasi standar (kanan).
II.1.2 Fungsi dan Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi (a).
Lensa Ocular Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini
berhubungan langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup. Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu
menentukan posisi utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus. Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping) dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis 4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.
Lensa okuler
lensa obyektif
Gambar 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup polarisasi (b).
Prisma Nikol (Gambar 7) Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari
permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam. Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang.
Gambar 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup polarisasi (c). •
Lensa lampu konvergen Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan obyek
•
Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer
•
Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler
•
Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja obyektif, sehingga:
•
Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat
(d)
Meja obyektif (meja putar)
•
Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak ---- kebanyakan bulat
•
Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif
•
Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati
•
Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang meja dan koordinat sumbu hingga 360O
•
Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.
•
Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada di bawah tube.
•
Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif, agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.
•
Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi sentringnya
•
Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD
(e). •
Benang Silang (Cross Hair) Benang silang berada pada lensa okular, satu benang melintang ke kanankiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke bawah.
•
Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral, atau sudut interfacial kristall.
•
Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat. Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan
benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.
Benang silang
Gambar 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup polarisasi
(f). •
Cermin Pantul (The Mirror) Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber obyek
•
Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan
•
Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.
•
Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang menyudut pada sekitar 40o.
•
Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar konvergen, maka menggunakan sinar konvergen
•
Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.
•
Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight, maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah, yang datang bersamaan dengan focal point.
•
Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan sebaliknya
(g).
Lensa Obyektif
•
Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.
•
Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas 13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
•
Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
•
Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
•
Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak mungkin dilakukan.
•
Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.
(h).
Resolving Power
•
Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.
•
Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.
•
Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat terkecil pun terdeteksi.
•
Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci
•
Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat hanya satu titik.
•
Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .
(i). •
Lensa Bertrand (Keping Gipsum) Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas masuk / keluar tube
•
Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk memperbesar gambaran interference
•
Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga dapat diketahui ketebalan sayatannya
•
Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference .
Gambar 8. Tabel warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips untuk mengetahui warna birefringence. (j).
Lensa Ocular
•
Disebut juga dengan lensa okuler Huygens
•
Terdiri dari dua lensa simple plane-convex
•
Terletak berhadapan langsung dengan mata.
•
Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan data.
•
Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field length).
•
Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.
•
Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan mengikatkan tali tersebut pada perutnya.
(k). •
Mikrometer Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh: diameter mineral.
•
Terletak di atas meja obyektif.
•
Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
•
Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus mm dalam suatu divisi kristal.
•
Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri mikrometer tersebut
(l). •
Adjustment Screws Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif
•
Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke kiri untuk memperkecil.
•
Terletak pada gagang mikroskop (tube)
•
Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.
II.2
MINERAL OPTIK
II.2.1 Dasar Teori Mineral Optik Mineral optic adalah pengamatan sifat optic mineral di bawah mikroskup polarisasi. Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Contoh batuan-batuan tersebut adalah: •
Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi
•
Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
•
Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi Mikroskop polarisasi adalah alat yang digunakan untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi analisis sayatan tipis batuan-batuan yang dilakukan karena sifat-sifat fisik seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineralmineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsikan secara megaskopis di lapangan. Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi yaitu binokuler dan triokuler baik nondigital maupun yang digital.
II.2.2
Sifat Optis Mineral Pada Pengamatan Nikol Sejajar Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik
(sumbu a = sumbu b = sumbu c; <α = <β = <γ); rhombik (sumbu a ≠ sumbu b ≠ sumbu c; <α ≠ <β ≠ <γ); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat
diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar. A.
Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat dengan sifat indek biasnya; Nglas < Nmineral. Relief kadang-kadang juga diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu. Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara, sehingga reliefnya lebih tinggi. Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya makin rendah.
relief tinggi
relief rendah
Gambar 10. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah (bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar
B.
Pleokroisme Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar
mengikuti sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar. Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3 perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois B. Bentuk Kristal Bentuk
kristal
adalah
bentuk
suatu
kristal
mineral
mengikuti
pertumbuhan / tata aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya. Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar, menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya / pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum.
Namun, mineral yang berukuran besar bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh adalah mineral-mineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik. Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral .
Gambar. bentuk kristal euhedral, subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).
C. Bentuk mineral Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat
dan
lain-lain
bentuk-bentuk
mineral
tersebut
tidak
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai parameter tingkat kristalisasi. D. Belahan Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem
kristal tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan / terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya. Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati di bawah mikroskup, sebagai contoh adalah kuarsa dan olivin. Tetapi, sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal, namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskop.
Gambar 14. Gambar kanan: Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau tanpa belahan: olivin; gambar kiri: Contoh mineral kuarsa tanpa belahan
Contoh : o
belahan jelas 1 arah: kelompok mika
o
belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol
o
mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende) dan mineral dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen
II.2.3
Sifat Optis Mineral Pada Pengamatan Nikol Silang Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal
sumbu C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring pada sudut berapa A.
Sifat Birefringence (BF) Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam
sayatan tipis, interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03 mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna Michel-Levy . Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifatsifat mineral (Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya. Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang
sama, ct. piroksen, amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama. BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya. Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.
Gambar Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral; yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang
Nikol silang sebelum Gips dipasang
setelah Gips dipasang
N Gambar 18. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar 45 o
setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90 o ® Ngyp || nxl (D masih = 100 nm) Ngyp || nxl ® PENGURANGAN •
Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips 100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm ® maka kristal berada pada 450nm di belakang
•
Warna BF menjadi 1o orange
N
Gambar 19. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman mineral90 o Latihan:
Deskripsikan warna BF mineral-mineral dalam sayatan tipis di bawah:
Gambar 20. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut pemadalam dalam suatu sayatan tipis
B. Sifat Kembaran (Twinning) Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang. Berhubungan dengan sifat pemadamannya. Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran: 1)
Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fishtail”, 102 dan 108
2)
Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
3)
Inversi (kembaran ke pusat) •
Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang terulang)
•
Kembaran Cyclic
- kembaran berulang yang bidang-bidang
kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada plagiokla. Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah: • Kembaran Albit : terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai pada plagioklas pada 010
Posisi nikol silang diputar 45o
Posisi nikol silang diputar 90o Gambar 21. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas
•
Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan megaskopis pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic
Gambar 22. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit
• Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}
Gambar 23. Kembaran sederhana pada Clinopyroxene (augite) posisi {100}
Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada Plagioklas: •
Sederhana Carlsbad pada (010)
•
Polysynthetic albite pada (010)
•
Pericline pada (101)
Gambar 24. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada Plagioklas
C. Sifat Gelapan (Extinction) Adalah
fungsi
hubungan
orientasi
indikatrik
dan
orientasi
kristalografik. Mineral anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90O. Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah. Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45°, komponen maximum dari sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah
menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah. Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi mengikuti arah orientasi butirannya. Tipe Pemadaman •
Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut pemadaman (EA) = 0°; contoh: Orthopiroksen dan Biotite
•
Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh: Klinopiroksen dan Horenblenda
•
Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi. Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2); contoh: Amfibol dan Kalsit
•
Tanpa
belahan:
mineral
yang
tidak
memanjang
atau
tidak
memperlihatkan belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°, tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh: Kuarsa dan olivin a.
Pemadaman Paralel •
semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
•
mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
b. •
Sudut Pemadaman Miring Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring
•
sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya
c=Z
nε nω b=Y
Pemadaman paralel
a=X
Z
c
b Y a X Pemadaman miring Gambar 25. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
Pemadaman orthopiroksen
PPL
X N
Sudut pemadaman
Klinopiroksen
Pemadaman Klinopiroksen
Gambar 26. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas) dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)
II.5.
Pengambilan Contoh Batuan A.
Teknik Pengambilan Contoh Batuan Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya
prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat dan pengamat. Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan yang segar adalah: •
Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputihputihan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-
abu kekuningan-kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur. •
Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi “bug” atau “blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
•
Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak dijumpai
rekahan-rekahan
baik
akibat
deformasi
saat
pembekuan,
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang betul-betul masif (tak-terdeformasi). Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah: •
Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
•
Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat penggalian.
•
Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.
Gambar 27. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)
Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan adalah: •
Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan kecuali jika pengamatan ditujukan untuk mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N ….
O
E) dan arah pemotongan yang
diinginkan •
Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk mengetahui tingkat pelapukan.
•
Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar. Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang digali
Gambar 28. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan
B.
Pemilihan Contoh Batuan Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:
1.
Pilih batuan yang paling segar
2.
Jangan
mengambil
bagian
kontak
(ditunjuk
pena),
karena
ada
kemungkinan mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan biasanya tidak segar
Gambar 29. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena
Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi: • •
Contoh betul-betul segar Besarnya setangan (segenggam)
•
Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab praparasi sayatan tipis
Gambar 30. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan masif) C.
Preparasi Batuan Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi
no lokasi pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang lain. Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar.
Gambar 31.Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm, pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.
Gambar 32. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.
II.6.
Sifat Optis Mineral Plagioklas A.
Sifat-Sifat Umum
•
Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8
•
Berat molekul = 270,77 gram Sodium
4,25 %
Na 5,72 % Na2O
Calcium
7,40 %
Ca 10,36 % CaO
Aluminum
9,96 %
Al 18,83 % Al2O3
Silicon
31,12 %
Si 66,57 % SiO2
Oxygen
47,27 %
O
100,00 %
00,00 101,48 % = total oksida
•
Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8
•
Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam kelompok Na, Ca feldspar.
•
IMA Status: Not Approved IMA
•
Locality: Common world wide occurrences.
•
Asal Nama: dari bahasa Yunani “plagios” ~"oblique" dan “klao” ~ "I cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik.
B.
Sifat-Sifat Fisik Sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit, oligoklas,
andesin, bitownit, labradorit dan anortit. •
Belahan : [001] baik, [010] baik
•
Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih kehijauan.
•
Density: 2,61 – 2,76, rata-rata = 2,68
•
Diaphaniety: Transparent sampai translucent
•
Pecahan: Brittle – umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral non-metallik.
•
Perlakuan: Massive - Granular – banyak dijumpai dalam granit dan batuan beku lainnya.
•
Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite
•
Luminescence: Non-fluorescent.
•
Luster: Vitreous (Glassy)
•
Streak: putih
albit
albit
anorthite
andesine
labradorit bitownite oligoclase
oligoclase
Gambar 33. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit (www.webminerals.com/specimens)
C. •
Sifat-Sifat Optis NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),
Ncalc=Dmeas*KC+1 •
Plagioclase * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
•
Albite NaAlSi3O8 C1 1
•
Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
•
Andesine* (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
•
Labradorite* (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
•
Bytownite* (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
•
Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1
Gambar 33. adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis
Gambar 34. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang
a.
Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi Optisnya
•
Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya.
•
Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya.
•
Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut pemadamannya, yaitu: 1.
Metode Michel-Levy
2.
Metode gabungan Carlsbad-Albite.
1.
Metode Michel-Levy • Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk oleh kembaran albit dalam plagioklas • Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik
Prosedurnya adalah: 1. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
•
Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.
•
Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan terlihat sama.
•
Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.
2. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan. 3. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya. 4. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat (fast ray) dengan memutar meja obyektif 45o searah jarum jam dari posisi awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I. 5. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan. 6. Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum, catat kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran bidang kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya. 7. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan maksimum. 8. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya dengan menggunakan diagram Michel-Levy Contoh: Michel-Levy (Gambar 34)
Gambar 35. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode Michel-Levy
1. Pada Gambar 34. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran didapatkan 24,9o. 2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o. 3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o, sehingga dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o. 4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram Michel-Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya hingga memotong garis lengkung. Didapatkan nilai An-44, sehingga nama mineralnya andesin. •
Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah (garis tegas) didapatkan An-44: Andesin
•
Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putusputus), didapatkan angka An-38: Andesin
Michel-Levy Diagram
Albit (An-0-10) Oligoklas (An-10-30) Andesin (An-30-50) Labradorit (An-50-70) Bitownit (An-70-90) Anortit (An-90-100)
Gambar 36. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy
2.
Metode Kombinasi Carlsbad-Albite Gambar 36. menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana
Carlsbad (kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri berlaku kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.
Gambar 37. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad .
1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada bidang (010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rataratakan kedua sudut gelapan. 2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana metode di atas, rata-ratakan. 3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah satu akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite untuk mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text
book: Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-putus untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau metamorfik.
Gambar 38. Kembaran albit pada plagioklas
b.
Struktur Zoning dalam Plagioklas Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa
adanya gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk mineral yang sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral (biasanya plagioklas) yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional komposisi dari mineral plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning, yaitu Reverse
Zoning, Oscillatory Zoning,
Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan Patchy Zoning. 1.
Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam (inti) makin kaya An-.
2.
Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3.
Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris (secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol % An) dari inti ke luar rim.
4.
Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing sektornya.
5.
Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa mengikuti sistem kristalografinya.
a. Reverse zoning
b. Reverse zoning dan sector zoning
c. Sektor zoning Gambar 39. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas
II.7.
Sifat Optis Pada Uncontinous Form Biaxial A.
Mineral Biaksial dan Uniaksial Secara umum, ada dua jenis mineral di alam, yaitu biaksial dan
uniaksial. Mineral-mineral biaksial adalah suatu mineral yang memiliki dua sumbu optis dan tiga indeks bias utama; yaitu monoklin, triklin dan ortorhombik. Lawannya biaksial adalah uniaksial, yaitu mineral yang memiliki satu sumbu optis, seperti tetragonal dan heksagonal. Mineral-mineral yang termasuk ke dalam kelompok mineral biaksial adalah Olivin; Piroksen (Orthopiroksen dan Klinopiroksen); Amphibole (Hornblenda dan Actinolit); Mika (Biotit, muskovit, chlorit) dan Feldspar (Plagioklas, Microclin, orthoclas dan sanidin). Mineral-
mineral yang termasuk kelompok uniaksial adalah Apatit, Kalsit, Nephelin, Kuarsa, Tourmalin, Zirkon B.
Mineral Olivin (a)
Komposisi Kimia Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi
kimia: •
Forsterite = Mg2SiO4
•
Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4
•
Fayalite = Fe2SiO4 Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku
intermediet.
Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.
-
Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah Chrysolite), dan seri fero Fayalite. (b)
Sifat-Sifat Fisik Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-
coklat, abu-abu
Pertumbuhan
-
dan
bentuk
kristal:
orthorombik,
prismatik. Ditemukan sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan. -
Transparansi Transparan sampai translucent
-
Specific Gravity 3,2 – 4,2
-
Luster Vitreous
-
Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90º ; pecahan: Conchoidal Pecahan Brittle
-
Macam batuan yang mengandung olivin: •
Peridotit – hijau-transparant
•
Chrysolite – kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.
•
Dunite – masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.
•
Olivinoid – terbentuk dari meteorit
•
Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat
•
Larut dalam asam HCl Yang berhubungan dengan Olivin
•
Kerena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok olivin sering hanya disebut "Olivin“ saja.
•
Olivin sangat melimpah di alam, tetapi hanya ditemukan sebagai mineral yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop.
•
Pembeda dengan mineral lain: Tourmaline – lingkungannya berbeda Apatite – lebih lunak (5) Garnet – ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada Willemite - fluoresce hijau
•
Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite, Spinel, Diopsid, Chromite, Fe-nikel Tipe Lokasinya:
1.
Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir), Mogok (Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural (Russia); Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman)
2.
San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.
3.
Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet Ridge), (c)
Klasifikasi Olivin
•
Merupakan mineral jenis Orthosilikat – SiO4
•
Rumus kimia umum – (Mg,Fe)2SiO4
•
Terdiri dari 2 kelompok yaiti Forsterite – Mg2SiO4 dan Fayalit – Fe2SiO4
•
Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa.
•
Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer
•
Teralterasi menjadi serpentin
•
Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun juga berbeda
Gambar 40. Diagram fasa pembentukan olivin
(d)
Sifat Optik Olivin secara Umum
•
Relief tinggi
•
Warna interference-nya menengah-kuat
•
Pecahan irregular
•
Tidak ada belahan
•
Pada batuan plutonik dijumpai sebagai butiran anhedral
•
Dalam batuan vulkanik dijumpai berbentuk euhedral
•
Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak dapat menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya
•
Indeks refraksi: Forsterit
Fayalit
nα
1.636
1.827
nβ
1.651
1.869
nγ
1.669
1.872
Birefringence antara 0,033 to 0,053
Sudut 2VX bervariasi 46 sampai 98°, kadang-kadang biaksial positif (2VX>90°) atau negatif (2VX<90°)
Gambar 41. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya
Sifat Optis Fayalit •
Tidak berwarna
•
Pleokroisme
•
Berbutir membantal
•
Merupakan olivin kaya Fe
•
X = Z = kuning
•
Y = orange, kuning dan kuning kemerahan
Gambar 42. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya
C.
Sifat-Sifat Optis Piroksen (a)
Sifat umum
•
Merupakan mineral inosilikat (single chain) – Si2O6
•
Memiliki
dua
kelompok
besar,
yaitu
Orthopiroksen
(Orthorhombik; Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)
•
Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan pembentukan yang berbeda Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-
nya Secara tektonik: •
Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin
•
Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin
•
Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik
Gambar 43. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe dan Mg
1. Orthopiroksen -OPX •
Formula umum – (Mg,Fe)2Si2O6 Terdiri dari dua anggota besar : Enstatit – MgSiO3 dan Orthoferrosilit – FeSiO3
•
Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis: Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020 dan Indeks bias: En
OFs
nα
1,649 1,768
nβ
1,653 1,770
nγ •
1,657 1,788 Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132°, tergantung pada
komposisinya, jadi sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90°) atau positif (2VZ<90°), namun secara umum negatif
Gambar 44. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya
Bentuk Kristal •
Euhedral biasanya prismatik gemuk
•
Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan dua arah membentuk sudut 90°
•
Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah
Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90° dan pemadaman simetri.
Gambar 45. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen
Warna dan Pleochroisme •
Kadang lemah warna – pink salmon sampai hijau
•
Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi bervariasi
•
OPX kaya Fe pleochroisme
X = pink, coklat dan kuning pucat
Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky
Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan
Gambar 46. Birefringen mineral Ortopiroksen kaya Fe (pinky)
Belahan dan Pecahan •
Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan menunjukkan belahan searah:
•
Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau
Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink Sayatan yang dipotong memotong sumbu C ---- belahan dua arah
membentuk sudut 90°
Memotong sumbu a
Memotong sumbu c
Memotong sumbu b
Gambar 47. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen
Sifat Optis Orthopiroksen •
Warna interference lemah
•
Pemadaman parallel
•
Pleochroisme lemah hijau pucat
•
BF tinggi 2V sudut >75°
•
Menunjukkan sifat optis negatif 2. •
Klino-Piroksen Komposisi kimia: ABSi2O6 Mineral
A
B
Diopside
Ca2+
Mg2+
Hedenbergite
Ca2+
Fe2+
Jadeite
Na+
Al3+
Acmite
Na+
Fe3+
Spodumene
Li+
Al3+
•
Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat menengah-tinggi
Gambar 48. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit (klinopiroksen miskin Ca)
D. Sifat-Sifat Optis Amfibol (a) Sifat Optis •
Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biru-hijau, coklat X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan Y
=
hijau,
hijau
kekuningan,
hijau
keabu-abuan,
coklat
Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan, coklat gelap •
Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6 sisi dan sudut belahan 56 dan 124°, berbentuk butiran anhedral irregular
•
Relief RI: Menengah sampai tinggi nα
= 1,60-1,70
nβ
= 1,61-1,71
nγ
= 1,62-1,73
•
Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral
•
Belahan pada {110} dengan sudut 56-124°
•
Birefringence 0.014-0.034
•
Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah
•
Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum
•
Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130°
•
Orientasi optis X^a = +3 sampai -19°, Y = b, Z^c = +12 sampai +34°, bidang optis = (010)
•
Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray parallel terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan longitudinal: length slow
•
Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat Fe-Mg yang lainKelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sediment
•
Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman miring dan pleochroisme (b) Klasifikasi Amfibol
•
Terdiri dari dua kelompok, yaitu : Orthoamfibol dan Klinoamfibol
•
Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra, bedanya : Piroksen memliki susunan rantai tunggal dan Amfibol bersusunan ganda memanjang ┴ sumbu c
•
Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat optisnya
•
Fe-Mg Amfibol yaitu : Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2, Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2, Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2
•
Ca-Amfibol (M) yaitu :Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2, Hornblende (Na,K)01Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2, Oxyhornblende, (Na,K)01Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2, Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2
•
Na-Ca-Amfibol (M) yaitu : Katophorite Na(Na,Ca) (Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2, Richertite Na(Na,Ca) (Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2
•
Na-Amfibol (M) yaitu : Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2, Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+
•
2Si8O22(OH)2 yaitu : Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2 Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum
•
Orthorombik
Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2
Dijumpai dalam batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik
Karena orthorombik maka pemadamannya ║ pada sayatan memanjang (sejajar sumbu c)
Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman miring pada sayatan sejajar sumbu c
•
Amfibol Monoklinik
Paling banyak dijumpai di alam
Umumnya memiliki sifat optis negatif
Terdiri dari dua kelompok: Tremolite Ca2Mg5Si8O22(OH)2 Actinolite Ca2Fe5Si8O22(OH)2 dan Horenblenda (paling banyak dijumpai) Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2
Keanekaragaman komposisi menyebabkan sifat optisnya bervariasi. Sifat Fisik Horenblende
Indeks Refrasi : •
nα = 1.60 - 1.70
•
nβ = 1.61 - 1.71
•
nγ = 1.62 - 1.73
Relief, Birefringence, Interference (Perlambatan) : •
Relief sedang sampai tinggi
•
Birefringence 0.014-0.034
•
Warna Interference orange orde 1 sampai orange orde 2 – dan orde 3 bawah
•
Warna Interference rata-rata biru kehijauan orde 2
Sifat Optis lain : •
Biaksial positif atau negatif
•
Sudut 2VX bervariasi 35-130°, tergantung pada komposisinya
•
Umumnya 2VX = 52 - 85° secara optis negatif Warna
•
Horenblenda dibedakan dari mineral lainnya oleh perbedaan warna dan sifat pleokroisme dalam sayatan tipis. Memiliki garis tepi hijau, kuning-hijau, biru-hijau, biru-kuning dan coklat.
•
Pleokroisme: Kuat pada X
Y
z
kuning-hijau
olive-hijau
hijau tua
Coklat pucat
Coklat kemerahan
Merah-coklat
Coklat kemerahan
Merah-coklat
Coklat-kehijauan Ditemukan sebagai : •
Kristal berbentuk prismatik ramping hingga membilah
•
Memiliki 4 atau 6 sisi melintang, sudut belahan 56 dan 124°
•
Sering ditemukan sebagai butian anhedral irregular
Sistem Kristal : •
Monoklinik
•
Orientasi optis:
•
X^a = +3 sampai -19°
•
Y=b
•
Z^c = +12 sampai +39°
•
OAP ║ pada 010 Bentuk Kristal
•
Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri, rambat cahaya lambat pada ║ terhadap panjang diagonal antar belahannya
•
Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya digunakan untuk memerikan hornblende
•
Gambar 49. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar sumbu b, sumbu a dan sumbu c
Sifat optis Horenblende Dipotong ┴ sumbu c: •
Memiliki 4-6 sisi
•
Memiliki 2 belahan pada 56-124°
•
Pemadaman simetri
Gambar 50. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c
Dipotong normal // sb.c : •
Memiliki 1 belahan
•
Pemadaman miring
•
Warna interference maksimum
•
Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34°
Gambar 51. Sifat optis mineral horenblenda, disayatsejajar sumbu c
Dipotong ┴ sb. a •
Pemadaman parallel
•
~ Bxa
Gambar 52. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a
Sifat Lain Alterasi :
•
Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain
Limpahan Pada : •
Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik)
•
Batuan metamorfik
•
Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder
Ciri khusus / pembeda mineral lain : •
Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring
•
Bentuknya butiran
•
Pemadaman miring
•
Pleokroisme
Gambar 53. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Horenblenda (Amfibol Monoklinik)
II.8.
Sifat
Optis
Mineral-Mineral
Biaksial
Mika
Dan
Feldspar A.
Kelompok Mineral Mika Terdiri dari Biotite K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2, muscovite
KAl2(AlSi3O10)(O,H)2
dan
(Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)
chlorite
mineral ini merupakan mineral jenis filosilikat yaitu Silikat berlembar Si:O = 2:5 dan Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen yang menghasilkan lembaran 2D.
1.
Sifat Optis Biotit
Susunan kimia : K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2 • Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula Indeks refraksi : • nα = 1.522 - 1.625 • nβ = 1.548 - 1.672 • nγ = 1.549 - 1.696 Relief : • Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg Warna Birefringence dan Interference :
• 0.03-0.07 • Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna interference-nya Warna dan pleokroisme : • Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau • Pleokroisme kuat pada Z = Y > X. • Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan ║ polar bawah • Warna dapat mengacaukan warna interference-nya
Gambar 54. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.
Orientasi Optis : • Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman maksimum beberapa derajad • Belahan searah length slow Bentuk kristal dan belahan : • Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral
• Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001 • Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal
Gambar 55. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.
2.
Sifat Optis Muskovit
•
Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan Na, Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi komposisi – variasi sifat optis
•
Indeks refraksi:
nα = 1.552 - 1.580
nβ = 1.582 - 1.620
nγ = 1.587 - 1.623
•
Relief: positif sedang
•
Birefringence: 0.036-0.049
•
Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme
•
Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2
•
Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47°
•
Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular
•
Belahan: sempurna pada {001}
•
Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow
Gambar 56. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.
Pemadaman Muskovit
Gambar 57. Sifat optis muskovit pada nikol silang
Limpahan : •
Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran detritus pada batuan sediment
•
Alterasi: tidak teralterasi B.
Kelompok Feldspar Alkali Feldspars terbagi atas 3 jenis mineral yaitu Microcline –
Triclinic, Orthoclase –Monoclinic, Sanidine –Monoclinic. Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8 yang Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole % dan Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan orthoclase (K,Na)AlSi3O8.
Gambar 58. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.
Sifat Optis Feldspar : •
Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama:
nα = 1.514 - 1.526
nβ = 1.518 - 1.530
nγ = 1.521 - 1.533
•
Relief rendah negatif
•
Sifat-sifat optis :
Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic
Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1
Semuanya biaxial negatif, variabel 2V
•
Limpahan :
Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit, syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik
Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya pada batuan intrusi dangkal
•
Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan trakitik Belahan: semuanya memiliki dua belahan
1 sempurna ║ bidang 001
1 bagus ║ bidang 010
Microcline: 001^010 = 90° 41'
Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90°
Sering dijumpai tekstur:
Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.
Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.
Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si dan Al dalam bidang tetrahedral
1) Microcline •
Triklinik
•
Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)
•
Bidang optis hampir ┴ bidang 010
•
Sifat optis negatif 2VX = 65-88°,
Gambar 59. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis
2) Ortoklas •
Monoclinic
•
Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70°;
•
Bidang optis ┴ pada 010.
Gambar 60. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.
Gambar 61. Ortoklas pada nikol silang
3) Sanidin •
Monoklinik
•
Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40
•
Bidang optis║pada 010
•
Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47° dan bidang optis ┴ pada 010
Gambar 62. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.
Gambar 63. Sanidin pada nikol silang
BAB III PETROGRAFI III.1.
Dasar Teori Petrografi Petrografi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
tentang analisis batuan secara mikroskopis dan merupakan suatu metode yang sangat mendasar untuk mendukng pembelajaran dalam menganalisis data geologi. Dalam mempelajari petrografi mahasiswa dapat mengetahui dan memerikan batuan beku, batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan batuan metamorf. Dan untuk memahami asosiasi mineral, proses pembentukan dan petrogenesis limpahamnya pada batuan beku (asam, intermediet dan basah), batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan batuan metamorf. III.2.
Batuan Beku Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat
cair, pijar, yang dikenal dengan magma. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada ketiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, senyawa kimia yang terkandung, dan susunan mineraloginya. Pembagian yang didasarkan pada genetik atau tempat terjadinya batuan beku dapat dibagi atas :
a. Batuan
ekstrusif,
terdiri
dari
semua
material
yang
dikeluarkan
kepermukaan bumi baik didarat maupun dibawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat, ada yang bersifat encer atau bersifat kental dan panas, bisa disebut lava. b. Batuan intrusif sangat berbeda dengan batuan ekstrusif. Tiga prinsip tipe bentuk intrusif batuan beku berdasarkan bentuk dasar dan geometri adalah : • Bentuk tidak beraturan pada umumnya diskordan dan biasanya memiliki bentuk yang jelas dipermukaan (batholite dan stock). • Intrusi berbentuk tabular, terdiri dari dua bentuk berbeda yang mempunyai bentuk diskordan dan disebut korok/dyke, dan yang berbentuk konkordan diantaranya sill dan lakolit. • Tipe ketiga dari intrusif relatif memiliki tubuh yang kecil. Bentuk khas dari group ini adalah intrusif silinder atau pipa. Pengertian Magma : Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobile, bersuhu antara 900°-1200° atau lebih dan berasal dari kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas (F.F.Grotus, 1974; Tumer dan Verhoogen 1960, H. Williams, 1962). Bunsen (1951, W.T. Huang) mempunyai pendapat bahwa ada dua jenis magma primer yaitu basaltis dan granites, dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain. Dally 1933, Winkler (Vide W.T. Huang, 1962) berpendapat lain yaitu magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi magma bersifat lain. Magma basa bersifat encer (viskositas rendah) kandungan unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas tinggi sedangkan magma asam sebaliknya. Evolusi Magma : Sekurang-kurangnya genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik ditinjau dari tiga aspek yaitu :
• Faktor yang memerikan bagaimana dan dimana larutan bergenerasi didalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah. • Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik ke permukaan. • Proses-proses didekat permukaan yang menyempurnakan generasi. Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh prosesproses sebagai berikut : • Hibridisasi adalah pembentukan magma yang baru karena percampuran dua magma yang berlainan jenisnya. • Sinteksis adalah pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan samping. • Anateksis adalah proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar. Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami diferensiasi magmatik. Diferensiasi magmatik ini meliputi semua proses yang mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku dengan komposisi yang berbeda. Reaksi Bowen seri dari mineral utama pembentuk batuan beku : Seri reaksi bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian. Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalan dua golongan besar yaitu : • Golongan mineral hitam atau mafic mineral. • Golongan mineral putih atau felsik mineral. Dalam proses pendinginan magma dimana itu tidak langsung semua membeku, tetapi mengalami penurunan temperature secara perlahan bahkan mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya. Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen. Bowen telah membuat sebuah tabel pembentukan mineral dan tabel tersebut sangat berguna sekali dalam menginterpretasikan mineral-mineral tersebut.
Sebelah kiri mewakili mineral mafic, yang pertama kali terbentuk dalam temperature sangat tinggi adalah olivine. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2, maka piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivine dan piroksen adalah pasangan Ingcongruant Melting dimana setelah pembentukannya olivine akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotite, ia terbentuk dalam temperatur yang rendah. Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok plagioklas, karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesite terbentuk pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albite, mineral ini banyak tersebar pada batuan asam seperti Granit atau Ryolite. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret Solid-Solution yang merupakan reaksi kontinu, artinya kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini anorthite adalah jenis plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Calcic Plagioklas, sedangkan albite adalah Plahioklas kaya Na (Sodic plagioklas/Alkali Plagioklas). Lihat tabel W.T. Huang bagian bawah. Mineral sebelah kanan dan kiri bertemu pada mineral potassium Feldspar dan mineral-mineral Muscovite dan terakhir sekali mineral Kwarsa, maka mineral kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau Mafic dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali berubah menjadi mineral lain. III.2.1.
Dasar Teori Batuan Beku Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma.
Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya. Didasarkan
atas
lokasi
terjadinya
pembekuan,
batuan
beku
dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif
(lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar V.1). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.
Gambar 64. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1). Tabel 1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)
Tipe
Batuan
Batuan
Magma Vulkanik Plutonik
Komposisi Kimia
Suhu
Kekentalan
Kandungan Gas
SiO2 45-55 %: Basaltic
Basalt
Gabbro
Fe, Mg, Ca
1000 -
tinggi,
1200 oC
Rendah
Rendah
K dan Na rendah SiO2 55-65 %, Andesitic Andesit Diorit
Fe, Mg, Ca, Na,
800 - 1000 o
C
K sedang
Intermediat Intermediat
SiO2 65-75 %, Rhyolitic Rhyolit
Granit
Fe, Mg, Ca
650 - 800
rendah,
o
C
Tinggi
Tinggi
K dan Na tinggi Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi pembekuannya (Tabel 2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava andesit, lava basal.
Tabel 2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.
Keterdapatannya
Asam
Intermediet Basa
Plutonik (intrusi)
Granit, Syenit
Diorit
intrusi dangkal
Dasit - Riodasit
Andesit
Busur magmatik
Riolitik
Andesitik
Basaltik
Belakang busur
Trakitik
Trakitik
Basalt trakitik
-
-
Lava basalt
Vulkanik: Dengan Tatanan tektonik
Mid oceanic ridges
Gabro Basaltikandesitik
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama.
Tabel 3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral penyusun dalam batuan beku
III.2.2.
Struktur Dan Tekstur Batuan Beku A.
•
Struktur Batuan Beku
Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
•
Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
•
Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
•
Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit
Gambar 65. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm
rongga rongga
rongga
rongga rongga
rongga
Gambar 66. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm
B.
Tekstur Batuan Beku Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di
dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel 4.) Tabel 4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Intrusi dalam
Intrusi dangkal dan
(plutonik)
Ekstrusi
Fabrik
Equigranular
Bentuk kristal
Euhedral-anhedral
Inequigranular Subhedral-
Ukuran kristal
Kasar (> 4 mm)
Tekstur
Tekstur khusus Derajad Kristalisasi
-
Holokristalin
anhedral Halus-sedang
Batuan Vulkanik Inequigranular Subhedral-anhedral Halus-kasar
Porfiritik-poikilitik Porfiritik: intermediet-basa Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik: Asam-
Pilotaksitik Hipokristalin
intermediet Hipokristalin
Holokristalin
Holokristalin
Zoning pada plagioklas, Tekstur khusus
-
Perthit-perlitik
tumbuh bersama antara mineral mafik dan plagioklas dan intersertal
a.
Tekstur trakitik •
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
•
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
•
Gambar 65. adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang
Gambar 67. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b.
Tekstur Interserta •
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.
Gambar 68. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c.
Tekstur Porfiritik •
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
•
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
•
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.
Gambar 69. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d.
Tekstur Ofitik Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang
tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 67). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar 68). Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan. Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari
intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
Gambar 70. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar 71. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik
III.2.3.
Komposisi Batuan Beku Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi
kimiawinya. Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara
berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 5). Tabel 5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineral-mineral felsik: KFeldspar, kuarsa
Afinitas batuan
Mafik
Felsik
Nama batuan Intrusif
Ekstrusif
Vulkanik Basalt
Asam
<1/3
>2/3
Gabro, diabas
Basalt
Intermediet
1/3-2/3
1/3-2/3
Diorit
Andesit, trakit Andesit, trakit
Basa
>2/3
<1/3
Granit, syenit
Riolit, trakit
Riolit, trakit
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen klino). Tabel 6. menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting. Tabel 6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya
NORMS
Tipe Toleeitik
SERI MAGMATIK Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Sebagai fenokris
Piroksen rendah Ca Magnetit Oksida FeTi
dan massa dasar Terbentuk di akhir Biasanya ilmenit Hanya berasal dari
Amfibol
diferensiasi silika
Sifat kimia MOR Busur kepulauan/ busur
Mg > Ca (Mg untuk
Ortopiroksen
Tanpa Ortopiroksen
Sebagai fenokris
Jarang
Terbentuk di awal Magnetit dan
Bervariasi
ilmenit Melimpah, kecuali
Bervariasi Dijumpai di semua
dari magma primitif jenis Ca > Mg (Ca pada Ca+Na > Mg (Ca+Na augit, amfibol,
pd CPX, amfibol,
Ya
titanit) Tidak
aegirin, dll) Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ol, OPX dan CPX)
magmatik Gunung api di belakang busur magmatik Tabel 7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
SiO2
Tipe magma
Nama batuan seri
Tatanan tektoniknya
(%) < 50 50-65
gunung api Basa / mafik Basal Intermediet / Andesit
Mid oceanic ridge basalt Busur kepulauan dan busur
65-70
menengah Asam / felsik Dasit
magmatik dangkal Busur magmatik: lempeng benua
>70
rendah Si Asam / felsik Riolit
dengan dapur magma tengah (B) Busur magmatik: segregasi pada
kaya Si
lempeng
benua
magma dalam (A) III.2.4.
Klasifikasi Batuan Beku
dengan
dapur
A. 1.
Kelompok batuan beku intrusi plutonik Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit. Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa. Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa. batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit. Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain.
Gambar 72. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)
2.
Batuan beku asam - intermediet Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik
kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit. Jika dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.
Gambar 73. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)
B.
Kelompok batuan beku luar Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang
tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan
atas
kandungan
mineralnya,
kelompok
batuan
ini
dapat
dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit.
Gambar 74. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid. Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersamasama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
III.2.5.
Deskripsi Batuan Beku
III.3.
Batuan Sedimen Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat lithifikasi bahan
rombakan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme. Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan dari beberapa centimeter sampai kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Dibanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya merupakan 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini, batu gamping adalah 80%, batu pasir 5% dan batu lempung kira-kira 80%. III.3.1.
Dasar Teori Batuan Sedimen Batuan Sedimen Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses
sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari: •
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi butirannya
• III.4.
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa, yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras. III.4.1.
Struktur dan Tekstur Batuan Sedimen A.
Struktur Batuan Sedimen Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal
dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi pembentukannya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan (Pettijohn & Potter, 1964; koesoemadinata, 1981). Dengan kata lain, struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Dalam analisa struktur batuan sedimen pada Petrografi, hanya bisa dilakukan dilapangan atau pada sampel handspceismen. Macam-macam Struktur batuan sedimen : •
Masif : tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm (Mc. Kee 7 Weir, 1953).
•
Gradasi
:
diameter
butir
fining
up
(menghalus ke atas atau gradasi normal) dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas) •
Berlapis : memiliki struktur perlapisan >2 cm
•
Laminasi : perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
•
Silangsiur
:
struktur
lapisan
saling
memotong dengan lapisan yang lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination Antidune: berlawanan arah dengan
arah sedimentasi
Dune: searah dengan sedimentasi
B.
Tekstur Batuan Sedimen Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran
dan bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975). Butiran tersusun dan terikat oleh semen dan masih adanya rongga diantara butirnya. Pembentukannya dikontrol oleh media dan cara transportasinya (Jackson, 1970, Reineck dan Singh, 1975). Pembahasan tekstur meliputi : •
Diameter
butir
(dengan
menggunakan parameter Wentworth grain size analizer) Pemerian ukuran butir didasarkan pada skala Wentworth, 1922 adalah sebagai berikut: Tabel 8. skala wentworth Klastik
•
Nama butir
Besar butir (mm)
Bongkah
256-64
Brakal
64-4
Krakal
4-2
Pasir sangat kasar
2-1
Pasir sedang
1-1/2
Pasir halus
1 2
Pasir sangat halus
1 4
Lanau
1/16-1/256
Lempung
1/256
/ -1/4 / -1/8
Bentuk Butir
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingya butiran dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klasik kasar. Kebundaran dapat dilihat dari bentuk batuan yang terdapat dalam batuan tersebut. Tentunya terdapat banyak sekali variasi dari bentuk batuan, akan tetapi untuk mudahnya dipakai perbandingan sebagai berikut: a.
Well rounded (membulat baik) : semua permukaan konveks hampir equidimensional, spheroidal.
b.
Rounded : pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujungujung dan tepi-tepi butiran bundar.
c.
Subrounded : permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.
•
Hubungan
antar
butir
(kemas): terbuka / tertutup Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu : a. Kemas terbuka : butiran tidak saling bersentuhan (mengambang didalam matriks). b. Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama lainnya. •
Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau sedang
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya, maka pemilahan semakin baik. Dalam pemilahan dipakai batasan-batasan sebagai berikut : a.
Pemilahan baik (well sorted)
b.
Pemilahan sedang (moderate sorted)
c.
Pemilahan buruk (poorly sorted)
III.4.2. Komposisi Batuan Sedimen •
Fragmen adalah litik/kristal mineral yang jika dilihat dibawah mikroskop ukurannya lebih besar.
•
Matriks adalah bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari fragmen. Matriks dapat berupa, lempung / lanau / pasir.
•
Komposisi mineral adalah kandungan mineral yang terlihat dibawah mikroskop. Seperti kuarsa, piroksen, dll.
•
Semen adalah bukan butir tetapi material pengisi rongga antar butir dan bahan pengikat diantara fragmen dan matriks. Biasanya berbentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan semen yang lazim adalah :
Semen karbonat (kalsit, dolomit).
Semen silika (kalsedon, kwarsa).
Semen
oksida
besi
(limonit,
Klasifikasi
Batuan
hematite, siderite). III.4.3. Sedimen Pada kalsifikasi batuan sedimen klastik biasanya menggunakan skala wentworth atau klasifikasi dari (Dott, 1964 dan Raymond, 1995). Tabel 9 skala wentworth Nama butir Bongkah
Besar butir (mm) 256-64
Brakal
64-4
Krakal
4-2
Pasir sangat kasar
2-1
Pasir sedang
1-1/2
Pasir halus
1 2
Pasir sangat halus
1 4
Lanau Lempung
/ -1/4 / -1/8
1/16-1/256 1/256
Gambar 75. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)
CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN
Gambar 76. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang
Gambar 77. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang
Gambar 78. Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang
Gambar 79. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah)
Gambar 80. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)
III.4.4.
Batuan Sedimen Non Klastik Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari
hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement). A. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun kegiatan organik. Macam-macam struktur antara lain : a.
Fossiliferous, struktur yang ditunjukkan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil.
b.
Oolitik, struktur dimana suatu fragmen klasik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm.
c.
Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya > 2 mm.
d.
Konkresi, kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukkan adanya sifat konsentris.
e.
Cone in cone, struktur oleh organisme murni dan bersifat insitu B. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a.
Kristalin Terdiri dari kristal-kristal interlocking yaitu kristal-kristalnya saling mengunci satu sama lain. Pemerian dapat memakai skala Wentworth dengan modifikasi sebagai berikut : Tabel 10. Kristalin Di Dasarkan Pada Skala Wentworth (1922).
Nama butir
Besar butir (mm)
Berbutir kasar
>2
Berbutir sedang
b.
1/16-2
Berbutir halus
1/256-1/16
Berbutir sangat halus Amorf
< 1/256
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau amorf (non kristalin). C. Komposisi Mineral Batuan Sedimen Non-Klastik Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi mineralnya sederhana yaitu bisa terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagai contoh : a.
Batugamping : kalsit, dolomite
b.
Chert
c.
Gypsum
: mineral gypsum
d.
Anhidrit
: mineral anhidrit
: kalsedon
III.4.5.
Diskripsi
Batuan
Sedimen III.5.
Batuan Piroklastik Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik yang
dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api, dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W.T. Huang, 1962). Material
penyusun
tersebut
terendapkan
dan
terkonsolidasi
sebelum
mengalami
transportasi (reworked) oleh air maupun es. Pada kenyataanya bahwa batuan hasil letusan gunung api dapat berupa suatu hasil lelehan merupakan lava yang telah dibahas dan diklasifikasikan kedalam batuan beku, serta dapat pula berupa produk ledakan atau eksplosif yang bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas atau padat yang dikeluarkan dengan jelas sebagai erupsi. III.5.1.
Dasar Teori Batuan Piroklastik Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan
tersusun atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf. Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi. Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke
permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya.
Gambar 81. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)
Contoh Batuan Gunungapi 1)
Tuf : merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika
plagioklas
plagioklas Litik teralterasi
Litik teralterasi
Gambar 82. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2)
Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar IX.3 adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.
Gambar 83. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..
3)
Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards, dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan.
Gambar 84. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.
Gambar 85. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar 83.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
a.
b.
c.
Gambar 86. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
III.5.2.
Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik A.
Struktur Batuan Piroklastik
Struktur batuan piroklastik biasanya mengikuti batuan sedimen tetapi tidak semuanya. Hanya beberapa saja yaitu : •
Massif, bila menunjukkan struktur dalamnya padat atau mampat.
•
Perlapisan, bila menunjukkan struktur dalamnya berlapis yang tebal.
•
Laminasi adalah perlapisan yang ukuran atau ketebalannya lebih kecil dari perlapisan.
Selain struktur sedimen tadi biasa juga dijumpai struktur batuan beku yaitu struktur seperti scoria serta amogloidal. B.
Tekstur Batuan Piroklastik
Variasi batuan, pembundaran dan pemilahan batuan piroklastik mirip dengan batuan sedimen klastik pada ummnya. Hanya unsur-unsur tersebut tergantung tenaga letusan, penguapan tegangan permukaan dan pengaruh seretan. Yang khas pada batuan piroklastik adalah bentuk butiran yang runcing tajam, terutama dikenal sebagai “glasshard” atau gelas runcing tajan serta adanya batu apung (pumice). III.5.3.
Komposisi Batuan Piroklastik A.
Material Batuan Piroklastik
Fisher, 1984 dan Williams, 1982 mengelompokkan material-material penyusun batuan-batuan piroklastik sebagai berikut : a.
Kelompok Juvenil (Essential), Bila material penyusun dikeluarkan langsung dari magma, terdiri dari padatan, atau partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal (pyrogenic crystal). b. Kelompok Cognate (Accessory), Bila material penyusun dari material hamburan yang berasal dari letusan sebelumnya, dan gunung api yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua dari dinding kawah. c. Kelompok Accidental (bahan asing), Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku, sediment atau metamorf, sehingga mempunyai komposisi yang seragam B.
Mineral Batuan Piroklastik
a.
Mineral-mineral sialis terdiri dari : •
Kwarsa yang hanya ditemukan pada batuan gunung api yang kaya kandungan silica atau bersifat asam.
•
Feldspar, baik K-feldspar, Na-feldspar maupun Ca-feldspar.
•
Feldspatoid merupakan kelompok mineral yang terdiri jika kondisi larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang akan kandungan silica.
b.
Mineral-mineral Ferromagnesic, merupakan kelompok mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan kadang-kadang disusul dengan Casilikat. Mineral-mineral tersebut hadir berupa kelompok mineral : •
Piroksen, merupakan mineral penting dalam batuan gunung api.
•
Olivine, mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin silika.
c.
Mineral tambahan, yang sering hadir : •
Hornblende
•
Boitite
•
Magnetite
•
Limenit
III.5.4.
Klasifikasi Batuan Piroklastik Material piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya
sebagai berikut (Chmid, 1981 vide Fisher, 1984) Tabel 11. Ukuran Butir (Chmid, 1981 & Vide Fisher, 1984)
Ukuran
Sebutan
(mm)
(piroklastik)
Tak terkonsolidasi
64
Bomb, block
Bomb, block tephra
2
Lapillus
Tephra lapilli
piroklastik Batu lapilli
1/16
Debu kasar
Debu kasar
Tuff, debu kasar
1/256
Debu halus
Debu halus
Tuff, debu halus
Endapan Piroklastik tak Terkonsolidasi
Terkonsolidasi Aglomerat, breksi
1.
Bomb gunung api, adalah gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai ukuran yan sangat besar. Sebagai contoh, bomb yang mempunyai diameter m dengan berat 200 kg dengan hembusan setinggi 600 m selama erupsi digunung api Asama Jepang pada tahun 1935. Bomb ini dapat dibagi atas tiga macam a. Bomb pita (ribon bomb) yaitu yang memanjang seperti suling dan sebagian besar gelembung-gelembung memanjang dengan arah sama. Bomb ini sangat kental mempunyai bentuk menyudut serta retakannya tidak teratur. b. Bomb teras (cored bomb) yaitu bomb yang mempunyai inti dari material yang terkonsolidasi lebih dahulu, mungkin dari fragmen-fragmen sisa erupsi terdahulu pada gunung api yang sama. c. Bomb kerak roti (bread crust bomb) yaitu bomb yang bagian luarnya retak-retak persegi seperti nampak pada kulit roti yang mekar, hal ini disebabkan oleh bagian kulitnya cepat mendingin dan menyusut.
2.
Block gunung api, Merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dahulu degan ukuran lebih besar dari 64 mm. block-block ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.
3.
Lapilli, Berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama untuk hasil erupsi ekspulsif gunung api yang berukuran 2mm-64mm. selain dari fragmen batuan kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral augit, olivine dan plagioklas.
4.
Debu gunung api, Adalah batuan piroklastik yang berukuran 2mm-1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif, namun ada juga gunung api yang terjadi karena proses pengesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi. Endapan Piroklastik yang Terkonsolidasi Merupakan akibat
lithifikasi endapan piroklastik jatuhan :
1. Breksi piroklastik, Adalah batuan yang disusun oleh block-block gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah lebih 50% serta mengandung kurang 25% lapilli dan debu. 2. Aglomerat, Adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi materialmaterialdengan kandungannya didominasi oleh bomb gunung api dimana kandungan lapilli dan abu kurang 25%. 3. Batu lapilli, Adalah batuan yang dominan terdiri dari fragmen lapilli dengan ukuran 2-64mm. 4. Tuff, Adalah endapan dari gunung api yang telah mengalami konsolidasi dengan kandungan abu mencapai 75%. Macam-macamya yaitu : •
Tuff lapilli
•
Tuff aglomerat
•
Tuff breksi piroklastik Batuan AkibatLithifikasi Endapan Piroklastik Aliran
1. Ignimbrite, Adalah batuan yang disusun dari endapan material oleh aliran abu. Material dominan terdiri dari pecahan-pecahan gelas pumice yang dihasilkan oleh buih-buih magma asam. 2. Breksi aliran piroklastik, Adalah breksi yang dominan yang disusun oleh fragmen-fragmen yang runcing serta ditransportasi oleh glowing avalanches (akibat hawa panas). 3. Vitrik tuff, Adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan piroklastik aliran, terdiri dari fragmen abu dan lapilli, telah mengalami lithifikasi dan belum terluaskan, 4. Weled tuff, Adalah batuan piroklastik hasil dari piroklastik aliran yang telah terlithifikasi dan merupakan bagian dari ignimbrite. Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik 1. Endapan piroklastik jatuhan, Adalah onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun. Endapan ini meliputi agglomerate, breksi piroklastik, tuff, lapilli.
2. Endapan piroklastik aliran, Adalah material hasil langsung dari pusat erusi, kemudian teronggokan disuatu tempat. Hal ini meliputi hot avalance, lava collapse avalance, hot ash avalance. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500°-650°C dan temperatur cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, sebab endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal bagian atasnya datar. 3. Endapan piroklastik surge, Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulent diatas permukaan. Umumnya mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan berlapis baik. Endapan ini mempunyai struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini mempunyai struktur silang siur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge pada umumnya kaya akan keratin batuan dan kristal. III.5.5.
Deskripsi Batuan Piroklastik
III.6.
Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa
pada batuan yang telah ada sebelumnya, sehingga mengalami perubahan komposisi mineral, struktur, tekstur, batuan, tanpa mengubah komposisi kimia dan tanpa berubah fase (tanpa pernah mencapai fase cair). Proses metamorfosa adalah satuan proses pengubahan batuan akibat perubahan, tekanan, temperatur, fluida atau variasi ketiga faktor tersebut.proses metamorfosa merupakan proses isokimia,dimana tidak terjadi unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000c – 800 0c tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada
fase padat). Di tinjau dari perubahan dan temperatur, di kenal dua tipe metamorfosa yaitu : 1.
Tipe metamorfosa local, Disebut lokal karena penyebaran metamorfosa ini sangat terbatas sekali (beberapa meter – beberapa puluh meter). Tipe metamorfosa ini meliputi : a. Metamorfosa kontak atau thermal Metamorfosa kontak disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur pada batuan tertentu. Panas tubuh intrusi yang diteruskan pada batuan sekitarnya mengakibatkan metamorfosa kontak. Zona metamorfosa kontak yang efeknya terutama terlihat pada batuan sekitarnya. Pada metamorfosa kontak batuan disekitarnya berubah menjadi hornfel (batu tanduk) yang susunannya tergantung pada batuan sedimen aslinya. b. Metamorfosa dislokasi/kataklastik/Dinamo Batuan metamorf ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, misal pada daerah sesar besar. Proses metamorfosanya terjadi pada lokasi dimana batuan ini mengalami proses secara mekanin yang disebabkan oleh faktor penekanan (kompresional) baik tegak maupun mendatar. Batuan metamorf kataklastik khususnya dijumpai dijalur-jalur orogenesa proses pengangkatan diikuti oleh fase perlipatan dan pematangan batuan.
2.
Tipe metamorfosa regional ini meliputi : a. Metamorfosa regional/Dinamo thermal Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan faktor yang berpengaruh adalah temperatur dan tekanan yang sangat tinggi. Secara geografis dan genetik penyebaran batuan metamorf ini sangat erat kaitannya
dengan
aktivitas
orogenesa
atau
proses
pembentukan
pegununganlipatan gunung api, meliputi daerah yang luas dan selalu dalam bentuk sabuk pegunungan yakni dalam daerah geosinklin. b. Metamorfosa beban/Burial Batuan metamorf ini terbentuk oleh proses pembebanan suatu massa sedimentasi yang sangat tebal pada suatu cekungan yang sangat luas atau dikenal dengan sebutan cekungan geosinklin. Proses kejadiannya hampir
tidak berkaitan sama sekali dengan aktivitas orogenesa maupun intrusi tetapi lebih merupakan suatu yang bersifat regional atau lebih dikenal dengan proses epirogenesa. III.1.
Dasar Teori Batuan Metamorf Batuan
metamorf
terbentuk
dari
proses
metamorfisme.
Kata
"Metamorfisme" berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan. Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah 200 oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000 atm. Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi atau kolisi. III.6.2.
Struktur Dan Sekstur Batuan Metamorf A.
1)
Struktur Batuan Metamorf
Struktur Foliasi Struktur foliasi yaitu struktur yang ditunjukkan oleh adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini meliputi : a.
Struktur Slatycleavage, Adalah Peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorf, merupakan derajat rendah dari lempung, mineral-mineralnya berukuran
halus
dan
kesan
kesejajarannya
halus
sekali,
dengan
memperlihatkan belahan-belahan yang rapat dimana terdapat daun-daun mika halus. b.
Struktur filitik, Struktur ini hampir mirip dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar. Derajat
metamorfosa lebih tinggi dari slatycleavage, dimana daun-daun mika dan klorit sudah cukup besar, berkilap sutera pada pecahan-pecahannya. c.
Struktur skistosa, Adalah suatu struktur dimana mineral pipih (Biotite, Muskovitr, Feldspar) lebih dominan dibanding mineral butiran. Struktur ini biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, sangat khas adalah kepingan-kepingan yang jelas dari mineral-mineral pipih seperti mika, talk, klorit dari mineral-mineral yang bersifat serabut. Derajat metamorfosa lebih tinggi dari filit, karena mulai adanya mineral-mineral yang bersifat serabut. Derajat metamorfosa lebih tinggi dari filit, karena mulai adanya mineralmineral lain dismping mika.
d.
Struktur gnesosa, Struktur dimana jumlah mineral-mineral yang granular lebih banyak dari mineral-mineral pipih, mempunyai sifat banded dan mewakili metamorfosa regional derajat tinggi. Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan pada batuan beku seperti kwarsa, feldspar dan mafik mineral.
2)
Struktur Non Foliasi Struktur non foliasi adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang termasuk dalam struktur ini adalah : a.
Struktur Hornfelsik, Dicirikan adanya butiran-butiran yang seragam terbentuk pada bagian dalam daerahkontak sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak ada foliasi, tetapi batuan halus dan padat.
b.
Struktur
Milonitik,
Struktur
yang
berkembang
karena
adanya
penghancuran batuan asal yang mengalami metamorfosa dynamo, batuan berbutir halus dan liniasinya ditunjukkan oleh adanyaorientasi mineral yang berbentuk lentikuler terkadng masih menyimpan lensa batuan asalnya. c.
Struktur Kataklastik, Struktur ini hampir sama dengan struktur milonit hanya butirannya yang lebih kasar.
d.
Struktur Pilonitik, Struktur ini menyerupai milonit tetapi butiran relatif lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe filitik.
e.
Struktur Flaser, Seperti strutur kataklastik dimana struktur batuan asal yang terbentuk lensa tertanam pada massa dasar milonit.
f.
Struktur Augen, Seperti struktur flaser hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir feldspar dalam massa dasar yang lebih halus.
g.
Struktur Glanulose, Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik hanya butirannya mempunyai ukuran yang tidak sama besar.
h.
Struktur Liniasi, Struktur yang diperlihatkan oleh adanya kumpulan mineral yang terbentuk seperti jarum (fibrous) B.
1.
Tekstur Batuan Metamorf Tekstur
Poikiloblastik:
sama
seperti
porfiroblastik,
namun
dicirikan oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar 87 adalah tektur poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu Kfeldspar, mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.
Gambar 87. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf
2.
Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran lebih halus. Sering berada pada sekis mika-garnet.
Gambar 88. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf
3.
Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit dalam gniss granitik.
Gambar 89. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf
4.
Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain. Dalam Gambar 90 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi kanan atas.
Gambar 90. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf
3.
Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.
Gambar 91. Tekstur schistose pada batuan metamorf
4.
Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
Gambar 92. Tekstur phylitik pada batuan metamorf
5.
Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam batuan metamorf.
Gambar 93. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf
adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya. Tabel 12. Sifat-sifat batuan metamorf
III.6.3. Komposisi Batuan Metamorf Secara megaskopis, sulit untuk mendeskripsikan atau menentukan komposisi mineral batuan metamorf, namun kita tetap dituntut untuk dapat menentukan komposisi mineralnya, yang dapat dipelajari dari buku atau petunjuk langsung dilaboratorium. Pada hakekatnya, komposisi batuan metamorf dapat dibagi dalam dua golongan yaitu : 1.
Mineral Stress, Adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan dimana mineral ini dapat berbentuk pipih atau tabular, prismatik, maka mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya. Sebagai contoh : •
Mika
•
Tremolit-Actinolit
•
Hornblende
•
Serpentin
•
Silimanit
•
Kyanit, dan lain-lain.
2.
Mineral Anti Stress Adalah suatu mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dimana biasanya
berbentuk equidimensional. Sebagai contoh : •
Kwarsa
•
Feldspar
•
Garnet
•
Kalsit
•
Koordierit Selain mineral stress dan anti stress, ada juga mineral yang khas dijumpai
pada batuan metamorf antara lain : a.
Mineral khas dari metamorfisme regional : silimanit, Andalusit, Talk dll.
b.
Mineral khas dari metamorfisme termal : Korundum, Grafit.
c.
Mineral khas yang dihasilkan dari efek larutan kimia : Epidut, Chlorite dan Wollastonite.
III.6.4. Klasifikasi Batuan Metamorf A. Batuan dalam Derajad Metamorfisme 1.
Serpih – terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut perlapisan asal.
Gambar 94. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)
1.
Sekis – makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut schistosity .
Gambar 95. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)
2.
Gneiss – tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh. Mineral-mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar 86).
Gambar 96. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
3.
Granulite – adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku. B. Metamorfisme Basal dan Gabbro
1.
Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah menjadi amfibol dan klorit (hijau).
2.
Amphibolite – pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut amfibolit.
3.
Granulite – pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan oleh piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik. C. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir
1.
Marmer – tidak menunjukkan foliasi
2.
Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-foliasi yang disebut kuarsit.
III.6.5.
Deskripsi Batuan Metamorf
BAB IV LAPORAN FIELD TRIP
IV.1.
Geologi Regional A.
Geologi Regional Daerah Bayat Dararh bayat terbentuk lebih kurang 8km dari selatan klaten. Jateng
/lebih kurang 35km sebelah timur Yogyakarta. Dedareah bayat terdapat singkapan berbagai jenis batuan, antara batuan beku, sedimen dan batuan metamorf. Bahkan didaerah ini merupakan satu-satunya tempat dijawa yang batuan pratersier. Berdarkan peta Fisiografi jawa (Van Boemelen 1949) daerah in terletak diantara semarang dan surabaya. Daerah inimasuk dalam zone bepresi senntral jawa dan pegunungan selatan. Zone ini muncul gunungapi kuarte. Alufial daerah bayat pada peta bepresi sentral in i singkpangnya berumur pratersier dan posen yang membentuk perbukitan jiwo. Jiwo kelompok sekis kristalin. Batuan sekis merupakan batuan dasar dan juga merupakan batuan tertua dijawa. Kelpmpok batuan sekis kristalin: Sekis, Filit, Gneis, Marmer, keompok jiwo diterobos oleh batuan beku. Seluruh peerbukitan jiwo ini dibentuk oleh batuan sedimen berumur eosen dan kelompik metamorf berumur pratersier (kapur) dan intrusi batuan beku. Pegunungan selatan secara struktural dibentuk oleh lapisan batuan sedimen yang miring kearah elatan. Dibbeberapa pegunugnan selatan ini dipotong-potong oleh sesar turun sehingga membentuk pegunungan blok. Secara stratigrafi dibentuk oleh batuan sedimen asal laut yang berumur miosen dan menumpang secara tidak selaras diatas perbukitan jiwo yang berumur iosen. IV.2.
Hasil Pengamatan Lapangan LOKASI PENGAMATAN I Hari/tanggal : Minggu 29-11-2009 Jam
: 09.15 Wib
Cuaca
: Cerah
Lokasi
: Bayat (Cawas)
Vegetasi
: Lebat (Jati, Pisang)
Litologi
: Batuan Beku
Morfologi
: Lereng Lokasi Pengambilan Sampel
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Abu-abu
Warna Lapuk
: Coklat
Struktur
: Masif
Tekstur
: Derajat kristalisasi : Hipokristalin
Granularitas
: Inequigranular
Ukuran Butir
: Fanerik
Bentuk Kristal
: Sub Hedral
Komposisi
: Plagioklas, Horblend
Petrogenesa
: Terbentuk didalam permukaan bumi (intrusi) sehingga mineral-mineralnya kasar (sempurna).
Nama Batuan
: Intrusi diorit
LOKASI PENGAMATAN II
Hari/tanggal: Minggu 29-11-2009 Jam: 10.17 Wib Cuaca : Mendung Lokasi : Bayat (Watu Prahu) Vegetasi : Lebat (Jati, akasia) Litologi : Batuan Gamping Morfologi : perbukitan Lokasi Pengambilan Sampel
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Abu-abu
Warna Lapuk
: Coklat
Struktur
: Berfosil
Tekstur
: Amorf
Komposisi
: Kalsit, Fosil
Petrogenesa
: Terbentuk laut dangkal karena proses tektonik sehingga terangkat keatas.
Nama Batuan
: Gamping Numulities
LOKASI PENGAMATAN III Hari/tanggal: Minggu 29-11-2009 Jam: 10.52Wib Cuaca : Mendung Lokasi : Bayat (Joko Tuo) Vegetasi : Lebat (Jati,) Litologi : Batuan Metamorf (Sekis dan Marmer) Morfologi : Lereng Lokasi Pengambilan Sampel
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Abu-abu
Warna Lapuk
: Kuning keCoklatan
Struktur
: foliasi
Tekstur
: Lepidoblastik
Komposisi
: Kuarsa, Mika
Petrogenesa
: Terbentuk Karena P yang tinggi
Nama Batuan
: Sekis
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Putih susu
Warna Lapuk
: Hitam kekuning-kuningan
Struktur
: non foliasi
Tekstur
: Grano Lepidoblastik
Komposisi
: Kalsit, Kuarsa.
Petrogenesa
: Terbentuk Karena temperature yang tinggi.
Nama Batuan
: Marmer
LOKASI PENGAMATAN IV Hari/tanggal: Minggu 29-11-2009 Jam: 13.52Wib Cuaca : Mendung
Lokasi : Watu Adeg Vegetasi : Lebat (Jati,) Litologi : Batuan f Piroklastik Morfologi : Lereng Lokasi Pengambilan Sampel
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Putih Keabu-abuan
Warna Lapuk
:
Kuning keCoklatan
Struktur
: masif
Tekstur
: Ukuran Butir: Pasir Kasar Sortasi : Buruk Kebundaran: sub angular Kemas : terbuka
Komposisi
: Fragmen : pumice Matriks
: pasir
Semen
: Silika
Petrogenesa
: Terbentuk akibat dari erupsi gunung api
Nama Batuan
: Breksi pumice
DESKRIPSI BATUAN Warna Segar
: Putih Kecoklatan
Warna Lapuk
: Kuning keCoklatan
Struktur
: berlapis
Tekstur
: Ukuran Butir : Pasir Halus Sortasi : Baik Kebundaran : Membulat Kemas : tertutup
Komposisi
: Fragmen : Matriks
: Lanau
Semen : Silika Petrogenesa
: Terbentuk akibat dari erupsi gunung api
Nama Batuan
: Tuff
VII.3.
Hasil Analisis Petrografi
BAB V KESIMPULAN & SARAN A.
Kesimpulan Mineral optik dan petrografi adalah suatu metode yang sangat
mendasar dalam mendukng pembelajaran dan analisis data geologi. Alat yang digunakan dalam praktikum ini disebut mikroskop terpolarisasi, karena data
dibaca melalui lensa yang mempolarisasinya yang selanjutnya ditangkap oleh mata. Setiap mineral memiliki system kristalnya masing – masing dan setiap system kristal memiliki sumbu kristal walaupun sudut yang dibentuk oleh masingmasing sumbu kristal antara system kristal yang satu dan yang lain berbeda. Untuk itu setiap mineral memiliki sifat optis tertentu yang dapat diamati pada pengamatan nikol sejajar dan nikol silang atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Mempelajari petrografi mahasiswa dapat mengetahui dan memerikan batuan beku, batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan batuan metamorf. Dan untuk memahami asosiasi mineral, proses pembentukannya. B.
Saran Pratikan sangat bangga dengan penyajian maupun bimbingan para
asisten, sehingga kedepannya di harapkan kinerja pengajaran maupun bimbingan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA 1. W.D. Nesse, Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. 2. William, et al, Petrography 3. Craig and Vaughan, Ore Microscopy & Ore Petrography 4. Ramdohr, Ore Minerals and Their Intergrowths 5. http://www.wwnorton.com/college/geo/egeo/flash/3_2.swf 6. http://met.open.ac.uk/vms/dualviewj.html
SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL
DESKRIPSI SFAT-SIFAT OPTIS MINERAL
PADA REAKSI BOWEN
BATUAN ALTERASI