BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Pada era pembangunan dewasa ini ketersediaan peta menjadi suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan, khususnya untuk pembangunan fisik. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi wahana dan teknik pemetaan ikut berkembang, baik dalam hal pengumpulan datanya maupun proses pengolahannya serta penyajiannya baik secara spasial maupun sistem informasi kebumian lainnya. Sehingga cakupan kerjanya menjadi tidak terbatas dan wilayah kerjanya semakin luas. Geodesi mencakup pengukuran yang luas, tidak hanya pemetaan dan penentuan posisi di darat, tetapi juga di dasar laut untuk berbagai keperluan, juga penentuan bentuk dan dimensi bumi. Terdapat beberapa metode dalam pemetaan yaitu: pemetaan terestris, pemetaan ekstraterestris, dan pemetaan fotogrametis. Pemetaan terestris adalah proses pemetaan yang pengukurannya langsung dilakukan di permukaan bumi dengan peralatan tertentu. Pemetaan ekstra terestris adalah proses pemetaan yang dilakukan dengan bantuan satelit. Pemetaan fotogrametris adalah proses pemetaan yang menggunakan bantuan dari cita, baik itu citra dari satelit maupun dari hasil foto udara. Teknik pemetaan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan perkembangan peralatan survey pemetaan secara elektronis maka proses pengukuran menjadi semakin cepat dengan ketelitian yang tinggi dan dengan dukungan komputer langkah dan proses perhitungan menjadi semakin mudah dan cepat serta penggambarannya dapat dilakukan secara otomatis. Sungai Merawu adalah anak sungai Serayu yang terletak di desa Giritirta, Banjarnegara Jawa Tengah. Sungai ini terletak di dataran tinggi dekat dengan Dieng. Sungai ini mempunyai potensi untuk obyek wisata, pembangkit tenaga listrik dan tambang batu alam, untuk mengoptimalkan potensi tersebut maka diperlukan pembangunan infrasturuktur dan penataan ruang, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah sungai tersebut.
1
Pada pemetaan wilayah sungai Merawu ini menggunakan teknologi foto udara wahana udara Nir-awak. Kelebihan dari metode ini akuisisi data lebih cepat pada wilayah pemetaan yang luas, tetapi metode ini masih memiliki kekurangan terhadap ketelitiannya apabila dibandingkan dengan metode terestis. Penelitian ini membahas tentang perbandingan nilai koordinat planimetris (x,y) antara titik GPS Metode Radial dengan koordinat ttik dari ortofoto. I.2.
Rumusan Masalah
Teknologi Fotogrametri dengan wahana udara Nir-awak dapat dibuat peta topografi dengan ketelitian yang hampir sama dengan pemetaan menggunakan GPS (Global Posisioning System) metode RTK (Real Time Kinematik) network, akan tetapi ketelitian hasil Teknologi Fotogrametri dengan wahana udara Nir-awak tergantung dari ketelitian Ground Control Point-nya. Permasalahannya adalah berapa besar perbedaan posisi planimetrik yang dihasilkan dari foto udara menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang GCP-nya diukur dengan GPS metode radial dengan data pembanding koordinat hasil pengukuran GPS metode radial? I.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data foto udara dari UAV (Unmanned Aerial Vehicle) sudah menjadi sebuah mosaic foto, tidak membahas proses pembuatan peta dari data UAV (Unmanned Aerial Vehicle). 2. GCP (Ground Control Point ) diukur menggunakan GPS metode Radial dengan lama pengukuran 30 sampai 60 menit dengan sampling rate 1detik. 3. Titik base pada pengukuran Radial di ikatkan dengan data dari stasiun IGS (International GNSS Service). 4. Lokasi penelitian di sungai Merawu, desa Giritirta Banjarnegara. I.4.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perbedaan nilai posisi planimetrik (x,y) dari data titik koordinat hasil bacaan ortofoto dengan titik koordinat hasil pengukuran GPS metode Radial.
2
I.5.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sama atau tidak nilai koordinat planimetris yang dihasilkan oleh UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dengan hasil pengukuran GPS metode Radial. I.6. I.6.1.
Landasan Teori
Global Navigation Satellite System
GNSS merupakan suatu sistem satelit navigasi dan penentuan posisi geospasial dengan cakupan dan referensi global yang menyediakan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi, yang diperoleh dari waktu tempuh sinyal radio yang dipancarkan dari satelit dan ditangkap oleh receiver (Sunantyo, 2010). Beberapa satelit navigasi yang merupakan bagian dari GNSS diantaranya adalah GPS milik Amerika Serikat, GLONASS (Global Navigation Satelite System) milik Rusia, Galileo milik Eropa, Compass milik China, the Indian Regional Navigation Satellite System (IRNSS) milik India, dan
Japan's Q4uasi-Zenith
Satellite System (QZSS) milik Jepang (Rizos,2008).
Tabel I.1. Perbandingan sistem orbit satelit pada GNSS Sistem
GPS
GLONASS
Galileo
COMPASS
Negara
Amerika
Rusia
Eropa
Cina
Coding
Code division Frequency
Code
Code
Orbital height
multiple
Division
division
division
access
Multiple Access multiple
multiple
(CDMA)
(FDMA)/
access
access
CDMA
(CDMA)
(CDMA)
19,100 km
23,222 km
21,150 km
11,3 h
14,1 h
12,6 h
20,200 km and 12,0 h
period Jumlah
24
(30
bila 2
satelit
menggunakan
test
satellites
bed 35 in
3
sinyal
orbit
CDMA)
22 operational satellites budgeted
Frekuensi
1,57542 GHz Sekitar (L1)
1,602
1,164 – 1,215 B1 : GHz GHz
(E5a 1,561098
1,2276 GHz (SP)
dan E5b)
(L2)
1,215 – 1,300 B1-2 :
Sekitar 1,2215
GHz GHz (E6)
(SP)
GHz
1,589742
1,559 – 1,592 GHz GHz B2 : 1,207414 GHz B3 : 1,26852 GHz
Datum
WGS 84
PZ 90
WGS 84
Status
Operational
Operational
In
5
with
preparation
operational
restrictions, CDMA preparation
satellites, 30 in
additional satellites planned
I.6.2.
Global Positioning System
GPS adalah sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dapat digunakan dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti dan juga informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 2000). Pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu: 1. Segmen angkasa
4
Segmen angkasa GPS terdiri dari satelit-satelit GPS serta roket-roket Delta peluncur satelit. Satelit GPS bisa dianalogikan sebagai stasiun radio angkasa, yang dilengkapi dengan antena-antena untuk mengirim dan
menerima
sinyal-sinyal
gelombang.
Sinyal-sinyal
tersebut
selanjutnya diterima oleh receiver GPS di permukaan bumi, dan digunakan untuk menentukan informasi posisi, kecepatan, waktu serta parameter-parameter turunan lainnya. 2. Segmen sistem kontrol Segmen sistem kontrol berfungsi mengontrol dan memantau operasional semua satelit GPS dan memastikan semua satelit berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Segmen pengguna Segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit GPS berupa alat penerima sinyal GPS (GPS receiver) yang diperlukan untuk menerima dan memproses sinyal dari satelit GPS untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan, waktu maupun turunan lainnya. I.6.3. Metode Penentuan Posisi Pada dasarnya, metode penentuan posisi dengan GPS dapat dikelompokkan menjadi (Abidin, 2000): 1. Metode penentuan posisi absolut Metode ini adalah metode penentuan posisi yang paling mendasar dari GPS. Dalam metode ini penentuan posisi dapat dilakuakan per titik tanpa tergantung pada titik lainnya sehingga metode ini disebut juga dengan metode point positioning. Posisi ditentukan dalam sistem WGS-84 terhadap pusat massa bumi. Prinsipnya adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan. Titik yang ditentukan posisinya bisa dalam keadaaan diam (dalam moda statik) maupun dalam keadan bergerak (moda kinematik). 2. Metode penentuan posisi diferensial Pada penentuan posisi diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (stasiun
5
referensi). Metode ini sering disebut metode penentuan posisi relatif. Pada metode ini, dengan mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari data dapat dieliminasi atau direduksi. Pengeliminasian dan pereduksian ini akan meningkatkan akurasi dan presisi data, yang selanjutnya akan meningkatkan akurasi dan presisi posisi yang diperoleh. Dalam penentuan posisi secara diferensial, ada dua sistem yang digunakan untuk melayani beberapa aplikasi yang menuntut informasi posisi relatif secara instan (real-time), yaitu: a. Sistem Diferensial GPS Sistem Diferensial GPS (DGPS) adalah sistem penentuan posisi real-time secara diferensial menggunakan data pseudorange. Stasiun referensi harus mengirimkan koreksi diferensial ke penggunanya secara real-time menggunakan sistem komunikasi data
tertentu.
Koreksi
diferensial
dapat
berupa
koreksi
pseudorange maupun koreksi koreksi koordinat, tetapi umumnya digunakan koreksi pseudorange. Ketelitian tipikal posisi yang diberikan berkisar dari level millimeter (dengan data fase) sampai level satu sampai tiga meter (dengan data pseudorange). b. Sistem Real-Time Kinematic Sistem Real-Time Kinematic (RTK) adalah sistem penentuan posisi real-time secara diferensial menggunakan data fase. Stasiun referensi harus mengirimkan data fase dan pseudorange-nya ke pengguna secara real-time menggunakan sistem komunikasi data tertentu. Media komunikasi tersebut adalah gelombang radio dan jaringan Internet Protocol. Ketelitian tipikal posisi yang diberikan berkisar sekitar satu sampai lima sentimeter, dengan asumsi bahwa ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar. 3. Metode penentuan posisi statik Penentuan posisi secara statik adalah penentuan posisi dari titik-titik yang statik (diam). Penentuan posisinya dapat dilakukan secara absolut maupun diferensial, dengan menggunakan data pseudorange dan/atau fase. Ukuran 6
lebih pada metode statik lebih banyak daripada metode kinematik. Hal inilah yang menyebabkan keandalan dan ketelitian posisi yang diperoleh umumnya relatif lebih tinggi (dapat mencapai orde sentimeter sampai milimeter). 4. Metode penentuan posisi kinematik Metode penentuan posisi secara kinematik adalah metode penentuan posisi dari titik-titik yang bergerak dan receiver GPS tidak dapat atau tidak mempunyai kesempatan untuk berhenti pada titik-titik tersebut. Penentuan posisi kinematik ini dapat dilakukan secara absolut maupun diferensial, dengan menggunakan data pseudorange dan/atau fase.Hasil penentuan posisi dapat diperoleh saat pengamatan (real-time) maupun setelah pengamatan (post-processing). Berdasarkan jenis data serta metode penentuan posisi yang digunakan, ketelitian posisi yang didapat dapat berkisar dari tingkat rendah (penentuan posisi absolut dengan pseudorange) sampai tingkat tinggi (penentuan posisi diferensial dengan fase). 5. Metode survei statik singkat Metode penentuan posisi secara survei statik singkat (rapid static) pada dasarnya adalah survei statik dengan waktu pengamatan yang lebih singkat (5-20 menit). Metode ini umumnya digunakan untuk baseline yang relatif pendek (<5 km). Apabila ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar maka ketelitian relatif posisi titik yang diperoleh adalah dalam orde sentimeter. Pada penelitian ini digunakan metode penentuan posisi relatif. Adapun persamaan yang digunakan adalah (Sunantyo, 2003) : Dengan menggunakan data pseudorange : Diasumsikan ada dua receiver GPS, i dan j mengamat pseudorange L1 ke m satelit secara simultan., sehingga akan tersedia data pseudorange dan
untuk k = 1, … m. Linierisasi persamaan pengamatannya
adalah : (t ) = -[
(t
r (t ) + c dt (t )], k = 1, …m ........... (1)
7
Dalam hal ini, ,l
: hasil single-difference tunggal pengamatan pseudorange.
: vektor jarak basis. Dengan menggunakan data fase : Persamaan pengamatan data fase untuk L1 pada pengamatan epoch t adalah : (t )=[
,
,
M
,
(t ),
,
M
,
,
(t ),…
,
M
,
(t )] .................... (2) ] ........................... (3)
Ilustrasi penentuan posisi secara relatif dapat dilihat pada Gambar.I.1
Gambar.I.1. Penentuan posisi relatif dengan GPS
Keterangan Gambar.I.1 : ,
,
,
,
,
,
: satelit. ,
,
,
,
: jarak satelit ke titik yang akan diukur. : jarak titik P terhadap titik P .
P ,P
: titik yang akan ditentukan posisinya.
8
6. Metode survei pseudo-kinematik Metode ini sering disebut sebagai metode intermittent ataupun reoccupation. Pada dasarnya merupakan realisasi dua metode static singkat (lama waktu pengamatan beberapa menit) yang dipisahkan oleh selang waktu yang relatif cukup lama (sekitar satu sampai beberapa jam). Perhitungan vektor baseline dilakukan dengan menggunakan data gabungan dari dua sesi pengamatan tersebut. Apabila ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar maka ketelitian relatif posisi titik yang diperoleh adalah dalam orde sentimeter. 7. Metode survei stop and go Penentuan posisi secara stop and go adalah penentuan posisi titik-titik yang tidak bergerak dan receiver GPS bergerak dari titik-titik dimana pada setiap titik-titiknya, receiver yang bersangkutan diam beberapa saat di titik-titik tersebut. Metode ini sering disebut juga metode semikinematik. Metode ini berdasarkan penentuan posisi secara diferensial dengan menggunakan data fase. Koordinat titik-titik yang didapat adalah koordinat relatif terhadap koordinat dari stasiun referensi. I.6.4.
Fotogrametri
Fotogrametri merupakan ilmu dan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan atau memperoleh informasi spasial dalam bentuk 2 dimensi atau 3 dimensi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan cara memotret objek tersebut kemudian memproses hasil pemotretan. Objek yang dipetakan biasanya berupa sungai, perkebunan, perumahan dan lain sebagainya sehingga untuk memotret objek tersebut dilakukan dari pesawat atau sering disebut dengan pemotretan udara (Soeta’at, 2011). Peralatan utama yang diperlukan untuk melakukan pemotretan udara diantaranya: 1. Kamera atau sering disebut dengan sensor terbagi menjadi 2 macam yaitu sensor analog dan sensor digital. Sensor analog menggunakan detector film untuk merekam data, sedangkan sensor digital merekam data menggunakan
CCD
(Charge
Coupled
Device)
atau
CMOS
9
(Complementary Metal Oxide Semiconductor). Macam-macam format sensor kamera dibagi menjadi 3 macam yaitu small format dengan sensor dimensi 24mm x 36mm, medium format dengan sensor dimensi 60mm x 60mm dan large format dengan sensor dimensi 230mm x230mm (Soeta’at,2011). Informasi kamera yang digunakan dalam pengolahan data foto udara meliputi sensor size, sensor dimension, image size, ISO peed range, dan focus. Sensor size merupakan ukuran sensor dalam satuan piksel sedangkan sensor dimensions adalah ukuran sensor dalam satuan milimeter. Sensor dimensions ini yang menentukan jenis format foto. Salah satu unsur sensor kamera adalah resolusi spasial sensor atau resolusi spasial kamera. Resolusi spasial kamera adalah ukuran dari sebuah piksel dalam mikron sedangkan ukuran satu piksel pada objek yang dipotret disebut dengan Ground Sampling Distance (GSD). Soeta’at (2011) menyatakan besarnya nilai GSD dapat dihitung menggunakan rumus (4) GSD = Angka skala * resolusi spasial ……………………..
(4)
Skala = fokus kamera(f) / tinggi terbang (h) ……………....
(5)
2. Wahana yang digunakan untuk melakukan pemotretan udara diantaranya balon udara, pesawat tanpa awak atau UAV, pesawat Ultra Light atau disebut gantole bermesin, pesawat terbang komersial dsb. 3. GPS dan IMU merupakan alat pendukung pemotretan yang dipasang pada pasawat bersamaan dengan kamera. GPS dan IMU digunakan untuk menentukan parameter Exterior Orientation berupa koordinat posisi principal point (X, Y, Z) dan rotasi (omega, phi, kappa). Pada saat pemotretan sumbu kamera diusahakan tegak untuk menghasilkan foto udara tegak. Namun pada kenyataannya kondisi sumbu kamera yang benar benar vertikal tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, sumbu kamera yang mendekati vertikal dapat disebut dengan foto udara tegak(Ferdian,2011). Jadi, ketelitian foto udara menggunakan UAV tergantung dari kemampuan sensor kamera, resolusi spasial sensor dan tinggi terbang. Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah pesawat tanpa awak, tanpa adanya pilot di dalamnya. Dapat diterbangkan secara manual dengan remot kontrol maupun 10
dengan sistem komputer yang terpasang di dalam pesawat tersebut. Pengendaliannya dapat dilakukan di atas tanah maupun di dalam kendaraan lain. Secara umum, UAV dapat dikategorikan berdasarkan ketahanan waktu terbangnya (endurance), kecepatan, ketinggian dan kemampuan memuat beban seperti berikut (Ibrahim, 2009): a. High Altitude Long Endurance UAV (HALE). UAV kategori ini biasanya digunakan untuk tujuan kajian ilmiah yang dapat terbang melebihi ketinggian 30000 kaki hingga ke lapisan atmostfer. b. Mid-Range UAV. UAV dalam kategori ini mampu beroperasi melebihi 3 jam dan pada ketinggian melebihi 10000 kaki. c. Micro UAV. Micro UAV adalah UAV yang hanya mampu terbang dalam waktu kurang 1 jam dan mempunyai faktor muatan yang terbatas. Kebanyakan micro UAV mempunyai bentuk berdasarkan pesawat glider dan mampu membawa kamera yang kecil dan ringan. Walaupun micro UAV mampu terbang melebihi 10000 kaki, untuk pengambilan foto udara, tahap optimal kualiti foto yang berguna adalah antara 800 kaki hingga 1200 kaki dan resolusi foto antara 6 cm hingga 15 cm per pixel. I.6.5.
Presisi
Presisi (precision) adalah tingkat kedekatan atau kesamaan dari ukuran ulang untuk suatu besaran yang sama. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dapat dikatakan pegukuran tersebut memiliki presisi yang tinggi begitu pula sebaliknya jika hasil pengukuran menyebar maka dikatakan pengukuran memiliki presisi rendah. Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi kemungkinan. Distribusi yang sempit mempunyai presisi yang tinggi dan begitu pula sebaliknya. Nilai presisi ditunjukkan dengan simpangan baku. Presisi yang tinggi memiliki simpangan baku yang kecil, sebaliknya presisi yang rendah memiliki simpangan baku yang besar (Widjajanti, 2011).
11
I.6.6.
Uji signifikansi
Pada penelitian ini dilakukan uji signifikansi perbedaan antara koordinat hasil pemetaan menggunakan UAV dengan koordinat kontrol point yang diukur menggunakan GPS metode Radial. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis komparatif (dua sampel), hal ini berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan. Dengan kata lain, menguji kemampuan generalisasi (signifikansi hasil penelitian) yang berupa perbandingan keadaan variabel dari dua sampel atau lebih. Bila Ho dalam pengujian diterima, berarti nilai perbandingan dua sampel atau lebih tersebut dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi dimana sampel-sampel diambil dengan taraf kesalahan tertentu (Sugiyono, 2009). Uji ini dilakukan dengan distribusi student pada tingkat kepercayaan dan derajat kebebasan tertentu. Kriteria pengujian yang digunakan sesuai dengan persamaan 6. dan persamaan 7. (Widjajanti 2010). t= t
|
(
|
,
)
........................................................................................... (6) ............................................................................................ (7)
dalam hai ini, t
: nilai t-hitungan
x1
: selisih koordinat sumbu X
x2
: selisih koordinat sumbu Y : varians selisih koordinat sumbu X : varians selisih koordinat sumbu Y
Penerimaa hipotesis nol (Ho) apabila memenuhi kriteria sesuai dengan persamaan 7. Henerimaan Ho ini mengindikasikan bahwa dua parameter tidak berbeda secara signifikan. Sedangkan penolakan Ho mengindikasikan bahwa dua parameter berbeda secara signifikan. I.6.7.
Data snooping
Data snooping dilakukan untuk mengecek kesalahan tak acak pada setiap ukuran. Dulu ada anggapan bahwa nilai residu pengukuran tiga kali lebih besar dari kesalahan standar pengukuran merupakan indikator adanaya kesalahan blunder.
12
Anggapan tersebut kurang tepat karena residu bukan hanya karena adanya blunder namun juga dipengaruhi oleh bentuk jaring yang bersangkutan. Oleh karena itu digunakan kriteria pengujian data ukuran seperti pada persamaan 6. (Soeta’at,1996). F=
>
, ( , ,
)
.....................................................................................
(8)
Pengujian ini menggunakan distribusi Fisher, dimana Vi adalah nilai residu ke-
-i. Penolakan hipotesis nol (Ho)
terjadi apabila sesuai dengan kriteria pada persamaan 8. Penolakan H o mengindikasikan adanya kesalahan tak acak pada data ukuran. Sedangkan penerimaan Ho menunjukkan tidak adanya kesalahan tak acak dalam data ukuran. I.6.8.
RMS (Residual Mean Square)
Nilai RMS (Residual Mean Square) menunjukkan adanya kesalahan arah pada komponen X dan Y terhadap posisi tertentu. Nilai RMS koordinat dihitung menggunakan persamaan 9 dan persamaan 10. RMSx = RMSy =
(
)
(
)
RMS(x,y) =
(
...................................................................................
(9)
..................................................................................
(10)
) +(
)
......................................................
(11)
Keterangan : x, y
I.6.9.
:
koordinat titik pada foto.
x’, y’ :
koordinat titik pengamatan GPS.
n
jumlah titik.
:
ORTOFOTO
Secara sederhana peta foto (photomap) dapat diartikan sebagai foto udara yang digunakan secara langsung sebagai subtitusi peta planimetrik. Pada umumnya dilakukan perubahan skala foto ke skala yang dikehendaki dengan jalan perbesaran atau pengecilan skala. Informasi tentang judul, nama tempat, dan data lain dapat ditumpangkan pada foto dengan sara serupa seperti yang dilakukan pada peta. Peta foto dapat dibuat dari satu foto udara, atau dari bagian-bagian dua foto atau lebih untuk membentuk paduan gambar yang bersambung. Paduan ini biasa disebut
13
mosaik (Wolf, 1993). Dengan demikian peta foto dihasilkan dari data dasar berupa foto udara. Foto udara adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dihasilkan dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Sutanto, 1986). Foto udara format kecil adalah foto yang dihasilkan dari pemotretan menggunakan kamera dengan ukuran film atau frame sekitar 24 mm x 36 mm dengan panjang fokus 35 mm. Foto udara format kecil menggunakan kamera non metrik yang biasanya dipergunakan untuk pemetaan yang tidak membutuhkan ketelitian tinggi, seperti untuk pemantauan kawasan lindung atau untuk monitoring perubahan kawasan. Foto udara format kecil mempunyai ciri yakni tidak adanya informasi tepi foto seperti jam terbang, panjang fokus dan nivo. Pada foto ini tidak dilengkapi fiducial mark, panjang fokus terkalibrasi, lokasi titik utama tidak diketahui. Keunggulan dari foto udara format kecil antara lain mudah dalam pengoperasian karena peralatan yang digunakan dalam pemotretan lebih sederhana, dan dapat diperoleh foto udara dengan skala yang lebih besar karena wahana yang digunakan adalah pesawat ultra ringan yang dapat terbang rendah dibawah awan, sehingga efek gangguan atmosfer dapat diminimalkan, biaya yang diperlukan lebih mudah diperoleh di pasaran. Selain memiliki keunggulan, foto udara format kecil juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain menghasilkan foto yang secara geometrik tidak stabil. Hal ini disebabkan karena menggunakan lensa yang lebar sehingga sistem lensanya tidak sempurna, panjang fokus dan principle point tidak diketahui, dan adanya pergeseran bayangan (image motion) (Warner, W.S, Graham R. W., Read R. E., 1996). Berdasarkan sumbu kamera pada saat pemotretan perekaman obyek atau exposure foto udara diklasifikasikan menjadi dua macam (Wolf, 1993): 1. Foto udara vertikal Dalam hal ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Foto udara tegak, dengan sumbu kamera benar – benar tegak dan foto yang dihasilkannya disebut foto vertikal. b. Foto udara sendeng, apabila sumbu kamera secara tidak sengaja membentuk sudut kecil terhadap garis vertikal atau biasa disebut 14
dengan tilt. Hal ini diakibatkan dari kemiringan wahana pada saat pemotretan. 2. Foto udara miring atau oblique Merupakan foto udara yang dibuat dengan sumbu kamera yang sengaja diarahkan menyudut terhadap sumbu vertikal pemotretan. Kemiringan sumbu vertikal lebih besar dari 3°. I.6.10.
Ground Control Point (GCP)
Ground control point atau titik kontrol tanah adalah titik yang terdapat di lapangan dan dapat diidentifikasi pada foto dan mempunyai koordinat di kedua sistem, yaitu sistem koordinat tanah dan sistem koordinat foto. GCP diperlukan untuk kegiatan transformasi koordinat dari sistem koordinat tertentu ke sistem koordinat tanah. Titik kontrol ini terdapat pada kedua sistem koordinat yang mempunyai posisi relatif pada obyek yang sama. Pada pengkoreksian suatu citra diperlukan GCP, sehingga ada keterkaitan antara sistem citra dengan sistem tanah. Menurut Welch dkk. (1993), dalam Jensen (1996), GCP hasil pengukuran GPS yang sudah dalam bentuk koordinat peta sangat efektif digunakan untuk rektifikasi citra. Titik kontrol tanah ini dapat ditentukan dengan berbagai cara. Untuk penentuan koordinat planimetrisnya (X,Y) dapat digunakan metode trianggulasi, trilaterasi, poligon dan GPS. Sedangkan untuk penentuan tinggi titiknya (Z) dapat digunakan metode sipat datar atau trigonometris. Data pengukuran disini adalah pengukuran titik kontrol horisontal dan tinggi. Hasil dari pengukuran titik kontrol ini adalah daftar koordinat tanah X, Y, Z pada masing-masing titik kontrol tanah yang dilalui jalur pengukuran. Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah diperlukan untuk trianggulasi udara. Trianggulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris. Titik kontrol minor adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking. Titik kontrol minor ini sering disebut dengan postmark, karena ditentukan setelah pemotretan. Titik kontrol tanah berfungsi sebagai data masukan untuk proses hitungan titik bantu minor atau ikatan bantu secara fotogrametris. Hasil dari pekerjaan trianggulasi udara ini adalah
15
koordinat titik kontrol minor, baik titik kontrol penuh (X, Y, Z), titik kontrol planimetris (X,Y) dan tinggi (Z). Tahapan trianggulasi udara sangat penting karena titik-titik kontrol minor yang diperoleh dari proses ini akan memberikan kerapatan titik kontrol tanah. Titik-titik kontrol tanah inilah yang digunakan untuk rektifikasi. Rektifikasi adalah suatu proses pekerjaan untuk memproyeksikan citra ke bidang datar dan menjadikan bentuk conform (sebangun) dengan sistem proyeksi peta yang digunakan, juga digunakan mengorientasikan citra sehingga mempunyai arah yang benar. Yang perlu diperhatikan dalam penentuan atau pemilihan titik yang akan digunakan untuk rektifikasi ini adalah bahwa titik-titik kontrol tanah tersebut harus tersebar merata pada area pemotretan, mampu mewakili kondisi medan yang sesungguhnya, dan jumlahnya makin banyak makin baik. Hal ini berkaitan dengan ketelitian dari hasil rektifikasi. Titik kontrol tanah yang terdistribusi merata pada area pemotretan
akan
memberikan hasil rektifikasi yang lebih presisi. Selain itu, perlu dilakukan pemasangan titik kontrol tanah pada daerah-daerah ekstrim, agar diperoleh titik-titik kontrol tanah yang mewakili kondisi medan yang sesungguhnya. Hal ini berkaitan dengan pergeseran relief. Semakin banyak titik kontrol tanah yang digunakan untuk rektifikasi, akan semakin banyak kontrol hitungan yang digunakan, sehingga semakin teliti hasil rektifikasi. I.6.11.
Sistem Proyeksi UTM
Sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mecator) berupa bidang silinder yang memotong bola bumi (secant) di dua buah meridian, yang disebut dengan meridian standar dengan faktor skala = 1. Lebar zone yang dimiliki sebesar 60. Dengan demikian bumi dibagi menjadi 60 zone. Setiap zone memiliki meridian tengah sendiri dengan perbesaran di meridian tengah = 0,9996. Zona nomor satu dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian 1800 B dan 1740 B dan dilanjutkan ke arah timur sampai nomor 60. Batas pararel tepi atas dan tepi bawah adalah 840 utara dan 800 selatan. Dengan demikian untuk daerah kutub harus di proyeksikan dengan proyeksi lain (Susilowati, 2001).
16
Wilayah Indonesia tercakup dalam zona nomor 46 sampai 54. Gambar I.7 menyajikan zona UTM wilayah indonesia beserta meridian tengahnya (Bo). Meridian tengah dinyatakan dalam meridian Greenwich.
Gambar I.2 Pembagian zona UTM Indonesia I.7.
Tinjauan Pustaka
Penelitan Barry, Coakley (2013) menyimpulkan bahwa akurasi dari UAV mencapai 41mm untuk Horizontalnya dan 68mm untuk Vertikalnya dengan ketelian GCP mencapai 1cm dengan kepercayaan data 95%. Menurut Gusmana (2014), dari sekripsinya tentang pemrosesan hasil UAV, secara geometrik diperoleh nilai rata-rata residual X,Y,Z berturut-turut adalah 0,401 meter, 0,142 meter, 0.457 meter. Nilai RMSE terkecil adalah 0,479136 meter, nilai RMSE terbesar adalah 0.847448 meter. Penentuan posisi titik dengan GPS secara diferensial dapat mencapai ketelitian yang lebih baik apabila dibandingkan dengan penentuan posisi secara absolut. Untuk beberapa kasus penentuan secara absolut dapat lebih baik daripada metode konvensional (Djawahir, 1992). Global Positioning system (GPS) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini, didesain 17
untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia.Saat ini GPS telah sangat banyak digunakan di seluruh dunia dalam berbagai bidang untuk berbagai macam keperluan (Abidin, 1995). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain adalah Foto UAV digunakan untuk pengukuran sungai dan dilakukan perbandingan dengan GPS metode Radial dengan Base point-nya diikatkan terhadap 10 stasiun IGS dengan menggunakan data precise ephemeris. I.8.
Hipotesis
Dari hasil evaluasi perbandingan nilai koordinat hasil bacaan pada ortofoto dengan titik koordinat hasil pengukuran GNSS (Global Navigation Satellite System) metode radial menunjukkan bahwa nilai koordinat tidak sama.
18