BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat terjadi selama kurun waktu tertentu dan berubah – ubah di setiap harinya. Dengan kondisi yang demikian, masyarakat akan mencari cara yang lebih efektif untuk menyimpan harta kekayaannya. Salah satunya adalah dengan berinvestasi emas, karena kegiatan tersebut akan membawa manfaat jangka panjang. Meski harganya yang fluktuatif, namun minat masyarakat untuk berinvestasi emas cenderung tinggi. Selain itu emas juga biasa dimanfaatkan dalam pembuatan perangkat elektronik dan perlengkapan medis. Hal demikian mendorong industri penghasil emas di seluruh dunia untuk memproduksi emas sebanyak – banyaknya. Sebagai contoh adalah negara Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil emas terbesar karena kekayaan sumber daya alamnya. Beberapa potensi emas tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, beberapa telah dieksploitasi oleh industri tambang mineral baik dari perusahaan milik negara maupun perusahaan asing, ada pula gerakan masyarakat lokal pada wilayah tambang emas rakyat. Namun masih ada sebagian lainnya yang belum dieksploitasi atau bahkan belum ditemukan dan masih dalam proses eksplorasi. Berdasarkan pengetahuan tektonika lempeng, Indonesia merupakan zona pertemuan lempeng yang kompleks. Penunjaman oleh lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia pada daerah Sumatera terjadi secara oblique dan pada Jawa bagian timur penunjaman terjadi menuju ke utara Indonesia dari selatan Jawa, sedangkan di Indonesia bagian timur terjadi pertemuan antar lempeng yang lebih kompleks lagi. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya sistem vulkanisme berupa barisan gunung api yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem vulkanik ini berasosiasi dengan magmatisme purba yang kemudian dapat menghasilkan mineral – mineral di bawah permukaan bumi saat ini. Termasuk mineral ekonomis yang berupa emas ataupun tembaga. Menurut Charlie dan Mitchell (1994) pembentukan mineral –
1
2
mineral ekonomis di Indonesia terjadi di busur magmatik, salah satunya adalah Busur Sunda – Banda. Busur Sunda – Banda membentang sepanjang 3.700 km dari Sumatera hingga ke ujung Jawa bagian timur yang diperkirakan berumur Neogen. Busur Sunda – Banda merupakan busur magmatik yang termineralisasi secara masif sebesar 20% dari mineralisasi emas di Indonesia. Jawa Barat merupakan bagian dari busur magmatik Sunda – Banda, sehingga pada daerah ini terdapat beberapa pertambangan bijih mineral seperti pertambangan Cikotok, pertambangan Pongkor, dan lain – lain. Daerah penelitian terletak di Pertambangan Pongkor dan termasuk dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang dikelola oleh PT. Antam (Persero) Tbk. Pongkor memiliki cadangan 98 ton emas dan 1026 ton perak, yang merupakan salah satu penemuan tambang mineral terbesar di Indonesia, terbukti pada periode 1988 – 1991 (Milesi, dkk., 1999). Secara administratif Lapangan “Hijau” terletak di Kecamatan Nanggoeng, Leuwilang, Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini memiliki potensi endapan emas hidrotermal dengan tipe endapan epitermal sulfidasi rendah (low sulphidation) yang cukup tinggi. Berdasarkan model geologi oleh Corbett (2009), mekanisme terbentuknya pengendapan epitermal sulfidasi rendah dikontrol oleh keberadaan intrusi sebagai pemasok larutan hidrotermal panas dan juga dipengaruhi oleh struktur geologi. Dengan adanya gaya gravitasi dan faktor permeabilitas batuan, larutan hidrotermal ini akan naik menuju permukaan melalui celah dari struktur geologi baik berupa sesar maupun kekar. Apabila larutan magmatik tersebut bercampur dengan air meteorik dan berinteraksi dengan batuan samping yang dilewatinya, maka akan terjadi proses alterasi dan mineralisasi. Mineralisasi ini merupakan proses pembentukan mineral bijih, dari media yang membawanya akibat perubahan lingkungan secara fisik dan kimia. Rekahan dari sesar akan menyebabkan fluida hidrotermal mengisi dan mengendapkan mineral – mineral bijih, misalnya mineral sulfida yang berasosiasi dengan keberadaan emas di bawah permukaan. Oleh karena itu keberadaan struktur geologi berupa sesar sangat berpengaruh dalam perkembangan mineralisasi pada daerah pembentukan mineral – mineral ekonomis.
3
Cadangan emas Pongkor ditemukan pada tahun 1981 (Basuki, dkk., 1994) dan proses studi kelayakan telah selesai dilakukan pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 1992 proses tambang dikembangkan, kemudian mulai dilakukan penambangan urat Ciguha dan Kubang Cicau pada tahun 1994 sedangkan penambangan urat Ciurug dimulai tahun 1998. Eksplorasi di Lapangan “Hijau” diperlukan untuk meningkatkan cadangan mineral di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) milik PT. Antam (Persero) Tbk. yang telah memproduksi emas dan perak sejak tahun 1994. Untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan beberapa metode Geofisika dapat digunakan dalam proses eksplorasi mineral. Salah satu metode yang digunakan adalah Metode Gravitasi. Metode Gravitasi merupakan pengukuran terhadap variasi medan gravitasi bumi yang diakibatkan oleh adanya perbedaan densitas yang kemudian dikenal sebagai anomali gravitasi. Medan gravitasi rata – rata di bumi sebesar 9,8 m/s2 atau 980.000 mgal. Semua benda yang berada di sekitar bumi akan mempengaruhi hasil pengukuran gravitasi. Termasuk keberadaan struktur geologi maupun intrusi batuan beku yang dapat mempengaruhi nilai medan gravitasi hingga beberapa miligal. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode geofisika dengan ketelitian yang tinggi untuk mengidentifikasi struktur geologi dan batuan intrusif. Metode gravitasi diharapkan dapat mengidentifikasi sesar sebagai pengontrol zona mineralisasi pada daerah prospek emas, juga tubuh intrusi sebagai pemasok larutan hidrotermal, yang kemudian proses analisa interest zone dapat diintegrasikan dengan menggunakan metode geofisika lainnya.
I.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana hasil analisis struktur menggunakan first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) serta korelasinya dengan anomali gravitasi?
2.
Bagaimana kondisi struktur geologi di bawah permukaan berdasarkan anomali gravitasi?
4
I.3. Batasan Penelitian Beberapa batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Data yang digunakan merupakan data gravitasi yang diukur menggunakan Scintrex Autograv CG-5 Gravitymeter dan data spasial diperoleh dari GPS Garmin 62s. Pengukuran dilakukan pada tanggal 2 Juli hingga 30 Juli 2013.
2.
Anomali medan gravitasi melalui proses reduksi ke bidang datar menggunakan metode Dampney (1969).
3.
Penapisan anomali
Bouguer
untuk
mendapatkan anomali
regional
menggunakan metode kontinuasi ke atas (upward continuation). 4.
Analisis struktur geologi di bawah permukaan pada daerah penelitian menggunakan metode First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD).
5.
Pemodelan 2,5D bawah permukaan dilakukan pada data anomali residual.
I.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi struktur geologi dan tubuh intrusi di bawah permukaan dengan analisis anomali residual yang telah dilakukan penapisan menggunakan upward continuation.
2.
Menentukan batas struktur geologi di bawah permukaan menggunakan analisis struktur First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD).
3.
Membuat model bawah permukaan dari daerah penelitian.
I.5. Daerah Penelitian Daerah penelitian merupakan proyek PT. Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor, lapangan Hijau terletak di Kecamatan Nanggoeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sekitar 150 km arah Barat Daya dari Ibu Kota Jakarta, dan sekitar 54 km dari Kota Bogor. Luas area penelitian kurang lebih 3,5 x 3,5 km2. Kondisi morfologi daerah ini disusun oleh daerah pegunungan dan perbukitan
5
dengan ketinggian sekitar 300 hingga 900 mdpl. Pengukuran melewati sebagian wilayah kerja pertambangan (WKP) milik PT. Antam (Persero) Tbk. namun dilakukan pada target yang lebih luas. Daerah penelitian ditunjukkan oleh lingkaran merah pada gambar I.1.
Gambar I.1 Peta Daerah Penelitian Bogor, Jawa Barat (dimodifikasi dari Hermawan, dkk., 2003)