BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Perkembangan dunia industri manufaktur zaman sekarang yang berkembang dengan pesat menuntut perusahaan untuk memiliki daya saing tinggi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas produk yang dihasilkanya, sehingga segala jenis kegiatan proses produksi yang sebelumnya menggunakan manusia (manual) telah menjadi otomatis dengan menggunakan teknologi otomasi (Astian, 2015). PT. Karyamitra Budisantosa merupakan sebuah perusahaan eksportir yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur dan bergerak di bidang manufaktur sandang, dengan memproduksi sepatu berbahan dasar kulit. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekspor sepatu kulit, dibutuhkan produk dengan kualitas yang dapat bersaing dengan produk negara lain (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016). Kualitas sendiri adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang tampak ataupun samar (Render dan Herizer, 2009). Pada proses manufaktur yang berlangsung di PT. Karyamitra Budisentosa, samak kulit sebagai bahan baku mayor menjadi salah satu komponen utama yang menentukan kualitas sepatu sebagai produk akhir perusahaan. Tingginya tingkat korelasi antara kualitas produk akhir dengan kualitas samak kulit sebagai bahan utama dikuatkan dengan eksistensi Quality Control of Incoming Leather (QCIL) Department pada PT. Karyamitra Budisentosa (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016). Dari hasil pengamatan langsung oleh peneliti di lapangan, diketahui bahwa proses inspeksi oleh Departemen QCIL dilakukan secara manual oleh 18 orang operator yang terbagi rata pada sembilan workstation inspeksi. Proses inspeksi juga melibatkan kegiatan administratif, operator melakukan pencatatan atau dokumentasi mengenai informasi dari setiap kulit yang telah diperiksa. Informasi yang dicatat diantaranya adalah informasi mengenai jenis cacat yang muncul pada kulit, beserta hasil akhir proses inspeksi yaitu kategori kualitas kulit berdasarkan perbandingan persentase luas area kulit yang cacat dengan yang tidak pada setiap lembarnya.
1
Gambar I.1 memperlihatkan proses inspeksi kulit di Departemen QCIL yang masih dilakukan secara manual menggunakan indera penglihatan operator.
Gambar I. 1 Proses Inspeksi Kulit Existing Rangkaian proses inspeksi pada Departemen QCIL memerlukan waktu selama 240 detik untuk melakukan inspeksi pada satu lembar kulit dengan luas rata-rata per lembar sebesar 10 squarefeet secara manual melibatkan aktifitas-aktifitas yang dijabarkan pada Gambar I.2.
Waktu (s)
Waktu Proses Inspeksi 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pengambilan Identifikasi kulit
Klasifikasi
Pencatatan
Pemindahan kulit hasil inspeksi
Proses Inspeksi
Gambar I. 2 Inspeksi Kualitas Kulit (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016). Hasil dari proses inspeksi adalah klasifikasi kualitas kulit dengan standar yang didokumentasikan oleh perusahaan, permukaan samak kulit dibagi menjadi tiga kategori kualitas, yang dinilai berdasarkan persentase permukaan kulit yang tidak
2
cacat (memiliki cutting value). Tabel I.1 menunjukkan ketiga kategori kualitas permukaan kulit tersebut. Tabel I. 1 Tiga Kategori Kualitas Permukaan Kulit (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016) > 90% > 65% > 40% % GOOD (Cutting Value) Kategori
A=B
C
TR
Kualitas Ketiga kategori yang telah dideskripsikan diatas merupakan persentase area permukaan kulit tanpa cacat yang kemudian didistribusikan kepada Cutting Department sesuai dengan kualitasnya. Menurut standar Departemen (QCIL) PT. Karyamitra Budisentosa, kriteria atau jenis cacat permukaan tersebut dibagi menjadi delapan jenis cacat yang diperoleh dan dianalisa dari hasil pendekatan langsung dengan operator inspeksi dan pihak lain yang terkait dengan kualitas samak kulit. Kedelapan kriteria cacat pada penelitian ini merupakan cacat visual yang dapat dideteksi secara manual, tidak termasuk cacat yang ada di dalam serat kulit dan tidak terlihat pada permukaan. Tabel I.2 menunjukkan deskripsi dari delapan kriteria jenis cacat pada kulit yang biasa disebabkan faktor lingkungan pertumbuhan ternak penghasil kulit. Tabel I. 2 Delapan Jenis Cacat Pada Permukaan Kulit (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016) No Jenis Cacat Tampilan Cacat dan Definisi 1
Cacat Pori
2
Cacat loose / Gembos
3
Cacat urat
Lubang pori-pori terlalu besar dengan dimensi ≥ 1 mm Lipatan-lipatan permukaan paling luar kulit yang akan terkelupas Tonjolan atau lekukan berupa garis acak dengan diameter garis ≥ 1 mm
3
Tabel I.2 Delapan Jenis Cacat Pada Permukaan Kulit (Lanjutan) No
Jenis Cacat
4
Cacat kutu
5
Cacat kerut
Tampilan Cacat dan Definisi Formasi titik tidak beraturan dengan dimensi luas ≤ 3 mm Kerutan pada kulit, dengan dimensi luas garis kerutan ≥ 1 mm Kerutan pada kulit jenis kambing,
6
dengan dimensi luas garis kerutan ≥ 2
Cacat galar
mm Cacat yang disebabkan oleh karena 7
Cacat mill besar
pemotongan, atau pengecapan pada ternak
8
Titik dengan dimensi luas ≥ 2 mm
Cacat mata ikan
Proses inspeksi yang ada dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap lembar kulit yang diterima, dengan jumlah lembar kulit yang diperiksa setiap bulannya adalah sebanyak 60000 lembar kulit. Data pemeriksaan kulit Departemen QCIL bulan Januari 2016 yang diperoleh dan digunakan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 54393 lembar dari berbagai jenis kulit diterima untuk diinspeksi. Gambar I.3 menunjukkan bahwa kulit dengan jenis Nappa sebagai varian jenis kulit terbanyak (29917 lembar atau 55% dari total kulit yang diterima) yang kemudian dijadikan sebagai objek pada penelitian ini.
Jumlah (lembar)
KEDATANGAN KULIT JANUARI 2016 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
29917
13599
5438
5439
Jenis Kulit NAPPA
FULL GRAIN
Gambar I. 3 Jumlah Kedatangan Kulit Januari 2016 (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016)
4
Bahan kulit samak yang terdapat pada PT. Karyamitra Budisentosa didatangkan dari berbagai supplier yang telah menjalin kerjasama dengan baik. Apabila terdapat bahan kulit samak yang tidak sesuai dengan kriteria maka PT. Kayamitra Budisentosa akan mengembalikan bahan kulit samak kepada supplier yang berkaitan. Berdasarkan data yang disebutkan Gambar I.3, banyaknya jumlah kulit yang perlu diinspeksi secara menyeluruh dengan dimensi cacat yang relatif kecil dan beragam, menjadi beban kerja yang cukup berat bagi 18 orang operator inspeksi pada Departemen QCIL. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Departemen QCIL untuk melakukan inspeksi masih menggunakan manual dan pencatatan juga masih menggunakan manual sehinggga menyebabkan kelelahan dan tidak konsisten dalam melakukan inspeksi karena pengujian dilakukan secara berulang. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya data ketidaksesuaian (leak out) hasil inspeksi bulan Januari 2016 pada inspeksi kulit jenis Nappa sebagai varian jenis kulit terbanyak (29917 lembar atau 55% dari total kulit yang diterima) yang dijadikan sebagai objek penelitian. Data ketidaksesuaian klasifikasi kualitas kulit (leak out) dengan jenis kulit Nappa pada penelitian ini diperoleh dari Departemen QCIL. Gambar I.4 menunjukkan data ketidaksesuaian hasil inspeksi yang dilakukan oleh Departemen QCIL pada bulan januari 2016. DATA KETIDAKSESUAIAN HASIL INSPEKSI Januari 2016 A=B
C
TR1 0 Tidak Sesuai Sesuai
5000
10000
TR1 3141 7329
15000
C 7180 10770
20000 A=B 149 1346
Gambar I. 4 Data Ketidaksesuaian Hasil Inspeksi (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016)
5
Dari total 22917 lembar kulit yang diinspeksi, sebanyak 10471 lembar kulit perlu dikembalikan oleh Cutting Department untuk inspeksi lebih lanjut dikarenakan ketidaksesuaian pada penentuan kualitas kulit. Kesesuaian penentuan kualitas kulit diperlukan karena Cutting Department dibagi menjadi divisi-divisi dengan alat dan artikel pemotongan yang dikelompokkan berdasarkan area potong minimal pada kulit untuk kemudian dapat memenuhi bagian-bagian pada sepatu yang akan di-assembly pada departemen berikutnya. Tingkat leak out yang terjadi pada Departemen QCIL pada bulan Januari 2016 bukan merupakan suatu kebetulan (accident), pernyataan tersebut diperkuat dari data yang diperoleh pada bulan Juli 2015, dengan jumlah total kedatangan samak kulit sebanyak 25757 lembar, yang komposisinya juga didominasi oleh kulit jenis Nappa sebesar 45% atau sebanyak 11591 lembar kulit. Pada Gambar I.5 menunjukkan tingkat leak out inspeksi pada kulit jenis Nappa yang terjadi pada bulan Juli 2015.
Kategori Kualitas Kulit
DATA Leak Out Kulit Nappa Juli 2015
A=B
C
TR1 0
Tidak Sesuai (Lembar) Sesuai (Lembar)
5000
10000 C 5773 8660
TR1 3199 5219
15000 A=B 121 1082
Gambar I. 5 Data Ketidaksesuaian Hasil Inspeksi (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016)
6
20000
Adapun diketahui jumlah jenis cacat dominan pada kulit yang dikembalikan oleh Cutting Department karena tidak sesuai tingkat kualitas diperlihatkan pada Gambar I.6 dengan persentase terbesar adalah cacat kutu yaitu 60%.
8%
Pori Gembos
60%
3% 2% 9%
Urat Kutu Kerut
5%
Galar
6%
Mill Besar Mata Ikan
7%
Gambar I. 6 Persentase Jumlah Jenis Cacat (PT. Karyamitra Budisentosa, 2016) Berangkat dari data yang menunjukkan bahwa tingginya jumlah cacat jenis kutu peneliti melakukan pencarian informasi lebih lanjut dengan melakukan pendekatan wawancara secara langsung kepada operator inspeksi PT. Karyamitra Budisentosa. Dalam pengumpulan informasi mengenai deteksi cacat berdasarkan tingkat kesulitannya, digunakan tiga jenis cacat kulit dengan persentase terbanyak yaitu cacat kulit dengan jenis kutu (60%), kerut (8%), dan mata ikan (9%) dengan hasilnya diperlihatkan pada Gambar I.5 bahwa operator inspeksi menyebutkan cacat kutu merupakan cacat dengan tingkat kesulitan deteksi tertinggi. Penelitian ini merancang sebuah sistem yang berfokus pada otomatisasi proses pemeriksaan untuk klasifikasi kulit samak. Dengan demikian, kita perlu teknik klasifikasi yang tepat untuk kulit cacat. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model logika fuzzy yang mampu menangani ambiguitas, ketidakpastian variabel yang digunakan (Mulato, 2014).
7
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai deteksi dan klasifikasi defect pada kulit seperti penelitian yang dilakukan oleh Jian (2005) menggunakan teknik pengolahan citra dengan metode statistikal Gray Level Co-occurrence Matrices (CLGM) untuk ekstraksi ciri dari citra kulit dalam klasifikasi defect kulit. Namun metode yang diusulkan pada penelitian tersebut hanya mengelompokkan defect kulit seperti yaitu rusak karena terpotong, goresan, cap dan kelainan. Lovergine (2010) menganalisis tekstur kulit dengan pendekatan morfologi untuk mendeteksi adanya cacat atau kerusakan (defect) pada kulit. Kerusakan diidentifikasi dengan menganalisis variasi orientasi dominan gradien pada intensitas citra. Proses ini dilakukan terhadap citra keabuan (gray-level images) karena analisis orientasi tidak memerlukan warna namun memerlukan kriteria yang jelas untuk membedakan antara tekstur alami kulit dengan area yang mengalami kerusakan. Namun pada penelitian ini masih terdapat kekurangan yaitu proses pendeteksian defect memerlukan waktu yang lama. Pada penelitian ini akan dikembangkan suatu sistem otomatisasi untuk klasifikasi kualitas kulit dengan menggunakan model fuzzy logic dengan mengganti fungsi penglihatan manusia menjadi pengolahan gambar digital. I.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan diangkat sebagai bahan penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merancang klasifikasi kualitas kulit samak untuk mendapatkan akurasi klasifikasi kualitas yang optimal dengan teknik pengolahan citra menggunakan metode model fuzzy logic? 2. Bagaimana merancang sistem otomatisasi pada proses klasifikasi kualitas kulit? I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat di tentukan tujuan penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Merancang klasifikasi kualitas kulit samak untuk mendapatkan akurasi klasifikasi kualitas kulit yang optimal.
8
2. Merancang sistem otomatisasi pada proses klasifikasi kualitas kulit untuk mendapatkan waktu proses dan pelaporan data yang optimal. I.4. Batasan Penelitian Batasan masalah yang didefinisikan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dititik beratkan pada teknik pengolahan citra. 2. Citra kulit samak yang dipergunakan adalah citra digital dalam format citra. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer yang merupakan intensitas 3 warna dasar (RGB). 3. Jenis kulit samak yang digunakan adalah kulit samak jenis nappa leather, ukuran 13 x 17 cm berwarna hitam. 4. Tidak mempertimbangkan arah pencahayaan. 5. Jenis defect kulit yang akan dilakukan klasifikasi kualitas yaitu defect goresan berbintik pada kulit (cacat kutu). 6. Software yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi otomasi klasifikasi kualitas kulit samak menggunakan software MATLAB R2015a. 7. Sistem dirancang hanya untuk satu stasiun kerja , dalam hal ini stasiun kerja yang di angkat dalam penelitian ini adalah workstation quality control bahan baku kulit sebelum ke produksi footwear. 8. Variabel yang diamati dalam penelitian ini, yaitu pada perbedaan struktur permukaan bahan kulit sepatu. 9. Penilitian hanya sampai pada tahap usulan, tidak sampai tahap implementasi. I.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan rancangan klasifikasi kualitas kulit samak pada departemen QCIL. 2. Menghasilkan tingkat keakurasian lebih baik dari sistem eksisting dalam melakukan klasifikasi kualitas kulit samak pada stasiun inspeksi. 3. Menghasilkan pelaporan data yang terintegrasi dan real time.
9
4. Mengurangi waktu proses dalam inspeksi bahan kulit sebelum proses produksi footwear dilakukan. I.6. Sistematika Penulisan Penelitian ini diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan dibahas pula hasil-hasil penelitian terdahulu. Studi tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan image processing, model fuzzy logic, dan sistem otomasi.
Bab III
Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan tentang uraian mengenai angkah-langkah penelitian
meliputi
kerangka
berfikir
untuk
menjelaskan
permasalahan yang terjadi dalam penelitian ini serta sistematika pemecahan masalah yang merupakan tahapan penyelesaian masalah yang akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian. Bab IV
Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini berisi tentang data-data yang diperlukan untuk merancang model fuzzy, PLC program, Human Machine Interface, Image Processing, dan Miniplant. Selanjutnya data-data tersebut akan digunakan untuk merancang miniplant untuk dijadikan sebagai media simulasi dari program yang dirancang yaitu merancang konfigurasi dan sistem yang digunakan pada perancangan sistem otomatisasi
10
klasifikasi kualitas kulit samak terintegrasi dengan plc S7–1200 di PT. KARYAMITRA BUDISENTOSA. Bab V
Analisis Sistem Hasil Rancangan Bab ini berisi mengenai analisis dari penelitian yang dilakukan yaitu perancangan sistem otomatisasi klasifikasi kualitas kulit. Pada bab ini juga menjelaskan analisis hasil rancangan Human Machine Interface, Graphical User Interface, PLC Program, Image Processing, dan analisis hasil penelitian.
Bab VI
Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari perancangan sistem klasifikasi kualitas kulit menggunakan model fuzzy terintegrasi dengan PLC S7-1200 di PT. KARYAMITRA BUDISENTOSA serta rekomendasi saran yang berhubungan dengan rancangan sistem yang telah dibuat.
11