Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Bab I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Semenjak berakhirnya Perang Dunia Kedua yang lantas diikuti oleh gencarnya pembangunan ekonomi di banyak negara di Dunia Ketiga yang ketika itu baru saja merebut kemerdekaanya, maka pada tatanan ekonomi global menurut Dinkar Nayak dan Rahul N. Chaudhury (2014: 2) telah berlangsung proses globalisasi yang berjalan sangat cepat yang antara lain ditandai oleh perluasan dan peningkatan arus masuk modal jenis foreign direct investement (FDI) dari sejumlah negara industri maju. Perkembangan perusahaan multinasional (multinational corporations = MNCs) sebagai pelaku utama dan penanaman modal asing untuk jenis investasi asing langsung (FDI = IAL = PMA) sebagai suatu proses, telah berlangsung pada dekade lima puluhan dan enam puluhan (pada abad ke 20) terutama yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari Amerika Serika dan Eropa sebagai pelakunya yang utama yang sangat dominan ketika itu. Selama dekade terakhir (1990-an) mengacu kepada keterangan Andreas Waldkirch (2002: 1), pertumbuhan FDI memperlihatkan kenaikan yang jauh diatas pertumbuhan produksi dan perdagangan dunia. Bila perdagangan dunia hanya tumbuh sebesar 85 persen (angka ini pun tergolong tidak rendah) serta produksi dunia tumbuh pada angka 27 persen, arus FDI meningkat dengan angka sebesar 535 persen. Angka FDI ini terbagi dalam angka yang hampir sama berimbang baik di negara industri maju maupun di negara sedang berkembang. Seperti juga ditegaskan oleh penulis lainnya, merujuk kepada pendapat Pravakar Sahoo (2006: 4), hal penting yang telah terjadi pada dekade 1990-an berkenaan dengan fenomena globalisasi ekonomi dunia ialah mengalirnya modal swasta dalam bentuk foreign direct investment. Beberapa fihak telah memberi penilaian bahwa FDI dinilai memiliki peranan penting karena hal berikut (Sahoo, 2006: 4): sebagai sumber pembiayaan pembangunan, memiliki keunggulan teknologi, handal dalam manajemen perusahaan, menguasai jaringan pasar, dan memberi kontribusi terhadap kenaikan produktivitas. Berkenaan dengan sejumlah keterbatasan yang dialami oleh banyak negara sedang berkembang antara lain dalam hal kekurangan sumber dana investasi, telah diyakini oleh beberapa fihak bahwa FDI merupakan salah satu sumber peningkatan kemajuan ekonomi. Sejumlah literatur yang dipublikasikan sejak tahun 1940-an dan 1950-an yang menyoroti persoalaan perkembangan ekonomi, telah memandang arti penting akumulasi modal dan peranan teknologi dalam rangka memicu tingkat kemajuan. Dalam konteks pembahasan ini, (berdasarkan pendapat Gouranga G. Das, Hiranya K. Dath, dan Halis Murat Yildiz; 2005: 1) 1
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
maka foreign direct investment (FDI) bersama dengan pembentukan modal domestik, dinilai mempunyai arti signifikan dalam rangka terbentuknya investasi nasional. Berkenaan dengan kenyataan bahwa FDI merupakan salah satu komponen pendanaan dari luar negeri yang dinilai paling stabil dibandingkan dengan sumber-sumber pendanaan lainnya (seperti pinjaman resmi pemerintah, pinjaman dari perbankan swasta, dan arus dana investasi portofolio asing), maka bisa dimengerti bila telah terdapat minat dan perhatian sangat tinggi dalam upaya memahami unsur-unsur penentu (determinants) terhadap terjadinya aliran dana FDI (foreign direct investment). FDI disamping sudah pasti membawa atau mengalirkan dana bagi negara tuan rumah, jenis investasi asing ini juga menjadi “mesin” (pemicu) bagi kemajuan teknologi melalui diseminasi dalam pengembangan teknik produksi. Tidaklah aneh bila sejumlah pakar telah meneliti faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi termasuk faktor lingkungan kelembagaan yang (menurut Agnes Benassy-Quere, Maylis Coupet, dan Thiery Mayer; 2005: 4 dan 8-9) diduga/ dinilai ikut mempengaruhi terhadap proses/ pengaliran FDI. Secara bersamaan dan berbarengan dengan tumbuh dan berkembangnnya FDI, maka pengkajian tentang peranan perusahaan multinasional dan determinan yang menentukan FDI-pun telah meningkat pula. Fenomena seperti itu, telah menarik perhatian bagi sejumlah kalangan akademisi dan peneliti untuk mengkaji bagaimana keberadaan serta isu-isu dan permasalahan di sekitar eksistensi MNCs dalam proses internasionalisasi produksi. Sejalan dengan terjadinya percepatan dalam penanaman modal pada skala internasional (dalam keterkaitannya dengan globalisasi ekonomi), maka pada lingkungan keilmuanpun telah berkembang pula pengkajian dalam rangka merumuskan dan memformulasikan berbagai teori guna menjelaskan fenomena tentang FDI dan MNCs. Tentang fenomena perekonomian Indonesia, kiranya dapat dipaparkan beberapa permasalahan dan isu-isi terkini sebagaimana disajikan pada data, gambar dan keterangan yang dipaparkan di bawah ini. Berdasarkan keterangan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal asing (PMA) Triwulan I 2015 adalah sebesar Rp 82,1 triliun. Angka yang tergolong tinggi ini ditunjang karena adanya penyederhanaan perizinan dan kebijaksanaan pelayanan terpadu satu pintu di BKPM, sehingga mengakibatkan minat investor asing ke Indonesia cukup tinggi. Pada Triwulan II 2015, realisasi PMA sebesar Rp 92,2 triliun, dimana tiga besar sektor usaha yang dimasuki PMA adalah sektor/ sub-sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi; pertambangan; serta konstruksi. Sedangkan tiga wilayah/ daerah penyerap terbesar PMA adalah Jabar, DKI Jakarta, dan Kaltim. Dilihat dari tiga teratas yang menanamkan modalnya, para investor tersebut berasal dari negara Malaysia, Singapura, dan Jepang. Pada Triwulan III 2015, realisasi PMA mencapai angka sebesar Rp 92,5 triliun, dimana tiga besar sektor usaha yang digarap proyek-proyek PMA ini meliputi sektor/ sub-sektor 2
Juli 2017
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
telekomunikasi, pertambangan, dan listrik. Dilihat dari kemampuan daya serap wilayah/ daerah dalam menyerap PMA, tiga besar urutan teratas berlokasi di Jabar, DKI Jakarta, dan Kaltim. Kalangan investor tersebut, dilihat dari tiga besar teratas adalah berasal dari Singapura, Malaysia, dan Jepang. Pada Triwulan IV 2015, realisasi PMA sebesar Rp 99,2 triliun. (Gambar 1).
Gambar 1. PMA ke Indonesia Tahun 2015 (Data Triwulanan, dalam Triliun Rupiah)
Penanaman Modal Asing Ke Indonesia Tahun 2015 (Data Triwulan, Dalam Triliun Rupiah) 120 100 80 60
Jumlah PMA
40 20 0 Q1
Q2
Q3
Q4
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Bila diamati dari perspektif makro-ekonomi, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada triwulan I-2015 diukur berdasarkan harga yang berlaku mencapai angka sebesar Rp2.724,7 triliun. Dilihat dari tingkat pertumbuhannya (rate of economic growth), pertumbuhan Triwulan I-2015 dibandingkan Triwulan I-2014 adalah sebesar 4,7 persen (atas dasar hitungan y-on-y). Dilihat dari sisi produksi (production approach/ side), sektor/ sub-sektor yang mencapai pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi (sebesar 10,53 persen), dan dilihat dari sisi pengeluaran (expenditure approach/ side), angka tertinggi dicapai pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 3
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
(sebesar 5,01 persen). Secara spasial, dua urutan teratas sebagai kontributor terbesar dalam pembentukan PDB ialah kelompok provinsi di Pulau Jawa (58,3 persen) dan Pulau Sumatera (22,56 persen). PDB pada triwulan II-2015 atas dasar harga yang berlaku adalah sebesar Rp2.866,9 triliun. Pada Triwulan I-2015, tingkat pertumbuhan sebesar 4,67 persen (y-on-y), dimana dilihat dari sisi produksi sektor yang memberikan kontribusi tertinggi adalah Jasa Pendidikan (12,16 persen), dan dilihat dari sisi pengeluaran angka tertinggi adalah pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (4,97 persen). Seperti juga pada Triwulan I, pada Triwulan II-2015 ini, secara spasial kontributor terbesar adalah provinsi-provinsi di Pulai Jawa (58,35 persen) dan Pulau Sumatera (22,31persen). Pencapaian PDB pada Triwulan III-2015 atas dasar harga yang berlaku adalah sebesar Rp2.982,6 triliun. Atas dasar hitungan y-on-y (membandingkan Triwulan III-2015 dengan Triwulan III-2014), pertumbuhan Tw III-2015 sebesar 4,73 persen; dimana kontributor terbesar dilihat dari sisi produksi adalah Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi (10,83 persen), dan dilihat dari sis pengeluaran Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah memperlihatkan angka tertinggi yaitu sebesar 6,56 persen. Seperti pada dua triwulan sebelumnya, pada Triwulan III-2015 pun, secara spasial peranan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera memberikan kontribusi terbesar dalam menciptakan PDB dengan proporsi angka yang tidak jauh berbeda. PDB atas dasar harga yang berlaku yang dicapai pada Triwulan IV-2015 sebesar Rp2.966 triliun. Berdasarkan hitungan y-on-y, pertumbuhan pada triwulan IV ini sebesar 5,04 persen, dimana dilihat dari sisi produksi Lapangan Usaha Jasa keuangan dan Asuransi memperlihatkan pertumbuhan tertinggi sebesar angka 12,52 persen dan dilihat dari sisi pengeluaran ternyata sektor Komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT menunjukkan pertumbuhan tertinggi sebesar 8,32 persen. Kontributpr terbesar dalam pembentukan PDB, secara spasial tetap dihasilkan oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa (58,29 persen) dan Pulau Sumatera (22,21 persen). (Gambar 2).
4
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Gambar 2. PDB Indonesia Tahun 2015 Atas Dasar Harga Berlaku (Data Triwulanan, dalam Triliun Rupiah)
PDB Triwulan Indonesia Tahun 2015 Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam Triliun) 3100 3000 2900 2800
Besar PDB
2700 2600 2500 Q1
Q2
Q3
Q4
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tingkat inflasi di Indonesia pada Januari 2015 diukur dari tahun ke tahun (dengan membandinghkan perkembangan harga Januari 2015 dengan Januari 2014) sebesar 6,96 persen. Beberpa komoditas yang harganya memperlihatkan kenaikan antara lain: bahan bakar rumah tangga, daging ayam, bawang merah, dan tariff listrik. Inflasi tahun ke tahun [membandingkan bulan yang sama pada tahun yang berbeda, dikenal y-o-y (year of year)] pada Februari 2015 sebesar 6,29 persen. Kenaikan harga ini terjadi pada sejumlah komoditas seperti: tarif sewa rumah, beras, sepeda motor, dan tarif rumah sakit. Pada Maret 2015, inflasi tahun ke tahun sebesar 6,38 persen; dimana sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan harganya antara lain: bensin, bahan bakar rumah tangga, bawang merah, dan mobil. Pada April 2015, tingkat inflasi tahun ke tahun (dengan membandingkan perkembangan harga dari April 2015 terhadap April 2014) sebesar 6,79 persen. Kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas antara lain: solar, bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tariff angkutan dalam kota. Inflasi (tahun ke tahun) pada Mei 2015 sebesar 7,15 persen. Tarif listrik, cabai merah, bawang putih dan bawang merah; antara lain merupakan beberapa komoditas yang harganya meningkat. Inflasi (tahun ke tahun) pada Juni 2015 sebesar 7,26 persen, dimana 5
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas antara lain: tarif listrik, bensin, telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai merah. Berdasarkan penghitungan dari tahun ke tahun, inflasi pada Juli 2015 sebesar 7,26 persen; dimana kenaikan harga terjadi pada sejumlah komoditas antara laan: angkutan dalam kota, tarif angkutan antar kota, tarif angkutan udara, dan uang sekolah SD. Perkembangan harga sebagaimana tercermin pada tingka inflasi, pada Agustus 2015 berdasarkan hitungan tahun ke tahun menunjukkan angka sebesar 7,18 persen; yang mana kenaikan harga terjadi antara lain pada komoditas berikut: uang sekolah SD, SMP, SMA; uang kuliah PT/ akademi, tarif kontrak dan sewa rumah, serta tarif jalan tol. Pada September 2015, inflasi tahun ke tahun sebesar 6,83 persen; yang mana kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas berikut, antara lain: uang kuliah PT, tarif kontrak rumah, emas perhiasan, dan beras. Tingkat inflasi berdasarkan hitungan tahun ke tahun pada Oktober 2015 sebesar 6,25 persen, yang mana kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas, antara lain: bawang putih, bawang merah, tomat sayur, tomat buah, dan upah tukang bukan mandor. Pada bulan November 2015, inflasi tahun ke tahun sebesar 4,89; dimana tingkat inflasi bulan ini lebih rendah daripada bulan (Oktober) sebelumnya. Walau terjadi kenaikan harga pada beberapa komoditas tertentu, namun telah terjadi juga penurunan harga pada beberapa komoditas, antara lain: minyak goreng, ikan segar, emas perhiasan, dan bensin. Tingkat inflasi tahun ke tahun pada Desember 2015 sebesar 3,35 persen, angka terendah pada tahun ini. Kendati pada beberapa komoditas lainnya terjadi kenaikan harga, namun pada bulan ini (seperti juga pada November) telah terjadi penurunan harga yaitu harga bensin dan perhiasan emas. (Gambar 3).
6
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Gambar 3. Perkembangan Inflasi di Indonesia Tahun 2015 (Inflasi Bulanan, dalam Persen)
Tingkat Inflasi Bulanan Tahun 2015 8 7 6 5 4 3 2
Tingkat Inflasi
1 0
Sumber: Badan Pusat Statistik dan www.bi.co.id
Pada Januari 2015, nilai ekspor Indonesia mencapai angka US$ 13,30 miliar, dimana terjadi penurunan dibandingkan ekspor Desember 2014 sebesar 9,03 persen. Sedangkan nilai impornya sebesar US$ 12,59, dimana terjadi penurunan sebesar 12,77 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada Februari, nilai ekspor sebesar US$ 12,29 miliar, dimana terjadi penurunan sebesar 9,99 persen dibanding bulan Januari. Sedangkan nilai impornya sebesar US$ 11,55 miliar, dimana terjadi penurunan sebesar 8,42 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Total ekspor pada Maret, nilainya mencapai US$ 13,71 miliar, dimana terjadi kenaikan sebesar 12,63 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Disisi lain, impor sebesar angka US$ 12,58 miliar, dimana terjadi kenaikan sebesar 9,29 persen dibanding bulan sebelumnya. Memasuki April 2015, ekspor Indonesia mencapai nilai sebesar US$ 13,08, yang mana telah mengalami penurunan sebesar 4,04 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Impornya sebesar US$ 12,69 miliar, dimana telah mengalami kenaikan sebesar 0,16 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada Mei, nilai ekspor sebesar US$ 12,56, dimana telah terjadi penurunan sebesar 4,11 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun, nilai impornya sebesar US$ 11,61 miliar, yang mana telah menurun dibanding bulan sebelumnya sebesar 7
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
8,05 persen. Ekspor bulan Juni, nilainya sebesar angka US$ 13,44 miliar, yakni mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya sebesar 5,91 persen. Nilai impornya mencapai angka US$ 12,96 miliar, dimana telah terjadi kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 11,63 persen. Pada Juli 2015, ekspor sebesar US$ 11,41 miliar, dimana terjadi penurunan dibanding bulan Juni sebesar 15,53 persen. Nilai impornya mencapai US$ 10,076 miliar, yakni terjadi penurunan sebesar 22,36 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada bulan Agustus, ekspor sebesar US$ 12,70 miliar, dimana terjadi peningkatan sebesar 10,79 persen disbanding Juli. Adapun impornya mencapai US$ 12,27 miliar, yakni naik 21,69 persen dibanding bulan sebelumnya. Di bulan September, ekspor sebesar US$ 12,5 miliar, yakni terjadi penurunan sebesar 1,55 persen dibanding bulan Agustus. Di sisi lain, impor sebesar US$ 11,51 miliar, yakni turun sebesar 7.16 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada bulan Oktober 2015, nilai ekspor sebesar US$ 12,08 miliar, dimana terjadi penurunan sebesar 4,00 persen dibandingkan bulan September. Impor pada bulan Oktober mencapai US$ 11,07 miliar, yakni turun 4,27 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor November, mencapai nilai US$ 11,16 persen, yaitu turun 7,91 persen dibanding bulan sebelumnya. Pada November, impor sebesar US$ 11,51 miliar, yaitu turun 3,61 persen dibandingkan bulan Oktober. Di bulan Desember 2015, ekspor mencapai nilai US$ 11,89 miliar, yakni terjadi peningkatan sebesar 6,98 persen dibandingkan November. Adapun impor Desember 2015, nilainya mencapai US$ 12,12 miliar yaitu meningkat 5,23 persen dibandingkan dengan November 2015. (Gambar 4).
8
Juli 2017
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Gambar 4. Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2015 (Data Bulanan, dalam Miliar Dolar Amerika Serikat)
Billions
Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2015 (Data Bulanan, Dalam US$) 16 14 12 10 8 Ekspor 6
Impor
4 2 0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ditunjang oleh kondisi ekonomi AS yang membaik disertai dengan kebijakan Quantitative Easing ECB, maka hal ini telah menimbulkan apresiasi dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia dan keadaan ini telah menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Nilai rupiah pada triwulan I 2015 telah terdepresiasi rata-rata sebesar 4,4% (atas dasar hitungan qtq = quarter to quarter) ke tingkatan Rp 12.807 per satu dolar AS. Tetapi, sejalan dengan persepsi yang membaik atas risiko perekonomian domestik, maka pada April 2015 rupiah kembali menguat. Dibandingkan dengan Maret 2015 (pada tingkat perbandingan Rp 13.066 per USD), penguatan rupiah sebesar 0,95% (atas dasar mtm = month to month) ke tingkatan Rp 12.944 (pada April). 9
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Pelemahan nilai rupiah pada triwulan II 2015 dipengaruhi oleh faktor internal dan (terutama) faktor eksternal. Faktor internal berupa meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan dividen serta lingungan eksternal berupa antisipasi investor atas rencana kenaikan suku bunga AS, penerapan QE ECB, dan dan dinamika negosiasi fiskal Yunani. Kesemuanya telah menimbulkan depresiasi rupiah sebesar rata-rata 2,47% (qtq) ke tingkatan Rp 13.131 per USD. Kondisi melemahnya nilai rupiah ini terus berlanjut sampai Juli 2015 dengan intensitas yang menurun, dimana tingkat rata-rata depresiasi-nya sebesar 0,53% ke tingkatan Rp 13.382 per USD (dibandingkan Rp 13.311, per USD bulan sebelumnya). Melemahnya nilai rupiah yang tercermin dari terjadinya depresiasi, berlanjut terus (sejak awal triwulan I 2015 sampai akhir triwulan II 2015) hingga akhir September triwulan III 2015. Atas dasar hitungan qtq, rata-rata pelemahan rupiah sebesar 5,35%, dimana rupiah mencapai angka (rata-rata) Rp 13.873 per USD. Puncak melemahnya rupiah, terjadi pada minggu ketiga/ keempat September pada perbandingan angka Rp 14.700 per USD. Bila ditelusuri, pelemahan rupiah ini dipengaruhi faktor domestik karena tingginya permintaan dolar untuk pembayaran utang luar negeri dan dari faktor eksternal dikarenakan kekhawatiran kebijakan the Fed dan devaluasi Yuan (Tiongkok). Namun berkat langkah sigap pemerintah dalam menyusun rangkaian paket kebijaksanaan ekonomi guna menstabilkan rupiah yang telah menumbuhkan optimisme, maka mulai Oktober 2015 rupiah mulai menguat. Secara hitungan mtm, apresiasi rupiah rata-rata sebesar 4,47%, mencapai tingkatan Rp 13.783 per USD. Tren menguatnya rupiah ini berjalan sampai akhir tahun pada triwulan IV 2015. Persepsi yang membaik terhadap ekonomi domestik karena perbaikan iklim investasi, tindakan penurunan BI rate, dan makin efektifnya pengembangan proyek infrastruktur; telah ikut mendongkrak pemasukan modal asing (terutama ke pasar surat berharga negara). Lingkungan keuangan globalpun, juga telah memperlihatkan kondisi/ risiko yang mereda. Menguatnya nilai rupiah mencapai sebesar 6,27% (secara ptp = point to point), dimana perimbangan rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 13.785. (Gambar 5).
10
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Gambar 5. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dari Januari Sampai Desember 2015
Sumber: Bank Indonesia dan BPS Dalam upaya mengenali, mengidentifikasikan, memahami, menganalisis, dan menafsirkan fenomena yang dipaparkan di bagian terdahulu; elemen teori yang dijadikan dasar pijakan dan alat analisis tersebut berpatokan kepada penelaahan teori ekonomi makro. Didalam rangka menjelaskan mengapa perusahaan multinasional memilih saluran FDI dalam menanamkan modalnya ke luar negeri, setidak-tidaknya (menurut Candance A. Martinez dan Gayle Allard, 2008: 86-87-88; Tokunbo S. Osinubi dan Lloyd A. Amaghionyeodiwe, 2009: 86-87; serta John C. Anyanwu, 2012: 440) ada sejumlah variabel makro ekonomi di negara tuan rumah (penerima modal) tersebut yang harus diperhatikan. Variabel makro ekonomi yang merupakan determinan tersebut ialah: a. Pertumbuhan GDP. Indikator ini merupakan perubahan (dalam persentase) tahunan dari tingkat output, yang mencerminkan kekuatan ekonomi lokal dan sekaligus memperlihatkan kenaikan dalam besaran pasar domestik. Meningkatnya pertumbuhan GDP (atau PDB), secara umum dapat diasosiasikan/ diartikan sebagai indikator yang dapat memperbesar pemasukan modal jenis FDI dari luar negeri (Martinez dan Allard, 2008: 86-88). 11
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
b. Tingkat Inflasi. Inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas makro ekonomi, mempunyai potensi berpengaruh langsung bagi investor. Tingginya tingkat inflasi merupakan cermin ketidakstabilan kondisi ekonomi internalnya dan ketidakmampuan negara terebut dalam mengelola dan menjaga sektor moneternya (Martinez dan Allard, 2008: 86-88). c. Keterbukaan perdagangan. Terbukanya ekonomi negara tuan rumah dengan fihak luar negeri memungkinkan negara tersebut menjadi bagian terintegrasi dengan tatanan perkonomian dunia secara global. Kondisi seperti ini, berpengaruh bagi negara tersebut sehingga dapat menjadi lebih menarik bagi fihak investor dari luar negeri (Martinez dan Allard, 2008: 86-87). d. Nilai tukar mata uang. Pergerakan nilai tukar dan adanya unsur ketidakpastian dari nilai tikar mata uang, telah menjadi perhatian penting dari fihak investor dan dianggap sebagai faktor yang yang harus dipandang sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan investasi di luar negeri. Sejumlah pustaka ilmiah yang menelaah pergerakan nilai tukar dan kerterkaitannya dengan FDI, (menurut Osinubi dan Amaghionyodiwe, 2009: 86-87) terkonsentrasi dalam dua isu utama: tingkat nilai tukar mata uang dan volatilitas nilai tukar tersebut. Froot dan Stein, 1991 (dalam Osinubi dan Amaghionyodiwe, 2009: 8687) menjelaskan bahwa tingkat nilai tukar dapat berpengaruh terhadap arus FDI. Tatkala terjadi depresiasi mata uang di negara tuan rumah (host country/ penerima modal) dibandingkan dengan nilai tukar mata uang di negara pemasok dana (home country), hal ini cenderung akan menaikkan kekayaan fihak luar negeri, dan dengan demikian akan menaikkan ketertarikan negara tuan rumah bagi arus dana FDI. Jadi, depresiasi mata uang di negara tuan rumah akan meningkatkan FDI ke negara tersebut. Dan sebaliknya, tatkala terjadi apresiasi mata uang negara tuan rumah, hal ini cenderung menurunkan arus FDI. Agar bisa didapatkan pemahaman yang rinci, akurat, dan terukur; maka didalam rangka melakukan penelitian ini kami (penulis) menggunakan rujukan atau acuan berupa 3 atau 4 artikel ilmiah dari jurnal intenasional sehingga daripadanya dapat dijadikan pedoman atau arahan dalam penelitian yang kami lakukan. Artikel dari jurnal dan paper tersebut adalah sebagai berikut: 1. Yang pertama adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Candance A. Martinez dan Gayle Allard (2008) berjudul “Foreign Direct Investment and Social Policy: The Links in Developing Countries” yang dipublikasikan pada The Journal of Business in Developing Countries, Vol. 11, No. 09: 77-112. Dalam artikelnya tersebut, mereka meneliti sejumlah faktor/ unsur/ dimensi berupa faktor ekonomi dan faktor sosial (kebijakan sosial) sebagai variabel independen. Faktor ekonomi meliputi tingkat pertumbuhan GDP/ PDB, jumlah penduduk, tingkat inflasi, harga minyak dunia, dan pola keterbukaan perdagangan. Sedangkan faktor sosial (kebijakan sosial) meliputi faktor/ dimensi yaitu kesetaraan 12
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
gender, kesamaan dalam penggunaan sumber daya oleh kalangan publik, pengembangan sumber daya manusia, perlindungan sosial, dan kelembagaan guna menunjang pembangunan lingkungan berkelanjutan. Sedangkan variabel dependen adalah arus masuk PMA/ FDI (foreign direct investment). Penelitian tentang negara sedang berkembang dengan mengambil sampel sebanyak 59 negara untuk rentang waktu tahun 2000-2005 ini yang mendasarkan kepada penggunaan data sekunder publikasi the World Bank Group berupa laporan World Development Indicator dan dari the Energy Information Agency, bertujuan meneliti hubungan dan keterkaitan antara faktor ekonomi dan sosial yang diduga berpengaruh terhadap aliran masuk FDI ke sejumlah negara tersebut. Dengan menggunakan metode statistika ordinary least squire (OLS), didapatkan kesimpulan yang mengungkapkan bahwa kebijakan sosial-ekonomi yang kondusif, dapat memberikan efek/ dampak yang positif terhadap terjadinya aliran masuk modal jenis FDI/ PMA. 2. Artikel yang kedua ditulis oleh John C. Anyanwu (2012) berjudul “Why Does Foreign Direct Investment Go Where It Goes?: New Evidence from African Countries” yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Annals of Economics and Finance, Vol. 13, N0. 2: 425462. Tulisan ini diharapkan mampu mengenali sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap masuknya aliran modal FDI, agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bari para perumus kebijakan di Afrika dalam merumuskan dan memutuskan kebijaksanaan ekonominya yang jelas sehingga dapat merangsang masuknya modal asing (FDI). Mengacu kepada kerangka teori ekonomi makro dan manajemen bisnis yang dijadikan dasar pijakannya serta bertolak dari pemahaman tentang kondisi sosio-ekonomi negaranegara Afrika, Anyanwu bermasuk meneliti sejumlah faktor berikut seperti jumlah penduduk, GDP per kapita, keterbukaan perdagangan, pengembangan sektor finansial, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, human capital, pinjaman luar negeri, pertumbuhan GDP/ PDB, harga minyak dunia, tingkat korupsi, dan rule of law. Dengan melacak perkembangan data tahun 1996 sampai 2008 dan dengan menggunakan metode regresi berganda, ada sejumlah temuan penting dari riset tersebut: a. terdapat hubungan positif antara besaran pasar (market size) dengan arus masuk FDI, b. pola perdagangan yang terbuka, juga berdampak positif terahadap arus masuk FDI, c. terjadinya aglomerasi ekonomi ternyata berpengaruh sangat positif terhadap terjadinya arus masuk FDI, d. sumber daya alam yang mampu dieksploitasi di negara tersebut menjadi daya tarik sangat kuat bagi masuknya FDI, e. penataan rule of law yang lebih baik, mampu menaikkan arus masik FDI, f. pengembangan sektor finansial secara lebih maju, ternyata berdampak negatif terhadap arus masuk FDI, g. ketika pinjaman luar negeri “hengkang” dari negara terebut, ternyata hal ini berpengaruh juga terhadap “hengkangnya” FDI dari negara tersebut. Kawasan Afrika Sub-region Timur dan Selatan menunjukan hubungan positif yang lebih tinggi dalam memperoleh arus masuk FDI daripada ke sub-region lainnya. 13
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
3. Artikel ketiga ditulis oleh Tokunbo S. Osinubi dan Lloyd A. Amaghionyeodiwe (2009) berjudul “Foreign Direct Investment and Exchange rate Volatility in Nigeria” yang dipublikasikanan pada International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies, Vol. 6, No. 2: 83-118. Pada artikel tersebut diteliti pengaruh volatilitas nilai tukar mata uang, tingkat bunga, dan tingkat PDB riil terhadap arus masuk FDI pada kasus negara Nigeria untuk rentang waktu 1970-2004. Metode penelian dan penghitungan yang dipakai Osinubi dan Amaghionyeodie didasarakan kepada metode yang pernah dilakukan Gorg dan Wakelin (2001) dengan menggunakan peralatan analisa statistik berganda dengan teknik OLS (ordinary least squire). Hasil studi ini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara arus masuk FDI dengan nilai tukar mata uang.
I.2. Perumusan dan Identifikasi Masalah Arus masuk modal/ dana dari luar negeri secara agregatif/ keseluruhan lazimnya dikelompokan meliputi jenis: 1). pinjaman luar negeri (foreign loan), dan 2). investasi asing (foreign investment). Pinjaman luar negeri biasanya dirinci kedalam jenis: a). Soft loan/ concessional loan/ (pinjaman lunak/ pinjaman konsesional/ pinjaman resmi), dan b). Private loan/ commercial loan (pinjaman swasta/ pinjaman komersial). Sedangkan investasi asing meliputi a). foreign portfolio investment ( investasi asing portfolio), dan b). foreign direct investment (FDI) (investasi asing langsung = IAL atau penanaman modal asing = PMA). FDI atau PMA sebagai fenomena ekonomi dan bisnis, telah lama menjadi objek penting penelitian dari disiplin akademis ilmu ekonomi/ ekonomi umum (economics atau general economics) dan dari disiplin ilmu manajemen bisnis (business management). Dari sudut pandang ilmu manajemen bisnis, persoalan FDI terutama menjadi area penting penelitian dan pengkajian dalam sub-disiplin bisnis internasional (international business). Adapun dalam rumpun ilmu ekonomi, persoalan FDI terutama menjadi bahan pembahasan subdisiplin ilmu ekonomi internasional (international economics) dan ilmu ekonomi pembangunan (development economics). Sebagai suatu fakta bahwa FDI telah menjadi sumber penting dana/ modal asing bagi pembangunan ekonomi, peneliti merasa perlu untuk mengkaji lebih mendalam tentang sejumlah faktor/ unsur/ aspek makro ekonomi yang diduga sebagai penentu (determinant) terhadap aliran masuk modal asing jenis FDI (foreign direct investment), dalam kerangka pembahasan sub-disiplin ilmu terutama ilmu ekonomi umum (general economics). Peneliti tidak bermaksud meneliti apa/ dan bagaimana pengaruh (impact) FDI terhadap (misalnya) pertumbuhan ekonomi. Tulisan/ riset ini lebih menyoroti dari disiplin ekonomi umum, bermaksud untuk melakukan identifikasi dan meneliti pengaruh determinan makro-ekonomi berupa tingkat pertumbuhan GDP/ PDB, 14
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
tingkat inflasi, keterbukaan perdagangan, dan nilai tukar mata uang sebagai variabel independen terhadap arus masuk PMA sebagai variabel dependen.
I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Berusaha untuk mencari tahu atau meneliti tentang berbagai faktor ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap kelancaran atau terjadinya aliran masuk modal asing berupa penanaman modal asing (foreign direct investment), berkenaan dengan kenyataan bahwa sumber dana FDI untuk banyak negara sedang berkembang telah menjadi faktor/ unsur penting pendanaan yang berasal dari luar negeri. Indonesia sebagai bagian dari Negara Dunia Ketiga (Third World Countries) yang perekonomiannya bersifat terbuka, sudah cukup lama menerima kehadiran modal asing, sebagai sumber pelengkap dalam pendanaan/ pembiayaan pembangunan nasional (secara makro). Dalam konteks sekarang dimana tatanan ekonomi dunia sudah bersifat sangat terbuka karena pengaruh globalisasi, dimana persaingan untuk mendapatkan modal asing terbilang semakin sulit/ kompetitif, [karena juga negara negara sedang berkembang lainnyapun (yang ada di Asia, Afrika, dan Amierika Latin) masih sangat membutuhkannya], maka salah satu maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang berbagai faktor/ unsur/ aspek ekonomi (terutama aspek makro ekonomi) sebagai determinan yang diduga mempunyai pengaruh kuat terhadap terjadinya aliran masuk modal dari luar negeri untuk jenis FDI (investasi asing langsung/ IAL atau penanaman modal asing/ PMA).
I.4. Kegunaan Penelitian I.4.1. Aspek Akademis/ Teoritis/ Keilmuan Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, dari sudut pandang keilmuan/ teoritis/ akademis diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana pengaruh makro-ekonomi terhadap arus masuk FDI. Hasil temuan ini, diharapkan dapat menambah khazanah ilmu dan pengetahuan dalam sub-disiplin ilmu ekonomi umum (general economics). I.4.3. Aspek Praktik/ Terapan Berkenaan dangan fakta bahwa perekonomian Indonesia memperlihatkan pola ekonomi terbuka, maka bagi para perumus dan penenetu kebijaksanan yang bersinggungan dengan persoalan PMA yang masuk ke Indonesia, dari hasil temuan riset ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan kebijakasanaan di bidang penanaman modal asing. Sejumlah fihak yang ikut dilibatkan dalam perumusan/ penentuan/ pelaksanaan dibidang PMA, adalah berbagai badan, lembaga, dan kementerian berikut: 15
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
BKPM, Kementerian PPN/ BAPPENAS, Kementerian Luar Negeri, Sekretariat Negara, dan kementerian teknis (yang terkait).
16
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
BAB II TINJAUAN LITERATUR, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
II.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap PMA/ FDI: Pendekatan, Konsep, dan Teori Dengan meningkatnya proses globalisasi, FDI telah menjadi unsur penting dalam strategi bersaing yang dilakukan oleh MNEs (multinational enterprises) guna melakukan aktivitas penanaman modalnya di banyak negara di dunia. Bagi fihak negara tuan rumah, FDI telah menjadi unsur/ faktor yang ikut meningkatkan proses akselerasi pembangunan ekonominya. Seiring dengan hal itu [mengacu ke pendapat John Dunning, 2000 (dikutip Sumei Tang, 2007: 13)], upaya pengembangan kerangka teoritis dan penelitian empiris tentang FDI selama kurang lebih 60 tahun terakhir pasca Perang Dunia ke II, telah banyak dilakukan oleh para akhli ekonomi dan manajemen bisnis. Seperti juga pada pengkajian teori ekonomi pada umumnya, pemikiran teoritis tentang FDI memperlihatkan beberapa bentuk aliran pemikiran yang beragam. Diantara pengkajian teori FDI, banyak yang berpijak dan mendasarkan kepada kaidah dan prinsip teori ekonomi mikro serta menelaah unsur penentu terhadap terjadinya FDI dalam melakukan investasinya di luar negeri. Kerangka teoritis yang pertama tentang FDI (Tang, 2007: 14) telah diformulasikan pada tahun 1960 dan semenjak itu teori FDI telah memperlihatkan beberapa tahap perkembangan. Diawali dari periode tahun 1960 sampai pertengahan 1970-an, dua jenis teori telah dikembangkan yakni the theory of industrial organization (atau dikenal juga the classical industrial organization theory of FDI) dan yang kedua bernama the product cycle theory. Terpisah dari dua aliran utama seperti dipaparkan diatas, sejumlah akhli ekonomi makro dan ekonomi keuangan juga telah meformulasikan the currency premium theory (atau the cost of capital theory) dan the risk diversification theory. Tahap yang kedua terjadi pada pertengahan tahun 1980-an dimana studi teoritis tentang FDI lebih diarahkan pada upaya memahami unsur-unsur penentu FDI berupa pengaruh dari perubahan lingkungan ekonomi, politik, hukum, dan sosial/ budaya. Pada tahap ini muncul dan berkembang teori-teori: internationalization theory (the transaction cost theory), the dynamic comparative advantage theory, the eclectic theory, the development stage theory, dan the appropriability theory. Memasuki tahun 1990-an dimana FDI telah memainkan peranan yang meningkat dan sangat penting dalam produksi global, nampaknya hal ini memerlukan pemaparan dan deskripsi kerangka toritis yang baru, yang mungkin masuk dalam tahap ketiga pengembangan teori FDI. 17
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
The industrial organization theory atau imperfect competiton theory bermaksud mencari jawaban mengapa perusahaan bercorak MNE melakukan penetrasi ke pasar luar negeri dan melakukan aktivitas penanaman modalnya (bercorak FDI) di luar negeri. Melalui disertasi doktor yang diltulisnya tahun 1960, Stephen Hymer (Tang, 2007: 15) telah mengembangkan teori organisasi industri yang dikaitkannya dengan fenomena perdagangan internasional dan pergerakan modal internasional. Didasarkan pada asumsi tentang pasar bersifat persaingan sempurna, Hymer bermaksud mencari jawaban tentang mengapa perusahaan melakukan aktivitas FDI-nya di luar batas wilayah kedaulatan nasionalnya. Hymer memandang bahwa strategi agresif yang dilakukan MNE lebih ditujukan dalam upaya mengembangan kekuasaaan monopolinya daripada usaha meminimumkan biaya transaksinya. Dasar berfikir Hymer adalah dalam rangka memaksimumkan profit perusahaan secara global dan sekaligus dalam upaya meningkatkan penguasaan pasar lewat jaringan FDI-nya, perusahaan harus memiliki jenis keunggulan monopolistik atau keunggulan kepemilikan diatas penguasaan yang dimiliki perusahaan lokal yang berlokasi di negara tuan rumah (host countries). Keunggulan kepemilikan dan keunggulan kompetitif ini meliputi keunggulan dibidang manajerial, teknologi tinggi, penganekaragaman investasi, keungulan aglomerasi, diferensiansi produk, kemampuan akses terhadap buruh murah dan bahan baku berbiaya rendah, penguasaan pasar berstuktur oligopolistik, dan keunggulan skala ekonomi. Teori organisasi industri (yang dikaitkan dengan kajian FDI) ini telah menjadi terkenal lewat tulisan Charles Kindleberger [1967 dan 1969 (dalam Tang, 2007: 15)] dan semenjak itu telah menunjukkan adanya pengembangan dan perluasan kerangka teorinya sebagaimana telah diperkembangkan lebih lajut oleh Caves (1971, 1974), Johnson (1970), Horst (1971), McManus (1972) dan Hufbauer (1975). Kindleberger (1970) setuju dengan argumentasi Hymer bahwa perusahaan yang melalukan investasinya di luar negeri antara lain karena faktor atau unsur penguasaaan keunggulan monopolistik yang meliputi diferensiasi produk dan keahlian pemasaran di pasar barang; serta akses permodalan dan keahlian manajerial di pasar faktor produksi. Caves (1971, 1974) berpendapat bahwa FDI sebagaimana dapat diamati dari karakteristik industrinya baik di negara asalnya (home country) maupun di negara tuan rumah penerima modal/ FDI tersebut (host country), mencoba memperbedakan adanya dua tipe FDI yakni yang bercorak investasi horizontal dan investasi vertikal. Dalam rangka menjelaskan aktivitas MNE lewat hubungan perdagangan dan penanaman modal yang dilakukannya, Raymond Vernon [1966 (Tang, 2007: 17)] telah menggunakan kerangka teori neo-klasik yang berlandaskan konsep mikro ekonomi dalam menelusuri siklus produk. Semenjak itu, the product cycle of FDI theory telah diperkembangkan lebih lanjut dan bahkan telah dikombinasikan dengan teori Angsa Terbang-nya dari Akamatsu. Teori internasionalisasi yang dipandang sebagai teori umum tentang FDI, untuk pertama kalinya telah dikembangkan oleh sejumlah ekonom pada tahun 1970-an yang terdiri dari 18
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Buckley dan Casson (1976) serta Dunning (1977) dari Inggris, McManus (1972) dari Canada, dan Swedenborg (1979) dari Swedia [Tang, 2007: 19]. Teori internasionalisasi yang memandang bahwa MNE sebagai organisasi bisnis yang memanfaatkan pasar internal dalam rangka memproduksi dan kemudian mendistribusikan produknya secara efisien, dalam situasi dimana pasar berjalan secara teratur (bercorak pasar persaingan sempurna/ perfect competition) ternyata telah gagal beroperasi (Rugman, 1982). Teori internasionalisasi secara esensial menjelaskan tentang operasi perusahaan multinasional dalam aktivitas FDI-nya di luar negeri yakni adalah sebagai reaksi atau dalam rangka menanggapi corak/ bentuk pasar bersifat persaingan tidak sempurna (imperfect competition) (baik pada jenis pasar barang maupun pasar faktor prduksi). Operasi semacam ini diharapkan bisa meningkatkan efiesiensi yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba perusahaan. Beberapa teori yang menjelaskan investasi internasional dalam pola pikir dan cara yang sama, dapat dijumpai pada sejumlah karya ilmiah dari Simpson (1962), Frankel (1966), Pearce dan Rowan (1966) serta Rchard Caves (1971) [dalam Dinkar Nayak dan Rahul N. Choudhury, 2014: 3-4]. Bagaimanapun juga, (bertolak dari pendapat Kindleberger, 1969), fakta bahwa pada jenis dimana kondisi pasar bersifat persaingan sempurna, FDI tidak akan memperoleh eksistensinya. Kenyataan yang terjadi pada praktik nyata di lapangan ialah bahwa terdapat adanya sejumlah hambatan yang tidak dimungkinkan berjalannya FDI secara mulus. Hymer, lewat disertasinya (1960) yang kemudian diterbitkan menjadi buku (1976), telah mengembangkan teori FDI-nya berdasarkan kepada kondisi pasar internasional bersifat persaingan tidak sempurna. Beberapa fenomena dan perkembangan yang terjadi pada abad ke 20 (Nayak dan Choudhury, 2014: 4), telah sangat mempengaruhi munculnya beberapa teori yang bermaksud menerangkan persoalan di bidang FDI (dan MNCs/ multinational corporations). Perkembangan tersebut sebagai berikut. Penting untuk dicatat bahwa selama rentang waktu antara dua masa perang dunia, Amerika Serikat telah bangkit sebagai kekuatan ekonomi dan keuangan yang utama di dunia dan dalam kondisi seperti itu justru Inggris telah kehilangan pamornya sebagai negara kreditor utama. Pasca Perang Dunia Kedua, pertumbuhan FDI yang sangat pesat dan signifikan, telah dipicu oleh sejumlah faktor berikut, yang pertama karena kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi yang telah ikut memperpendek jarak antar wilayah, dan yang kedua ialah keperluan sejumlah negara di Eropa dan Jepang yang memerlukan bantuan permodalan Amerika untuk membiayai program rekostruksi pasca perang. Namun, memasuki tahun 1960-an, sejumlah negara tuan rumah (penerima modal) telah memperlihatkan kemajuan ekonominya dan terjadi perlambatan pemasukan modal FDI ke negara-negara itu dari Amerika Serikat, dan bahkan pada saat yang sama beberapa negara telah menanamkan FDI-nya di Amerika Serikat. Dua hal sangat penting telah terjadi pada tahun 1980-an, yaitu pertama Amerika Serikat telah menjadi penerima FDI neto, dan yang kedua justru Jepang telah bangkit sebagai kekuatan baru yang mampu menanamkan modal 19
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
FDI-nya di Amerika Serikat dan di Eropa. Pada dasawarsa 1990-an, telah terjadi penurunan pada arus FDI Jepang, dan pada masa itu pola merger and acquisition (M&A) telah menjadi alternatif pilihan disamping pola FDI. Fenomena menarik lainnya yang terjadi tahun 2000-an yaitu justru pada masa ini telah terjadi kenaikan arus FDI dari negara sedang berkembang dimana dana yang mengalir tidak hanya ditujukan ke sejulah negara sedang berkembang lainnya, tetapi juga dialirkan ke sejumlah negara maju. Dalam konteks seperti ini, lagi-lagi ada tantangan baru tentang dalam khazanah keilmuan dan perkembangan teori FDI seiring dengan perkembangan zaman yang berubah. Seorang perintis yang telah melakukan pengkajian tentang FDI dengan menggunakan pendekatan sistemik adalah Stephen Hymer. Mula-mula melalui disertasi doktor (yang berjudul The International Operation of National Firms: A Study of Direct Foreign Investment) yang dihasilkannya tahun 1960 yang lantas karya ilmiah tersebut diterbitkannya dalam bentuk buku tahun 1976, Hymer mengembangkan teori FDI-nya berbasis pada pendekatan organisasi industri. Teori ini merupakan karya ilmiah pertama yang menerangkan internasionalisasi produksi pada struktur pasar bercorak persaingan tidak sempurna (imperfect market = imperfect competition). Rintisan pertama dari Hymer ini kemudian mendapat dukungan dan lantas dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh penulis/ peneliti sepertti Lemfalussy (1961), Kindleberger (1969), Knickenbrocker (1973), Caves (1974), Dunning (1974), Vaitsos (1974), dan Cohen (1975) [Nayak dan Choudhury, 2014: 4]. Pada dasarnya, inti pembahasan teori dari Hymer ialah bahwa operasi perusahaan di luar negeri dapat dilakukan dengan cara bersaing dengan perusahaan domestik atas dasar keunggulan yang dimiliki perusahaan (yang melakukan ekspansi) tersebut. Bila terdapat ketidakunggulan pada beberapa segi tertentu [Nayak dan Choudhury, 2014: 4-5], maka hal itu bisa dihilangkan dengan cara memanfaatkan kekuatan pasar dalam rangka menciptakan adanya keuntungan dari investasi internasional tersebut. Beberapa sumber kekuatan pasar, (atau keunggulan spesifik perusahaan menurut istilah Hymer), adalah berupa kemampuan manajerial dan tata laksana perusahaan yang efektif, kekuatan akses pemasaran, kemudahan memperoleh sumber dana murah, keunggulan teknologi (yang memiliki hak paten), dan skala ekonomi yang kuat. Sejumlah faktor yang menjadi bahan pertimbangan dan mempengaruhi keputusan bagi perusahaan asing apakah akan memilih jenis FDI ataukah memilih lisensi/ ekspor dalam aktivitasnya di luar negeri, hal itu antara lain akan dipengaruhi oleh kondisi dan besarnya pasar lokal, reaksi dari perusahaan pesaing, risiko investasi yang harus diperhitungkan, dan kebijakan pemerintah lokal terhadap modal asing. Konsep dan teori yang dikembangkan Hymer barulah menyoroti persoalan FDI dari aspek what (apa) dan how (bagaimana). Namun teori ini belum melacak jauh ke aspek penting lainnya yaitu when (kapan) dan where 20
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
(dimana). Dua aspek terakhir telah diteliti dan mendapat perhatian dari sejumlah nama berikut yaitu Vernon (1966) lewat teori PLC-nya, Dunning (1977, 1979, dan 1988) lewat paradigm eclectic-nya, serta Buckley dan Casson (1976) lewat teori internalisasi-nya [Nayak dan Choudhury, 2014: 5]. Berpijak pada teori Hymer serta telah dilakukan perluasan dalam pengkajiannya, Kindleberger (1969) menyoroti teori FDI atas basis kekuatan monopolistik yang dimiliki/ dihadapi perusahaan tersebut. Argumentasi ini adalah bahwa keunggulan yang dinikmati perusahaan MNCs hanya akan dapat dimanfaatkan bila kasus pasar yang terjadi bersifat persaingan tidak esempurna. Keunggulan tersebut meliputi keahlian manajerial, superioritas teknologi dan hak paten. Dengan maksud untuk memperlengkapi beberapa teori terdahulu, Buckley dan Casson (1976) [Nayak dan Choudhury, 2014: 6] mencoba membahas teori FDI berdasarkan titik berat penelaahannya atas input perantara dan teknologi yang dimiliki MNCs. Teori mereka yang dikenal sebagai teori internalisasi yang bersandar kepada konsep dari Ronald Coase (1937), bermaksud membahas MNCs dalam kerangka berbasis luas. Kedua pakar ini membahas investasi internasional dengan bergeser pada fokus dari tingkat negara ke tingkat industri (kumpulan perusahaan yang sejenis) dan kemudian ke tingkat perusahaan, sebagai faktor penentu adanya FDI. Teori mereka didasarkan postulat berikut ini: a. Perusahaan bermaksud memaksimumkan laba pada corak pasar bersifat persaingan tidak sempurna. b. Ketika pasar produk intermediate (bahan baku) bersifat tidak sempurna, disitu ada suatu insentif untuk memotong hal itu dengan menciptakan pasar internal. c. Internalisasi pasar melintasi dunia, dikendalikan oleh MNCs. John Dunning [1977 dan 1979 (Nayak dan Choudhury, 2014: 9)] pada tahun 1970-an telah mengembangkan teori yang komprehensif tentang FDI. Ia memadukan teori FDI berbasis pasar persaingan tidak sempurna (sebagaimana dipaparkan di bagian atas) ditambah dengan dimensi ketiga dari teori lokasi, guna menjelaskan mengapa perusahaan membuka cabangnya di luar negeri. Teori lokasi menitik beratkan pada pembahasan tentang siapa memproduksi barang dan jasa apa di lokasi mana, dan mengapa disitu (di lokasi itu). Dengan dasar logika tadi, Dunning [1993 (Nayak dan Choudhury, 2014: 9)] telah membeberkan teorinya yang secara populer dikenal dengan paradigm eclectic atau OLI paradigm. Teori ini menjelaskan bahwa perusahaan akan melakukan aktivitas FDI-nya bila tiga kondisi ini terpenuhi: a. Adanya keunggulan kepemilikan (ownership advantage = O). b. Internalize advantages (I). 21
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
c. Location advantages (L). Dasar fikiran teori eklektik secara substansial menetapkan bahwa tiga kondisi tadi haruslah terpenuhi bila perusahaan akan melakukan FDI-nya. Dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, para perumus dan penentu kebijakan ekonomi di banyak negara sedang berkembang telah memandang bahwa foreign direct investment (FDI) merupakan kebutuhan guna ikut menunjang pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Secara umum, mereka setidak-setidaknya menilai dan mengklaim bahwa FDI dapat meningkatkan pengembangan teknologi, menyerap angkatan kerja, dan ikut membantu kemajuan ekonomi di negara tuan rumah. Menurut Carkovic dan Levine [2002 (dalam Sarumi Adewumi, 2006: 1)], arus FDI ke negara sedang berkembang dianggap dapat menghasilkan eksternalitas melalui alih teknologi dan daya dongkraknya terhadap perekonomian. Berdasarkan suatu persepsi bahwa FDI dapat ikut menunjang pertumbuhan ekonomi, maka riset dan studi FDI secara lebih intensif haruslah dilakukan guna memperoleh pemahaman yang akurat tentang persoalan tersebut. Mengacu kepada pendapat Bijit Bora [2002 (dalam Adewumi, 2006: 1)] yang berpendapat bahwa FDI merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi, maka menurut Sarumi Adewumi (2006: 1) adalah menjadi penting untuk mengetahui segala sesuatu yang ada kaitannya dengan FDI dilihat dari segi: faktor penentu (determinants) besar kecilnya FDI, pengaruh (impact) yang ditimbulkannya, dan implikasi (implication) atau keterkaitan persoalan FDI secara luas. Tidak semua jenis investasi yang “menyeberang” melewati batas suatu negara lantas dengan serta-merta diartikan sebagai foreign direct investment. FDI adalah jenis investasi yang dilakukan oleh perusahaan diluar batas negara induknya (home country) dengan melakukan proses internasionalisasi produksi dengan pertimbangan untuk mencari laba atas arus modal jangka panjang yang ditanamkannnya (Caves, 1996). Investasi internasional meliputi dua bentuk. Yang pertama ialah investasi portfolio (FPI) dimana investor pada jenis ini hanyalah melakukan pembelian surat berharga berupa saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Yang kedua ialah investasi asing langsung (FDI), dimana pada jenis ini fihak investor ikut pula berpartisipasi dalam tata-kelola dan pengawasan perusahan disamping turut serta pada permodalan perusahaan. Jenis FDI inilah yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, yang cenderung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam penilaian Robert E. Lipsey (1999) [Adewumi, 2006: 2-3], internasionalisasi produksi dapat terjadi sebagai akibat adanya FDI ini. Menurut Jones [1996 (dalam Adewumi, 2006: 3)], perusahaan multinasional merupakan jenis perusahaan yang mengontrol operasi dan asetnya di lebih dari satu negara. FDI dalam hubungan ini digunakan sebagai proxy untuk mengukur arah dan perluasan dari aktivitas 22
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
MNE. Dengan demikian, investasi oleh MNE adalah tak lain merupakan bagian dari aktivitas yang dirancang oleh kantor pusat di negara asalnya (home country), dimana salah satu tujuannya adalah untuk memaksimumkan laba lewat penurunan biaya produksi. Seiring dengan meningkatnya percepatan dalam proses globalisasi dan integrasi ekonomi dunia, peranan negara-negara sedang berkembang dalam menyerap arus dana FDI telah memperlihatkan kenaikan pula. Mengacu kepada hasil pengkajian dan penelitian dari IMF, FDI telah ikut mempromosikan pertumbuhan ekonomi serta melakukan alih teknologi. Seiring dengan meningkatnya arus investasi internasional ke negara-negara berkembang ini, adalah menjadi penting untuk meneliti tentang sejumlah faktor yang menjadi penentu terhadap mengalirnya investasi ini. Salah satu hasil studi dari Anyanwu [2011 (Onyinyi Udenze, 2014: 47)], dari situ dapat diperoleh keterangan bahwa arus masuk FDI telah dipengaruhi oleh sejumlah faktor berupa keterbukaan dalam pola perdagangan, posisi neraca transaksi berjalan, tingkat GDP, dan prediksi tentang kondisi bisnis. Para perumus dan penentu kebijakan di banyak negara sedang berkembang dan negaranegara bercorak transisi ekonomi, menurut Beata Smarzynska Javorcik (2004: 605) telah menempatkan persoalan tentang FDI dalam agenda pembangunan ekonomi mereka pada peringkat yang tinggi. Ini antara lain didasarkan kepada keyakinan mereka bahwa penanaman modal asing jenis FDI telah ikut memperkenalkan teknologi baru, teknik pemasaran yang efektif, kemampuan manajemen modern dalam tata laksana perusahaan, dan dapat memenuhi keperluan modal. Kesemua potensi manfaat yang dapat diberikan oleh adanya penanaman modal (FDI) ini dipandang sebagai unsur penting dari aliran modal asing tersebut. Dari sudut pandang teoritis, telah muncul beberapa pertanyaan penting pada sejumlah literatur (Harinder Singh dan Kwang W. Jun, 1995: 3-4): -
-
Mengapa perusahaan (yang beroperasi pada skala) nasional merasa perlu untuk melibatkan dirinya dalam keorganisasian bisnis berskala multinasional? Mengapa perusahaan merasa perlu mendekati lokasi produksi yang ada di luar negeri daripada melakukan operasinya dengan cara memilih melalui lisensi atau aktifitas ekspor? Faktor-faktor apa saja yang menurut pola geografis dapat menentukan arus masuk FDI, dan dalam konteks ini atas dasar pertimbangan apa saja yang dilakukan investor dalam menentukan suatu negara tuan rumah yang dipilihnya?
Kerangka dasar teoritis atas pembahasan dua poin pertama pertanyaan diatas, telah dikembangkan secara cukup baik oleh Stephen Hymer [1960 (Singh dan Jun, 1995: 3)], dimana ia telah menganalisis secara sistematis berbagi persoalan terkait dengan: keunggulan dari perusahaan berskala multinasional dengan aktivitasnya yang sangat besar, kondisi 23
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
struktur pasar bercorak persaingan tidak sempurna, dan adanya pengawasan (oleh perusahaan induk). Raymond Vernon (1966) membangun kerangka teorinya atas dasar keunggulan teknologi (yang dimiliki perusahaan tersebut) dan menganalisis strategi pemasaran perusahaan terkait dengan karakteristik suatu produk dalam alur sklus hidup suatu produk (product life cycle). Pada tahun 1979, Vernon telah melakukan evaluasi terhadap teori yang dikembangkannya, dengan dasar pertimbangan bahwa siklus hidup suatu produk cenderung menjadi sangat pendek, maka ia telah melihat adanya indikasi/ kecenderungan yang lebih mengutamakan pemilihan secara geografis dalam aktifitas perusahaan multinasional tersebut. Bila kita amati dalam tingkat dunia usaha (James P. Walsh dan Jiangyan Yu, 2010: 4-6), para peneliti melihat bahwa dalam rangka menguasai pasar luar negeri, fihak asing cenderung untuk melakukan aktivitas bisnisnya melalui afiliasi produksi daripada memilih melalui pengaturan ekspor dan lisensi. John Dunning [1993 (dalam Walsh dan Yu, 2010: 46)] memaparkan secara garis besar perihal motif perusahaan dalam melakukan investasi di luar negeri: akses penguasaan sumber daya alam, akses penguasaan pasar, akuisisi terhadap aset-aset strategis, dan diperolehnya efisiensi. Berbagai studi terdahulu telah meneliti hubungan FDI dengan sejumlah variable makro ekonomi. Dari situ dapat diketahui perihal adanya hubungan atau keterkaitan antara arus FDI dengan besaran dan pertumbuhan potensi pasar negara tuan rumah, konsisi stabilitas ekonomi, tingkat keterbukaan perdagangannya, tingkat pendapatan masyaraktnya, serta kualitas kelembagaan dan tahap pembangunannya. Bila pada tingkat perusahaan (lingkup mikro) beberapa studi telah memperlihatkan pengaruh FDI terhadap terjadinya alih teknologi dan peningkatkan produktivitas, maka pada tingkat makro arus FDI yang mengalir ke negara-negara sedang berkembang berkecenderungan menggeser sumber investasi lainnya. Sejumlah studi terdahulu telah memperlihatkan bahwa arus FDI telah ikut meningkatkan pendapatan per kapita penduduk, menunjang pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan produktivitas. Sebagaimana dikemukakan oleh de Mello (1997) Borenstein (1998), serta Mastromarco dan Ghosh (2009) [dalam Loesse Jacques Esso, 2010: 168-169], terdapat dua saluran yang dapat ditelusuri dalam upaya melihat impak positif FDI terhadap pertumbuhan. Pertama, melalui akumulasi kapital bagi negara penerima modal. Kedua, melalui alih teknologi, FDI dapat meningkatkan akumulasi pengetahuan melalui proses pelatihan yang dapat meningkatkan skill bagi para karyawan di negara tuan rumah.
II.2. Pembangunan Ekonomi, Tingkat GDP/ GNP, dan PMA/ FDI: Konsep dan Teori Teori tahap pengembangan yang didasarkan pada tinjauan makro ekonomi tentang persoalan FDI (Tang, 2007: 30), bermaksud untuk menjelaskan posisi FDI di berbagai negara yang 24
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
berbeda dengan fokus pada kasus negara sedang berkembang, dengan cara memandang persoalan FDI dikaitkan dengan tingkat GNP dan pendapatan per capitanya. Menurut John Dunning [1981 (Tang, 2007: 30-31)], terdapat hubungan sistematik yang mempengaruhi antara tahap dan struktur pembangunan ekonomi (sebagai determinan) dengan FDI di negara tersebut. Unsur-unsur keungggulan dari segi ownership, internalization, and location (OIL) tercermin dari tahap-tahap pembangunan di negara tersebut dan hal ini dapat berpengaruh terhadap minat atau keinginan suatu negara investor untuk melakukan proses FDI. Salah satu indikator baku sebagai cermin dari kemajuan ekonomi suatu negara terlihat dari tingkat produksi nasionalnya (PDB) yang dihasilkannya dimana turunan dari situ dapat dirinci lebih detail dari pendapatan per capitanya. Pada tahap pertama ketika suatu negara tergolong masih miskin (dan berpendapatan rendah), pada saat itu negara ini belum bisa mengahadirkan modal asing berbentuk FDI berhubung ketiadaan keunggulan pada negara tersebut. Tatkala program pembangunan ekonomi diperkenalkan dan akhirnya membuahkan hasil, maka pada tahap kedua ini ditandai dengan pemasukan modal jenis FDI yang menjadi meningkat masuk ke negara tuan rumah, namun pada saat tersebut sama sekali belum terjadi arus FDI yang mengalir keluar. Tatkala telah terjadi percepatan dalam proses pembangunan, pada tahap ketiga ini perusahaan lokal/ domestik menjadi lebih kompetitif dan keunggulan lokasi menjadi lebih kuat bahkan afiliasi perusaaan asingpun cenderung berkurang. Namun pada saat tersebut, FDI yang mengalir keluar masih negatif. Pada tahap keempat, FDI neto masih positif, namun pada saat tersebut telah terjadi investasi FDI yang mengalir keluar negeri (outward FDI) yang dilakukan oleh negara host country. Pada saat tersebut investasi yang mengalir keluar dari negara tuan rumah bahkan (bisa) melebihi arus masuk FDI yang dibawa perusahaan asing ke dalam negeri (host country). Arti kehadiran dan keberadaan perusahaan transnasional (TNCs/ transnational corporations) yang berasal dari sejumlah negara sedang berkembang (yang terjadi semenjak tahun 1980an) sering dikaji dalam kerangka teori investment development path (IDP). Merujuk kepada teori IDP yang dikemukakan John Dunning (Edmund Amann dan Swati Virmani, 2015: 2), jenis dan posisi OFDI dan IFDI yang berasal dari suatu negara, hal itu akan terkait dengan struktur dan kemajuan pembangunan ekonomi negara tersebut. Terjadinya outward investment (OFDI), misalnya, hanya akan terjadi tatkala tingkat pembangunan ekonomi di negara tersebut telah mencapai tingkatannya yang minimum. Berdasarkan pendekatan konsep IDP (Saime S. Kayam dan M. Hisarcikliar, 2009: 63), dapat dilihat hubungan proses/ tahap pembangunan negara tersebut dengan net outward investmen (NOI)-nya, yang kemudian menurut Dunning ia membaginya kedalam beberapa tahap. (NOI sendiri merupakan selisih antara perbedaan besaran OFDI dengan IFDI). Pada tahap pertama tatkala berada pada tingkatan pra-industrialisasi, dianggap bahwa kondisi negara sedang 25
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
berkembang sebagai penerima modal, dihadapkan kepada ketidakcukupan prasarana dalam rangka menarik investor asing. Jelas, dalam kondisi seperti ini, perusahaan lokal sama sekali belum memiliki kemampuan untuk melakukan investasinya di luar negeri. Pada tahap kedua, telah terjadi FDI ke luar negeri (outward FDI) dalam volume yang sangat kecil, namun FDI yang masuk (inflow FDI) telah meningkat secara berarti. Pada tahap ketiga, telah terjadi penurunan dalam volume IFDI, namun pertumbuhan OFDI justru meningkat. Pada tahap keempat, telah terjadi perimbangan antara volume IFDI dengan OFDI. Konsep dan pemikiran tentang IDP (investment development path) yang memberikan kerangka pemahaman tentang dinamika hubungan antara FDI dengan tahap pembangunan ekonomi (Dunning, 1981; Dunning dan Narula, 1996; dan Narula, 1996) [dalam Rajneesh Narula dan Jose Guimon, 2010: 5-6], kini telah sering dijadikan basis teoritis dalam lingkup yang luas dalam rangka memahami dan mengkaji persoalan empiris tentang FDI di banyak negara di dunia. Proses IDP yang terkait dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi (sebagai suatu proses perubahan struktural yang dapat dilihat dari transformasi sosial dan ekonomi), memiliki hubungan sistematik dengan perilaku dan proses FDI (baik untuk jenis IFDI maupun OFDI). Bertolak dari paradigma eklektik yang dikembangkan Dunning (1980), analisis IDP bermaksud mengetengahkan bagaimana pola FDI dalam merespon perubahan pada keunggulan kepemilikan, internalisasi, dan lokasi. Interaksi dinamis antara O-I-L tersebut telah/ dapat dikategorisasikan kedalam tahap tahap pembangunan yang terkait dengan FDI. Ada suatu pemahaman umum yang beredar/ melekat di kalangan penentu kebijakan ekonomi bahwa arus modal FDI dinilai memiliki dampak lebih positif dalam menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di negara tuan rumah daripada sumber modal internasional lainnya. Alasan dalam menunjang hipotesa/ pemahaman ini memang beraneka ragam, namun terdapat satu pemahaman umum yang diyakini kalangan luas bahwa FDI telah mampu menunjang alih teknologi dan menambah keterampilan manajerial yang disesuaikannya dengan kondisi negara tuan rumah penerima modal tersebut. Fenomena seperti ini diperkuat oleh adanya fakta bahwa percepatan pembangunan ekonomi memiliki kecenderungan untuk menyerap lebih banyak arus masuk FDI (Walsh dan Jun, 2010: 3). Tingkat kemajuan dari pembangunan ekonomi, dapat diamati dari kinerja tentang GNP atau GDP-nya. Merujuk kepada pendekatan Keynesian, bila ditelusuri dari sudut pandang permintaan agregat atas barang dan jasa (atau permintaan total terhadap output domestik), menurut Rudiger Dornbusch dan Stanley Fischer (1987: 48-56 dan 64 serta 1989: 46-51 dan 59) serta Guritno Mangkoesoebroto dan Algifari (1992: 10-11) GNP tak lain merupakan penjumlahan keseluruhan pengeluaran oleh semua pelaku ekonomi, yang mana komponen permintaan tersebut bila dirinci terdiri dari: 1). Pengeluaran konsumsi [C] oleh rumah tangga konsumen (RTK), 2). Pengeluaran/ permintaan investasi [I] oleh perusahaan, 3). Belanja/ 26
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
pembelian oleh pemerintah [G] untuk barang dan jasa, 4). Permintaan luar negeri [X dan M] (berupa aktivitas ekspor-impor). Sesuai keperluan analisis, yang akan lebih diperinci dalam uraian ini adalah komponen investasi. Yakni, investasi dalam kaitannya dengan sektor bisnis. Dalam konteks uraian tentang investasi swasta (private investment), adanya penambahan persediaan fisik modal dapat diartikan sebagai investasi. Cakupan investasi itu sendiri meliputi konstruksi pabrik, pembuatan mesin, penambahan persediaan barang perusahaan, dan pembangunan konstruksi rumah. Lebih rinci lagi, Dornbusch dan Fischer (1987: 289-291 dan 1989: 267-269) menegaskan bahwa investasi merupakan pengeluaran yang diarahkan/ ditujukan untuk meningkatkan/ menaikkan dan mempertahankan stok barang modal (capital stocks), yang meliputi pabrik, mesin, kantor, dan produk tahan lama (yang dapat dipakai untuk proses produksi). Jadi, pengeluaran investasi lazim dibedakan kedalam tiga jenis: a). Investasi tetap perusahaan [business fixed investment] meliputi pengeluaran perusahaan untuk bangunan pabrik, mesin tahan lama, dan perlengkapan/fasilitas pabrik; b). Investasi tempat tinggal [residential investment] yakni investasi perumahan, dan c). Invesatasi persediaan [inventory investment]. Secara teoritis, pada corak induced investment (investasi yang dipicu, atau yang dipengaruhi oleh faktor lainnya), menurut M. Suparmoko (1991: 41 dan 91-92) tingkat investasi merupakan fungsi linier dari pendapatan/ produksi nasional. Dasar logikanya ialah, bila pendapatan nasional (dengan indikator GNP atau GDP) meningkat, maka investasipun (I) akan meningkat. Artinya, ada hubungan yang positif antara tingkat pendapatan nasional dengan tingkat investasi. Bila ditelusuri dari segi pemasokan dana, kebanyakan negara sedang berkembang dihadapkan pada keterbatasan sumber dana. Dikarenakan sumber dana investasi dari dalam negeri (PMDN = penanaman modal dalam negeri/ domestic investment) tidaklah mencukupi kebutuhan yang diperlukan, maka (menurut Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, 2003: 164-171) solusi yang banyak dilakukan ialah dengan cara memasukkan/ menghadirkan modal swasta asing berupa PMA/ FDI (penanaman modal asing/ foreign direct investment).
II.3. Stabilitas Ekonomi, Tingkat Inflasi, dan PMA/ FDI: Konsep dan Teori Tingkat inflasi [Buckley, dkk., 2007 (dalam John C. Anyanwu, 2011: 17)] lazim dipergunakan sebagai salah satu indikator kestabilan (atau ketidakstabilan) kondisi makro ekonomi. Lingkungan atau kondisi makro ekonomi yang stabil, seperti tercermin pada 27
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
tingkat inflasinya yang rendah, berdampak terhadapt peningkatan/ pemasukkan FDI. Dengan demikian menurut Melek Akdogan Gedik (2013: 124), tingkat inflasi merupakan tolok ukur paling penting dalam melihat stabilitas perekonomian. Para akhli ekonomi dan pelaku di dunia usaha memandang bahwa inflasi dianggap sebagai resiko bagi investor, dan mereka tidak menyukai tingkat inflasi yang tinggi (yang dapat membahayakan perekonomian). Oleh karenanya, stabilitas harga di suatu negara sangatlah diperlukan, guna menjaga berjalannya proses penanaman modal. Inflasi itu sendiri menurut Ahmed E. Uwubanmwen dan Mayowa G. Ajao (2012: 70) mengukur tingkat perubahan harga umum dan daya beli masyarakat. Pada kasus negara tuan rumah penerima modal (host country), tingkat inflasi yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap (pemasukkan) FDI. Seperti ditegaskan pula oleh Richard T. Froyen (1983 dalam Ahmed Imran Hunjra, Syed Ali Raza, dan Muhammad Usman Ali; 2013: 44)], inflasi didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga dari sejumlah barang dan jasa. Kalkulasi inflasi dapat dibantu melalui indeks harga, yang secara teoritis mengukur perubahan indeks harga dalam rentang waktu tertentu. Ketika suatu negara dihadapkan pada tingkat inflasi yang relatif tinggi, (karena daya beli masyarakat tersebut turun) maka permintaan masyarakat akan barang dan jasa akan menurun, sehingga pada gilirannya dapat berakibat terhadap turunnya FDI (dan total investasi) di negara tersebut. Inflasi merupakan indikator terbaik tentang pererkonomian. Artinya, tingkat inflasi yang tinggi merupakan cerminan ketidakstabilan ekonomi, dan berdampak menurunnya investasi (termasuk FDI). Inflasi pada tingkatan yang rendah yang terjadi di negara tuan rumah (penerima modal), merupakan sinyal positif tentang terdapatnya stabilitas ekonomi internal. Artinya, [Akinboade, 2006 (dalam Alie Faroh dan Hoangling Shen, 2015: 128)] bentuk lain berupa ketidakstabilan terlihat dari adanya persepsi investor akan prospek perolehan laba (rate of return on investment) di masa mendatang yang memperlihatkan ketidakpastian. Wint dan Williams [1994, dalam Faroh dan Shen, (2015:128)] juga menunjukkan bahwa stabilitas perekonomian yang terlihat dari inflasi yang rendah, menjadikan daya tarik bagi masuknya FDI. Jadi, inflasi yang tinggi memiliki relasi negatif dengan FDI.
II.4. Keterbukaan Perdagangan (Internasional) dan PMA/ FDI: Konsep dan Teori The product cycle theory sebagai salah satu teori FDI yang dinilai sangat berpengaruh pada tahun 1960-an, dapat diperbedakan dengan the industrial organization theory dalam menerangkan pola perilaku MNE dalam proses FDI-nya. Teori organisasi industri memandang bahwa ekspor dan FDI merupakan strategi alternatif dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki MNE (Tang, 2007: 18). Sedangkan teori siklus produk meguraikan 28
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
bahwa ekspor dan FDI sebagai tahap yang berbeda dalam pengembangan produk. Vernon membedakan siklus kehidupan produk kedalam tiga tahap yaitu produk baru, produk yang sudah matang, dan produk berstandar. Seiring dengan berjalannya waktu, secara umum teori siklus produk cenderung menjadi kadaluarsa. Dasar penjelasan yang pertama adalah bahwa teori ini yang pada mulanya didasarkan kepada fenomena yang terjadi tahun 1960-an yang bertolak dari kasus dimana ketika itu Amerika Serikat melakukan penamaman modal asingnya (FDI) di Eropa, kini faktanya setelah masa itu bahwa para investor dari Eropa dan Jepang-pun pada gilirannya telah ikut berkontribusi atas totalitas FDI di dunia. Sebagai contoh, (Tang, 2007: 18) banyak perusahaan melakukan investasinya di luar negeri sebagai cara untuk melakukan diversifikasi resiko. Sejumlah perusahahaan lainnya melakukan aktivitas FDI-nya atas dasar usaha meningkatkan efisiensi. Ada juga yang melakukan hal itu atas pertimbangan keunggulan kompetitif yang dimilikinya, keunggulan kepemilikan, dan keunggulan lokasi. Penjelasan yang kedua adalah bahwa kini sejumlah perusahaan multinasional dapat berkembang, maju dan menjadi matang, serta mampu menghasilkan dan mendiferensiasikan produknya dengan standar kualitas yang bagus; tanpa harus menunggu waktu terlalu lama (akibat dari mengikuti/ adanya tahap-tahap sebagaimana dikemukakan pada teori siklus produk). Sebagai pencetus teori siklus produk, Vernon [dalam tulisannnya yang terbit tahun 1979 (Tang, 2007: 19)] menjelaskan bahwa kekuatan teori siklus produk (dalam menjelaskan perkembangan investasi dan perdagangan) dinilainya menjadi semakin melemah dikarenakan sejumlah alasan. Salah satu fakta (yang juga disadari Vernon) yang terjadi sampai dengan awal tahun 2000-an dimana kantor cabang perusahaan multinasional di dunia jumlahnya sudah mencapai sekitar 500.000 dengan tingkat produksi yang dihasilkannya sekitar 25% dari total produk dunia dimana sepertiga diantaranya dihasilkan di negara tuan rumah (penerima FDI); dalam banyak kasus menunjukan bahwa antara pengenalan produk baru di negara asalnya dengan produksi awal di luar negeri (di kantor cabangnya), interval waktunya telah menjadi lebih pendek. Sekalipun demikian teori siklus produk ini tetap menjadi penting sebagai teori yang pertama kalinya memperkenalkan dinamika hubungan FDI dengan perdagangan internasional. Teori ini juga telah menjadi penting dalam menjelaskan persoalan FDI dalam tatanan globalisasi ekonomi. Paradigma eclectic yang dikemukakan John Dunning [1977 (Tang, 2007: 21)] dipandang telah memberikan kontribusi utama terhadap teori FDI selama dasawarsa 1980-an sampai 1990-an. Bertolak dari pendekatan dengan cara mengkombinasikan teori perdagangan internasional dalam kerangka makro ekonomi dengan teori (struktur) perusahaan dalam kerangka mikro ekonomi, teori ini memaparkan kerangka teoritis secara umum tentang faktor-faktor penentu aktivitas FDI yang dilakukan perusahaan diluar batas-batas kedaulatan nasional negara tersebut. 29
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Paradigma eclectic (Tang, 2007: 21) menyatakan bahwa tingkat dan struktur perusahaan yang melakukan proses FDI-nya akan ditentukan oleh keunggulan kepemilikan (ownership = O), keunggulan internalisasi pasar (internalization = I), dan keunggulan lokasi (location = L). Merujuk kepada konsep ini, perusahaan mutinasional dalam melakukan aktivitas internasionalnya haruslah merancang strategi manajemen jangka panjang dengan memperhatikan keunggulan dari tiga determinan berikut: ownership, internalization, dan location (OIL). Keunggulan dari segi kepemilikan meliputi: kemampuan manajerial, (sumber) struktur perusahaan, intangible assets, inovasi produk, dan minimisasi biaya transaksi. Keunggulan internalisasi berkaitan dengan segi-segi campur tangan pemerintah misalnya dalam hal pengaturan tarif, kuota, perbedaan pajak, pengawasan harga, dan pengawasan input. Keunggulan lokasi berkenaan dengan alasan pemilihan lokasi pabrik di negara penerima modal (tuan rumah) yang mana dasar pertimbangannya meliputi aspek yang luas seperti adanya kemelimpahan sumber daya alam, ketersediaan tenaga kerja dengan upah buruh yang relatif murah, ketersediaan energi dan prarasana, kondisi politik dan keamanan, serta lingkungan budaya dan ideologi. Berbagai determinan dari keunggulan unsur-unsur OIL ini akan sangat variatif baik dilihat dari jenis industrinya maupun dari segi negaranya. Teori Keunggulan Komparatif Dinamis yang diajukan oleh Kiyoshi Kojima [1973, 1978, dan 1982 (dalam Tang, 2007: 24-25)] ini bermaksud mengintegrasikan teori perdagangan dengan teori FDI, yang pada dasarnya memiliki perspektif yang berbeda dibandingkan dengan teori internalisasi dan paradigma eclectic. Teori yang telah menarik perhatian kalangan luas ini didasarkan kepada perspektif makro ekonomi dalam menjelaskan aktivitas FDI oleh MNE. Teori yang dikembangkan Kojima ini bertolak dan merupakan perluasan dari teori neo-klasik yang menyoroti persoalan faktor-faktor produksi yang melimpah (endowment factor) di suatu negara (misalnya berupa keunggulan teknologi dan kemampuan manajerial) yang dapat menopang perdagangan internasional negara tersebut. Kojima mengidentifikasikan dua tipe berbeda tentang FDI yaitu FDI yang berorientasi ekspor/ perdagangan dan FDI tidak berorientasi ekspor/ perdagangan. Kojima percaya bahwa FDI yang berorientasi pada perdagangan ditunjukkan dari suatu industri yang mana di negara asalnya telah memiliki keunggulan komparatif, dan juga keunggulan ini dapat lebih diperkuat dan dikembangkannya lagi pada industri yang sejenis di negara tuan rumah penerima modal asing. FDI berorientasi perdagangan diyakininya dapat membantu mereorganisasi pembagian kerja secara internasional; serta menciptakan, melengkapi, dan meningkatkan kinerja perdagangan internasional. Kondisi ini dapat menjadi alat untuk menunjang perusahaan guna mendapatkan keunggulan kompetitifnya. Kojima [1973, 1978, 1982, dan 1990 (Tang, 2007: 25)] mengklaim bahwa investasi asing langsung yang dilakukan investor Jepang pada dasarnya lebih berorientasi kepada perdagangan dimana kebanyakan pola industrinya bercorak labor intensive. Proses FDI “tipe Jepang” ini dilakukan dengan cara mentransfer kemampuan manajerial dan teknologi tinggi 30
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
yang dikuasanya dari negara asal (home country = Jepang) ke negara penerima modal yang kebanyakan berorak negara sedang berkembang (sebagai host country) dengan tujuan untuk memproduksi barang di negara tuan rumah dengan biaya yang relatif rendah untuk kemudian mengimpor kembali barang-barang yang telah dihasilkan tersebut ke negara asal dan sebagian diantaranya dijual ke pasar ketiga (diluar home country dan host country). Pada sisi lain, FDI “tipe Amerika” tidak berorientasi perdagangan (sebutan Kojima: anti tradeoriented) dimana mereka umumnya lebih memanfaatkan keunggulan struktur pasar ologopolistik dari operasi perusahaan Amerika di luar negeri (yang cenderung lebih memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di negara tuan rumah). Dalam konteks makro ekonomi dari adanya FDI ini, Kojima berpendapat bahwa dalam jangka panjang FDI tipe Amerika cenderung merusak keseimbangan pembangunan ekonomi di negara sedang berkembang serta keseimbangan pedagangan dunia. Perumusan tentang penjelasan proses FDI telah mulai dicoba diterangkan semenjak tahun 1960-an. Dan sejalan dengan semakin meningkatnya keterlibatan MNCs dalam proses FDI, maka para ilmuwan di bidang ekonomi internasional dan bisnis internasionalpun banyak yang mengintegrasikan teori-teori FDI ini dalam kerangka pembahasan teori pada kedua disiplin ilmu tersebut [Raymone dan Baker, 1995 (dalam Nayak dan Choudhury, 2014: 23)]. Semenjak itu, teori-teori tersebut telah memberikan penjelasan tentang berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya pergerakan modal internasional. Beberapa teori ada yang mengkaitkan persoalan FDI dengan situasi pasar yang bercorak tidak sempurna (baik pada jenis oligopolistik maupun monopolistik), yang memberi alasan kenapa terjadi aliran FDI. Teori yang lainnya, ada yang menerangkan terjadinya aliran FDI dan mengkaitkannya dengan pesoalan perdagangan luar negeri. Apapun jenis dan pendekatan yang dipergunakannya dalam menjelaskan teori FDI, sasaran yang ingin dicapai dari teori-teori tersebut ialah (Nayak dan Chaudhury, 2014: 2-3): a. Guna memperoleh pemahaman yang akurat tentang motivasi paling mendasar kenapa perusahaan melakukan ekspansi usahanya ke luar negeri. b. Untuk memperoleh pemahaman tentang dasar-dasar teori yang menjelaskan tentang arus FDI. Pakar ekonomi madzhab klasik bernama Adam Smith (1776) dan pengikutnya yaitu David Ricardo (1817) [Nayak dan Choudhury, 2014: 13] merupakan perintis teori perdagangan internasional yang memaparkan bagaimana proses atau arus perdagangan antar bangsa dapat terjadi. Smith menjelaskan teorinya atas dasar adanya perbedaan absolut pada produksi yang dihasilkan atau biaya yang dikeluarkan, sehingga atas dasar itu perdagangan akan terjadi bila satu negara memiliki keunggulan absolut pada produksi satu komoditas dan ketidakunggulan produksi pada jenis komoditas lainnya. Namun teori ini gagal dalam menjelaskan bagaimana masalahnya ketika satu negara sama sekali tidak memiliki keunggulan absolut apapun pada 31
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
satu jenis komoditas terstentu. Ricardo, dengan tetap menyerap dasar teori yang dikemukanan Smith tetapi kemudian melakukan beberapa penyempurnaan, telah bisa menjawab persoalan yang dikemukanan barusan; dengan mengemukakan doktrinnya tentang keunggulan komparatif. Suatu negara, menurut Ricardo, akan menspesialisasikan dirinya dan kemudian mengekspor suatu komoditi pada jenis produksi yang efisien dalam perbandingan biaya produksinya. Teori mereka didasarkan pada penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang bisa menimbulkan adanya perbedaan biaya produksi, yang akhirnya dapat menjadi faktor penentu terjadinya perdagangan internasional. Dasar asumsi teori klasik yag dipaparkan diatas, menjelaskan bahwa tenaga manusia sebagai faktor produksi dianggap tidak bisa berpindah secara leluasa melewati batas kedaulatan suatu negara. Dari sudut pandang yang lain yang menyoroti bagaimana perdagangan internasional dapat terjadi atas dasar teori proporsi faktor produksi, hal ini telah dikemukakan oleh Eli Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1933), yang menerangkan adanya perbedaan keunggulan dalam kepemilikan faktor produksi yang melimpah (factor endowment) di negara tersebut. Mereka menjelaskan bahwa suatu negara akan mengekspor barang dan jasa dengan memanfaatkan/ menggunakan kuantitas yang lebih banyak atas faktor produksi yang relatif melimpah di negara tersebut serta mengimpor barang dan jasa (yang menggunakan kuantitas faktor produksi yang relatif lebih terbatas). Teori ini tidak secara eksplisit menjawab pertanyaan tentang masalah produksi di luar batas-batas wilayah nasional. Teori ini juga tidaklah menyinggung dasar asumsi perihal faktor-faktor produksi yang tidak bisa bergerak bebas secara internasional. Atas dasar pertimbangan inilah kemudian Raymond Vernon [1966 (Nayak dan Choudhury, 2014: 13-14)] memadukan persoalan perdagangan internasional dengan investasi internasional.
II.5. Diversifkasi Portfolio, Nilai Tukar Mata Uang, dan PMA/ FDI: Konsep dan Teori Esensi teori diversifikasi risiko (risk diversification theory) merupakan perluasan dari teori pemilihan portofolio yang pada awalnya dikemukakan oleh James Tobin (1958) dan Harry Markowitz (1959). Teori pilihan portfolio menjelaskan fenomena dunia nyata tentang diversifikasi kepemilikan aset sebagai upaya investor dalam memaksimumkan rate of return pada tingkat risiko tertentu. Herbert Grubel (1968) sekitar sepuluh tahun kemudian memperluas dan mengembangkan lebih lanjut serta menerapkan teori pemilihan portfolio ini dalam lingkup internasional untuk menerangkan kepemilikan aset dalam jangka panjang. Merujuk kepada pemikiran Grubel, sejumlah pakar berikut yaitu Levy dan Sarnet (1970), Agmon dan Lessard (1977), Lessard (1974 dan 1976) dan Rugman (1975, 1979, dan 1980) [Tang, 2007: 26-27] secara eksplisit telah menerapkan teori diversifikasi portfolio ini dalam 32
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
lingkup keterkaitan dengan investasi internasional yang lain (disamping portfolio investment) yaitu dengan FDI. Titik tolak cara pemikiran mereka ialah bahwa diversifikasi yang dilakukan oleh investor untuk jenis FDI ialah guna melakukan pendiversifikasian risiko secara lebih tersebar pada sejumlah pilihan investasi. Dalam hubungan ini, operasi perusahaan multinasional di luar negeri tetap ditujukan dalam rangka memaksimumkan profit pada tingkat risiko minimum yang dihadapinya (Rugman, 1975). Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa banyak risiko yang dapat diminimumkan melalui penganekaragaman operasi bisnis ketika perusahaan beoperasi baik di negara asalnya maupun juga di negara tuan rumah. Bahkan menurut Lessard [1982 (Tang 2007: 2627)], diversifikasi risiko melalui FDI telah dipandang sebagai motif lebih penting daripada memaksimumkan laba. Namun demikian, menurut Lessard bahwa diversifikasi risiko ini bukanlah faktor tunggal yang menjadi memotivasi penentuan pilihan FDI, sebab fakta di lapangan masih terdapat banyak determinan lainnya yang ikut menentukan besar kecilnya pemilihan instrumen FDI. Menurut teori premium mata uang, faktor kunci yang menerangkan pola FDI melibatkan hubungannya dengan pasar modal dan preferensi pasar dalam memegang aset yang didenominasi dalam mata uang pilihan. Teori ini dapat secara khusus digunakan untuk menerangkan aktivitas pengambilalihan melalui proses merger and acquisition (M&A) dan fluktuasi aktivitas sekitar kecenderungan jangka panjang dari FDI [Dunning, 1993 (dalam Tang, 2007: 28)]. Pada mulanya, teori-teori tentang pasar modal dan investasi portfolio (capital market and portfolio investments theories) telah dipergunakan dan dijadikan landasan berpijak untuk menguraikan fenomena FDI. Crarles P. Kindleberger [1969 (Nayak dan Choudhury, 2014: 2)], misalnya, telah memandang bahwa persoalan FDI adalah merupakan bagian permasalahan yang terkait dengan lalu-lintas atau pergerakan modal ineternasional (international capital movement). Demikian pula fakta yang terjadi di lapangan bahwa terutama pada masa-masa tahun 1950-an, FDI telah dipandang sebagai subjek dari pilihan portfolio. Mengacu kepada pola berfikir tadi, hal ini memberi keyakinan bahwa alasan yang paling masuk akal dari terjadinya arus modal internasional ialah karena adanya perbedaan tingkat bunga (di dalam negeri dengan di luar negeri). Pemikiran dan pendekatan ini menyatakan bahwa modal cenderung bergerak ke wilayah yang memberikan perolehan keuntungan (return) yang paling tinggi (Hymer, 1960, 1976). Satu usaha awal telah dilakukan oleh Robert Z. Aliber [1970 (Nayak dan Choudhury, 2014: 11-12)] guna menjelaskan proses FDI atas dasar basis kekuatan mata uang. Ia menampilkan teorinya tentang investasi asing atas dasar basis kekuatan relatif dari berbagai jenis mata uang. Ia mengajukan teorinya tentang perbedaan kekuatan mata uang di negara tuan rumah dibandingkan dengan negara induk (pemasok FDI). Postulat yang ia ajukan ialah bahwa 33
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
mata uang yang lemah (di negara penerima modal) dibandingkan dengan mata uang kuat di negara investor dapat dijadikan sebagai basis kekuatan untuk mengambil keuntungan dari proses FDI atas dasar adanya perbedaan nilai mata uang. Ia telah melakuan pengetesan hipotesisnya di negara-negara Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.
34
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
II.6 Penelitian dan Kajian Terdahulu/ Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu dari Candance A. Martinez dan Gayle Allard Nama penulis, tahun, judul artikel di jurnal, nama jurnal/ vol./ no./ hal.:
Tujuan artikel pada jurnal tersebut:
Inti bahasan Hasil riset/ dari artikel di studi jurnal tersebut: tersebut:
Persamaan dan perbedaan di artikel (jurnal) dan di penelitian (penulis):
Candance A. Martinez and Gayle Allard. 2008. “Foreign Direct Investment and Social Policy: The Links in Developing Countries”, the Journal of Business in Developing Countries, Vol. 11, No. 09: 77112.
Meneliti dan menguji faktor ekonomi dan faktor sosial terhadap arus masuk FDI di 59 negara sedang berkembang.
Bermaksud menjelaskan hubungan dan kerterkaitan antara faktor ekonomi (meliputi pertumbuhan PDB, jumlah penduduk, tingkat inflasi, harga minyak dunia, dan pola keterbukaan perdagangan) dan faktor sosial (meliputi dimensi kesetaraan gender, penggunaan sumber daya, pengembangan SDM, perlindungan sosial) terhadap arus msuk FDI/ PMA di 59 negara sedang berkembang.
Ada persamaan antara riset yang dilakukan C.A. Martinez dan G. Allard dengan penelitian yang dilakukan penulis, yakni meneliti variabel pertumbuhan GDP, tingkat inflasi, pola keterbukaan perdagangan, dan FDI.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah dengan memakai metode statistk ordinary least squires (OLS. Model ekonometrika: FDI inflows = f (GDP growth, Population, Inflation, Oil price, and Trade Openness) Bertujuan mencari tahu apakah variabel independen (berupa faktor ekonomi dan sosial) memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (berupa arus masuk FDI).
Kebijakan ekononi dan sosial yang baik dan kondusif, telah memberikan pengaruh yang baik terhadap masuknya modal asing berupa FDI/ PMA.
Perbedaannya adalah, riset Martinez dan Allard meneliti pula variabel (ekonomi) berupa jumlah penduduk dan harga minyak dunia, serta variabel (sosial) berupa kesetaraan gender, penggunaan sumber daya, pengembangan SDM, dan perlindungan sosial; sedangkan penelitian oleh penulis memasukkan variabel nilai tukar mata uang. Objek riset yang dilakukan Martinez dan Allard adalah ttng 59 negara sedang berkembang, sedangkan penelitian oleh penulis adalah ttng kasus Indonesia. Riset oleh Martinez dan Allar adalah untuk rentang waktu tahun 20002005, adapun penelitian oleh penulis adalah dari tahun ..... sampai 2015.
Sumber: Candance A. Martinez and Gayle Allard. 2008. “Foreign Direct Investment and Social Policy: The Links in Developing Countries”, the Journal of Business in Developing Countries, Vol. 11, No. 09: 77-112.
35
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Deskripsi singkat: Artikel ilmiah yang ditulis oleh Candance A. Martinez dan Gayle Allard (2008) berjudul “Foreign Direct Investment and Social Policy: The Links in Developing Countries” yang dipublikasikan pada The Journal of Business in Developing Countries, Vol. 11, No. 09: 77112; bermaksud meneliti sejumlah faktor/ unsur/ dimensi berupa faktor ekonomi dan faktor sosial (kebijakan sosial) sebagai variabel independen terhadap arus masuk PMA/ FDI sebagai variabel dependen. Faktor ekonomi meliputi tingkat pertumbuhan GDP/ PDB, jumlah penduduk, tingkat inflasi, harga minyak dunia, dan pola keterbukaan perdagangan. Sedangkan faktor sosial (kebijakan sosial) meliputi faktor/ dimensi yaitu kesetaraan gender, kesamaan dalam penggunaan sumber daya oleh kalangan publik, pengembangan sumber daya manusia, perlindungan sosial, dan kelembagaan guna menunjang pembangunan lingkungan berkelanjutan. Penelitian mereka tentang negara sedang berkembang dengan mengambil sampel sebanyak 59 negara untuk rentang waktu tahun 2000-2005 ini, mendasarkan kepada penggunaan data sekunder yaitu publikasi the World Bank Group berupa laporan World Development Indicator dan dari the Energy Information Agency. Tujuannya adalah untuk meneliti hubungan dan keterkaitan antara faktor ekonomi dan sosial yang diduga berpengaruh terhadap aliran masuk FDI ke sejumlah negara tersebut. Dengan menggunakan metode statistika ordinary least squire (OLS), didapatkan kesimpulan yang mengungkapkan bahwa kebijakan sosial-ekonomi yang kondusif, dapat memberikan efek/ dampak yang positif terhadap terjadinya aliran masuk modal jenis FDI/ PMA.
36
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu dari John C. Anyanwu Nama penulis, tahun, judul artikel di jurnal, nama jurnal/ vol./ no./ hal.:
Tujuan artikel ilmiah pada jurnal tersebut:
Inti bahasan Hasil riset/ dari artikel studi di jurnal tersebut: tersebut:
Persamaan dan perbedaan di artikel (jurnal) dan di penelitian (penulis):
John C. Anyanwu. 2012. “Why Does Foreign Direct Investment Go Where It Goes?: New Evidence from African Countries”, Annals of Economics and Finance, Vol. 13, No. 2: 425462.
Tujuan dari artikel ilmiah ini bermasud meneliti/ mengenali beberapa faktor yang mempengaruhi aliran masuk modal asing jenis FDI/ PMA di sejumlah negara Afrika.
Merujuk kepada teori ekonomi makro, J.C. Anyanwu bermaksud untuk meneliti sejumlah faktor makro ekonomi terhadap arus masuk FDI di negara-negara Afrika.
Persaamaan antara riset yang dilakukan John C. Anyanwu dengan penelitian oleh penulis adalah dalam meneliti variabel keterbukaan perdagangan, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, pertumbuhan GDP, dan arus masuk FDI.
Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perumus kebijakan dibidang PMA pada kasus negaranegara Afrika.
Temuan riset tersebuat adalah: a. pola perdagangan yang terbuka, berpengaruh positif terhadap arus masuk FDI; b. terdapat hubungan positif antara besaran pasar dengan arus masuk FDI; Analisis dilakukan c. terjadinya aglodengan mengguna- merasi ekonomi, kan metode regresi berdampak positif berganda. terhadap arus masuk FDI; Model d. berkembangnya ekonometrik sektor finansial (secara lebih ma𝑭𝑫𝑰𝒊𝒋𝒕 = 𝜷𝟎 + ju), berpengaruh 𝜷𝟏 (𝒖𝒓𝒃𝑷𝒐𝒑)𝒊𝒋𝒕 + negatif terhadap 𝜷𝟐 (𝑮𝑫𝑷𝑷𝑪)𝒊𝒋𝒕 + arus masuk FDI; 𝜷𝟑 (𝑶𝒑𝒑)𝒊𝒋𝒕 + e. tatkala pinjam𝜷𝟒 an luar negeri (𝑰𝒏𝒇𝒍)𝒊𝒋𝒕 + “hengkang” dari 𝜷𝟓 L negara tsb, (𝑰𝒏𝒇𝒍)𝒊𝒋𝒕 + ternyata juga 𝜷𝟔 (𝑬𝒙𝒄𝒉𝑹𝒂𝒕𝒆)diikuti dengan 𝒊𝒋𝒕 + 𝜷𝟕 “hengkangnya” (𝑰𝒏𝒇𝒓𝒔)𝒊𝒋𝒕 + FDI dari negara 𝜷𝟖 itu; (𝑯𝒖𝒎𝑪𝒂𝒑)𝒊𝒋𝒕 + f. eksploitasi atas 𝜷𝟗 (𝑨𝒊𝒅)𝒊𝒋𝒕 SDA, menjadi + 𝜷𝟏𝟎 daya tarik yang (𝑮𝑫𝑷𝑮𝒓𝒐𝒘𝒕𝒉)𝒊𝒋𝒕 + kuat terhadap 𝜷𝟏𝟏 masuknya FDI; (𝑭𝑫𝑰 − 𝟏)𝒊𝒋𝒕 + g. aturan hukum 𝜷𝟏𝟐 yang jelas, telah (𝑪𝒐𝒓𝒓𝒖𝒑)𝒊𝒋𝒕 menaikkan arus + 𝜷𝟏𝟑 (𝑹𝒆𝒈𝑸𝒖𝒂𝒍) FDI. 𝒊𝒋𝒕 + 𝜷𝟏𝟒 (𝑹𝒖𝒍𝒆𝒐𝒇𝑳𝒂𝒘)𝒊𝒋𝒕 Hubungan positif + 𝜷𝟏𝟓 (𝑬𝒙𝒑𝒕)𝒊𝒋𝒕yang lebih tinggi, terjadi pada kasus + 𝝑(𝑹𝒆𝒈)𝒊𝒋𝒕 +kawasan Afrika 𝜺𝒊𝒋𝒕
Variabel ekonomi yang ditelitinya meliputi jumlah penduduk, GDP dan pertumbuhannya, keterbukaan perdagangan,
Perbedaannya ialah J.C. Anyanwu meneliti pula tentang variabel jumlah penduduk, pengembangan sektor finansial, human capital, pinjaman luar negeri, harga minyak dunia, dan tingkat korupsi; sedangkan penelitian oleh penulis tidak memasukkan variabel tersebut. Objek riset yang dilakukan J.C. Anyanwu adalah tentang sejumlah negara Afrika, sedangkan objek penelitian oleh penulis adalah tentang kasus Indonesia. Riset oleh J.C. Anyanwu melacak perkembangan data tahun 1996-2008, sedangkan penelitian oleh penulis adalah dari tahun .... sampai 2015.
Sub-RegionTimur dan Selatan, daripada sub-region lainnya dalam memperoleh arus masuk FDI
37
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
pengembangan sektor finanial, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, human capital, pinjaman luar negeri, harga minyak dunia, tingkat korupsi, dan rule of law (sebagai variabel independen) serta FDI (sebagai variabel dependen).
Sumber: John C. Anyanwu. 2012. “Why Does Foreign Direct Investment Go Where It Goes?: New Evidence from African Countries”, Annals of Economics and Finanace, Vol. 13, No. 2: 425-462.
Deskripsi singkat: Artikel ilmiah yang kedua ditulis oleh John C. Anyanwu (2012) berjudul “Why Does Foreign Direct Investment Go Where It Goes?: New Evidence from African Countries” yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Economics and Finance, Vol. 13, N0. 2: 425-462. Tulisan ini bermaksud mampu mengenali sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap masuknya aliran modal FDI, agar informasi hasil riset dapat dijadikan bahan pertimbangan bari para perumus kebijakan di Afrika dalam merumuskan dan memutuskan kebijaksanaan ekonominya yang jelas sehingga dapat merangsang masuknya modal asing (FDI). Mengacu kepada kerangka teori ekonomi makro yang dijadikan dasar pijakannya serta bertolak dari pemahaman tentang kondisi sosio-ekonomi negara-negara Afrika, Anyanwu bermasuk meneliti sejumlah faktor berikut seperti jumlah penduduk, GDP per kapita, keterbukaan perdagangan, pengembangan sektor finansial, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, human capital, pinjaman luar negeri, pertumbuhan GDP/ PDB, harga minyak dunia, tingkat korupsi, dan rule of law. Dengan melacak perkembangan data tahun 1996 sampai 2008 dan dengan menggunakan metode regresi berganda, ada sejumlah temuan penting dari riset tersebut: a. terdapat hubungan positif antara besaran pasar (market size) dengan arus masuk FDI, b. pola perdagangan yang terbuka, juga berdampak positif terahadap arus masuk FDI, c. terjadinya aglomerasi ekonomi ternyata berpengaruh sangat positif terhadap terjadinya arus masuk FDI, d. sumber daya alam yang mampu dieksploitasi di negara tersebut menjadi daya tarik sangat kuat bagi masuknya FDI, e. penataan rule of law yang lebih baik, mampu menaikkan arus masik FDI, f. pengembangan sektor finansial secara lebih maju, ternyata berdampak negatif terhadap arus masuk FDI, g. ketika pinjaman luar negeri “hengkang” dari negara terebut, ternyata hal ini berpengaruh juga terhadap “hengkangnya” FDI dari negara tersebut. Kawasan Afrika Sub-region Timur dan Selatan menunjukan hubungan positif yang lebih tinggi dalam memperoleh arus masuk FDI daripada ke sub-region lainnya. 38
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Tabel 2.3 Penelitian Tokunbo S. Osinubi dan Llyod A. Amaghionyeodiwe Nama penulis, tahun, judul artikel di jurnal, nama jurnal/ vol./ no./ hal.:
Tujuan artikel pada jurnal tersebut:
Inti bahasan Hasil riset/ dari artikel studi di jurnal tersebut: tersebut:
Persamaan dan perbedaan di artikel (jurnal) dan di penelitian (penulis):
Tokunbo S. Osinubi and Lloyd A. Amaghionyeodiwe. 2009. “Foreign Direct Investment and Exchange Rate Volatility in Nigeria”, International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies, Vol. 6, No. 2: 83-118.
Artikel ini bertujuan untuk meneliti pengaruh volatilitas beberapa besaran makro ekonomi terhadap arus masuk FDI ke Nigeria tahun 19702004.
Secara lebih rinci, penelitian ini bermaksud mengkaji volatilitas nilai tukar mata uang, tingkat bunga, dan tingkat PDB riil terhadap arus masuk modal asing berupa FDI
Persamaan antara riset yang dilakukan oleh T.S. Osinubi dan L.A. Amaghionyeodiwe dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dalam meneliti variabel nilai tikar mata uang, tingkat GDP (atau PDB), dan arus masuk FDI.
Analisis ekonomi dilakukan dengan menggunakan metode statistik berganda dengan teknik OLS (ordinary least squires). Model ekonometrik FDI = 𝜶𝟎 + 𝜶𝟏 EXR + 𝜶𝟐 EXRV + 𝜶𝟑 INT + 𝜶𝟒 RGDP + U
Riset ini mengungkapkan bahwa antara nilai tukar mata uang dengan arus masuk FDI, memperlihatkan hubungan yang positif.
Perbedaannya adalah T.S. Osinubi dan L.A. Amaghionyeodiwe memasukkan vaiabel tingkat inflasi, sedangkan penelitian oleh penulis masukkan variabel keterbukaan perdagangan. Objek riset T.S. Osinubi dan L.A. Amaghionyeodiwe adalah untuk negara Nigeria, sedangkan penelitian oleh penulis untuk kasus Indonesia. Riset oleh T.S. Osinubi dan L.A. Amaghionyeodiwe adalah untuk rentang waktu 19702004 sedangkan penelitian oleh penulis untuk tahun .... sampai 2015.
Sumber: Tokunbo S. Osinubi and Lloyd A. Amaghionyeodiwe. 2009. “Foreign Direct Investment and Exchange Rate Volatility in Nigeria”, International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies, Vol. 6, No. 2: 83-118.
39
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Deskripsi singkat: Artikel ilmiah ketiga ditulis oleh Tokunbo S. Osinubi dan Lloyd A. Amaghionyeodiwe (2009) berjudul “Foreign Direct Investment and Exchange rate Volatility in Nigeria” yang dipublikasikanan pada International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies, Vol. 6, No. 2: 83-118. Riset ini meneliti pengaruh volatilitas nilai tukar mata uang, tingkat bunga, dan tingkat PDB riil terhadap arus masuk FDI pada kasus negara Nigeria untuk rentang waktu 1970-2004. Metode penelian dan penghitungan yang dipakai Osinubi dan Amaghionyeodie didasarakan kepada metode yang pernah dilakukan Gorg dan Wakelin (2001) dengan menggunakan peralatan analisa statistik berganda dengan teknik OLS (ordinary least squire). Hasil studi ini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara arus masuk FDI dengan nilai tukar mata uang.
II.7.1. Kerangka Pemikiran Secara Konseptual/ Teoritis Pengkajian tentang persoalan PMA/ FDI dari sudut pandang makro ekonomi dan pembangunan ekonomi, antara lain dapat dilihat dari keterkaitan tentang tingkat perkembangan GNP negara tersebut dengan FDI-nya. Bagi negara sedang berkembang, terjadinya percepatan dalam proses pembangunan ekonomi, cenderung dapat menyerap/ mendatangkan modal asing berjenis FDI. Tingkat GNP sebagai tolok ukur pembangunan ekonomi, dapat dipandang sebagai salah satu determinan atau faktor penentu terhadap besar/ kecilnya FDI di negara tersebut. Mengacu kepada teori Keynesian, GNP yang terbentuk di suatu negara salah satu komponen yang termasuk ke dalam permintaan agregatif dalam perspektif makro ekonomi tak lain adalah komponen investasi. Tingkat investasi, dengan demikian merupakan fungsi linier dari produksi nasional (GNP). Ketika produksi nasional (GNP) meningkat, maka tingkat investasipun akan meningkat pula. Inflasi sebagai salah satu indikator makro ekonomi yang dapat diamati dari indeks harga, merupakan ukuran guna melihat perkembangan harga umum di masyarakat. Situasi makro ekonomi yang stabil seperti terlihat dari rendahnya tingkat inflasi, dapat menjaga berjalannya proses penanaman modal dan berpengaruh positif serta menjadi daya tarik terhadap pemasukan FDI. Perusahaan multinasional dapat melalukan strategi alternatif dan diversifikasi resiko dalam melakukan ekspansi ekonomi di pasar internasional melalui strategi ekspor dan/ atau memilih FDI. Pola perekonomian terbuka sebagaimana tercermin dari arus perdagangan internasionalnya yang cukup besar, diyakini dapat membantu meningkatkan pemasukan modal asing melalui jalur FDI. 40
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Teori portfolio yang pada hakikatnya menyoroti tentang diversivikasi kepemikian aset, menguraikan tentang tindakan investor dalam mencapai rate of return yang maksimum dengan senatiasa menimbang resiko tertentu. Konsep ini kemudian telah dikaitkan dalam perspektif internasional guna menjelaskan alokasi aset dalam jangka panjang, baik dalam penanaman modal jenis foreign portfolio investment (FPI) maupun jenis foreign direct investement (FDI). Kendati bukan merupakan faktor tunggal, upaya melakukan diversifikasi resiko secara lebih tersebar pada beberapa pilihan investasi, dianggap merupakan pertimbangan logis bagi investor. Merujuk kepada teori ekonomi keuangan dan keuangan internasional khususnya perihal teori pasar modal dan investasi portfolio, dasar teori ini kemudian telah dijadikan dasar pijakan guna menjelaskan fenomena FDI. Masalah FDI, dalam konteks ini, merupakan bagian permasalahan yang berhubungan dengan lalu lintas modal internasional (international capital mobility). Teori ini menekankan bahwa alasan paling logis dari terjadinya perpindahan modal internasional ialah karena adanya perbedaan tingkat bunga dan perbedaan kekuatan mata uang. Kondisi mata uang yang lemah (di negara penerima modal) dibandingkan dengan kondisi mata uang yang kuat (di negara pemasok modal), dapat dijadikan dasar pijakan untuk melakukan proses FDI.
II.7.2. Kerangka Pemikiran Secara Skematis (belum)
II. 8. Hipotesis Dengan berpatokan dan mengacu kepada kerangka teori ekonomi yang diuraikan diatas, dan merujuk kepada jurnal ilmiah yang dijadikan panduan dalam penelitian ini, serta ditopang dengan uraian atas fenomena yang akan diteliti, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Adanya kenaikan dalam tingkat GDP/ GNP, berpengaruh positif dan signifikan terhadap kenaikan/ pemasukan investasi asing (FDI). 2. Tingkat inflasi yang rendah, berpengaruh signifikan terhadap peningkatan/ pemasukkan FDI. (Inflasi yang tinggi, memiliki relasi negatif dengan FDI). 3. Keterbukaan perdagangan, berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemasukan/ peningkatan arus FDI. 4. Depresiasi nilai tukar mata uang (di negara penerima modal) berpengaruh positif terhadap kenaikkan FDI (bagi negara penerima modal). 41
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Daftar Literatur: I.Artikel dari Jurnal: Anyanwu, John C. 2012. “Why Does Foreign Direct Investment Go Where I Goes?: New Evidence from African Countries”. Annals of Economics and Finance, Vol. 13, No. 2: 425462. Dunning, John H. 2001. “The Eclectic (OLI) Paradigm of International Production: Past, Present, and Future”. International Journal of the Economics and Business, Vol. 8, No. 2: 173-190. http://www.tandf.couk/journals DOI: 10.1080/13571510110051441 Martinez, Candance A. and Gayle Allard. 2000. “Foreign Direct Investment and Social Policy: the Links in Developing Country”. The Journal of Business in Developing Country, Vol. 11, No. 09: 77-112. Narula, Rajneesh and Jose Guimon. 2010. “The Investment Development Path in a Globalised World: Implications for Eastern Europe”. Eastern Journal of European Studies, Vol. 1, Issue 2, (December): 5-19. D. Osinubi, Tokunbo S. and Lloyd A. Amaghionyeodiwe. 2009. “Foreign Direct Investment and Exchange Rate Volatility in Nigeria”. International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies, Vol. 6, No. 2: 63-116. Udenze, Onyinye. 2014. “The Effect of Corruption on Foreign Direct Investment in Developing Countries”. The Park Place Economist, Vol. XXII, Issue 1, Article 17: 85-95. Available at: http://digitalcommons.iwu.edu/parkplace/vol22/iss/17
II. Paper/ Proceedings: Amann, Edmund and Swati Virmani. “Is the Evolution of India’s Outward FDI Consistent with Dunning’s Investment Development Path Sequence?”. Economics Working Paper Series 2015/019: 1-38. Lancaster: the Department of Economics, Lancaster University Management School. http://www.lancaster.ac.uk/lums/ Benassy-Quere, Agnes, Maylis Coupet, and Thierry Mayer. “Institutional Determinants of Foreign Direct Investment”. CEPII Working Paper No. 2005-05: 1-30. Paris: Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales. Das, Gouranga G., Hirasnya K. Nath, and Halis Murat Yildiz. “Foreign Direct Investment and Inequality in Productivity Across Countries”. An earlier version of this paper was 42
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
presented at the 50th Annual North American Meetings of the Regional Science Association International in Philadelphia, (November 2003). Unpublished paper, January 2005: 1-42. Globerman, Steven, Daniel Shapiro, and Yao Tang. “Foreign Direct Investment in Emerging and Transition European Countries”. Unpublished paper, December 2004: 1-45. Bellingman, WA.: Center for International Business, Western Washington University. Nayak, Dinkar and Rahul N. Choudrury. “A Selective Review of Foreign Direct Investment Theories”. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade (ARTNeT) Working Paper No. 143, March 2014: 1-34. Bangkok: Trade and Investment Division, UN-ESCAP. Available at www.artnetontrade.org Sahoo, Pravakar. “Foreign Direct Investment in South Asia: Policy, Trends, Impact and Determinants”. ADB Institute Discusion Paper No. 56, November 2006: 1-76. Tokyo: the Asian Dvelopment Bank Institute. te Velde, Dirk Willem. “Policies Towards Foreign Direct Investment in Developing Countries: Emerging Best-Practices and Outstanding Issues”. Paper presented at the conference “Policies Toward Foreign Direct Investment in Developing Countries, Emerging Best Practices and Outstanding Issues”, held at ODI, London, (16 March 2000), Macrh 2001:1-62. London: Overseas Development Institute. Tobin, Jennifer and Susan Rose-Ackerman. “Foreign Direct Investment and the Business Environment in Developing Countries: the Impact of Bilateral Investment Treaties”. William Davidson Institute Working Paper Number 587, June 2003: 1-67. Ann Arbor, Michigan: the William Davidson Institute, the University of Michigan Business School. Waldkirch, Andreas. “Foreign Direct Investment in a Developing Country: An Empirical Investigation”. Unpublished paper, July 25, 2002: 1-37. Corvallis, Oregon: Department of Economics, Oregon State University.
III. Buku: Ball, Donald A., Wendell H. McCulloh, Jr., Paul l. Frantz, J.Michael Geringer, and Michael S. Minor. 2006. “International Business: the Challenge of Global Competition”, tenth edition. Boston: McGraw-Hill/ Irwin. Bartlett, Christopher A., Sumantra Goshal, and Julian Birkinshaw. 2004. “Transnasional Management: Text, Cases, and Readings in Cross-Border Management”. Boston: McGrawHill/ Irwin. 43
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
Beamish, Paul W., Allen J. Morison, Philip M. Rosenzweig, and Andrew C. Inkpen. 2000. “International Management: Text and Cases”, Fourth Edition. Boston: McGraw-Hill/ Irwin. Cooper, Donald R. and Pamela S. Schindler. 2014. “Business Research Methods”, Twelft Edition. New York: McGraw-Hill/ Irwin. Cullen, John B. and K. Praveen Parboteeah. 2005. “Multinational Management: A Strategic Approach”, Third Edition. Ohio: South-Western. Czinkota, Michael R., Ilkka A. Ronkainen, and Michael H. Moffet. 2002. “International Business”, Sixth Edition. Singapore: Thomson Learning, Inc. Daniels, John D. and Lee H. Radebaugh. 2001. “International Business: Enviromnments and Operations”, Ninth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Davis, Duane. 2005. “Business Research for Decision Making”, Sixth Edition. Singapore: Thomson South-Western. Griffin, Ricky W. and Michael W. Pustay. 2003. “International Business: A Managerial Perspective”, Second Edition. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Hakim, Abdul. 2014. “Pengantar Ekonometrika dengan Aplikasi EViews”, Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia dan FE-UII. Krugman, Paul N. and Maurice Obstfeld. 2009. “International Economics: Theory and Policy”, 8th Edition. Boston: Addison-Wesley. Madura, Jeff. 2006. “Financial Institutions and Markets”, Seventh Edition. Singapore: Thomson South-Western. Pugel, Thomas A. 2004. “International Economics”, 12th ed. Boston: McGraw-Hill. Sumodiningrat, Gunawan. 2010. “Ekonometrika Pengantar”, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE-UGM. Zikmund, William G., Barry J. Babin, Jon C. Carr, and Mitch Griffin. 2013. “Business Research Methods”, Ninth Edition. Singapore: South-Western
IV. Disertasi doktor (dalam topik/ tema FDI): Mouusa, Mohamed Salem Ali. 2001. “An Eclectic Approach to the Determinants of Foreign Direct Investment Inflows to the Lybian Oil and Gas Sector”. A thesis submitted in partial 44
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
fulfillment of the requirements of Northumbria University for the degree of Doctor of Philosophy. Newcastle: Newcastle Business School, Northumbria University. Osei, Collins. 2014. “UK Foreign Direct Investment in Ghana: Determinants and Implications”. A thesis submitted in partial fulfillment of the requirement of Edinburgh Napir University for the award of Doctor of Philosophy. Edinburgh: Business School, Edinburgh Napier University. Rogmans, Tim J. 2011. “The Determinants of Foreign Direct Investment in the Middle East North African Region”. Thesis with regard to the PhD degree at Nyenrode Business Universiteit on authority of the Rector Magnificus Prof. dr, M. va Rooijen in accordance with the Doctorate Committee. Nyenrode: Nyenrode Business Universiteit. Tang, Sumei. 2007. “Foreign Direct Investment and Its Impact in China: A Time Series Analysis”. Submitted in Fulfillment of the Requirements of the degree of Doctor of Philosophy. Griffith: Department of International Business and Asian Studies, Griffith Business School, Griffith University.
V. Publikasi Badan/ Lembaga (Pemerintah dan Swasta): Bank Indonesia. 2015. “Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV 2014: Ekonomi, Moneter, dan Keuangan”. Jakarta: BI. Bank Indonesia. 2014. “Laporan Perekonomian Indonesia 2013: Menjaga Stabilitas, Mendorong Reformasi Struktural untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan”. Jakarta: BI. Bank Indonesia. 2013. “Laporan Tahunan 2012: Menjaga Keseimbangan, Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Inklusif”. Jakarta: BI. UNCTAD. 2014. “World Investment Report 2014, Investing in the SDGs: An Action Plan”. New York and Geneva: the United Nations. UNCTAD. 2013. “World Investment Report 2013, Global Value Chains: Investment and Trade for Development”. New York and Geneva: the United Nations. UNCTAD. 2012. “World Investment Report 2012: Towards A New Generation of Investment Policies”. New York and geneva: the United Nations. UNCTAD. 2011. “World Investment Report 2011: Non-Equity Modes of International Production and Development”. New York and Geneva: the United Nations. 45
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
UN-DESA. 2013. “World Economic and Social Survey 2013: Sustainable Development Challenges”. New York: the United Nations. UN-DESA. 2010. “World Economic and Social Survey 2010: Retooling Global Development”. New York: the United Nations.
(Sampai tgl 2 Agustus 2017, belum selesai, baru sekitar 65 persen).
46
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
47
Draft Progress Report Penelitian, disusun oleh Harisdiana, SE., MM., dosen FEB Universitas Padjadjaran, Bandung.
Juli 2017
48