1
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah sakit merupakan organisasi dinamis yang senantiasa harus mengadakan perubahan. Menurut Tjahjono (2007), rumah sakit yang tidak memperhatikan dinamika lingkungan yang ada kemungkinan sistem manajemen yang digunakan tidak akan cocok dan masa depan rumah sakit menjadi suram. Dalam memahami hubungan antara perubahan lingkungan dengan rumah sakit sebagai organisasi dapat digambarkan sebagai berikut.
INPUT
RS sebagai organisasi
Berupa sumber dana, demand, kebijakan pemerintah, dan lain lain
Subsistem klinik dan Nonklinik Subsistem psikososial Subsistem structural RS
OUTPUT
Berupa berbagai pelayanan kesehatan
Gambar 1 Pollit(1990) dalam Tjahjono (2007) ” Regulasi Kesehatan Indonesia”
Gambar
1
menjelaskan
bahwa
perubahan
lingkungan
sekitar
mempengaruhi lingkungan dan keadaan rumah sakit. Rumah sakit harus senantiasa mengadakan adaptasi terhadap perubahan yang ada di sekitarnya. Sehingga rumah sakit berkembang secara dinamis mengikuti pola perubahan lingkungan sekitarnya. (Tjahjono, 2007 ) Perkembangan rumah sakit saat ini mengalami perubahan. Dimana pada masa sekarang rumah sakit sedang dalam suasana global dan kompetitif termasuk bersaing dengan pelayanan kesehatan alternatif. Pada keadaan demikian pelayanan kesehatan harus dikelola dengan dasar konsep manajemen yang mempunyai etika. (Trisnantoro, 2006)
2
Dalam melakukan perkembangannya, rumah sakit dituntut memiliki kemampuan untuk dapat berpikir secara sistematis untuk melakukan perubahan. Salah satu konsep yang digunakan adalah manajemen strategis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan strategis berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dan bahwa metode faktor terutama bertanggungjawab atas inkonsistensi dilaporkan dalam literatur. (Cardinal dan Miler, 1994) Manajemen strategis rumah sakit diawali suatu perencanaan strategis, diikuti pelaksanaan dan pengendalian rencana strategis rumah sakit. Perencanaan strategis menekankan analisis faktor internal dan eksternal yang dapat mewujudkan tercapainya tujuan rumah sakit. Analisis faktor eksternal mengenao lingkungan harus pertama dilakukan. Analisis faktor internal meliputi sumber daya manusia, fasilitas organisasi, dan dana mengikuti analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threats). (Tjahjono,2007)
I.1.1. Profil Kesehatan BKKP Balai Kesehatan Kerja Pelayaran adalah sebuah institusi yang berada di bawah Kementrian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, khususnya Direktorat Kenavigasian, yang memiliki tugas pokok organisasi melakukan pelayanan kesehatan terhadap tenaga kerja fungsional pelayaran. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 40 tahun 1997 telah mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai kesehatan Kerja Pelayaran sebagai pelaksana pengujian, penilaian, pemeliharaan kesehatan dan usulan rehabilitasi medis bagi tenaga fungsional pelayaran. Keputusan Menteri Perhubungan No. 65 tahun 2002, organisasi dan tata kerja balai kesehatan kerja pelayaran sebagai pelaksana pengujian, penilaian, dan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga fungsional serta penilaian dan penilikan terhadap lingkungan kerja pelayaran. Pelaut dan tenaga penunjamg kerja kesehatan Pelaut dan teanaga penunjang kesehatan pelayaran harus memenuhi persyaratan tingkat kesehatan yang sesuai dengan pekerjaan dan tidak membahayakan lingkungan kerjanya. Pelaut harus minimal memenuhi standar kompetensi usia, kesehatan medis, dan
3
disetujui pejabat berwenangsesuai STCW tahun 1978. Amandemen Manila tahun 2010, Konvensi ILO tahun 1976, dan Maririme Labour Convention tahun 2006. Pengujian dan penilaian tingkat kesehatan yang dilaksanakan oleh rumah sakit/institusi kesehatan tenaga fungsional maritim dan sesuai dengan tata cara penujian ksehatan yang telah ditetapkan. (Kep DL, 1999) Penentuan tingkat kesehatan bagi pelaut dan tenaga penunjang keselamatan pelayaran lainnya harus didasarkan pada pengujian dan penilaian tingkat kesehatan yang dilakukan oleh tim penguji dan penilai tingkat kesehatan. ( Kep DL, 1999) Pengujian dan penilaian tingkat kesehatan bagi pelaut dan tenaga penunjang keselamatan pelayaran dilaksanakan oleh balai kesehatan kerja pelayaran atau rumah sakit/ institusi kesehatan yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Pemeriksaan terhadap pelaut dilaksanakan pada beberapa saat yaitu pada saat akan bekerja di kapal, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kepelautan, masa berlaku sertifikat habis, dan akan bertugas kembali ke kapal setelah menjalani proses pengobatan dan dinyatakan pulih. (Kep DL, 1999) Penetapan
rumah
sakit
atau
institusi
kesehatan
yang
daoat
menyelenggarakan pengujian dan penilaian tingkat kesehatan pelaut harus ditetapkan oleh direktur jenderal. Rumah sakit atau institusi kesehatan tersebut harus memenuhi sistem penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan medikal standar kepelautan Indonesia sebagaimana tercantum dalam International Convention on Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seaferer (STCW) tahun 1978. Rumah sakit yang dimaksud adalah rumah sakit dengan klasifikasi serendah-rendahnya rumah sakit tipe C dan mempunyai dokter spesialis kelautan serta rujukan spesialis mata dan THT. (Kep DL, 1999) Tenaga medis dan non medis berjumlah total 62 orang, terdiri atas 1 orang dokter spesialis kelautan, 6 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 3 orang analis dan 18 orang perawat, 1 orang petugas Rontgen, sisanya adalah tenaga non medis. Alat medis yang dimiliki antara lain :
4
1. Alat pemeriksaan umum standar klinik 2. Rontgen 3. Alat pemeriksaan standar kesehatan mata 4. Alat pemeriksaan lab (sentrifuge, rotator, kimia darah, imunologi, microscope binoculair, drug analizer, urinometer complete) 5. Head Lamp 6. Sterilizer 7. Audiometer 8. Otoscope 9. Kampimeter 10. Ophthalmoscope 11. Trial Frame 12. Dental Unit 13. Dental Rontgen 14. Meja Gynaekologi Dari data pusat penelitian dan pengembangan Departemen Perhubungan, terdapat peningkatan jumlah armada secara signifikan sejak tahun 2006 hingga 2009 rata-rata sebesar 11 % setiap tahun dengan peningkatan paling tinggi pada periode tahun 2008-2009. Menurut dr. Hudi, MM , kepala BKKP, jumlah tenaga transportasi laut pada kurun waktu 2006-2009 diperkirakan sebesar 90.000-270.000 orang. Saat ini, angka ini sudah semakin meningkat, diperkirakan jumlah tenaga transportasi laut mencapai 500.000 orang. Data pada tabel 1 menjelaskan bahwa, terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja fungsional laut yang tersertifikasi, namun jumlah tenaga kerja yang tersertifikasi ini masih jauh dari total jumlah pelaut yang ada. Dari data tersebut pada tahun 2012 baru sekitar 2.4% pelaut yang sudah tersertifikasi dari sekitar 500.000 pelaut yang beroperasional. Dari data tersebut juga dapat disimpulkan bahwa dari 501 pasien yang dilayani dalam 1 tahun, dapat diambil rata-rata BKKP melayani hanya sekitar 42 pasien dalam 1 bulan, sedangkan dokter umum yang
5
tersedia adalah 6 orang, sehingga dalam satu bulan 1 orang dokter umum hanya melayani 7 orang. Sedangkan pada tahun 2013 terdapat sedikit peningkatan yaitu sebesar 2,5 % pelaut tersertifikasi dan pada tahun 2014 juga sekitar 2,5% pelaut yang tersertifikasi. Tabel 1 Data Pelaut Tersertifikasi
BKKP RS/Klinik lain Total
2010
2011
2012
2013
2014
267 5341
342 7437
501 11568
543 12342
576 11987
5608
7779
11473
12885
12563
Pada tahun 2012 terdapat beberapa klinik dan RS mitra usaha BKKP pengeluaran sertifikat untuk pelaut belum maksimal. Adanya angka 0 pada beberapa klinik/ RS menunjukkan kinerja yang tidak maksimal. Dari 57 klinik / RS didapatkan data sebanyak 11.568 pelaut yang diperiksa di klinik tersebut. Apabila diambil rata-rata, masing-masing klinik memeriksa sekitar 202 pasien tiap bulannya dan setiap hari kurang lebih sekitar 6 pasien yang diperiksa. Jumlah ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan sumber daya yang ada di masingmasing klinik atau RS tersebut. Sedangkan pada tahun 2014, BKKP telah merevisi ulang jumlah klinik yang bekerjasama dengan BKKP. Beberapa klinik yang dinilai memiliki kinerja kurang sesuai tidak lagi diperpanjang masa kerjasamanya. Sehingga yang tadinya terdiri atas 57 klinik menjadi 48 klinik yang masih bekerjasama melaksanakan pemeriksaan kesehatan untuk pelaut. Dengan adanya data tersebut, perlu diadakan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dari mitra BKKP. Pada saat ini BKKP menyerahkan sebagian kewenangannya untuk melakukan uji sertifikasi berlayar dengan penunjukan kepada rumah sakit dan klinik untuk dapat melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga fungsional pelayaran. Namun kegiatan seperti ini belum dapat menjawab dan mengantisipasi kebutuhan pelayanan pemeriksaan kesehatan.
6
Dalam pelaksanaannya, pelayanan pemeriksaan kesehatan tidak saja dibutuhkan ketika tenaga kerja transportasi laut berlabuh di darat namun juga pada saat di laut atau berlabuh dan tidak turun ke darat. Hal ini juga belum dapat diakomodasi oleh klinik dan rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan BKKP. Dilain pihak, anggaran yang diberikan untuk BKKP terbatas. Anggaran yang tersedia lebih diutamakan untuk pembangunan infrastruktur transportasi lainnya. Kebutuhan pelayanan kesehatan dan sertifikasi tenaga fungsional transportasi laut semakin meningkat. Perkembangan kegiatan transportasi laut tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, sehingga ketergantungan terhadap transportasi laut sangat besar. Akibatnya, BKKP harus melakukan strategi pengembangan yang tepat untuk menangani permasalahan yang muncul sekaligus sebagai langkah antisipasi terhadap peningkatan kegiatan transportasi laut dan dampak kesehatan yang mengikutinya. Pekerjaan dalam dunia maritim diidentifikasi sebagai tempat kerja beresiko tinggi dan dalam banyak aspek berbeda dari kondisi di darat. Penyakit akut dan serius menimbulkan resiko khusus untuk pelaut karena kurangnya akses langsung ke profesional primer keperawatan medis laut. Peningkatan program pelatihan penanganan medis pertama di kapal, perbaikan sistem kerja, peningkatan kesadaran akan keselamatan, dan program pencegahan penyakit sangat diperlukan. (Hansen, 1996) Pesatnya perkembangan struktur dan teknologi dalam industri maritim membutuhkan sebuah sistem perawatan kesehatan yang sistematis bagi pelaut. Penanganan pertama di atas kapal sampai pencegahan penyakit kronis yang berhubungan dengan diet, aktivitas fisik, obat-obatan, alkohol dan tembakau. Sebagai dasar, dibutuhkan analisa terhadap sistem yang telah ada untuk membuat program perawatan kesehatan terintegrasi bagi pelaut. (Jensen, 2010) Dengan memperhatikan kondisi BKKP dan kondisi dunia pelayaran pada umumnya, maka perlu disusun rencana strategis dalam rangka menjalankan tupoksi organisasi, seiring dengan perkembangan sarana pelayanan kesehatan yang baru, yang lebih maju dan modern
7
I.2. PERUMUSAN MASALAH 1. Kapasitas pelayanan pasien BKKP yang masih belum maksimal bila dibandingkan dengan fasilitas yang ada di BKKP 2. Belum adanya strategi pengembangan usaha yang dimiliki BKKP untuk meningkatkan kinerja perusahaan
I.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah tersusunnya strategi pengembangan usaha BKKP Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian secara umum dibedakan atas empat hal, yaitu : 1. Mengetahui
faktor-faktor
yang
menjadi
Strength
(Kekuatan),
Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), Threat (Ancaman) BKKP dan faktor-faktor apa yang paling dominan di setiap aspeknya 2. Membuat strategi pengembangan usaha BKKP untuk memaksimalkan kapasitas layanan pasien BKKP 3. Membuat analisa Balance Scorecard BKKP dengan perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal, dan pertumbuhan pembelajaran 4. Membuat tolok ukur pencapaian dengan perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal, dan pertumbuhan pembelajaran
I.4. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini memberikan informasi mengenai Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), Threat (Ancaman) BKKP dan analisis Balance Scorecard yang dapat digunakan untuk rencana strategis pengembangan kemitraan usaha BKKP
8
I.5. KEASLIAN PENELITIAN 1. Maria Alfonsa Dhale (2011), Penyusunan Rencana Strategis Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa Berbasis Balanced Scorecard. Penelitian ini menjabarkan penyusunan rencana strategis instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa dengan pendekatan Balanced Scorecard dengan mencari turunan ukuran kinerja untuk setiap pespektifnya. 2. Chusnul Hidayati (2009). Perencanaan Stratejik Rumah Sakit Ibu dan Anak Al-Fauzan Dengan Kerangka Balance Scorecard. Penelitian ini menjabarkan rencana stratejik Rumah Sakit Ibu dan Anak Al-Fauzan dengan pendekatan Balance Scorecard dengan keempat perpektifnya yaitu keuangan,
pelanggan,
pembelajaran.
bisnis
internal
proses,
dan
pertumbuhan