BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pengawasan perlu dilakukan karena secara filosofis manusia hidup di dunia ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan, oleh karena itu manusia perlu adanya orang lain serta peraturan yang dapat memberikan peringatan apabila mereka melakukan kesalahan. Demikian pula aparat Pemerintah, yang juga sebagai manusia, yang tidak lepas dari salah ataupun khilaf. Oleh karena itu, diperlukan adanya lembaga masyarakat atau lembaga pengawasan yang dapat mengawasi aparat agar tindakannya sebagai abdi masyarakat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak menguntungkan aparat saja. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut (www.itjen-depdagri, diakses 3 Maret 2013). Menurut Budi Priyono (2004:ii), sebelum masa reformasi nasional, pengelolaan keuangan negara bersandar pada produk peninggalan kolonial Belanda yang dikenal dengan ICW (Indische Comptabiliteit Wet atau UndangUndang Perbendaharaan Hindia Belanda). Baru pada tahun 2003 diterbitkan paket undang-undang yang mengatur Tata Kelola Keuangan Negara, yaitu UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara disebutkan bahwa pemeriksaan adalah proses
1
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. Pengawasan atau pemeriksaan keuangan Negara dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang terdiri dari BPKP, Inspektorat Jendral, Inspektorat Utama atau Inspektorat dan Bawasda, serta BPK RI sebagai Aparat Pengawasan Eksternal Pemerintah (APEP). Terbitnya paket undang-undang tersebut disamping menandai kedaulatan hukum di bidang keuangan negara setelah hampir 60 tahun merdeka, yang lebih penting adalah memberikan payung hukum yang jelas bagi para pengelola keuangan negara, relevan dengan perkembangan zaman serta sesuai dengan tuntutan publik akan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan saat ini. Ketiga paket undang-undang ini mendasari pengelolaan keuangan negara yang mengacu pada international best practices yaitu akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri (Budi Priyono, 2004:iv). Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekan prinsip-prinsip good government governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan barang dan jasa publik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Kepemerintahan (tata pemerintahan) yang baikmerupakan tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Pola-
2
pola penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (LAN, 2003:5). Pengawasan dalam konteks pengawasan intern ialah suatu kegiatan pengujian yang objektif dalam rangka peningkatan kinerja organisasidan pemberian rekomendasi yang independen untuk meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan proses good government governance. Hal ini berarti bahwa resiko pencapaian tujuan suatu organisasi yang ditemui oleh pengawas hanya akan dapat diatasi dengan efektif jika berbagai komponen pengendalian dikelola dengan baik. Komponen pengendalian yang dimaksud dalam hal ini ialah organisasi, perencanaan atau penganggaran, kebijakan, prosedur, pencatatan, pelaporan, dan reviu intern (LAN, 2003:5). Pengawasan yang dilakukan pengawasan internal pemerintah merupakan bagian dari fungsi manajemen pemerintah. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Presiden memegang kekuasaan pemerintah berdasarkan UndangUndang Dasar.” Sebagai bagian dari prosedur manajemen pemerintah negara, Presiden tidak dapat sendiri melaksanakan urusan penyelengaraan pemerintahan umum, sehingga dalam pengawasan diperlukan lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden untuk menjamin semua proses manajemen penyelenggaraan pemerintahan negara, yang kemudian dibentuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Keberadaan BPKP sebagai lembaga internal pemerintah hakikatnya ditujukan pada tugasnya untuk mengendalikan dan mengawasi jalannya manajemen pemerintahan negara secara umum. Pada penjelasan umum PP Nomor 60 tahun 2008 menyebutkan bahwa sistem Pengendalian Intern (SPI) di lingkungan instansi pemerintah dikenal sebagai
suatu
sistem
yang
diciptakan
untuk
mendukung
upaya
agar
penyelenggaraan kegiatan pada instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, dimana pengelolaan keuangan Negara dapat dilaporkan secara andal, asset negara dapat dikelola dengan aman, dan tentunya mendorong
3
ketaatan terhadap pertauran perundang-undangan. SPI dalam penerapannya harus senantiasa
memperhatikan
norma
keadilan
dan
kepatutan
serta
mempertimbangkan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah. Konsep dasar akuntanbilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tiap tingkatan dalam organisasi yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Masing-masing individu pada tiap jajaran aparatur bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada tiap bagiannya. Akuntanbilitas didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Dalam dunia birokrasi, akuntanbilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan
perwujudan
kewajiban
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan (LAN, 2000:51). Inspektorat Jendral merupakan unsur pengawasan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri. Pelaksanaan pengawasan di lingkungan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ini menarik untuk dikaji, karena beberapa alasan berikut ini : kurang efektifnya kinerja tenaga pemeriksa yang mengakibatkan hasil-hasil pengawasan menjadi kurang optimal, hal ini ditandai dengan banyaknya penyimpangan yang terjadi di lingkungan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, selain itu, rendahnya transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan (Budi Priyono, wawancara, 6 Maret 2013). Menurut analisis BPK, salah satu penyebab timbulnya masalah tersebut ialah masih terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di bidang keuangan maupun di bidang pengawasan yang memiliki kemampuan teknis untuk menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan. BPK memberikan opini atas Laporan Keuangan Kemenkominfo dari tahun 2006 hingga 2011 adalah Wajar Dengan Pengecualian, bahkan pada tahun 2007 BPK memberikan opini Tidak Wajar.
4
Widodo Mumpuni mengamati fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dari hasil opini atas Laporan Keuangan Kementrian Negara atau Lembaga (LKKL) dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN) banyak mengalami peningkatan. Opini atas LKKL dan LK BABUN yang merupakan elemen utama LKPP menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah KL atau BABUN yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 45 KL/BABUN yang memperoleh opini WTP, kemudian meningkat menjadi 53 KL.BABUN pada tahun 2010 dan 67 KL.BABUN pada tahun 2011 (Widodo Mumpuni, 2011). Tabel 1.1 Perkembangan Opini Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga (LKKL) Tahun 2009-2011
Opini
Tahun 2009
2010
2011
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
45
53
67
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
26
29
18
Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
8
2
2
Tidak Wajar (TW)
-
-
-
79
84
87
Jumlah Entitas Laporan Sumber : www.bpk.go.id
BPK RI berharap DPR RI dapat membantu tindak lanjut LHP atas LKPP oleh Pemerintah sehingga tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya dan kualitas LKPP dapat terus ditingkatkan oleh Pemerintah.
5
Tabel 1.2 Opini atas Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga Tahun 2010 dan 2011 NO
BA
Kementrian Negara/Lembaga
Opini BPK atas LKKL
Permusyawaratan
2009
2010
2012
WTP
WTP
WTP
1
1
Majelis Rakyat
2
2
Dewan Perwakilan Rakyat
WTP
WTP
WTP
3
4
Badan Pemeriksa Keuangan
WTP
WTP
WTP
4
5
Mahkamah Agung
TMP
WDP
WDP
5
6
Kejaksaan Agung
WDP
WDP
WTP-DPP
6
7
Sekretariat Negara
WDP
WTP
WTP
7
10
Kementerian Dalam Negeri
WDP
WTP-DPP
WTP-DPP
8
11
Kementerian Luar Negeri
TMP
WDP
WTP-DPP
9
12
Kementerian Pertahanan
WDP
WDP
WDP
10
13
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
11
15
Kementerian Keuangan
WDP
WDP
WTP
12
18
Kementerian Pertanian
WDP
WDP
WDP
13
19
Kementerian Perindustrian
WTP
WTP
WTP
14
20
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
WDP
WTP-DPP
WTP
15
22
Kementerian Perhubungan
WDP
WDP
WDP
16
23
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
WDP
TMP
TMP
17
24
Kementerian Kesehatan
TMP
TMP
WDP
18
25
Kementerian Agama
WDP
WDP
WTP-DPP
19
26
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
WDP
WDP
WDP
dan
6
20
27
Kementerian Sosial
WDP
WDP
WTP-DPP
21
29
Kementerian Kehutanan
WDP
WDP
WTP-DPP
22
32
Kementerian Kelautan dan Perikanan
WDP
WTP-DPP
WTP-DPP
23
33
Kementerian Umum
WDP
WDP
WDP
24
34
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
WTP
WTP
WTP
Pekerjaan
25
35
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
WTP
WTP
WTP
26
36
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
WTP
WTP
WTP
27
40
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
WDP
WDP
WDP
28
41
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
WTP
WTP
WTP
29
42
Kementerian Teknologi
Riset
WTP
WTP
WTP
30
43
Kementerian Hidup
Lingkungan
TMP
WDP
WTP-DPP
31
44
Kementerian Koperasi Dan Usaha KecilMenengah
WDP
WTP
WTP
32
47
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
WTP
WTP
WTP
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
WTP
WTP
WTP
33
48
dan
34
50
Badan Intelijen Negara
WTP
WTP
WTP
35
51
Lembaga Sandi Negara
WDP
WTP-DPP
WTP-DPP
36
52
Dewan Ketahanan Nasional
WTP
WTP
WTP
37
54
Badan Pusat Statistik
WDP
WDP
WTP
7
38
55
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
WTP
WTP
WTP
39
56
Badan Pertanahan Nasional
TMP
WDP
WDP
40
57
Perpustakaan Nasional
WDP
WTP
WTP
41
59
Kementerian Komunikasi dan Informatika
WDP
WDP
WDP
42
60
Kepolisian RI
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP-DPP
43
63
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
WDP
WTP-DPP
WTP
44
64
Lembaga Nasional
WTP
WTP
WTP
45
65
Badan Koordinasi Penanaman Modal
WTP
WTP
WTP
46
66
Badan Narkotika Nasional
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
47
67
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
WDP
WDP
WDP
48
68
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
WTP
WDP
WTP-DPP
Ketahanan
49
74
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
WTP-DPP
WTP
WTP
50
75
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
WTP-DPP
WTP
WTP
51
76
Komisi Pemilihan Umum
TMP
WDP
WDP
52
77
Mahkamah Konstitusi
WTP
WTP
WTP
53
78
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
54
79
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
WDP
WTP
WTP
55
80
Badan Tenaga Nasional
WTP
WTP
WTP
Nuklir
8
56
81
Badan Pengkajian Penerapan Teknologi
57
82
58
83
dan
WTP
WTP
WTP
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
WTP
WTP
WTP
Badan Informasi Geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)
WTP
WDP
WTP
WTP
WTP
WTP
59
84
Badan Nasional
Standarisasi
60
85
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
WTP
WTP-DPP
WDP
61
86
Lembaga Negara
WTP
WTP
WTP
62
87
Arsip Nasional Republik Indonesia
WTP
WTP
WTP
63
88
Badan Kepegawaian Negara
WTP
WTP
WTP
64
89
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
WTP
WTP
WTP
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
WTP
WTP
WTP
Administrasi
65
90
Kementerian Perdagangan
66
91
Kementerian Rakyat
67
92
Kementerian Pemuda dan Olahraga
WTP
WDP
WDP
68
93
Komisi Korupsi
WTP
WTP
WTP
69
95
Dewan Perwakilan Daerah
WTP
WTP
WTP
70
100
Komisi Yudisial
WTP
WTP
WTP
71
103
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
TMP
WDP
WTP
72
104
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
WTP
WTP
WTP
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
73
105
Badan
Perumahan
Pemberantasan
Penanggulangan
9
Lumpur Sidoarjo
74
106
Lembaga Pengadaan Pemerintah
Kebijakan Barang/Jasa
*
WTP
WTP
75
107
Badan SAR Nasional
*
WDP
WTP-DPP
76
108
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
*
WTP
WDP
77
109
Badan Pengembangan Wilayah Suramadu
****
****
WDP
78
110
Ombudsman RI
****
****
WTP
79
111
Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan
****
****
TMP
80
999,01
Pengelolaan Utang
WTP
WTP
WTP
81
999,02
Pengelolaan Hibah
WDP
WDP
WDP
82
999,03
Investasi Pemerintah
WTP
WTP-DPP
WTP-DPP
83
999,04
Penerusan Pinjaman
TMP
WDP
WTP
84
999,05
Transfer ke Daerah
WTP-DPP
WTP-DPP
WTP
85
999,06
Belanja Subsidi dan Belanja Lain- Lain
WDP
**
**
86
999,07
Belanja Subsidi
*
WDP
WTP
87
999,08
Belanja Lain-lain
*
WDP
WTP-DPP
***
WDP
WDP
88
Bendahara Umum Negara
Sumber : www.bpk.go.id Keterangan WTP : Wajar Tanpa Pengecualian WTP-DPP : Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan WDP : Wajar Dengan Pengecualian TMP : Tidak Menyatakan Pendapat * : Dibentuk Tahun 2010 ** : BA.999.06 pada Tahun 2010 dipecah menjadi BA 999.07 dan BA 999.08 *** : Diberikan Opini mulai Tahun 2010 **** : Dibentuk Tahun 2011
10
Permasalahan klasik yang terjadi di lingkungan pengawasan Internal antara lain masalah inefisiensi fungsi pengawasan tersebut. Pengawasan menjadi tidak efisien karena dalam prakteknya banyak terdapat tumpang tindih di antara sesama APIP itu sendiri. Di lingkungan Pemda dapat terjadi tumpang tindih antara bidang pemeriksaan Itjen Depdagri, Bawasprov, dan Bawaskab/Kot. Di lingkungan Dephan dan TNI dapat terjadi tumpang tindih antara Itjen Dephan, Itjen Mabes TNI, Itjen Angkatan dan Isnpektorat Kotama di Daerah atau Inspektorat Badan Pelaksana Pusat (Balakpus). Di lingkungan Polri juga dapat terjadi tumpang tindih antara Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri dan Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) pada tiap Polda (Budi Priyono, wawancara, 6 Maret 2013). Belum lagi dengan adanya kewenangan BPKP untuk melakukan pemeriksaan khusus pada proyek yang besar berdasarkan perintah Presiden. Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah efektivitas fungi pengawasan. Umumnya fungsi pengawasan itu melekat secara administrasi dan fungsi dalam struktur organisasi entitas yang bersangkutan. Dengan posisi di bawah pimpinan entitas biasanya merupakan orang ketigas setelah pimpinan dan wakil atau sekretaris adalah sangat sulit bagi kepala APIP untuk bersikap independen terhadap pimpinannya. Alih-alih bersikap objektif, APIP terkadang menjadi alat untuk “mengamankan” kebijakan pimpinan. Objektivitas dan loyalitas terkadang menjadi pilihan dikotomis bagi APIP. Oleh karena itu, perlu dirumuskan kembali posisi aparat pengawasan internal baik terhadap pimpinan entitas yang diawasi maupun terhadap sesama APIP lainnya. Disamping permasalahan terkait mekanisme pengawasan, institusi pengawasan juga mengalami kendala dalam hal pembinaan sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai baik kompetensi teknis/fungsional(penguasaan teknik audit, pemahaman sistem dan prosedur, pemahaman akuntansi dan keterampilan menggunakan komputer) maupun kompetensi manajerial (integritas, disiplin, motivasi, dan tanggung jawab). Mungkin itu sebabnya mengapa pelatihan teknis jabatan fungsional auditor hanya berpengaruh sedikit terhadap peningkatan profesionalisme APIP. Banyak
11
Kementrian atau lembaga bahkan mengalokasikan anggaran operasional pengawasan kurang dari 1% dari total anggaran yang dikelolanya. Bagaimana mungkin mengharapkan unit kerja inspektorat dapat bekerja secara optimal di tengah komitmen pimpinan dan keterbatasan dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang memadai. Permasalahan atau kendala yang menghambat upaya pencapaian kinerja secara optimal bersumber dari kondisi internal Inspektorat Jendral sendiri, seperti keterbatasan jumlah dan kualitas tenaga auditor yang tidak seimbang dengan bobot tugasnya yang berat, serta juga ada yang bersumber dari permasalahan eksternal, seperti masalah sinergi dan koordinasi pelaksanaan pengawasan anatar Inspektorat Jendral Kemenkominfo dan APIP lainnya, yaitu BPKP dan Bawasda. Oleh karena itu, topik ini akan diangkat sebagai permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Sujamto (1989) mengamati bahwa penyimpangan-penyimpangan yang dliakukan oleh aparat Pemerintah bisa disebabkan karena beberapa faktor : a. Faktor Subketif, yaitu : faktor-faktor yang melekat pada diri manusia subjek pekerjaan yang bersangkutan. b. Faktor Objektif, yaitu : faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan atau standar pekerjaan yang bersangkutan. c. Faktor Ekologis, yaitu : faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja yang bersangkutan. Mengingat masih banyak permasalahan yang dihadapi di lingkungan Kemenkominfo seperti yang telah dijelaskan diatas, maka pengawasan merupakan unsur penting yang harus ada, hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Komunikasi
dan
Informatika
Nomor
03/PER/M.Kominfo/1/2006
yang
menyatakan bahwa pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam manajemen yang perlu diaplikasikan secara efektif dan efisien guna mendukung kelancaran dan ketetapan pelaksanaan kegiatan Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Komunikasi dan Informatika.
12
Fungsi pengawasan internal di lingkungan Kementrian Komunikasi dan Informatika dilaksanakan oleh Inspektorat Jendral berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/P/M.Kominfo/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkominfo, yang oada pasal 557 ayat (1) menyatakan bahwa “Inspektorat Jendral adalah unsur pengawasan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Menurut Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.03/PER/M.Kominfo/1/2006 tentang Pokok-Pokok Pengawasan di lingkungan Kemenkominfo, pengawasan oleh Inspektorat Jendral dilakukan dengan tujuan : 1. Mendukung pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran Departemen; 2. Mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan obyek pemeriksaan; 3. Mendorong ketaatan dan kepatuhan aparat Departemen dan mitra kerja terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan dan bebas dari unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); 5. Memelihara dan meningkatkan citra Departemen. Sedangkan sasaran pengawasan sesuai dengan Pasal 3 mencakup : 1. Tercapainya tertib administrasi, tertib program dan sistem pengendalian intern; 2. Berkurangnya secara nyata segala bentuk KKN, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan dan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 3. Terciptanya peningkatan kualitas pelayanan satuan kerja; 4. Terciptanya efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang mencakup aspek anggaran, personil, dan perlengkapan; 5. Tersusunnya rencana kinerja satuan kerja di lingkungan Departemen yang memiliki unsur ekonomis, efisien, dan efektif; 6. Terlaksananya intensifikasi penerimaan negara. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Penulis berketepatan hati mengambil judul “ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTORAT JENDRAL DALAM RANGKA OPTIMASLISASI KINERJA KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA” untuk penulisan ini.
I.2. RUMUSAN MASALAH
13
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana realisasi dan mekanisme pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Jendral Kemenkominfodalam pencapaian akuntabilitas kinerja serta apa saja faktor-faktor penghambatnya? 2. Apakah pelaksanaan pengawasan pada Inspektorat Jendral di lingkungan Kemenkominfo telah memenuhi harapan sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 03/PER/M..KOMINFO/1/2006 tentang pokok-pokok pengawasan di lingkungan Kementrian Komuniakasi dan Informatika? 3. Bagaimana bentuk koordinasi pelaksanaan pengawasan antara Inspektorat Jendral Kemenkominfo dan APIP lainnya, yang dalam hal ini dengan BPKP dan Bawasda?
I.3. BATASAN MASALAH Dalam skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup penulisan pada pengawasan kinerja pada Inspektorat Jendral di Kementrian Komunikasi dan Informatika. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dibatasi pada analisis pelaksanaan
pengawasan
kinerja
di
lingkungan
Inspektorat
Jendral
Kemenkominfo dalam pencapaian akuntabilitas kinerja tahun anggaran 2010 dan 2011 serta bentuk koordinasi pelaksanaan pengawasan antara Inspektorat Jendral Kemenkominfo dengan APIP lainnya. I.4. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Memaparkan realisasi dan mekanisme pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Jendral Kemenkominfo dalam pencapaian akuntabilitas kinerja serta apa saja faktor-faktor penghambatnya.
14
2. Mengkaji apakah pelaksanaan pengawasan pada Inspektorat Jendral di lingkungan Kemenkominfo telah memenuhi harapan sesuai dengan Peratutan Menteri
Komunikasi
03/PER/M..KOMINFO/1/2006
dan tentang
Informatika pokok-pokok
RI
Nomor
pengawasan
di
lingkungan Kementrian Komuniakasi dan Informatika. 3. Memaparkan bentuk koordinasi pelaksanaan pengawasan antara Inspektorat Jendral Kemenkominfo dan APIP lainnya (BPKP dan Bawasda). I.5.MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat secara luas dan berkesinambungan terhadap masyarakat, sebagai berikut : a. Bagi akademisi diharapkan dapat mengembangkan literatur-literatur akuntansi yang sudah ada, dan memperkuat penelitian sebelumnya, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Jendral di Kementrian atau Lembaga Pemerintahan. b. Bagi Pembangunan Nasional, penelitian ini dijadikan masukan berharga bagi Badan atau Lembaga Pemerintahan. c. Dapat dipergunakan sebagai acuan bagi peneliti berikutnya, khususnya penelitian yang menyangkut masalah dan jenis yang sama dengan penelitian yang dilakukan ini. I.6.SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan skripsi ini terbagi dalam lima bab. Bagian pendahuluan skripsi berisi judul skripsi, abstrak, pengesahan, dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan daftar tabel. Bab I. Pendahuluan Merupakan bagian pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang yang mendasari munculnya permasalahan dalam penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori
15
Merupakan bagian tinjauan pustaka, berisi teori-teori yang melandasi penelitian ini dan menjadi dasar acuan teori, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden. Bab III. Metode Penelitian Membahas mengenai metode penelitian yang menjelaskan tentang objek dan lokasi penelitian, jenis data yang digunakan beserta sumbernya, metode pengumpulan data, metode analisis yang digunakan untuk menganalisis hasil pengamatan, dan pengujian keabsahan data. Bab IV. Analisis Data dan Pembahasan Merupakan bagian pembahasan, yang berisi tentang penyajian hasil dari pengujian tersebut, serta pembahasan tentang hasil analisis yang dikaitkan dengan teori yang berlaku. Bab V. Penutup Merupakan bagian penutup, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya, keterbatasan penelitian serta saran bagi penelitian berikutnya.
16