BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai olehadanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kekurangan insulin, resistensi insulin atau keduanya (American Diabetes Association (ADA), 2013; Wild et al., 2004). Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit kronik dengan prevalensi kasus yang terus meningkat baik secara global maupun nasional. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF) (2013) bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia pada tahun 2011 mencapai 366 juta orang, 371 juta orang pada tahun 2012 dan diperkirakan akan meningkat hingga 552 juta orang pada tahun 2030. Sebanyak 75% angka kejadian DM di dunia berasal dari negara berpenghasilan rendah dan berkembang, termasuk Indonesia yang saat ini berada pada urutan ke-7 dari 10 negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia dengan jumlah penderita diabetes mencapai 7,6 juta. Patogenesis DM dapat disebabkan oleh adanya reaksi autoimun, gangguan sekresi insulin, kerusakan genetik sel β hingga abnormalitas yang menyebabkan resistensi kerja insulin. Berdasarkan patogenesisnya, DM terdiri dari empat tipe, dengan tipe tersering adalah DM tipe 2 yang insidensinya sekitar 80-95% dari seluruh kasus diabetes (ADA, 2013). Diabetes melitus tipe 2 merupakan DM yang disebabkan oleh gangguan sekresi dan kerja insulin (Guyton, 2006), dan dianggap sebagai salah satu ancaman utama kesehatan manusia pada abad ke-21 baik di
1
2
negara berkembang maupun negara maju (Kemenkes RI, 2013; Peppa et al., 2006). Studi dari Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menyatakan bahwa hiperglikemia kronis merupakan pemicu komplikasi vaskular baik makrovaskular maupun mikrovaskular yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada diabetes (Barlovic, 2011; Danaei, 2011; Peppa et al., 2005). Hal ini terjadi karena hiperglikemia dapat meningkatkan radikal bebas dan menyebabkan stres oksidatif melalui beberapa jalur seperti glikasi non-enzimatik advanced glycation endproduct (AGEs), auto-oksidasi glukosa dan jalur poliol. Stress oksidatif akan menginduksi peroksidasi lipid, produksi sitokin proinflamasi dan penurunan respon imun serta kerusakan sel β pankreas (Hadisaputro et al., 2012) Advanced Glycation end-product (AGE) merupakan produk non-enzimatik yang terbentuk dari reaksi oksidasi dan glikasi glukosa, lipid, dan/atau asam amino tertentu pada protein, lipid dan asam nukleat yang dapat ditemukan di dalam plasma dan beberapa tipe sel seperti monosit, eritrosit, endotel dan podosit ginjal (Narayana et al., 2012).Menurut Huebeschmann et al. (2006) bahwa kadar AGE pada penderita DM tipe 2 yang tidak mengalami komplikasi 20-30% lebih tinggi dibandingkan dengan individu sehat dan sekitar 40-100% lebih tinggi pada penderita DM tipe 2 yang disertai komplikasi. Pada kondisi diabetes, hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat mempercepat pembentukan dan akumulasi AGE dan menyebabkan overexpression reseptor AGE (RAGE) (Tam et al., 2011). Akumulasi AGE
3
menyebabkan vasokonstriksi, perubahan protein struktural atau sitoskeletal, dan protein yang terlibat dalam metabolisme dan signaling sel, peningkatan ekspresi gen-gen proinflamasi dan protrombik sehingga terjadi disfungsi jaringan yang mempercepat terjadinya komplikasi mikro- maupun makrovaskular pada diabetes (Huebeschmann et al., 2006; Beckman et al., 2002; Baba et al, 2011). Peppa et al. (2005) menyatakan bahwa keterlibatan AGE dengan reseptor spesifik seperti RAGE memainkan peran penting sebagai mediator patogenesis komplikasi diabetes. Ekspresi RAGE pada kondisi normal dalam jumlah sedikit, namun terjadi upregulasi ekspresi RAGE akibat akumulasi AGE pada kondisi diabetes dibandingkan dengan kontrol, hewan model sehat atau manusia (Goldin et al., 2006; Daffu et al., 2013). Interaksi AGE-RAGE meningkatkan aktivitas NADPH oksidase yang memicu peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) dan mengaktivasi jalur NF-κB yang meningkatkan ekspresi gen sitokin proinflamasi dan gen RAGE (Barlovic, 2011). Feng et al. (2005) dan Narayana et al. (2012) mengemukakan bahwa pada kondisi diabetes, terjadi peningkatan ekspresi gen RAGE pada sel endotel akibat hiperglikemia dan meningkatkan infiltrasi makrofag dan sel T ke dalam intima pada pembentukan plak sehingga memicu perkembangan awal terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi peningkatan ekspresi mRNA RAGE pada sel podosit dan glomerulus ginjal yang terlibat dalam perkembangan diabetes nefropati (Tanji et al., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi AGE dan interaksi dengan RAGE berkorelasi positif terhadap ekspresi gen RAGE yang meningkatkan progresivitas komplikasi vaskular pada diabetes.
4
Studi in vitro maupun in vivo menyatakan bahwa interaksi AGE dengan RAGE menjadi salah satu target pengobatan untuk mengurangi dan mencegah perkembangan efek samping hiperglikemia dan strategi terapetik untuk komplikasi vaskular diabetes (Hudson et al., 2002; Yamagishi et al., 2011). Oleh karena itu, upaya pencegahan komplikasi pada diabetes perlu dilakukan, salah satunya dengan pendekatan non-farmakologi seperti pangan fungsional yang memiliki efek antioksidan juga antihiperglikemia. Susu kambing merupakan salah satu bahan pangan yang penggunaannya sudah populer dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan susu sapi karena memiliki kandungan asam amino esensial (treonin, lisin, isoleusin, sistein, tirosin dan valin), mineral (kalium, klorida, kalsium, fosfor, selenium, dan zink), dan vitamin A yang lebih tinggi (Johanson, 2011), mengandung laktosa yang rendah yaitu sekitar 4,1% dibandingkan susu sapi 4,7% (Noor, 2002). Ejtahed et al. (2012) melaporkan bahwa konsumsi susu kambing yang difermentasi dengan Lactobacillus fermentum pada orang sehat mampu meningkatkan status antioksidatif dan menurunkan marker stress oksidatif. Kullisar et al. (2003) menyatakan bahwa kefir susu kambing memiliki efek antioksidatif yang dapat menurunkan stress oksidatif dan antiaterogenik yang menurunkan LDL teroksidasi. Susu kedelai merupakan salah satu sumber protein dan mengandung komponen nutrien penting seperti isoflavon dalam jumlah tinggi yang telah terbukti memperbaiki proliferasi sel β pankreas, menstimulasi sekresi insulin dan mencegah terjadinya apoptosis sel β (Wang et al., 2013).Genistein merupakan
5
salah satu isoform isoflavon yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan respon antiinflamasi pada penyakit metabolik seperti penyakit kardiovaskuler, obesitas, dan diabetes (Kim, 2013) dan berperan sebagai antihiperglikemia (Lee, 2006). Menurut Guzel-Seydim (2011) bahwa konsentrasi genistein pada kefir susu kedelai 50 μg/g lebih tinggi dibandingkan susu kedelai sekitar 47 μg/g. Selain itu, Protein kedelai kaya akan asam amino arginin dan glisin yang berperan dalam sekresi insulin dan glukagon dari pankreas(Shilpaet al., 2011). Susu kambing dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kefir namun memiliki beberapa kekurangan seperti memiliki sifat sensoris yang unik ditandai oleh bau “goaty” yang khas, kandungan laktosa yang rendah dan asam lemak jenuh yang tinggi (64,36%) (Tratnik et al., 2006; Sawitri, 2011). Hal ini dapat dikombinasikan dengan ekstrak susu kedelai dalam pembuatan kefir karena ekstrak susu kedelai dapat digunakan oleh bakteri asam laktat (BAL) sebagai sumber makanan dan mengurangi kandungan asam lemak kefir (Al Baari, 2003). Penelitian oleh Kansenskas et al. (2011) menunjukkan bahwa kefir susu sapi yang ditambahkan dengan susu kedelai 50% memiliki aktivitas scavenging superoksida yang sangat tinggi dibanding dengan kefir susu sapi yang tidak ditambahkan dengan susu kedelai. Demikian halnya penelitian Nurliyani et.al. (2013) melaporkan bahwa kefir susu kambing yang dikombinasikan dengan 50% susu kedelai memiliki aktivitas antioksidan sangat baik yang diukur melalui scavenging radikal DPPH dan mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus model DM Tipe 2. Hal ini menunjukkan kefir kombinasi memiliki peran
6
sebagai antioksidan dan antidiabetes yang dapat digunakan untuk penanganan pencegahan komplikasi DM Tipe 2. Susu fermentasi yang terkenal dikalangan masyarakat adalah yogurt, namun terdapat jenis susu fermentasi yang sangat berpotensi untuk dikembangkan yaitu kefir. Kefir merupakan susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape), kefir dapat dibuat dari susu kambing, susu sapi atau susu domba dengan menambahkan bibit kefir (kefir grains) (Usmiati, 2007). Bibit kefir mengandung strain bakteri asam laktat (lactobacili, leoconostoc, acetobacter spesies dan streptococcus spesies) dan yeast. Menurut Gawara et al. (2011) bahwa kefir memiliki aktivitas antidiabetik, antioksidan dan antiinflamasi. Dengan demikian, kefir menjadi salah satu bentuk minuman yang dapat dijadikan sebagai terapi nonfarmakologi dalam penangangan perkembangan penyakit dan komplikasi seperti DM.Namun, aktivitas antidiabetik dan antioksidan kefir yang diformulasi dari susu kambing dan susu kedelai masih terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah penelitian yang membuktikan pengaruh kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai terhadap metabolit dan juga tingkat molekuler seperti ekspresi gen RAGE yang terlibat dalam komplikasi DM.
I.2. Perumusan Masalah Pembentukan radikal bebas dan stress oksidatif akibat hiperglikemia akan menyebabkan peningkatan produk glikasi non-enzimatik berupa AGE dan overexpression gen reseptor AGE (RAGE) yang akan memperparah kondisi
7
diabetes sehingga memicu komplikasi vaskuler pada DM tipe 2. Produksi AGE dan ekspresi gen RAGE dapat diturunkan dengan pemberian antioksidan dalam pangan fungsional. Salah satu bahan pangan yang mengandung senyawa antioksidan adalah kefir berbahan dasar susu kambing dan susu kedelai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Manakah diantara kefir susu kambing, kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai dan kefir susu kedelai yang dapat menurunkan kadar AGE plasma lebih besar pada tikus Wistar model DM Tipe 2? 2. Manakah diantara kefir susu kambing, kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai dan kefir susu kedelai yang dapat menekan ekspresi gen RAGE ginjal lebih besar pada tikus Wistar model DM Tipe 2?
I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai terhadap kadar AGE dan ekspresi gen RAGE ginjal tikus Wistar model DM Tipe 2. I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pemberian kefir susu kambing, kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai dan kefir susu kedelai yang dapat menurunkan kadar AGE plasma lebih besar pada tikus Wistar model DM Tipe 2.
8
2. Mengetahui pemberian kefir susu kambing, kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai dan kefir susu kedelai yang dapat menekan ekspresi gen RAGE ginjal lebih besar pada tikus Wistar model DM Tipe 2.
I.4. Keaslian Penelitian Berikut ini adalah beberapa penelitian sejenis yang telah dipublikasikan serta perbedaannya dengan penelitian ini. 1. Judiono et al. (2011) melakukan penelitian mengenai efek probiotik kefir bening terhadap status glikemik, peroksidasi lipid, status antioksidan tikus Wistar hiperglikemia yang diinduksi streptozotocin (STZ). Hasilnya menunjukkan bahwa suplementasi kefir bening secara signifikan menurunkan glukosa darah, malondealdehid (MDA) dan meningkatkan kapasitas antioksidan tikus diabetes. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian dan dosis perlakuan.Pada penelitian ini ditambahkan variabel ekspresi gen RAGE untuk melihat mekanisme dalam memperbaiki stress oksidatif pada hewan coba. 2. Penelitian Ham et al. (2008) mengenai efek yogurt susu kambing yang diperkaya bubuk jeruk pada tikus diabetes. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian yogurt susu kambing yang diperkaya bubuk jeruk dapat menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida tikus diabetes. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian dan dosis perlakuan pada hewan coba.
9
3. Tang et al. (2005) melakukan penelitian mengenai efek tablet Xianzhen terhadap kadar AGE dan ekspresi mRNA RAGE pada korteks ginjal tikus diabetes. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian tablet Xianzhen selama 12 minggu dapat menurunkan akumulasi AGE dan ekspresi mRNA RAGE. Pemeriksaan AGE dan mRNA RAGE menggunakan jaringan korteks ginjal tikus dengan metode Fluorescent assay dan RT-PCR. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel dan durasi perlakuan. Pemeriksaan AGE pada penelitian ini menggunakan plasma tikus dengan metode ELISA.
I.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Klinis : Kefir kombinasi susu kambing dan susu kedelai dapat digunakan dan dikembangkan sebagai minuman fungsional dalam upaya pencegahan komplikasi penyakit DM tipe 2. 2. Manfaat Ilmiah : Memperkaya data penelitian mengenai pencegahan DM tipe 2 dengan pendekatan non-farmakologi, sebagai dasar ilmiah pengembangan minuman fungsional dalam mengatasi DM tipe 2. 3. Manfaat bagi masyarakat : Memberikan informasi mengenai pemanfaatan minuman fungsional yang berasal dari bahan lokal dalam upaya pencegahan DM tipe 2.