BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai ruang lingkup penelitian yang mencakup latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian. 1.1
Latar Belakang Jawa tengah merupakan salah satu sentra biofarmaka yang mensuplai 50%
kebutuhan nasional. Salah satu daerah penghasil biofarmaka di Jawa Tengah dengan luas lahan tanam ± 270 ha adalah Kabupaten Karanganyar. Pada saat musim panen, hasil biofarmaka seperti kunyit dan jahe dijual dalam kondisi segar dengan ketersediaan produk yang melimpah di pasar. Akibat dari ketersediaan produk yang melimpah, harga jual produk pun menjadi rendah. Meskipun demikian, masih terdapat alternatif untuk meningkatkan nilai jual produk yaitu dengan memprosesnya menjadi simplisia kering yang dapat bertahan hingga satu tahun.
Menurut Sembiring (2012),
simplisia merupakan bahan alami yang
digunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan tetapi sudah dikeringkan. Simplisia merupakan bentuk produk yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri obat tradisional. Dari sisi ekonomis, pengolahan rimpang segar menjadi simplisia akan meningkatkan nilai jual produk yang cukup besar yaitu sepuluh kali lipat dibandingkan dengan harga rimpang segar. Menurut hasil wawancara dengan petani biofarmaka, harga jual rimpang segar per kilogram sebesar Rp. 2.500,00. Ketika dijadikan simplisia harga jual dapat mencapai Rp. 25.000,00 per kilogram dengan perbandingan penyusutan berat dari 1 Kg rimpang segar dapat menjadi 0,25 simplisia. Sehingga kenaikan nilai ekonomi dari rimpang segar
menjadi simplisia adalah Rp. 3.750,00 per
kilogram ditambah usia produk yang lebih lama dan kemudahan dalam perawatan. Pasar dari simplisia pun cukup menjanjikan yaitu bagi para perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi jamu. Penjualan simplisia dibandingkan dengan penjualan rimpang segar memiliki selisih perbedaan yang signifikan. Pada saat panen, kurang dari seperlima saja yang diolah menjadi simplisia dari total keseluruhan panen. Hal ini dikarenakan
I-1
proses pembuatannya yang memakan waktu cukup lama serta resiko kegagalan yang tinggi berupa hasil kualitas simplisia yang rendah sehingga barang tidak diterima di pasar dan harga jualpun menjadi rendah. Para petani biofarmaka di Karanganyar memproduksi simplisia dengan proses pengeringan yang dilakukan menggunakan metode konvensional. Pengeringan tersebut dilakukan di tempat terbuka menggunakan sinar matahari langsung dengan cara meletakkan simplisia pada rak-rak yang terbuat dari bambu. Dengan metode seperti itu, timbul berbagai permasalahan mulai dari lamanya waktu pengeringan, hingga kualitas produk yang kurang baik. Pada metode konvensional, energi matahari sebagai sumber kalor dalam pemanasan rimpang segar akan banyak terbuang dikarenakan kalor tersebut digunakan untuk memanaskan aliran udara terbuka sehingga waktu pengeringan
menjadi lama.
Selain
itu,
pengeringan
pada
tempat terbuka
memungkinkan debu, kotoran, spora, dan pengotor lainnya menempel pada simplisia
sebagai penyebab
rendahnya
kualitas
hasil pengeringan
simplisia
menggunakan sinar matahari langsung. Pada dasarnya, Indonesia merupakan negara tropis dengan ketersediaan energi matahari yang melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam pengeringan. Hal ini merupakan peluang untuk dikembangkannya alat pengering bertenaga sinar matahari. Susilo dkk. (2014) merancang alat pengering bertenaga matahari dengan mekanisme pengeringan menggunakan udara yang dipanaskan terlebih dahulu di kotak pengumpul panas. Kelebihan alat pengering rancangan tersebut dibandingkan dengan metode pengeringan yang dilakukan petani di Karanganyar saat ini adalah dalam kecepatan pengeringan dan higienisitas produk yang dihasilkan. Menurut Susilo dkk. (2014) alat pengering diproyeksikan dapat mengeringkan sejumlah 25 Kg rimpang basah dengan proses pengeringan rimpang segar secara perhitungan membutuhkan waktu 4 hari, yaitu 5 hari lebih singkat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan paparan sinar matahari langsung yang memakan waktu 9 hari. Akan tetapi, menurut Sakinah (2015), setelah diuji menggunakan simplisia sebenarnya alat pengering tersebut hanya efektif mengeringkan 6 Kg. Pada dasarnya, kebutuhan kapasitas pengeringan semakin besar adalah semakin baik. Oleh karena itu, pengembangan lanjutan alat pengering ini mengarah pada peningkatan kapasitas pengeringan.
I-2
Agassi, dkk. (2014) merancang alat pengering yang mampu melakukan pengeringan rimpang segar sebesar 7 Kg dengan sumber panas tambahan menggunakan kompor biomass. Pengembangan kapasitas pengeringan simplisia juga dilakukan oleh Muttaqin, dkk. (2015) yang dapat mencapai 9 Kg. Penambahan kapasitas yang telah dilakukan pada rancangan Muttaqin, dkk. (2015) yaitu sebesar 9 Kg, sebenarnya sudah mampu untuk mencukupi kebutuhan dari petani dengan perbandingan pembuatan simplisia seperlima dari total panen. Akan tetapi, ketika kapasitas pengeringan rimpang basah pada alat tersebut dinaikkan, alat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pengeringan. Oleh
karena
itu,
untuk
memenuhi kebutuhan
energi panas
akibat
peningkatan kapasitas pengeringan, perlu dilakukan perbaikan rancangan kotak pengumpul panas. Menurut Scanlin, dkk. (1999) penggunaan reflektor dan lapisan kaca ganda dapat meningkatkan efektifitas kotak pengumpul panas. Reflektor digunakan untuk melipat gandakan cahaya yang masuk ke kotak pengumpul panas karena dengan penggunaan reflektor, cahaya yang pada awalnya tidak dapat tertangkap kotak pengumpul panas dapat ditangkap dan kemudian dipantulkan menuju kotak pengumpul panas sehingga akan menghasilkan panas yang lebih besar. Sedangkan lapisan kaca ganda dipilih untuk mengatasi keluarnya panas yang terjadi pada kotak pengumpul panas melalui konveksi dan radiasi. Hal ini dikarenakan pada penggunaan sistem kaca tunggal, panas akan terbuang melalui konveksi sebesar 13% dan radiasi sebesar 8 % (Weiss, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada perancangan kotak pengumpul panas yang memiliki fitur reflektor dan lapisan kaca ganda. Selain itu, penelitian ini juga menguji signifikansi adanya kedua fitur tersebut terhadap efektivitasnya dalam menghasilkan panas. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana modifikasi kotak pengumpul panas pada alat pengering biofarmaka, sehingga dapat mencukupi kebutuhan suplai energi panas yang dibutuhkan untuk melakukan pengeringan dengan peningkatan kapasitas pengeringan menggunakan konsep reflektor cahaya untuk melipat gandakan cahaya yang masuk dan lapisan kaca ganda sebagai sistem insulasi sehingga panas didalam kotak pengumpul panas tidak keluar.
I-3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membuat suatu konsep rancangan kotak pengumpul panas sebagai alternatif solusi permasalahan yang ada.. 2. Melakukan pengujian prototipe konsep sehingga diketahui kinerja dari konsep yang telah dikembangkan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan alat kotak pengumpul panas sehingga meskipun dengan kapasitas kabin pengering yang lebih besar, pengeringan simplisia tetap dapat berjalan dengan efektif. 1.5
Batasan Masalah Batasan masalah digunakan agar penelitian dapat dilakukan berdasarkan
data yang diperoleh. Batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Dimensi acuan menggunakan rancangan kotak pengumpul panas pada penelitian yang dilakukan Muttaqin, dkk. (2015). 2. Penambahan kapasitas pengering terletak pada ruang kabin pengering. 3. Proses pengujian dihitung pada pukul 09.00 sampai dengan 12.00. 4. Perhitungan kapasitas menggunakan objek jahe 1.6
Asumsi Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Temperatur awal kotak pengering sama dengan temperatur luar. 2. Kondisi cuaca selama pengamatan dianggap seragam
1.7
Sistematika Penulisan Dalam melaksanakan penulisan laporan, penelitian ini terdiri dari enam bab
yang kemudian diuraikan untuk mempermudah pembahasan masalah dalam penelitian ini. Pembahasan pokok pokok bab dalam penelitian ini dijelaskan pada uraian penjelasan dibawah ini : BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan
merupakan bab yang mengulas tentang permasalahan
yang akan diangkat dalam pembuatan laporan penelitian ini. Dalam bab ini, terdapat latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi yang digunakan, dan sistematika penulisan laporan.
I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II berisi tinjauan pustaka yang didalamnya dijabarkan mengenai teoriteori yang digunakan sebagai landasan dan acuan dalam melaksanakan penelitian ini sehingga setiap perlakuan dalam penelitian memiliki dasar dan sumber yang kuat yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab III mencakup gambaran urutan dan tata cara jalannya penelitian guna memberikan
penyelesaian
masalah
yang
diangkat
dalam
penelitian
yang
kemudian dikaji berkaitan dengan pelaksanaan penyusunan laporan penelitian. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab IV
mengulas tentang
pengumpulan data data yang relevan berkaitan
dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode pengolahan data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab V, diangkat
dalam
berisi mengenai pembahasan
penelitian
ini.
Analisa
analisa permasalahan yang
tersebut
berdasarkan
pada
hasil
pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab VI yang merupakan bab terakhir, berisi mengenai kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil pengumpulan dan pengolahan data yang kemudian dilakukan analisis sehingga mengerucut pada suatu kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan.
I-5