1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Upaya
pemerataan
pendidikan
oleh
pemerintah
dalam
rangka
menuntaskan wajib belajar yang berkualitas memiliki makna yang sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Semua elemen masyarakat harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang status sosial, ekonomi, etnis, kondisi fisik maupun gender, hal ini berarti semua lapisan masyarakat Indonesia harus mengikuti program pemerintah dalam dunia pendidikan. Pendidikan inklusif diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi anak sekolah atau dalam upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan dalam waktu yang bersamaan dapat meningkatkan mutu pendidikan.Pendidikan inklusif juga diharapkan dapat menjawab kesenjangan yang terjadi di masyarakat berkaitan dengan pemenuhan
hak-hak
semua
warga
negara
dalam
bidang
pendidikan(Kustawan,2012:1-2). Pengelolaan Pembelajaran pendidikan inklusif sangat penting, karena melibatkan berbagai elemen masyarakat dengan berbagai macam kondisi fisik maupun sosial. Lahirnya paradigma pendidikan inklusi berkaitan dengan rasa keadilan, kemanusiaan serta hak asasi manusia. Pemerintah telah menyusun 1
2
perundang-undangan dan peraturan yang merupakan landasan pelaksanaan pendidikan inklusi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif (Pensif) bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa adalah upaya nyata dari Pemerintah dalam bentuk regulasi untuk menjadi acuan semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Pasal 3 ayat (1) pada peraturan tersebut menyebutkan Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bagian Penjelasan Pasal 15 menyebutkan bahwa : “(…) Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus tingkat pendidikan dasar dan menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan mengatur kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota dalam menyelenggarakan pendidikan khusus yang intinya bahwa pendidikan khusus melalui satuan pendidikan khusus diselenggarakan oleh pemerintah provinsi
3
dan pendidikan khusus melalui satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah umum (SMA/SMK) kota Surakarta baru di mulai tahun 2009, tentunya dengan persiapan yang masih minim.Di sekolah umum belum ada guru khusus yang harus menangani peserta didik inklusi. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 41 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyebutkan bahwa : setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. SMK Negeri 8 Surakarta belum mempunyai tenaga kependidikan seperti tersebut dalam pasal tersebut, namun harus melaksanakan pendidikan inklusi. Konferensi Internasional yang ke 48 tentang Pendidikan, Inclusive Education: The Way of the Future(UNESCO IBE 2008), menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengadopsi pendidikan inklusif sebagai cara untuk mencapai tujuan Pendidikan untuk Semua (PUS), maka dianjurkan enam tindakan khusus untuk guru pendidikan dan pengembangannya diantaranya : (1) Melatih guru dengan melengkapi mereka dengan keterampilan yang tepat dan bahan-bahan untuk mengajar beragam populasi mahasiswa dan memenuhi kebutuhan belajar beragam kategori peserta didik yang berbeda melalui metode seperti pengembangan profesional di tingkat sekolah, pralayanan pelatihan tentang inklusi, dan memperhatikan instruksi
4
pengembangan dan kekuatan individu para pelajar. (2) Mendorong penelitian inovatif dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan pendidikan inklusif(Acedo, 2011:1). Pengelolaan Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 8 Surakarta terutama pada mata pelajaran Bermain Karawitan Bersama masih berupaya untuk memenuhi Standar seperti yang diinginkan pemerintah. Peserta Didik Inklusi digabung dengan siswa normal, harus mempelajari semua gamelan yang ada, pada kondisi seperti ini tentunya guru umum dituntut bisa menguasai serta mengelola pembelajaran dengan kondisi 2 kelompok yang berbeda, di satu kelompok mengajar yang normal, satu kelompok lain adalah peserta didik inklusi yang sebenarnya memerlukan penanganan guru khusus. Pengelolaan Pembelajaran Mata Pelajaran Bermain Karawitan Bersama di SMK Negeri 8 Surakarta meliputi Perencanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran, serta Evaluasi Pembelajaran. Dengan adanya penggabungan peserta didik normal dan inklusi tentunya memerlukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang berbeda. Perencanaan Pembelajaran dalam kondisi seperti ini diawali dengan identifikasi peserta didik, sehingga diketahui kondisi siswa untuk menentukan model pembelajaran yang akan di terapkan.Pelaksanaan Pembelajaran dilaksanakan sesuai hasil identifikasi awal yang telah dilakukan, karena tidak mudah mengelola pembelajaran dengan kondisi peserta didik yang berbeda, belum ada diklat khusus bagi guru umum dalam pembelajaran peserta didik yang inklusi. Evaluasi yang dilakukan
5
melihat kondisi peserta didik, tentunya penentuan laporan maupun kriteria ketuntasan minimal juga berbeda antara peserta didik normal dengan peserta didik inklusi. Beberapa hal tersebut diatas diantaranya, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 bahwa pendidikan di Indonesia harus merata, harus dapat dinikmati semua lapisan tanpa memandang kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, seruan pada Konferensi Internasional UNESCO yang ke 48 tentang Pendidikan menyerukan enam tindakan khusus untuk guru pendidikan dan pengembangannya terutama point (4) Mendorong penelitian inovatif dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan pendidikan inklusif. Kenyataan di lapangan pendidikan inklusif telah dimulai sejak tahun 1999 di SMK Negeri 8 Surakarta namun baru ada payung hukum resmi sejak keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 dengan kondisi sekolah yang masih minim persiapan namun harus tetap menjalankan pendidikan inklusi, maka penulis berusaha untuk meneliti mengenai implementasi pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah tersebut dengan mengambil objek penelitian yaitu pengelolaan pembelajaran bermain karawitan bersama bagi siswa inklusi.
6
B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, fokus penelitian ini, yaitu “Bagaimana Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi Siswa Inklusi Di SMK Negeri 8 Surakarta?”.Fokus penelitian ini, dirinci dalam tiga sub-fokus. 1. Bagaimana karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi? 2. Bagaimana karakteristik aktivitas siswa inklusi dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama? 3. Bagaimana interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan Bersama? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik aktivitas siswa inklusi dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama. 3. Mengetahui dan mendeskripsikan interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan Bersama.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini sebagai studi pendidikan yang bersifat terapan atau praktek, studi ini memberikan sumbangan substansial kepada lembaga pendidikan
7
formal yang menyelenggarakan pendidikan inklusif, guru/calon guru, yang berupa langkah pengelolaan pembelajaran bagi siswa inklusi. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, studi ini menemukan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran siswa inklusi pada sekolah menengah kejuruan, memberikan sumbangan kepada program kejuruan karawitan, serta sekolah-sekolah kejuruan yang melaksanakan pendidikan inklusif. 2. Manfaat praktis Studi ini mengimplementasikan hasil temuan dalam pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi agar dapat dimanfaatkan bagi sekolah, guru/calon guru, siswa. Sekolah segera dapat memanfaatkan temuan ini untuk pengembangan pengelolaan pendidikan siswa inklusi. Pengelolaan pembelajaran bagi siswa inklusi di tingkat sekolah menengah kejuruan mendesak untuk segera di realisasikan dengan baik agar siswa inklusi dapat memperoleh keahlian yang diinginkan. Bagi guru/calon guru produktif di lingkungan SMK dapat memanfaatkan temuan ini untuk memberikan layanan optimal untuk siswa inklusi. Siswa dapat mempelajari temuan ini untuk mengetahui dan mempraktekkan cara berinteraksi dengan guru untuk memperoleh kompetensi keahlian yang diinginkannya.
8
E. Penegasan Istilah 1. Pengelolaan merupakan suatu tindakan atau kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan
dan
mengendalikan/melakukan
pengawasan. 2. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah antara guru sebagai tenaga pendidik dan siswa sebagai peserta didik yang dilakukan secara terprogram dan terencana. 3. Memainkan Karawitan Bersama merupakan salah satu mata pelajaran produktif pada program keahlian Seni Karawitan di SMK Negeri 8 Surakarta. 4. Siswa Inklusi merupakan siswa yang karena suatu hal khusus membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar potensinya dapat berkembang secara optimal. 5. Aktivitas mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dari awal kegiatan belajar mengajar, dan setelah kegiatan belajar mengajar selesai. 6. Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar. 7. Evaluasi
atau
penilaian
hasil
pembelajaran
merupakan
usaha
mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar.